• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

D. Diversity (Keberagaman )

2. Board Diversity (Keberagaman Dewan)…

Definisi diversitas dalam konteks corporate governance menurut Vander Walt dan Ingley (2003) dalam Basundari dan Arthana (2013) mendefinisikan diversitas sebagai komposisi dewan komisaris dan direksi dan kombinasi dari kualitas, karakteristik serta keahlian yang berbeda antara individu anggota dewan dalam kaitannya dengan pengambilan keputusan dan proses lainnya dalam dewan perusahaan. Dapat disimpulkan bahwa diversitas merupakan suatu perbedaan dan variasi atribut yang dimiliki oleh dewan komisaris dan direksi dari segi fisik, sosial, kultural dan lain sebagainya.

Kusumastuti dkk. (2007) menyatakan bahwa diversitas anggota dewan komisaris dan direksi yang semakin besar dapat memberikan alternatif penyelesaian masalah yang semakin beragam daripada anggota dewan yang homogen. Selain itu, diversitas dewan direksi memberikan karakteristik yang unik bagi perusahaan dan dapat menciptakan nilai tambah bagi pemegang saham. Menurut Fikri (2014) keberagaman dalam dewan dapat memberikan masukan dari berbagai pengalaman, persepsi atau pandangan yang berbeda-beda dari anggota dewan, dan jika dalam anggota dewan hanya berasal dari satu golongan maka ada kemungkinan akan mendapatkan pemikiran dan pandangan yang single minded, dapat diperkirakan dan tidak fleksibel.

Carter et al. (2007) dalam Basundari dan Arthana (2013) memaparkan bahwa diversitas dewan memberikan manfaat berikut ini: (1) diversitas memperbaiki kemampuan dewan komisaris dan direksi dalam memonitor manajer yang disebabkan karena meningkatnya independensi, (2) diversitas memperbaiki proses pengambilan keputusan dewan perusahaan yang disebabkan karena perspektif baru yang unik, kreativitas yang meningkat, dan pendekatan inovatif non-tradisional, (3) diversitas memperbaiki informasi yang disediakan oleh dewan perusahaan pada manajer yang disebabkan karena informasi unik yang diberikan oleh dewan yang tersebar, (4) dewan perusahaan dengan struktur yang tersebar memberikan akses terhadap pihak-pihak berkepentingan dan sumber daya penting dalam lingkungan eksternal, (5) diversitas dewan komisaris dan direksi memberikan sinyal positif penting pada pasar tenaga kerja, pasar produk, dan pasar uang, dan (6) diversitas dewan komisaris dan direksi memberikan ligitimasi pada perusahaan dengan pihak-pihak eksternal dan internal. Manfaat keberagaman telah dibuktikan oleh Ernst and Young (2009) dalam penelitiannya ditemukan kelompok dewan dengan keanekaragaman yang lebih besar cenderung memiliki kinerja yang lebih baik dari pada kelompok dewan yang homogen, meskipun orang-orang didalamnya memiliki kemampuan yang lebih tinggi. Penelitian oleh Carter et al. (2007) dalam Hanani & Aryani (2011) menyatakan bahwa persebaran dewan yang diukur dengan perbedaan gender dalam dewan,

berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja perusahaan. Semakin tinggi keragaman dari struktur dewan direksi dan dewan komisaris akan menambah keyakinan bahwa keputusan yang diambil perusahaan akan memaksimalkan nilai perusahaan.

3. Keberagaman Gender

Keberagaman gender dalam dewan diartikan oleh Brammer et al. (2007) dalam Basundari dan Arthana (2013) sebagai kesamaan atau kesetaraan kesempatan dan argumen kesamaan atau kesetaraan keterwakilan baik untuk laki-laki maupun perempuan. Kata gender dalam istilah bahasa Indonesia sebenarnya berasal dari bahasa Inggris, yaitu gender. Secara umum, pengertian Gender adalah perbedaan yang tampak antara laki-laki dan perempuan apabila dilihat dari nilai dan tingkah laku. Rahmawati (2004) dalam Hendiana (2015) menyatakan bahwa istilah seks (jenis kelamin) mengacu pada dimensi biologis seorang laki-laki dan perempuan, sedangkan gender mengacu pada dimensi sosial-budaya seorang laki-laki dan perempuan. Selain itu, istilah gender merujuk pada karakteristik dan ciri-ciri sosial yang diasosiasikan pada laki-laki dan perempuan. Karakteristik dan ciri yang diasosiasikan tidak hanya didasarkan pada perbedaan biologis, melainkan juga pada interpretasi sosial dan kultural tentang apa artinya menjadi laki-laki atau perempuan.

Hendiana (2015:17) menyatakan gender sendiri dipahami sebagai sebuah konstruksi sosial tentang relasi laki-laki dan perempuan yang dikonstruksikan oleh kekuasaan, baik kekuasaan politik, ekonomi, sosial, kultural, bahkan fisikal karena sebagaimana halnya kenyataan kekuasaan adalah identik dengan kepemimpinan. Berbagai peristiwa seputar dunia perempuan diberbagai penjuru dunia juga telah mendorong semakin berkembangnya perdebatan panjang tentang pemikiran gerakan feminisme yang berlandaskan pada analisis “hubungan gender”.

Salah satu upaya dalam menanggulangi berbagai macam bentuk diskriminasi pada kaum perempuan, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Menteri Negara Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2010 yang menyebutkan bahwa kesetaraan gender adalah kesamaan kondisi bagi laki-laki dan perempuan untuk memperoleh kesempatan dan hak-haknya sebagai manusia agar mampu berperan dan berpartisipasi dalam kegiatan politik, ekonomi, sosial budaya, pertahanan dan keamanan, serta kesamaan dalam menikmati hasil pembangunan (Supriyanto, 2014:28).

Salah satu tanda perusahaan yang baik dan memiliki good corporate governance yaitu terbentuknya anggota dewan yang heterogen. Hal tersebut memiliki banyak kelebihan dibanding kelompok dewan yang hanya beranggotakan pria saja. Menurut Jizi (2016) mengubah dinamika gender pada dewan perusahaan dapat memberikan perspektif yang lebih

luas, atribut, dan keterampilan dalam diskusi anggota dewan, yang dapat meningkatkan kinerja dewan. Selain itu, dengan meningkatkan jumlah perempuan dalam dewan merupakan kesempatan untuk memperoleh sumber daya yang lebih baik dan selaras dengan kebutuhan pasar. Masih sedikitnya perempuan yang ditempatkan di posisi puncak mungkin disebabkan oleh adanya pandangan yang berbeda tentang penyebab kesuksesan yang diraih laki-laki dan perempuan. Kesuksesan laki-laki dianggap karena kemampuan yang tinggi (dalam hal talenta atau kecerdasan), sedangkan kesuksesan perempuan dianggap lebih disebabkan oleh faktor keberuntungan (Deaux dan Ernswiller dalam Kusumastuti dkk 2007). Kehadiran perempuan dalam tim manajemen puncak dianggap melalui persaingan relatif ketat dengan laki-laki, oleh karenanya perempuan telah melalui tantangan terhadap hirarki yang sebelumnya didominasi oleh laki-laki. Pencapaian ini memberikan keunggulan-keunggulan secara psikologis, meningkatkan interaksi antar rekan, dan posisi yang dihormati dalam lingkungan perusahaan. Unger (1979) dalam Fikri (2014) menyatakan laki-laki dengan sifat maskulinnya memiliki ciri sifat mandiri, pertimbangan penuh, rasional, dan kompetitif, sedangkan wanita dengan sifat feminimnya memiliki ciri mengayomi, penuh perhatian, sensitive, dan mengandalkan intuisi. Menurut Basundhari dan Arthana (2013) perspektif bisnis mengenai argumen kesetaraan kesempatan bagi perempuan berfokus pada fakta bahwa keberadaan

perempuan dalam dewan perusahaan adalah suboptimal bagi perusahaan. Jumlah perempuan pada Dewan Komisaris dan Direksi di berbagai negara mulai terlihat peningkatannya. Rose (2007) dalam Ramadhani (2015) melaporkan bahwa terdapat keinginan untuk meningkatan peran perempuan pada anggota dewan secara signifikan. Norwegia telah memiliki hukum yang mengharuskan 40% dari anggota dewan adalah perempuan. Spanyol juga baru saja mengeluarkan undang-undang terkait kuota untuk jumlah anggota dewan perempuan (Adams & Ferreira, 2009).

Dewasa ini kesetaraan gender mendapat banyak perhatian, bukan hanya masalah keadilan tetapi juga bagi perusahaan, soal menarik para pekerja terbaik, setidaknya setengah dari mereka adalah perempuan. Ada juga nilai ekonomi yang cukup besar dipertaruhkan bagi perusahaan dan negara. Wirawan (2013:489) didalam bukunya menyatakan bahwa di Norwegia didirikan Kementerian Persamaan Gender karena persamaan gender ditetapkan sebagai salah satu keunggulan kompetitif. Perdana Menterinya menyatakan bahwa, partisipasi perempuan membantu pertumbuhan ekonomi, pengontrolan angka kelahiran dan anggaran negara.

Sekarang ini mulai terjadi peningkatan jumlah perempuan pada Dewan Komisaris dan Direksi di berbagai negara, sebuah studi baru yang dilakukan oleh McKinsey (2007) menemukan bahwa perekonomian dunia bisa menambahkan triliunan dolar dalam pertumbuhan selama sepuluh

tahun ke depan jika negara dapat meningkatkan partisipasi perempuan dalam angkatan kerja. Negara di Amerika Latin misalnya, memiliki tujuan untuk mendekati pencapaian tingkat tahunan Chile dengan kenaikan, 1,9 poin persentase, sedangkan Timur dan negara-negara Asia Tenggara akan mencoba untuk menyamakan peningkatan Singapura yaitu sebesar 1,1 persen per tahun.

Gender diversity dewan direksi pada penelitian ini diproksikan dengan keberadaan perempuan sebagai anggota dewan direksi. Keberadaan perempuan dalam jajaran dewan direksi dinilai dengan variabel dummy, dimana apabila terdapat anggota perempuan dalam jajaran dewan direksi maka akan diberi nilai 1, jika tidak memiliki anggota perempuan maka akan diberi nilai 0. Pengukuran ini mengacu pada penelitian Kusumastuti dkk (2007).

E. Kinerja Keuangan Perusahaan

Dokumen terkait