• Tidak ada hasil yang ditemukan

41 terus bertahan dan tingkat inflasi yang lebih tinggi yaitu

hampir 8,4% pada tahun 2014 juga disebut sebagai faktor yang berkontribusi, serta nilai tukar Rupiah yang merosot merupakan faktor tambahan yang menyebabkan tingkat pertumbuhan ekonomi negara lebih lambat.

Di sisi lain, tatanan ekonomi global juga telah berkembang dan menjadi kurang ramah terhadap pasar negara berkembang di mana Indonesia masih merupakan bagian dari kelompok tersebut, seperti Federal Reserve AS mulai mengurangi pelonggaran kuantitatif sejak tahun 2008, dengan cara mengurangi program pembelian obligasi secara bertahap yang telah resmi berakhir pada bulan Oktober 2014, langkah tersebut telah memicu arus balik dana investasi dari pasar negara berkembang kembali ke AS untuk mengantisipasi akan terjadinya kenaikan suku bunga AS dan, dalam prosesnya hal itu telah memperkuat Dolar AS. Ditambah lagi, krisis zona Eropa yang tak kunjung berakhir, perlambatan pertumbuhan ekonomi Cina, Jepang yang masih terus berusaha menghindar dari kejatuhannya ke dalam resesi, serta yang tak kalah penting, turunnya harga minyak serta komoditas utama lainnya, secara keseluruhan kondisi ekonomi global tersebut tidak memberikan kontribusi yang positif untuk membantu perekonomian Indonesia.

Mengingat kondisi ekonomi makro 2014 yang sulit di atas, akibatnya banyak perusahaan yang tercatat di Bursa Efek Indonesia telah mengalami pertumbuhan penjualan dan laba bersih yang lebih lambat, dan bahkan lebih buruk lagi ada beberapa perusahaan yang telah mengalami penurunan penjualan dan laba bersih. Terkait hal tersebut, tidak terkecuali kinerja Tempo Scan tahun 2014 meskipun sebenarnya penjualan bersihnya berhasil naik 9,6% dan berjumlah Rp 7.512,1 miliar, namun hasil laba bersih turun 8,7% dan berjumlah Rp 579,4 miliar.

Selanjutnya, pada tahun 2014 penjualan bersih Tempo Scan berhasil melampaui ambang batas Rp 7 triliun untuk pertama kalinya dan tingkat pertumbuhan penjualan bersih sebesar 9,6% sungguh jauh lebih tinggi dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penjualan bersih yang hanya

almost 8.4% in 2014 were also cited as the contributing factors, as well as the Rupiah dwindling exchange rate was an additional factor causing the country’s slower economic growth rate.

On the other hand, the global economy landscape had also evolved and it has become less friendly toward the emerging markets wherein Indonesia is part of such group, as the US Federal Reserve started to taper its quantitative easing commencing 2008, by way of gradually reducing its bonds purchase programs that had officially ended in October 2014, such move has triggered reverse flow of investment funds from the emerging markets back to the US in anticipation of impending US interest rate hike and, in the process it has strengthened US Dollar. Moreover, the Euro zone endless crisis, China’s economy slowing growth, Japan which has been trying to dodge falling into recession, also last but not least the drop in oil as well as other key commodity prices, collectively those global economic conditions did not contribute positively to help the Indonesian economy.

Given the above difficult macro economic condition in 2014, consequently many listed companies in the Indonesian Stock Exchange had experienced slower net sales and profit growth, and even worse there were some companies that had experienced both net sales and profit decline. In connection therewith, Tempo Scan’s 2014 result was not an exception despite the fact that its net sales managed to increase by 9.6% and it amounted to Rp 7,512.1 billion, nevertheless its net profit result had declined by 8.7% and it amounted to Rp 579.4 billion.

Furthermore, in 2014 Tempo Scan’s net sales managed to exceed Rp 7 trillion threshold for the first time and its net sales growth rate of 9.6% was indeed significantly higher compared to its net sales growth rate of only 3.4%

in 2013. Such commandable net sales performance was

42

sebesar 3,4% pada tahun 2013. Kinerja penjualan bersih yang baik tersebut antara lain disebabkan oleh penjualan bersih divisi Produk Konsumen & Kosmetika (“divisi CPC”) Tempo Scan yang meningkat sebesar 14,3% dan berjumlah Rp 1.914 miliar; dan kontribusi yang lebih kecil disumbangkan oleh peningkatan penjualan bersih yang lebih kecil dari divisi Pharma yang mendekati 4% dan berjumlah Rp 2.067,4 miliar, namun demikian setelah penyesuaian untuk memperhitungkan efek dari penghentian bisnis minuman berlisensinya, maka sebetulnya penjualan bersih divisi Pharma mengalami peningkatan sebesar 11% pada tahun 2014. Yang terakhir namun sama pentingnya, adalah kontribusi dari pertumbuhan penjualan bersih divisi Distribusi Tempo Scan yang meningkat sebesar 10,7% dan berjumlah Rp 3.530,7 miliar pada tahun 2014

Beralih ke hasil laba kotor Tempo Scan tahun 2014 yang tumbuh lebih lambat sebesar 8,1% jika dibandingkan dengan tingkat pertumbuhan penjualan bersihnya yang sebesar 9,3% dan, hasil laba kotor tersebut berjumlah Rp 2.720 miliar.

Sejalan dengan penurunan tersebut, marjin laba kotor juga turun menjadi 39,1% jika dibandingkan dengan marjin laba kotor tahun 2013 yang sebesar 39,7%. Margin laba kotor yang lebih rendah tersebut disebabkan antara lain oleh nilai tukar Rupiah yang melemah, juga peningkatan biaya produksi yang lebih tinggi di mana sebagian besar didorong oleh meningkatnya biaya sumber daya manusia serta biaya utilitas.

Selain itu, berkaitan dengan beban usaha Tempo Scan, apabila biaya tersebut tidak termasuk “pendapatan operasi lain-neto” maka nilainya berjumlah Rp 2.303,6 miliar atau meningkat 11,2% dibandingkan dengan beban usaha yang sama pada tahun 2013 yang berjumlah Rp 2.071,8 miliar, namun sayangnya “pendapatan operasi lain-neto”

tersebut di atas memang turun secara substansial dari Rp 109,6 miliar pada tahun 2013 menjadi hanya sekitar Rp 42 miliar, penurunan tersebut terutama disebabkan oleh laba selisih kurs tahun 2013 yang tidak terjadi lagi di tahun 2014.

Akibatnya, seperti yang telah dilaporkan, laba usaha Tempo Scan telah menunjukkan penurunan sebesar 10,5% dan berjumlah Rp 678,3 miliar, namun bila disesuaikan dengan

amongst others attributed to Tempo Scan’s Consumer Products & Cosmetic division (“CPC division”) net sales which had increased by 14.3% and it amounted to Rp 1,914 billion; also to a lesser extent by its Pharma division net sales which had increased by almost 4% and it amounted to Rp 2,067.4 billion, nonethless after the adjusting to account for the effect of its under licensed beverage business discontinuation, then in actual fact the said Pharma division net sales had risen by 11% in 2014. Lastly but equally important, was the contribution by Tempo Scan’s Distribution division net sales growth that had increased by 10.7% and it amounted to Rp 3,530.7 billion in 2014.

Moving on to Tempo Scan’s gross profit result in 2014 which grew slower by 8.1% when compared to its net sales growth rate of 9.3% and, such gross profit result was amounted to Rp 2,720 billion, consequently its gross profit margin commensurately decreased to become 39.1% if compared to 2013 gross profit margin of 39.7%.

The said lower gross profit margin was attributed amongst others to the weakening Rupiah exchange rate, also by higher manufacturing cost which predominantly proplelled by its personnel cost as well as its utilities expenses increase.

Moreover, pertaining to Tempo Scan’s operating expenses, such expenses when excluding its “Net Other Operating Incomes” was amounted to Rp 2,303.6 billion or an increase of 11.2% compared to its corresponding operating expenses in 2013 that was amounted to Rp 2,071.8 billion, but unfortunately the aforesaid “Net Other Operating Incomes” had indeed declined subtantially from Rp 109.6 billion in 2013 to become only around Rp 42 billion, such a decline was mainly caused by the non-recurring foreign exchange gain accrued in 2013 which was not the case in 2014. Consequently, as reported Tempo Scan’s operating profit had reflected a decline of 10.5% and it amounted to Rp 678.3 billion, but

43 memperhitungkan pengaruh laba selisih kurs tersebut

maka dalam kenyataannya laba usaha Tempo Scan hanya menurun 1,5%.

Selain itu, pendapatan non-operasi lain-neto Tempo Scan juga telah mengalami penurunan menjadi Rp 64,5 miliar pada tahun 2014 dibandingkan dengan Rp 72,4 miliar pada tahun 2013, sebagai akibat dari pencatatan kerugian yang lebih tinggi dari entitas asosiasi, sehubungan dengan faktor-faktor tersebut maka laba bersih Tempo Scan menurun 8,7%

dan berjumlah Rp 579,4 miliar. Namun demikian, setelah disesuaikan dengan memperhitungkan pengaruh laba selisih kurs yang tidak berulang dan kerugian dari entitas asosiasi, maka sesungguhnya jumlah laba bersih tahun 2014 adalah Rp 598,8 miliar atau masih mencatat peningkatan sebesar 4,6% dari tahun sebelumnya.

Kinerja Laba Sebelum Pajak, Penyusutan & Amortisasi (“EBITDA”) Tempo Scan tahun 2014 juga mengikuti kinerja laba usaha dan laba bersih dimana EBITDA perusahaan juga turun 7% menjadi Rp 804,7 miliar dibandingkan EBITDA tahun 2013 sebesar Rp 865,8 miliar, sebagai akibatnya marjin EBITDA juga turun menjadi 10,7%

dibandingkan dengan marjin EBITDA 2013 sebesar 12,6%.

on adjusted basis to account for the effect of such non-recurring foreign exchange gain hence in actual fact its operating profit had only declined by 1.5%.

In addition, Tempo Scan’s net non-operating incomes had also declined to become Rp 64.5 billion in 2014 compared to Rp 72.4 billion in 2013, as a result of higher losses accrued from its associate companies, in connection with the aforementioned factors henceforth Tempo Scan’s net profit had declined by 8.7% and it amounted to Rp 579.4 billion. Nevertheless, on adjusted basis to account for the effect of both non-recurring forex gain and associate companies’ losses then in actual fact its 2014 net profit amount was Rp 598.8 billion or still registering an increase of 4.6%

year on year.

Tempo Scan’s 2014 Earning Before Tax, Depreciation

& Amortization (“EBITDA”) result was also trailing its operating profit and net profit results whereby its EBITDA had also declined by 7% to become Rp 804.7 billion versus its EBITDA result of Rp 865.8 billion in 2013, as consequent thereof its EBITDA margin had also declined to become at 10.7% compared to its 2013 EBITDA margin of 12.6%.

The Pharmaceutical Division Management Analysis The Indonesian Pharmaceutical industry growth rate had slowed down in 2014 whereas it only grew by around 3.7% compared to the said industry robust growth of nearly 15% in 2013 (source Investor Daily 21 January 2015), such lackluster industry growth performance was partly attributed to the implementation of Indonesian national welfare system including its own health care program or so called “Sistem Jaminan Sosial Nasional (“SJSN”)” which commenced officially in 2014. Moreover, SJSN’s health care program has also enacted a national agency namely “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”)” as the said program implementor who has been mandated to act also as the centralized procurement agent and working together with state procurement Analisa Manajemen Divisi Farmasi

Tingkat pertumbuhan industri farmasi Indonesia telah mengalami perlambatan pada tahun 2014 yaitu hanya tumbuh sekitar 3,7% dibandingkan dengan pertumbuhannya yang kuat hampir sebesar 15% di tahun 2013 (sumber Investor Daily 21 Januari 2015), kinerja pertumbuhan industri yang kurang bergairah itu sebagian disebabkan oleh pelaksanaan sistem kesejahteraan nasional Indonesia yang menyelenggarakan program kesehatannya sendiri yaitu “Sistem Jaminan Sosial Nasional (“SJSN“)” yang dimulai secara resmi pada tahun 2014. Selain itu, program kesehatan SJSN juga telah menetapkan sebuah lembaga nasional yaitu “Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (“BPJS”)“ sebagai pelaksana program tersebut yang telah diberi mandat untuk bertindak juga sebagai agen pusat pengadaan dan bekerja sama dengan

44

lembaga pengadaan negara atau “Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang / Jasa (“LKPP”)”, untuk menyusun daftar dan menyediakan semua produk farmasi yang dibutuhkan oleh program tersebut.

Dampak berikutnya dari daya beli yang sangat besar dan terpusat dari BPJS/LKPP, telah memperkuat daya tawar sehingga mendorong sebagian besar perusahaan farmasi Indonesia bersedia menurunkan harga jual produk mereka secara substansial, harga yang lebih rendah tersebut terutama harus ditanggung oleh perusahaan farmasi domestik Indonesia yang sebagian besar portofolio produknya terdiri dari obat generik/non-paten, di sisi lain perusahaan-perusahaan farmasi multinasional relatif tidak begitu terpengaruh karena sebagian besar portofolio produk mereka terdiri dari obat paten, karena itu, secara keseluruhan perusahaan multinasional berhasil mencatat tingkat pertumbuhan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pesaing domestik mereka pada tahun 2014.

Sehubungan dengan hal di atas, penjualan bersih divisi Pharma Tempo Scan, seperti yang telah dilaporkan pada tahun 2014, tumbuh hampir 4% dan berjumlah Rp 2.067,4 miliar, meskipun demikian setelah disesuaikan dengan memperhitungkan efek penghentian bisnis minuman berlisensi maka sesungguhnya penjualan bersih divisi ini berhasil tumbuh hampir 11%, kenaikan tersebut didorong oleh kelompok usaha Consumer Health (“kelompok CH”) yang penjualan bersihnya meningkat sebesar 9,8% dan oleh kelompok usaha Obat Resep (“kelompok PM”) yang penjualan bersihnya meningkat sebesar 21,7% pada tahun 2014.

Selain itu, kontribusi penjualan bersih divisi Pharma tersebut terhadap penjualan bersih konsolidasian Tempo Scan adalah 27,5% di tahun 2014 atau sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kontribusinya di tahun 2013 yang sebesar 27,7%.

Kontribusi penjualan bersih kelompok CH divisi ini adalah 90,4% dan berjumlah Rp 1.869,5 miliar, sementara kontribusi penjualan bersih kelompok PM adalah 9,6% dan berjumlah Rp 197,0 miliar pada tahun 2014. Selain itu, penjualan bersih kelompok CH tumbuh sebesar 2,3% seperti yang

agency or “Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/

Jasa (“LKPP”)”, to list and procure all pharmaceutical products that are required by the said program.

The ensuing effect of BPJS/LKPP massive and concentrated buying power had yielded significant bargaining power to force most of Indonesian pharmaceutical companies to succumb to lower their products selling prices, such lower prices were particularly inflicted upon the Indonesian domestic pharmaceutical companies whose products are predominately comprised of generic/off-patent drugs portfolio, on the other hand the multinational pharmaceutical companies were relatively less effected since their products are mostly comprised of patented drugs portfolio, therefore, in aggregate those multinational companies managed were able to register higher growth rate compared to their domestic counter parts in 2014.

In connection with the above, Tempo Scan’s Pharma division net sales, as reported in 2014, grew by almost 4% and it amounted to Rp 2,067.4 billion, albeit after adjusting to account for the effect of its under licensed beverage business discontinuation hence in actual fact this division net sales managed to grow by almost 11%, such an increase was driven by its Consumer Health operating group (“CH Group”) which net sales had increased by 9.8% and by its Prescription Medicines (“PM Group”) which net sales had increased by 21.7%

in 2014.

Furthermore, the said Pharma division net sales contribution toward Tempo Scan’s consolidated net sales was 27.5% in 2014 or it was slightly lower compared to its contribution in 2013 of 27.7%. This division’s CH Group net sales contribution was 90.4%

and it amounted to Rp 1.869,5 billion, whilst its PM Group net sales contribution was 9.6% and it amounted to Rp 197 billion in 2014. In addition, such CH Group net sales grew by 2.3% as reported, or by 9.8% on adjusted

45 telah dilaporkan, atau 9,8% setelah penyesuaian, di sisi lain

penjualan bersih kelompok PM-nya yang disalurkan melalui PT Tempo Rx Farma (“TRF”) tumbuh secara substansial yaitu sebesar 21,7% pada tahun 2014.

Selain itu, proporsi kontribusi penjualan bersih divisi Pharma Tempo Scan antara bisnis domestik dan internasional masing-masing adalah 92,3% dan 7,7% pada tahun 2014, dengan demikian kontribusi penjualan bersih bisnis internasional telah jauh meningkat dari kontribusi tahun 2013 yang berkisar 6,2%. Peningkatan dari bisnis internasional tersebut terutama berasal dari pertumbuhan penjualan bersihnya yang naik sebesar 30,2% dan berjumlah Rp 159,3 miliar.

Selain itu, seperti yang telah diumumkan bahwa divisi Pharma Tempo Scan akhirnya meluncurkan dan memasarkan susu bubuk formula bayi (“IFFO”) dan pertumbuhan anak (“GUM”) pada kuartal ke-3 tahun 2014, dimana peluncuran tersebut sempat mengalami beberapa bulan penundaan. Memasuki pasar IFFO dan GUM yang sangat besar seperti yang telah dijelaskan sebelumnya adalah bagian dari strategi divisi ini untuk diversifikasi portofolio produk kelompok CH dengan cara membangun pilar bisnis ketiga yaitu portofolio produk Nutrisi setelah portofolio produk-produk obat Over The Counter (“OTC”) dan Vitamins Minerals Supplement (“VMS”) dari kelompok CH yang telah ada selama beberapa dekade.

Selain itu, ekspansi Tempo Scan ke produk nutrisi khususnya di segmen IFFO, GUM dan susu anak-anak telah memperbesar pasar persaingan dalam kisaran Rp 15 triliun, yang menambah besarnya pasar segmen OTC dari industri farmasi Indonesia yang bernilai sekitar Rp 20 triliun dimana divisi Pharma Tempo Scan saat ini berkompetisi. Produk Nutrisi tersebut juga akan memperluas penggunaan ekuitas merek multivitamin anak-anak dari kelompok CH yaitu vidoran, untuk mengambil keuntungan dari fakta bahwa merek tersebut telah berada di pasar selama lebih dari 3 dekade dan, yang sama pentingnya adalah fakta bahwa produk-produk nutrisi tersebut telah mengadaptasi standar

basis, on the other hand its PM Group net sales which is channeled through PT Tempo Rx Farma (“TRF”) grew substantially by 21.7% in 2014.

Moreover, Tempo Scan’s Pharma division net sales contribution proportion between domestic and international business were respectively 92.3% and 7.7%

in 2014, therefore, such international business net sales contribution had risen considerably from 6.2% in 2013.

The aforesaid increase in its international business was mainly attributed to the net sales increase which had risen by 30.2% and it amounted to Rp 159.3 billion.

Furthermore, as it had been announced that Tempo Scan’s Pharma division has finally launched and marketed its infant formula (“IFFO”) and growing up (“GUM”) powder milk during 3rd quarter 2014, where as such launch had experienced few months delay. The said entry into the IFFO and GUM huge market as explained previously is part of this division strategy to diversify its CH Group products portfolios by way of building its third business pillar namely its Nutritional products portfolio after the said CH group’s Over The Counter (“OTC”) medicines and Vitamins Minerals Supplement (“VMS”) products portfolios which have been in existence already for decades.

In addition, Tempo Scan expansion into Nutritional products particularly in IFFO, GUM and Children milk segments have enlarged its competing market size by around Rp 15 trillion, adding to the Indonesian Pharma industry’s OTC segment market size of around Rp 20 trillion in which Tempo Scan’s Pharma division is presently competing in. The aforementioned Nutritional products will also extend the use of CH group’s children multivitamin brand equity namely vidoran, to take advantage of the fact that such brand has been in the market for more than 3 decades and equally important is the fact that such nutritional products have

46

manufaktur farmasi dan standar kualitas Tempo Scan yang sama ketatnya dimana Tempo Scan telah merapkannya selama beberapa dekade.

Untuk ke depannya, divisi Pharma Tempo Scan akan terus menerapkan strategi perusahaan yang telah dimulai dalam beberapa tahun terakhir dalam rangka meningkatkan kinerjanya lebih lanjut, antara lain sebagai berikut:

1. Tetap berfokus pada therapeutic classes pilihan dalam segmen pasar OTC Indonesia dimana ekuitas merek intinya saat ini berkompetisi, karena faktanya adalah therapeutic classes tersebut cukup besar dan secara kolektif telah menyumbang lebih dari 50% dalam pasar OTC tersebut.

2. Terus berfokus pada inovasi dan pengembangan produk baru untuk memperkuat posisi ekuitas merek intinya dalam kompetisi therapeutic classes mereka, dalam rangka untuk lebih meningkatkan pangsa pasar dari merek-merek kelompok CH melalui produk-produk baru seperti rangkaian vidoran Gummy, hemaviton C1000, hemaviton Cardio, NEO Rheumacyl analgesik topikal, bodrex Extra, bodrex Gel, rangkaian bodrexin Demam, hemaviton TEA BLAZT, Oskadon SP Cream, Vitonal, dll, dimana sejauh ini produk-produk yang lebih baru tersebut memiliki kinerja penjualan yang menjanjikan.

3. Lebih memperluas penetrasi pasar produk nutrisi-nya, terutama produk IFFO dan GUM setelah 12 bulan pertama dari periode awal peluncurannya, juga memanfaatkan harga yang terjangkau dari produk tersebut untuk bersaing di segmen harga yang rendah dan mendominasi pasar susu bayi dan pertumbuhan dimana merupakan segmen terbesar dalam kategori susu bubuk di Indonesia. Meskipun mungkin masih terlalu dini untuk mengindikasikan keberhasilan masa depan produk tersebut terutama di pasar yang sangat diperebutkan dan dikuasai oleh perusahaan-perusahaan raksasa multinasional, namun data awal dari AC Nielsen telah menunjukkan bahwa vidoran IFFO dan GUM Tempo Scan telah meraih posisi nomor 6 pada akhir tahun 2014.

adapted similar Tempo Scan’s stringent pharmaceutical manufacturing and quality standards which Tempo Scan has implemented for decades.

Going forward Tempo Scan’s Pharma division will continue to implement its strategies that have been instigated in the last few years in order to improve further

Going forward Tempo Scan’s Pharma division will continue to implement its strategies that have been instigated in the last few years in order to improve further

Dokumen terkait