BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Karakteristik Subyek Penelitian
5. Body fat percentage
6 HbA1c (%) 5,50 (5,00-6,20) 0,027
*data terdistribusi normal
1. Umur
Responden pada penelitian ini adalah pria dewasa dengan rentang umur
40-60 tahun yang termasuk dalam rentang umur middle-aged (40-69) (Ranasinghe,
Gamage, Katulanda, Adraweera, Thilakarathe, and Tharanga, 2013). Pada penelitian
ini pengujian normalitas umur subyek penelitian menggunakan Shapiro-Wilk dengan
taraf kepercayaan 95%. Hasil yang diperoleh yaitu data tidak terdistribusi normal
dilihat dari signifikansi (p) yaitu 0,005 dan dapat dilihat dari histogram menunjukkan
data yang tidak simetris, serta penyebaran data yang tidak merata (Gambar 7). Nilai
tengah atau median yang di hasilkan yaitu 48,50 dan penyebaran ditunjukkan dengan
34
Gambar 7. Grafik Distribusi Umur Subyek Penelitian
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Garza, Dugan, Faghri, Gorin,
Huedo-Medina, Kenny, et al (2015) dengan responden berjumlah 758 orang
menyebutkan terdapat perbedaan signifikan body fat percentage terhadap umur
responden (p < 0,01). Responden berumur < 45 tahun memiliki body fat percentage lebih kecil dibandingkan responden yang berumur ≥45 tahun. Penelitian lain dilakukan oleh Ranasinghe et al. (2013) dengan total responden berjumlah 1114
orang yang 49,1% terdiri dari laki-laki mengatakan semakin bertambah umur
menyebabkan peningkatan body fat percentage pada laki-laki.
2. Abdominal skinfold thickness
Abdominal skinfold thickness terdistribusi normal dengan signifikansi (p)
yaitu 0,434 dan dapat dilihat dari histogram yang simetris (Gambar 8). Pada
penelitian ini nilai rata-rata abdominal skinfold thickness yang didapatkan adalah
sebesar 21,05 mm dengan SD ± 6,60.
Gambar 8. Grafik Distribusi Abdominal Skinfold Thickness Subyek Penelitian
Menurut penelitian yang dilakukan oleh Sievenpiper et al. (2001)
mengatakan bahwa abdominal skinfold thickness merupakan prediktor kuat terhadap
sensitifitas dari insulin. Menurut Hoeger et al. (2014), abdominal skinfold thickness
merupakan salah satu yang disarankan dari lima bagian yang sering digunakan untuk
pengukuran skinfold thickness pada pria.
3. Suprailiac skinfold thickness
Pengujian normalitas suprailiac skinfold thickness menggunakan
Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95%, didapatkan hasil data terdistribusi normal
dengan signifikansi (p) yaitu 0,513 dan dapat dilihat dari histogram yang simetris
(Gambar 9). Pada penelitian ini nilai rata-rata suprailiac skinfold thickness yang
36
Gambar 9. Grafik Distribusi Suprailiac Skinfold Thickness Subyek Penelitian
Pengukuran suprailiac skinfold thickness merupakan parameter untuk
menilai obesitas yang termasuk dalam obesitas sentral. Obesitas sentral merupakan
salah satu risiko munculnya resistensi insulin yang nantinya dapat menjadi penyakit
diabetes mellitus tipe 2. Pengukuran suprailiac skinfold thickness juga dapat menjadi
prediktor kuat dalam menentukan resistensi insulin (Sievenpiper et al., 2001).
4. Triceps skinfold thickness
Pengujian normalitas triceps skinfold thickness pada subyek penelitian
menggunakan Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95%, didapatkan hasil data
tidak terdistribusi normal dengan dilihat dari signifikansi (p) yaitu 0,007 dan dapat
dilihat pada histogram tidak simetris (Gambar 10). Nilai tengah atau nilai median
didapatkan yaitu 14,35 mm dengan nilai minimum 4,00 mm dan nilai maksimum
34,30 mm.
Gambar 10. Grafik Distribusi Triceps Skinfold Thickness Subyek Penelitian Triceps skinfold thickness merupakan salah satu dari lima bagian yang sering
digunakan untuk pengukuran skinfold thickness (Hoeger et al., 2014). Menurut
penelitian yang dilakukan Boye, Dimitriou, Manz, Schoenau, Neu, Wudy, et al.
(2002) menyebutkan pengukuran menggunakan triceps skinfold thickness dapat
menjadi prediktor untuk regulasi insulin dan penanda metabolik yang tidak normal
dengan menggabungkan beberapa pengukuran skinfold thickness.
5. Body Fat Percentage
Nilai body fat percentage pada penelitian ini didapatkan melalui pengukuran
skinfold thickness yang dilakukan pada tiga bagian yaitu abdominal skinfold
thickness, suprailiac skinfold thickness, dan triceps skinfold thickness. Pengujian
normalitas body fat percentage pada subyek penelitian menggunakan Shapiro-Wilk
dengan tingkat kepercayaan 95% didapatkan hasil terdistribusi normal yang dapat
38
menunjukkan hasil simetris (Gambar 11). Pada penelitian ini didapatkan hasil
rata-rata body fat percentage 20,63 % dengan SD yaitu ± 4,66. Nilai rata-rata-rata-rata yang
didapatkan pada pengukuran body fat percentage menunjukkan terdapat pada tingkat
moderate.
Gambar 11. Grafik Distribusi Body Fat Percentage Subyek Penelitian Body fat percentage sering dijadikan sebagai penanda obesitas dibandingkan
body mass index dikarenakan pada body mass index yaitu bukan suatu pengukuran
langsung terhadap adipositas dan tidak dapat dipakai pada individu dengan body mass
index yang tinggi akibat besarnya massa otot (Guyton and Hall, 2006). Body fat
percentage merupakan indikator baik dibandingkan dengan pengukuran lingkar
pinggang untuk mengetahui penyakit terkait obesitas seperti diabetes mellitus tipe 2
(Dervaux, Wubuli, Megnien, Chironi, and Simon, 2008).
Body fat percentage dengan massa lemak yang tinggi dapat berhubungan
kuat dengan tingkat kematian dibandingkan dengan body mass index (Heitmann,
Erikson, Ellsinger, Mikkelsen, and Larsson, 2000). Pengukuran body fat percentage
penting dilakukan untuk mengetahui penyakit terkait obesitas yaitu resiko diabetes
mellitus tipe 2 (Gomez-Ambrosi, Silva, Galofre, Escalada, Santos, Gil, et al, 2011).
6. HbA1c
Pengujian normalitas HbA1c pada subyek penelitian menggunakan uji
Shapiro-Wilk dengan taraf kepercayaan 95%. Hasil yang diperoleh yaitu data HbA1c
tidak terdistribusi normal dilihat dari nilai signifikansi (p) yaitu 0,027 dan dapat
dilihat dari histogram yang tidak simetris (Gambar 12). Nilai tengah atau median
pada HbA1c yaitu 5,50 dengan nilai minimum 5,00 dan nilai maksimum 6,20.
Gambar 12. Grafik Distribusi HbA1c Subyek Penelitian
HbA1c merupakan kadar glukosa darah yang terikat pada hemoglobin secara
kuat dan beredar bersama eritrosit selama masa hidup eritrosit (120 hari).
HbA1c adalah bentuk ikatan molekul glukosa pada asam amino valin di ujung rantai
40
penelitian yang dilakukan oleh Paputungan et al. (2014) kadar HbA1c dapat
meningkat dengan dipengaruhi oleh beberapa faktor seperti anemia defisiensi besi.
Pada penelitian ini dilakukan pemeriksaan hemoglobin terlebih dahulu untuk
mengetahui kadar hemoglobin responden. Responden pria pada penelitian ini tidak
memiliki kadar hemoglobin yang termasuk dalam kategori anemia (<13 mg/dl),
sehingga kadar HbA1c pada penelitian ini tidak dipengaruhi oleh anemia. Menurut
penelitian Matinhomaee, Khorshidi, Azarbayjani, and Hossein-nezhad (2012) pada
21 responden pria mengatakan bahwa peningkatan body fat percentage berkorelasi
dengan kadar glukosa (p = 0,019) dan resistensi insulin (p = 0,043).
B. Perbandingan Rerata HbA1c terhadap Body Fat Percentage ≥ 25,1%