• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

4. Body Image atau Citra Tubuh Remaja

Citra tubuh didefinisikan sebagai gambaran tubuh yang terbentuk dalam pikiran, juga digunakan untuk persepsi batas tubuh, rasa daya tarik, dan persepsi sensasi tubuh (Schilder, 1950 dalam Ogden, 2010). Menurut Santana, et al (2013) citra tubuh merupakan gagasan dari berbagai segi yang melibatkan persepsi seseorang, pikiran, dan perasaan tentangnya atau ukuran, bentuk, dan struktur tubuh. Perhatian yang besar terhadap citra tubuh, menyababkan ketidakpuasan remaja terhadap bentuk tubuhnya (Rahayu & Dieny, 2012). Pada remaja perempuan umumnya ketidakpuasan tersebut karena ingin memiliki tubuh lebih kurus, sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan tubuh karena ingin menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan berotot (Smolack dalam Evan dalam Indika, 2010). Ketidakpuasan bentuk tubuh pada remaja perempuan lebih tinggi dibandingkan pada laki-laki (McCabe dan Ricciardelli, 2001 dalam Kuessous, 2009). Gattario (2007) menjelaskan beberapa faktor yang mempengaruhi citra tubuh remaja, diantaranya:

a. Individu: Faktor Biologi 1) Komposisi Tubuh

Ada hubungan antara komposisi tubuh dengan kepuasan terhadap tubuh pada remaja. Remaja yang memiliki kelebihan berat badan, tidak hanya memiliki citra tubuh negatif, tetapi juga diintimidasi oleh teman-teman meraka.

2) Pubertas

Pubertas memiliki dampak besar pada citra tubuh remaja. Pada remaja perempuan, waktu pubertas yang lebih cepat beresiko mengembangkan ketidakpuasan tubuh lebih cepat. Pada remaja laki-laki yang mengalami pubertas, lebih baik tingkat kepuasan terhadap tubuhnya.

b. Individu: Faktor Psikologi 1) Tubuh yang ideal (internal)

Pada remaja perempuan tubuh yang kurus merupakan tubuh ideal, pada laki-laki tubuh yang ideal adalah kurus dan berotot. 2) Perbandingan Sosial

Kebiasan remaja adalah membandingkan dirinya dengan orang lain seperi pada teman, selebriti, atlet dan model yang mereka senangi. Hal yang sering dibandingkan seperti berat, bentuk, dan wajah.

c. Mikrosistem 1) Teman-teman

Teman-teman menjadi kelompok sosial penting yang dapat mempengaruhi citra tubuh remaja, kelompok teman sering berbagi sikap yang sama terhadap pentingnya penampilan dan pengalaman serupa dalam starategi mengubah tubuh yang diinginkan, seperti diet, makan teratur, dan membentuk otot. 2) Keluarga

Desakan dan bujukan orang tua untuk berdiet berhubungan dengan kepuasan tubuh yang rendah dan upaya penurunan berat badan.

d. Mesosistem

Mesosistem merupakan hubungan antara struktur mikrosisitem individu yaitu teman-teman dan keluarga.

e. Ekosistem 1) Media

Media tidak diragukan lagi memiliki dampak besar pada persepsi remaja tentang tubuh mereka. Paparan foto, majalah, dan iklan televisi mempengaruhi ketidakpuasan tubuh.

f. Makrosistem

1) Struktur Gender

Gender merupakan inti dari citra tubuh remaja, struktur gender mencangkup norma-norma peran gender dan struktur kekuasan gender.

2) Industrialisasi

Industrialisasi dapat mempengaruhi anggota masyarakat untuk mengubah cara pandang tentang tubuh mereka. Industrialisasi sering disertai dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara berkembang dan cenderung untuk memperkenalkan perubahan sosial dan globalisasi. Hasilnya, peningkatan tekanan pada anggota masyarakat untuk sesuai dengan cara pandang tersebut.

B. Perilaku Makan

1. Pengertian Perilaku Makan

Furman (2012) mendefinisikan perilaku makan sebagai pikiran, tindakan, dan niat bahwa organisme membentuk keinginan untuk menelan makanan baik makanan padat atau makanan dalam bentuk cair. Benarroch (2013) mendefinisikan perilaku makan sebagai serangkaian tindakan yang membangun hubungan manusia dengan makanan. Makanan yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan jumlah dan jenis makanan, tetapi juga kebiasaan dan perasaan yang dibentuk sehubungan dengan tindakan makan (Benarroch, 2013). Menurut (Wardle et al, 2001) pada literatur perilaku makan memiliki 6 gaya makan meliputi:

a Satiety responsiveness

Perilaku makan yang tujuannya mengurangi asupan makanan untuk mengimbangi camilan yang dimakan sebelumnya.

b Responsiveness to food cues/external eating

c Emotional eating

Perilaku makan yang mengacu pada makan lebih banyak selama emosi negatif.

d General interest in eating

Meliputi rasa lapar, keinginan untuk makan, dan menikmati makanan.

e Speed of Eating

Perilaku makan yang menilai kecepatan dalam makan. f Food fussiness

Perilaku yang sangat selektif tentang berbagai makanan.

2. Perilaku Makan Remaja

Streint (2013) membahas mengenai perilaku makan pada remaja ke dalam 3 aspek gaya makan, yaitu:

a. Emotional Eating

Teori psychosomatic menjelaskan mengenai emotional eating, yaitu dorongan makan ketika ada respon emosi negatif seperti depresi dan putus asa (Bruch, 1973 dalam Streint, 2013). Beberapa orang akan makan berlebihan dalam menanggapi setiap rangsangan emosional yang tinggi, biasanya mengakibatkan konsumsi makanan tinggi kalori, dan berhubungan positif dengan lemak tubuh (Zellner, 2006). Respon emosi dan stress yang terjadi pada kehidupan individu telah dikaitkan dengan perilaku makan abnormal sebagai strategi untuk mengatasi stress dan mempengaruhi konsumsi makanan dan berat badan (Lofton, 2007). Konsep

emotional eating yang diungkapkan oleh Evers, de Ridder, & Adriaanse, 2009 dalam Morris, 2012 berpendapat bahwa kecenderungan makan berlebih sebagai respon dari emosi negatif terjadi pada individu tertentu dalam rangka untuk meningkatkan keadaan emosional. Emosi negatif yang dilibatkan, seperti rasa takut, cemas, marah, dan sebagainya (Uyun, 2007).

b. Restraint Eating

Restraint eating merupakan usaha secara kognitif dalam perilaku makan untuk melawan dorongan makan (Uyun, 2007) yang dilakukan dengan membatasi dan memantau asupan makanan (Wough, et al 2007). Menurut Huberts (2012) restraint eating adalah pembatasan asupan kalori yang disengaja dan berkelanjutan untuk tujuan penurunan berat badan atau pemeliharaan berat badan. Menurut Polivy dan Herman (1985) dalam Konttinen (2012)

restraint eating merupakan resiko terjadinya gangguan makan dan dapat mengakibatkan penambahan berat badan.

Dalam teori Restraint, yang berfokus pada kemungkinan efek samping psikologis dari diet, pelaku diet akan makan berlebihan ketika kognitif pelaku diet berubah untuk tidak membatasi makan (Streint, 2013). Pernyataan yang sama diungkapkan oleh Snoek (2007) yang menyatakan bahwa seseorang yang melewatkan makan menyebabkan pola makan yang tidak teratur dan terjadi kontra regulasi pada saat seseorang tersebut tidak ingin lagi menahan makan (tidak ada hambatan) sehingga menyababkan seseorang

tersebut makan sebanyak-banyaknya, dan akhirnya berat badannya naik (Snoek, 2007).

c. Eksternal Eating

Schachter (1971, dalam Streint, 2013) menjelaskan teori

externality yaitu merupakan rangsangan makanan yang meliputi penglihatan, penciuman, dan rasa makanan terlepas dari keadaan lapar dan kenyang. Sebagian orang lebih memilih makanan berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti penglihatan atau rasa ketimbang terhadap sinyal internal yang berupa rasa lapar (Gibney, 2009). Stres berhubungan dengan external eating, karena stress dapat mengurangi isyarat internal dari rasa lapar dan meningkatkan isyarat dari luar terhadap makanan atau external eating, akibatnya stres mungkin mengakibatkan peningkatan makan pada external eating (Coryell, 2011).

Dokumen terkait