DI SMP YMJ CIPUTAT
Skripsi
Diajukan untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Keperawatan (S.Kep)
OLEH:
LIA SHOLEHA
NIM: 1110104000023
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
iii
SYARIF HIDAYATULLAH STATE ISLAMIC UNIVERSITY OF
JAKARTA
Undergraduate Thesis, July 2014 Lia Sholeha, NIM: 1110104000023
Correlation between Eating Behavior and Body Mass Index in SMP YMJ Ciputat adolescents
xviii + 79 pages + 17 tables + 2 figures + 9 appendixes
ABSTRACT
Adolescent is a critical time for promoting healthy eating behavior because eating behavior establish in this period of the time does persist through to adulthood. Eating behaviors such as emotional eating, eating restraint, and external eating associated with adiposity. Body Mass Index (BMI) is a simple to measure adiposity. This study aims to determine the correlation eating behaviors and BMI in adolescents. This study was done in SMP YMJ Ciputat. The study sample was 82 students and taken by total sampling technique. This study uses associative design with quantitative approach. Data collection for eating behavior using a questionnaire. BMI measurements obtained after body weight was measured to the nearest 0.1 kg and height was measured in microtoise staturmeter to the nearest 0.1 cm. The data analysis technique which used is the spearman statistic with the aid program in its processing application. The results of this study indicate that there is no correlation between emotional eating and BMI (p > 0.05), there is no correlation between external eating and BMI (p > 0.05), and there is correlation bettween eating restraint relation to BMI (p = 0.002; r = 0.334). The results of this research can be used as an initial step to prevent malnutrition in adolescents, especially obesity.
iv
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Skripsi, Juli 2014
Lia Sholeha, NIM: 1110104000023
Hubungan Perilaku Makan terhadap Indeks Massa Tubuh pada Remaja di SMP YMJ Ciputat
xviii + 79 halaman + 17 tabel + 2 gambar + 9 lampiran
ABSTRAK
Remaja merupakan masa terpenting untuk memperkenalkan perilaku makan karena pada remaja perilaku makan akan bersifat menetap dan akan terus bertahan sampai dewasa. Perilaku makan seperti emotional eating, restraint eating, dan
external eating berhubungan dengan cadangan lemak tubuh. Indeks Massa Tubuh (IMT) merupakan cara sederhana untuk mengukur cadangan lemak tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan perilaku makan terhadap IMT pada remaja. Penelitian ini dilaksanakan di SMP YMJ Ciputat. Sampel penelitian yang digunakan sebanyak 82 orang dan teknik yang digunakan adalah total sampling. Desain penelitian yang digunakan adalah asosiatif dengan pendekatan kuantitatif. Pengumpulan data tentang perilaku makan menggunakan kuesioner, sedangkan IMT didapat setelah melakukan pengukuran berat badan dengan timbangan ketelitian 0.1 kg dan tinggi badan diukur menggunakan
microtaise stratumeter dengan ketelitian 0.1 cm. Teknik analisa data yang digunakan adalah spearman dengan menggunakan bantuan program aplikasi statistik dalam pengolahannya. Hasil penelitian ini menunjukan bahwa tidak ada hubungan emotional eating terhadap IMT (p > 0.05), tidak ada hubungan external eating terhadap IMT (p > 0.05), dan ada hubungan restraint eating terhadap IMT (p = 0.002; r = 0.334). Hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan langkah awal untuk mencegah malnutrisi pada remaja terutama obesitas
viii
Nama : LIA SHOLEHA
Tempat, tanggal Lahir : Bogor, 21 Juni 1992
Jenis Kelamin : Perempuan
Agama : Islam
Status : Belum Menikah
Alamat : Jl. Lestari 1 RT/RW 04/04 Kelurahan Curug Kec.
Bojongsari Kota Depok
HP : +6285710475027
E-mail : lia_sholeha@yahoo.com
Fakultas/Jurusan : Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan/ Program Studi Ilmu Keperawatan
PENDIDIKAN
1. Sekolah Dasar Negeri Curug 02 1998 - 2004
2. SMP Negeri 1 Parung 2004 - 2007
3. SMA Negeri 5 Depok 2007 - 2010
4. Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta 2010 - sekarang
ORGANISASI
1. PASKIBRA 2004 - 2005
2. Rohis 2007 - 2010
ix
“...Sesungguhnya Allah sekali-kali tidak akan merubah sesuatu
nikmat yang telah dianugerahkan-Nya kepada sesuatu kaum, hingga
kaum itu merubah apa yang ada pada diri merekan sendiri, dan
seseungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”.
(Al Anfaal (8) : 53)
Mimpi - mimpi besar kita tidak akan berubah menjadi kenyataan, kalau bukan diri kita sendiri yang merubahnya. Butuh perjuangan untuk merubah mimpi menjadi kenyataan.
Perjuangan yang kita lakukan pun tidak akan kuat tanpa doa-doa orang-orang tercinta terutama orang tua.
Ibu dan Bapak, kalianlah sumber motivasi besar Ku untuk mencapai semua mimpi-mimpi besar ini. Ibu, doa-doa mu yang selalu terucap memperingan langkah kaki ini untuk meraih semua impian. Bapak, laki-laki luarbiasa yang dari dirinya Aku belajar tentang kerja keras untuk meraih impian. Hingga kini satu persatu mimpi-mimpi besar itu menjadi kenyataan...
Dan untuk semua orang-orang tercinta lainnya, berada dekat dengan kalian membuat perjuangan ini terasa lebih mudah.
Ya Rabb, beri mereka selalu kebaikan sebagaimana kebaikan yang mereka beri kepada Ku... Aamiin
Skripsi ini Ku persembahkan untuk orang-orang tercinta
x
Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Hubungan Perilaku Makan terhadap Indeks Massa Tubuh pada Remaja di SMP YMJ Ciputat.” Shalawat dan salam senantiasa penulis haturkan kepada Nabi besar Muhammad SAW yang membawa umatnya dari alam kejahiliyahan menuju alam yang penuh dengan ilmu pengetahuan.
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk mendapatkan gelar sarjana keperawatan pada Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penyusunan skripsi ini juga sebagai bentuk penerapan ilmu dan pengembangan teori-teori yang penulis dapatkan selama kuliah.
Dalam proses penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan, petunjuk, bimbingan, dan motivasi dari berbagai pihak. Sehingga, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terimakasih kepada:
1. Bapak Prof. Dr. Komarudin Hidayat selaku Rektor Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Bapak Prof. Dr. dr. MK Tadjuddin Sp.And selaku Dekan Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku Ketua Program Studi dan Ibu Ns. Eni Nuraini Agustini, S.Kep, M. Sc, selaku Sekretaris Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Bapak Ns. Waras Budi Utomo, S.Kep, MKM selaku pembimbing akademik yang senantiasa memberikan bimbingan dan motivasi kepada penulis selama kuliah di Program Studi Ilmu Keperawatan.
5. Ibu Ita Yuanita, S.Kp, M.Kep selaku pembimbing 1 dan Bapak Karyadi, Ph.D selaku pembimbing 2 yang selalu memberikan saran, arahan dan motivasi dalam penyusunan skripsi ini.
xi
8. Kepala Sekolah SMP YMJ Ciputat yang telah memberi izin kepada penulis untuk penelitian di SMP YMJ Ciputat.
9. Guru-guru SMP YMJ Ciputat yang telah membantu penulis dalam pengambilan data.
10.Teman-teman Al Fatih dan Al Fatihah yang selalu menumbuhkan semangat yang luar biasa.
11. Teman-teman di Ilmu Keperawatan angkatan 2010 terutama Mutiara, Alif, Adelina, yang telah banyak memberikan banyak bantuan dan semangat untuk menyelesaikan skripsi ini.
12.Teman-teman di FKIK, kakak-kakak dan adik-adik di PSIK yang selalu memberikan semangat dan perhatiannya.
13.Semua pihak yang telah membantu selesainya skripsi ini mulai dari persiapan penyusunan hingga skripsi ini selesai.
Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu saran dan kritik yang membangun sangat diharapakan demi perbaikan proposal skripsi ini kearah lebih baik. Atas perhatiannya penulis ucapkan terima kasih.
Wassalamualaikum Warahmatullahi Wabarakatuh
Jakarta, Juli 2014
xii
Halaman
Halaman Judul ... i
Pernyataan Keaslian Karya ... ii
Abstract ... iii
Abstrak ... iv
Pernyataan Persetujuan ... v
Lembar Pengesahan ... vi
Daftar Riwayat Hidup... viii
Lembar Persembahan ... ix
Kata Pengantar ... x
Daftar Isi ... ... xii
Daftar Tabel... xv
Daftar Bagan... xvi
Daftar Lampiran... xvii
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang ... 1
B. Rumusan Masalah ... 7
C. Pertanyaan Penelitian ... 8
D. Tujuan Penelitian ... ... 8
E. Manfaat Penelitian ... 9
F. Ruang Lingkup Penelitian ... 10
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Remaja ... 11
1. Definisi Remaja ... 11
2. Ciri Masa Remaja ... 12
3. Stres Pada Remaja ... 15
xiii
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan... 23
4. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Makan Remaja 25 5. Dampak Perilaku Makan Tidak Sehat ... 28
C. Indeks Massa Tubuh (IMT) ... 30
1. Pengertian IMT ... 30
2. Cara Menghitung IMT ... 31
3. Rumus Menghitung IMT ... 32
4. Kategori Indeks Massa Tubuh berdasarkan Umur (IMT/U).. 33
5. Kekurangan dan Kelebihan IMT ... 35
D. Penelitian Terkait ... 36
E. Kerangka Teori ... 37
BAB III KERANGKA KONSEP, DEFINISI OPERASIONAL, DAN HIPOTESIS A. Kerangka Konsep ... 38
B. Definisi Operasional ... 39
C. Hipotesis ... 40
BAB IV METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 41
B. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 41
C. Populasi dan Sampel Penelitian ... 41
D. Instrumen Penelitian ... 43
E. Teknik Uji Validitas dan Reliabilitas Instrumen ... 45
F. Langkah-Langkah pengumpulan Data ... 47
G. Etika Penelitian ... 50
H. Pengolahan data ... 51
I. Teknik Analisa Data ... 52
J. Penyajian Data ... 54
BAB V HASIL PENELITIAN A. Profil SMP YMJ Ciputat ... 55
B. Hasil Preeliminary Analysis ... 57
C. Hasil Analisis Univariat ... 58
xiv
B. Analisis Bivariat ... 69 C. Keterbatasan Penelitian ... 75
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan ... 76 B. Saran ... 79
Daftar Pustaka
xv
Halaman
2.1 IMT/U menurut WHO 2006 34
2.2 IMT/U menurut CDC 2000 34
3.1 Definisi Operasional 39
4.1 Daftar Jumlah Siswa Kelas VII, VIII, dan IX 42
4.2 Kisi-Kisi Instrumen Penelitian 44
4.3 Hasil Uji Valid Instrumen Penelitian 46
4.4 Hasil Uji Reliabilitas Instrumen Penelitian 46
4.5 Hasil Pengukuran BB untuk Uji Validitas dan Reliabilitas 47
4.6 Interpretasi Hasil Hipotesis 54
5.1 Hasil Uji Normalitas Data 57
5.2 Karakteristik Remaja berdasarkan Jenis Kelamin 58
5.3 Karakteristik Remaja berdasarkan Suku 59
5.4 Gambaran Perilaku Makan Remaja 60
di SMP YMJ Ciputat
5.5 Distribusi Indeks Massa Tubuh (IMT) Remaja 61
di SMP YMJ Ciputat
5.6 Hubungan Emotional Eating terhadap IMT 62
pada Remaja di SMP YMJ Ciputat
5.7 Hubungan Restraint Eating terhadap IMT 62
pada Remaja di SMP YMJ Ciputat
5.8 Hubungan External eating terhadap IMT 63
xvi
Halaman
2.1 Kerangka Teori 37
xvii
Lampiran 1. Dokumen Perizinan Lampiran 2. Informed Consent Lampiran 3. Kuesioner Penelitian Lampiran 4. Tabulasi Data
Lampiran 5. Hasil Uji Validitas Lampiran 6. Hasil Uji Reliabilitas Lampiran 7. Hasil Uji Normalitas
1
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Remaja didefinisikan sebagai masa peralihan dari masa anak-anak
menuju masa dewasa (Ferry Efendi dan Makhfudli, 2009). United Nations Children’s Fund (UNICEF, 2011) mengelompokkan usia remaja menjadi 2
kelompok yaitu, kelompok remaja awal (10-14 tahun) dan kelompok remaja
akhir (15-19 tahun). Hasil sensus kependudukan yang dilakukan oleh Badan
Kependudukan dan Keluarga Berencana Nasional (BKKBN) tahun 2010
menunjukkan bahwa jumlah remaja awal berusia 10-14 tahun di Indonesia
terdapat sekitar 22.677.490 remaja atau 9, 54% dari keseluruhan penduduk di
Indonesia. Di Banten, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik (BPS)
tahun 2010 jumlah remaja awal 10-14 tahun terdapat sekitar 1.063.133 remaja
atau 10% dari jumlah keseluruhan penduduk. Di Tangerang Selatan
berdasarkan data BPS Tangerang Selatan presentase jumlah remaja awal
10-14 tahun 2010 sebesar 8,6% dari jumlah keseluruhan penduduk. Jumlah ini
lebih besar jika dibandingkan kelompok usia remaja lainnya.
Remaja merupakan masa transisi terpenting dalam kehidupan
(WHO, 2014). Pada masa ini terjadi banyak perubahan baik aspek fisik,
emosional, dan psikososial (Tzafettas, 2009). Perubahan fisik yang terjadi
pada remaja membuat perubahan ukuran tubuh, proporsi tubuh,
perkembangan ciri-ciri seks primer, dan perkembangan ciri-ciri seks sekunder
(Jafar, 2005). Untuk mencapai perubahan fisik yang optimal, remaja
vitamin dan mineral (Supartini, 2004). Sementara itu, menurut Ikatan Dokter
Anak Seluruh Indonesia (IDAI) tahun 2013 mengatakan bahwa remaja
dihadapkan pada permasalahan gizi, khususnya defisiensi zat mikronutrien
dan malnutrisi.
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2013 mengenai
masalah gizi pada remaja awal adalah sebagai berikut: kejadian kurus pada
remaja umur 13-15 tahun adalah (11,1%) terdiri dari (3,3%) sangat kurus dan
(7,8%) kurus, sedangkan kejadian kegemukan pada remaja umur 13-15 tahun
adalah sebesar (10,8%) yang terdiri dari (8,3%) gemuk dan (2,5%) obesitas.
Di provinsi Banten, prevalensi kejadian kekurusan dan kegemukanberada
diatas angka nasional (Riskesdas, 2013). Berdasarkan data diatas
menunjukkan bahwa masalah gizi kekurusan maupun kegemukanterjadi pada
remaja awal.
IDAI (2013) menyatakan bahwa masalah gizi pada remaja
disebabkan karena perilaku makan yang tidak sehat. Sangperm (2006) dalam
jurnalnya mengatakan perilaku makan yang sehatpenting bagi remaja karena
dapat membantu remaja memenuhi kebutuhan nutrisi, sehingga menghasilkan
kesehatan dan kualitas hidup lebih baik pada masa remaja serta dewasa nanti.
Selain itu, masa remaja adalah masa penting untuk menerapkan perilaku
makan sehat karena perilaku makan yang terbentukpada remaja akan bersifat
menetap sampai dewasa (Ogdon, 2003; Spear & Kulbolk, 2001 dalam
Perilaku makan yang tidak sehat pada remaja dipengaruhi beberapa
faktor diantaranya adalah body image atau citra tubuh (Patcheep, 2011). Perubahan psikososial yang terjadi pada remajamembuat remaja ingin terlihat
menarik didepan sebayanya, dan membuat remaja lebih memperhatikan citra
tubuh dirinya (Muscary, 2005). Citra tubuh merupakan sikap subjektif yang
dimiliki individu terhadap tubuh mereka sendiri (Wong, dkk 2008). Perhatian
yang besar terhadap citra tubuh, menyababkan ketidakpuasan remaja terhadap
bentuk tubuhnya (Rahayu & Dieny, 2012). Pada remaja perempuan umumnya
ketidakpuasan tersebut karena ingin memiliki tubuh lebih kurus, sedangkan
pada remaja laki-laki ketidakpuasan bentuk tubuh karena ingin menjadi lebih
besar, lebih tinggi, dan berotot (Smolack dalam Evan dalam Indika, 2010).
Ketidakpuasan bentuk tubuh pada remaja perempuan lebih tinggi
dibandingkan pada laki-laki (McCabe dan Ricciardelli, 2001 dalam Kuessous,
2009).
Killen et al (1994, dalam Ramsay et al, 2013) menyatakan bahwa fenomena dari kesenangan berat badan dan bentuk badan pada remaja
merupakan perilaku awal dalam perkembangan gangguan makan.Hal tersebut
didukung oleh pernyataan Emilia (2009) bahwa keinginan remaja untuk
memiliki bentuk tubuh yang dianggap ideal menyebabkan remaja berusaha
membatasi makan. Dikutip dari kompas (2013) bahwa untuk mendapatkan
tubuh yang diinginkan remaja membatasi intake yang masuk, makan
berlebihan kemudian memuntahkannya, menggunakan obat-obatan seperti
laksatif, diuretik, dan penggunaan steroid pada laki-laki agar lebih berotot.
badan yang rendah, amenore, penurunan kadar insulin, dan gangguan
keseimbangan hormonal (Gibney, 2008).
Hasil penelitian yang dilakukan oleh Chairiah (2012) pada siswi
putri di Jakarta menunjukkan bahwa sebanyak (66,3%) remaja putri memiliki
citra tubuh yang positif dan berpola makan yang baik. Dari hasil penelitian
Rahmawati (2013) menunjukkan semakin tinggi citra tubuh yang dimiliki
remaja maka semakin tinggi pula kontrol diri terhadap pola makan remaja,
sebaliknya jika semakin rendah citra tubuh maka semakin rendah pula kontrol
diri terhadap pola makan remaja. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan
bahwa citra tubuh berpengaruh terhadap perilaku makan remaja.
Patcheep (2011) dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa mood dan emosi seperti rasa bosan, depresi, stres atau marah yang dialami remaja juga
berpengaruh terhadap perilaku makan. Stres emosional pada remaja timbul
dari perubahan fisik yang sedemikian cepat pada masa pubertas (Hall dalam
Aghla, 2004). Emosi pada remaja menjadi sulit dikontrol sehingga kerap
melakukan kesalahan tanpa disadari (Nugroho & Intan, 2009).
Streint (2013) mengungkapkan bahwa perilaku makan dilihat dari 3
aspek yaitu, emotional eating, restraint eating, dan external eating. Bruch
(1973, dalam Van streint, 2013) menjelaskan teori psychosomatic mengenai
emotional eating, yaitu dorongan makan ketika ada respon emosi negatif seperti depresi dan putus asa. Beberapa individu akan makan berlebihan
dalam menanggapi setiap rangsangan emosional yang tinggi, biasanya
mengakibatkan konsumsi makanan tinggi kalori, dan berhubungan positif
kognitif dalam perilaku makan untuk melawan dorongan makan (Uyun,
2007), yang dilakukan dengan membatasi dan memantau asupan makanan
(Wough, et al 2007). Individu yang membatasi makanannya akan cenderung
makan berlebihan ketika terjadi perubahan kognitif untuk tidak membatasi
makan (Streint, 2013). Sedangkan Schachter (1971, dalam Van streint, 2013)
menjelaskan teori externality yaitu merupakan rangsangan makanan yang
meliputi penglihatan, penciuman, dan rasa makanan terlepas dari keadaan
lapar dan kenyang. Singh (2011) dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa
ketiga aspek perilaku makan tersebut berhubungan terhadap adipositas atau
cadanganlemak tubuh.
Arisman (2009) menyebutkan bahwa ada beberapa cara yang dapat
dilakukan untuk mengukur cadangan lemak tubuh yaitu perhitungan secara
langsung dan tidak langsung. Pengukuran secara langsung menggunakan
densitometri, cairan tubuh total, kalium tubuh total, “uptake of lipid-solube
inert gases” dan pengukuran tersebut hanya cocok dilakukan di laboratorium. Sedangkan secara tidak langsung cadangan lemak dapat dinilai dengan
mengukur ketebalan lipatan kulit dan Indeks Massa Tubuh (IMT). Namun,
pengukuran secara tidak langsung dengan mengukur ketebalan lipatan kulit
memiliki kekurangan yaitu ketersediaan nilai baku. Jika nilai baku acuan
tidak tersedia untuk mengukur ketebalan kulit maka pengukuran cadangan
lemak dapat dilakukan dengan mengukur IMT.
IMT merupakan indikator yang dapat diandalkan untuk menilai
cadangan lemak tubuh bagi kebanyakan orang dan digunakan untuk
2011). IMT merupakan indeks sederhana dari berat badan (BB) dan tinggi
badan (TB) yang digunakan untuk mengklasifikasikan kurus, normal,
kelebihan berat badan, dan obesitas (WHO, 2006).
Penelitian yang dilakukan oleh Silva et al, 2012 pada anak usia 7-12 tahun di Chili mengenai perilaku makan menunjukkan hasil bahwa ada
hubungan restraint eating terhadap IMT, ada hubungan negatif external
eating terhadap IMT, dan ada hubungan terbalik emotional eating terhadap IMT. Di Indonesia penelitian mengenai perilaku makan sudah banyak
dilakukan, namun perilaku makan yang diteliti lebih melihat dari aspek
makanan yang dikonsumsi, pola makannya, kebiasaan makan dll. Seperti
penelitian yang dilakukan oleh Rahmawati tahun 2012 yang melihat perilaku
makan remaja terhadap konsumsi kalsium.
Hasil studi pendahuluan di SMP YMJ Ciputat terhadap 10 remaja
terkait dengan perilaku makan emotional eating, restrain eating, dan external eating didapatkan hasil sebagai berikut: 3 dari 10 anak mengatakan jika marah atau kesal sering dilampiaskan dengan makan yang banyak, 5 dari 10
remaja mengurangi porsi makan dan menghindari makan ketika malam
karena takut gemuk, dan 2 dari 10 remaja mengatakan makan lebih banyak
ketika makanannya enak. SMP YMJ merupakan sekolah yang seluruh siswa
dan siswinya berdomisili di Ciputat, yang mana Ciputat merupakan bagian
dari provinsi Banten. Dan berdasarkan data riskesdas 2013 di Provinsi
Banten, remaja awal mengalami malnutrisi baik itu kekurusan maupun
Dari latar belakang diatas, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai “Hubungan Perilaku Makan Terhadap Indeks Massa Tubuh Pada
Remaja di SMP YMJ Ciputat”.
B. Rumusan Masalah
Perubahan fisik, emosional dan psikososial yang terjadi pada remaja
berpengaruh terhadap perilaku makan remaja. Streint (2013) membahas
mengenai perilaku makan dilihat dari 3 aspek yaitu, emotional eating,
restraint eating, dan external eating. Singh (2011) dalam jurnalnya mengungkapkan bahwa ketiga aspek perilaku makan tersebut berpengaruh
terhadap adipositas. IMT merupakan pengukuran yang dapat menggambarkan
adipositas (Gibney, 2009) dan indikator yang dapat diandalkan untuk menilai
lemak tubuh bagi kebanyakan orang yang digunakan untuk mendeteksi berat
badan yang dapat menyebabkan masalah kesehatan (CDC, 2011). Di
Indonesia, penelitian mengenai perilaku makan lebih banyak melihat dari
aspek pola makan, makanan yang dikonsumsi, kebiasaan makan, dll.
Sedangkan perilaku makan yang mencakup emotional eating, restraint eating, dan external eating masih sedikit peneliti temukan.
Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian mengenai
“Hubungan Perilaku Makan terhadap Indeks Massa Tubuh pada Remaja di
C. Pertanyaan Penelitian
1. Bagaimana gambaran karekteristik remaja di SMP YMJ Ciputat?
2. Bagaimana gambaran perilaku makan emotional eating, restraint eating
dan external eating pada remaja di SMP YMJ Ciputat?
3. Bagaimana rata-rata indeks massa tubuh pada remaja di SMP YMJ
Ciputat?
4. Bagaimana hubungan emotional eating terhadap IMT pada remaja di SMP YMJ Ciputat?
5. Bagaimana hubungan restraint eating terhadap IMT pada remaja di SMP YMJ Ciputat?
6. Bagaimana hubungan external eating terhadap IMT pada remaja di SMP YMJ Ciputat?
D. Tujuan penelitian
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui hubungan setiap aspek perilaku makan terhadap indeks
massa tubuh remaja di SMP YMJ Ciputat.
2. Tujuan Khusus
a. Mengetahui karakteristik remaja berdasarkan jenis kelamin dan suku
di SMP YMJ Ciputat.
b. Mengetahui gambaran perilaku makan remaja di SMP YMJ Ciputat.
c. Mengetahuirata-rata IMTpada remaja di SMP YMJ Ciputat.
d. Mengetahui hubunganemotional eating terhadap IMT remaja di SMP
e. Mengetahuihubungan restraint eating terhadap IMTremaja di SMP
YMJ Ciputat.
f. Mengetahuihubungan external eating terhadap IMT remajadi SMP
YMJ Ciputat.
E. Manfaat Penelitian
1. Bagi Institusi Keperawatan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku
makan remaja dilihat dari tiga aspek perilaku makan sehingga pengkajian
keperawatan penyebab malnutrisi pada remaja dapat menyeluruh pada
aspek fisik,psikologis, dan emosi.
2. Bagi Sekolah
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku
makan siswa dan IMT siswa sehingga sekolah dapat ikut berperan serta
terhadap kesehatan remaja.
3. Bagi Remaja
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi mengenai perilaku
F. Ruang Lingkup
Penelitian ini merupakan jenis penelitian analitik kuantitatif dengan
rancangan penelitian cross sectional. Penelitian ini merupakan penelitian
yang menghubungkan perilaku makan yang terdiri dari 3 aspek gaya makan
yaitu emotional eating, restraint eating, dan external eating terhadap IMT. Populasi dalam penelitian ini adalah remaja di YMJ Ciputat yang berjumlah
90. Teknik pengambilan sampel menggunakan teknik total sampling. Analisa
data yang digunakan adalah Uji Spearman dengan bantuan program aplikasi
11
TINJAUAN PUSTAKA
A. Remaja
1. Definisi Remaja
Remaja atau adolesens adalah individu yang berada pada periode antara usia 11 dan 21 tahun (Brown, 2005). United Nations Children’s
Fund (UNICEF, 2011) mengelompokkan usia remaja menjadi 2 kelompok yaitu, kelompok remaja awal (10-14 tahun) dan kelompok
remaja akhir (15 sampai 19 tahun). Departemen Kesehatan RI (Depkes
RI) membagi remaja menjadi 3 tahap berdasarkan ciri perkembangannya
yaitu masa remaja awal 10-12 tahun, masa remaja tengah 13-15 tahun,
dan masa remaja akhir 16-19 tahun (Sulistiyowati & Senewe, 2007). Pada
masa ini terjadi perubahan fisik, kognitif, sosial dan emosional yang cepat
pada anak laki-laki untuk mempersiapkan diri menjadi laki-laki dewasa
dan pada anak perempuan untuk mempersiapkan diri menjadi wanita
dewasa (Wong dkk,2008).
Masa remaja merupakan waktu transisi antara masa kanak-kanak
dan masa dewasa, pada masa ini perilaku remaja merupakan faktor
penentu status kesehatan mereka disaat ini dan dimasa depan (Luanaigh &
Carlson, 2005). Menurut Sudarma (2008) ada beberapa masalah
kesehatan yang terjadi pada masa remaja, yaitu:
a Masalah gizi yang meliputi anemia atau kurang gizi dan
b Masalah seks dan seksual, meliputi pengetahuan yang lengkap
terhadap mitos dan informasi berbagai hal tentang seks dan
seksualitas, penyalahgunaan peran seks dan seksualitas, serta
penanganan kehamilan remaja.
c Munculnya aneka ragam pola atau gaya hidup remaja. Gaya hidup
ini baik yang terkait dengan kesehatan reproduksi maupun dengan
pola konsumsi dapat berpengaruh tinggi terhadap kesehatan remaja.
2. Ciri Masa Remaja
Remaja merupakan salah satu transisi terpenting dalam kehidupan
(WHO, 2014), karena pada masa ini terjadi perubahan disemua aspek
termasuk fisik, emosional dan psikososial (Tzafettas, 2009). Berikut ini
beberapa perubahan fisik, emosional, dan psikososial yang terjadi pada
remaja, yaitu:
a. Perubahan fisik
Muscary (2005) menjelaskan mengenai perubahan fisik yang
dilihat dari perubahan tinggi badan dan berata badan pada remaja
laki-laki dan perempuan, sebagai berikut:
1) Tinggi Badan
- Tinggi badan remaja adalah sekitar 20% sampai 25% dari
tinggi badan saat dewasa.
- Remaja perempuan bertambah tinggi 5 sampai 20 cm dan
akan berhenti pada usia antara 16 atau 17 tahun.
- Remaja laki-laki bertambah tinggi 10 sampai dengan 30 cm
2) Berat Badan
- Peningkatan berat badan individu adalah sekitar 30% sampai
50% dari berat badan orang dewasa.
- Rata-rata berat badan remaja perempuan bertambah antara
6,8 dan 25 kg.
- Rata-rata berat badan remaja laki-laki bertambag 6,8 sampai
29,5 kg.
b. Perubahan Psikososial
Soetjaningsih, dkk (2008) berpendapat bahwa remaja awal
berfungsi dalam 3 arena: keluarga, kelompok sebaya (peer group) dan sekolah.
Di dalam keluarga, perkembangan yang utama pada masa
remaja awal adalah memulai ketidaktergantungan terhadap keluarga
sehingga pada masa ini hubungan antar keluarga yang tadinya sangat
erat tampak jelas terpecah.
Dengan kelompok sebaya biasanya seorang remaja awal akan
berkumpul dengan teman yang sejenis. Penerimaan oleh kelompok
sebaya merupakan hal yang sangat penting, bisa mengkuti dan tidak
tampak berbeda dari yang lainnya merupakan motif yang
mendominasi sebagian besar perilaku sosial remaja.
Pada remaja awal beberapa faktor dapat mempengaruhi
lingkungan sekolah seperti perkembangan fisik pada masa pubertas
yang sinkron dengan kelompok teman sebaya merupakan faktor
Menurut Muscary (2005) ada beberapa ciri-ciri perubahan
psikososial remaja, yaitu:
1) Menjalin hubungan dengan teman sebaya.
2) Mendefinisikan kembali konsep diri mereka dan peran-peran
yang pasti dapat meraka mainkan.
3) Menurut Erikson, kebudayaan modern cenderung membentuk
perkembangan identitas sebagai sesuatu yang menantang.
4) Remaja yang tidak dapat mengembangkan perasaan siapa
mereka dan akan menjadi apa mereka, dapat mengalami difusi
peran dan ketidakmampuan mengatasi konflik.
5) Teman sebaya menjadi sumber pemberi nasihat dan dukungan
yang sangat penting.
6) Terlihat menarik di depan teman sebaya merupakan hal yang
penting untuk membangun harga diri remaja.
d Perubahan Emosi
Masa remaja adalah masa stres emosional, yang timbul dari
perubahan fisik yang sedemikian cepat pada masa pubertas (Hall
dalam Aghla, 2004). Emosi yang meningkat pada masa ini
disebabkan oleh perubahan-perubahan kelenjar, terutama
kelenjar-kelenjar seks dan kekangan-kekangan orang tua secara berlebihan
(Semium, 2006). Pada saat remaja, emosi menjadi sulit dikontrol
sehingga kerap melakukan berbagai kesalahan tanpa disadari
mengontrol emosi dalam setiap menghadapi tekanan atau masalah,
dapat menyebabkan remaja berperilaku menyimpang (Surya, 2010).
3. Stress Pada Remaja
Hawari (2001, dalam Sunaryo, 2004) stres adalah reaksi atau
respons tubuh terhadap stresor psikososial (tekanan mental atau beban
kehidupan). Needlman (2004, dalam Nasution , 2010) mengidentifikasi
beberapa sumber stres pada remaja, yaitu:
a. Biological Stres
Pada umumnya perubahan fisik pada remaja terjadi sangat cepat, dari
umur 12-14 tahun pada remaja perempuan dan antara 13-15 tahun
pada remaja laki-laki. Pertumbuhan remaja yang sangat cepat,
membuat remaja merasa bahwa semua orang melihat dirinya. Jerawat
juga dapat membuat remaja stress, terutama bagi mereka yang
mempunyai pikiran sempit tentang kecantikan yang ideal. Di saat
yang sama, remaja menjadi sibuk di sekolah, bekerja, dan
bersosialisasi, sehingga dapat membuat remaja kekurangan tidur.
Hasil penelitian, mengatakan bahwa kekurangan tidur dapat
menyebabkan stess.
b. Family Stress
Salah satu sumber utama stress pada remaja adalah hubungan dengan
orangtua, karena remaja merasa bahwa mereka ingin mandiri dan
c. School Stress
Tekanan dalam masalah akademik cenderung tinggi pada dua tahun
terakhir di sekolah, keinginan untuk mendapat nilai tinggi, atau
keberhasilan dalam bidang olah raga, di mana remaja selalu berusaha
untuk tidak gagal, ini semua dapat menyebabkan stres.
d. Peer Stress
Stres pada kelompok teman sebaya cenderung tinggi pada
pertengahan tahun sekolah. Remaja yang tidak diterima oleh
teman-teman sebayanya biasanya akan menderita, tertutup dan mempunyai
harga diri yang rendah.
e. Sosial Stress
Remaja tidak mendapat tempat pada pergaulan orang dewasa, remaja
juga terkadang tidak diberikan kebebasan mengungkapkan pendapat
hal tersebut dapat membuat remaja stres.
Berdasarkan uraian diatas, faktor-faktor yang dapat menyebabkan
remaja menjadi stres adalah faktor biologis, sosial, kepribadian, keluarga,
sekolah, dan teman sebaya. Banyaknya faktor yang menyebabkan stres
pada remaja, membuat remaja lebih rentan mengalami stres. Ada
perbedaan tingkat stres pada tahapan perkembangan remaja, berikut ini
tingkatan stres pada remaja, yaitu:
a. Remaja awal (11 atau 12 sampai 14 tahun)
Karakteristik remaja awal yaitu, terjadinya perubahan biologis cepat,
relatif tinggi level stresnya, dan relatif rendah kopingnya (Persike &
b. Remaja pertengahan (14 sampai dengan 16 tahun)
Terjadi perubahan biologis yang luas, stres berkurang dan
kemampuan koping meningkat (Rathus, 2014).
c. Remaja akhir (16 sampai dengan 18 atau 19 tahun)
Remaja terlihat lebih dewasa, stres biasanya menurun, dan
kemampuan koping lebih tinggi daripada remaja awal dan
pertengahan (Persike & Seiffge-Krenke, 2011; Sontag et al., 2011
dalam Rathus, 2014).
4. Body Image atau Citra Tubuh Remaja
Citra tubuh didefinisikan sebagai gambaran tubuh yang terbentuk
dalam pikiran, juga digunakan untuk persepsi batas tubuh, rasa daya tarik,
dan persepsi sensasi tubuh (Schilder, 1950 dalam Ogden, 2010). Menurut
Santana, et al (2013) citra tubuh merupakan gagasan dari berbagai segi
yang melibatkan persepsi seseorang, pikiran, dan perasaan tentangnya
atau ukuran, bentuk, dan struktur tubuh. Perhatian yang besar terhadap
citra tubuh, menyababkan ketidakpuasan remaja terhadap bentuk
tubuhnya (Rahayu & Dieny, 2012). Pada remaja perempuan umumnya
ketidakpuasan tersebut karena ingin memiliki tubuh lebih kurus,
sedangkan pada remaja laki-laki ketidakpuasan tubuh karena ingin
menjadi lebih besar, lebih tinggi, dan berotot (Smolack dalam Evan dalam
Indika, 2010). Ketidakpuasan bentuk tubuh pada remaja perempuan lebih
tinggi dibandingkan pada laki-laki (McCabe dan Ricciardelli, 2001 dalam
Kuessous, 2009). Gattario (2007) menjelaskan beberapa faktor yang
a. Individu: Faktor Biologi
1) Komposisi Tubuh
Ada hubungan antara komposisi tubuh dengan kepuasan
terhadap tubuh pada remaja. Remaja yang memiliki kelebihan
berat badan, tidak hanya memiliki citra tubuh negatif, tetapi juga
diintimidasi oleh teman-teman meraka.
2) Pubertas
Pubertas memiliki dampak besar pada citra tubuh remaja. Pada
remaja perempuan, waktu pubertas yang lebih cepat beresiko
mengembangkan ketidakpuasan tubuh lebih cepat. Pada remaja
laki-laki yang mengalami pubertas, lebih baik tingkat kepuasan
terhadap tubuhnya.
b. Individu: Faktor Psikologi
1) Tubuh yang ideal (internal)
Pada remaja perempuan tubuh yang kurus merupakan tubuh
ideal, pada laki-laki tubuh yang ideal adalah kurus dan berotot.
2) Perbandingan Sosial
Kebiasan remaja adalah membandingkan dirinya dengan orang
lain seperi pada teman, selebriti, atlet dan model yang mereka
senangi. Hal yang sering dibandingkan seperti berat, bentuk, dan
c. Mikrosistem
1) Teman-teman
Teman-teman menjadi kelompok sosial penting yang dapat
mempengaruhi citra tubuh remaja, kelompok teman sering
berbagi sikap yang sama terhadap pentingnya penampilan dan
pengalaman serupa dalam starategi mengubah tubuh yang
diinginkan, seperti diet, makan teratur, dan membentuk otot.
2) Keluarga
Desakan dan bujukan orang tua untuk berdiet berhubungan
dengan kepuasan tubuh yang rendah dan upaya penurunan berat
badan.
d. Mesosistem
Mesosistem merupakan hubungan antara struktur mikrosisitem
individu yaitu teman-teman dan keluarga.
e. Ekosistem
1) Media
Media tidak diragukan lagi memiliki dampak besar pada
persepsi remaja tentang tubuh mereka. Paparan foto, majalah,
dan iklan televisi mempengaruhi ketidakpuasan tubuh.
f. Makrosistem
1) Struktur Gender
Gender merupakan inti dari citra tubuh remaja, struktur gender
mencangkup norma-norma peran gender dan struktur kekuasan
2) Industrialisasi
Industrialisasi dapat mempengaruhi anggota masyarakat untuk
mengubah cara pandang tentang tubuh mereka. Industrialisasi
sering disertai dengan pertumbuhan ekonomi di negara-negara
berkembang dan cenderung untuk memperkenalkan perubahan
sosial dan globalisasi. Hasilnya, peningkatan tekanan pada
anggota masyarakat untuk sesuai dengan cara pandang tersebut.
B. Perilaku Makan
1. Pengertian Perilaku Makan
Furman (2012) mendefinisikan perilaku makan sebagai pikiran,
tindakan, dan niat bahwa organisme membentuk keinginan untuk
menelan makanan baik makanan padat atau makanan dalam bentuk cair.
Benarroch (2013) mendefinisikan perilaku makan sebagai serangkaian
tindakan yang membangun hubungan manusia dengan makanan.
Makanan yang dimaksud tidak hanya berkaitan dengan jumlah dan jenis
makanan, tetapi juga kebiasaan dan perasaan yang dibentuk sehubungan
dengan tindakan makan (Benarroch, 2013). Menurut (Wardle et al, 2001)
pada literatur perilaku makan memiliki 6 gaya makan meliputi:
a Satiety responsiveness
Perilaku makan yang tujuannya mengurangi asupan makanan untuk
mengimbangi camilan yang dimakan sebelumnya.
b Responsiveness to food cues/external eating
c Emotional eating
Perilaku makan yang mengacu pada makan lebih banyak selama
emosi negatif.
d General interest in eating
Meliputi rasa lapar, keinginan untuk makan, dan menikmati
makanan.
e Speed of Eating
Perilaku makan yang menilai kecepatan dalam makan.
f Food fussiness
Perilaku yang sangat selektif tentang berbagai makanan.
2. Perilaku Makan Remaja
Streint (2013) membahas mengenai perilaku makan pada remaja
ke dalam 3 aspek gaya makan, yaitu:
a. Emotional Eating
Teori psychosomatic menjelaskan mengenai emotional eating, yaitu dorongan makan ketika ada respon emosi negatif
seperti depresi dan putus asa (Bruch, 1973 dalam Streint, 2013).
Beberapa orang akan makan berlebihan dalam menanggapi setiap
rangsangan emosional yang tinggi, biasanya mengakibatkan
konsumsi makanan tinggi kalori, dan berhubungan positif dengan
lemak tubuh (Zellner, 2006). Respon emosi dan stress yang terjadi
pada kehidupan individu telah dikaitkan dengan perilaku makan
abnormal sebagai strategi untuk mengatasi stress dan mempengaruhi
emotional eating yang diungkapkan oleh Evers, de Ridder, &
Adriaanse, 2009 dalam Morris, 2012 berpendapat bahwa
kecenderungan makan berlebih sebagai respon dari emosi negatif
terjadi pada individu tertentu dalam rangka untuk meningkatkan
keadaan emosional. Emosi negatif yang dilibatkan, seperti rasa takut,
cemas, marah, dan sebagainya (Uyun, 2007).
b. Restraint Eating
Restraint eating merupakan usaha secara kognitif dalam
perilaku makan untuk melawan dorongan makan (Uyun, 2007) yang
dilakukan dengan membatasi dan memantau asupan makanan
(Wough, et al 2007). Menurut Huberts (2012) restraint eating adalah
pembatasan asupan kalori yang disengaja dan berkelanjutan untuk
tujuan penurunan berat badan atau pemeliharaan berat badan.
Menurut Polivy dan Herman (1985) dalam Konttinen (2012)
restraint eating merupakan resiko terjadinya gangguan makan dan dapat mengakibatkan penambahan berat badan.
Dalam teori Restraint, yang berfokus pada kemungkinan efek samping psikologis dari diet, pelaku diet akan makan berlebihan
ketika kognitif pelaku diet berubah untuk tidak membatasi makan
(Streint, 2013). Pernyataan yang sama diungkapkan oleh Snoek
(2007) yang menyatakan bahwa seseorang yang melewatkan makan
menyebabkan pola makan yang tidak teratur dan terjadi kontra
regulasi pada saat seseorang tersebut tidak ingin lagi menahan
tersebut makan sebanyak-banyaknya, dan akhirnya berat badannya
naik (Snoek, 2007).
c. Eksternal Eating
Schachter (1971, dalam Streint, 2013) menjelaskan teori
externality yaitu merupakan rangsangan makanan yang meliputi penglihatan, penciuman, dan rasa makanan terlepas dari keadaan
lapar dan kenyang. Sebagian orang lebih memilih makanan
berdasarkan respons yang kuat terhadap stimulus eksternal seperti
penglihatan atau rasa ketimbang terhadap sinyal internal yang berupa
rasa lapar (Gibney, 2009). Stres berhubungan dengan external eating, karena stress dapat mengurangi isyarat internal dari rasa lapar
dan meningkatkan isyarat dari luar terhadap makanan atau external eating, akibatnya stres mungkin mengakibatkan peningkatan makan
pada external eating (Coryell, 2011).
3. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Asupan Makanan
Coryell (2011) mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi asupan makanan individu, yaitu:
a. Fisiologi
Beberapa hormon dan komponen genetik yang sesuai telah
ditemukan memiliki pengaruh terhadap asupan energi (Wilborn et al,
2005 dalam Coryell 2011). Leptin dan ghrelin adalah hormon yang
terlibat dalam pengaturan nafsu makan, leptin adalah hormon
adiposit yang dikeluarkan untuk menekan nafsu makan, dan ghrelin
makan (Cummings & Foster, 2003; Wilborn et al, 2005 dalam
Coryell 2011).
b. Food Environment
Beberapa faktor lingkungan makanan yang dimaksud adalah iklan
makanan yang menarik, perilaku makan sosial, keanekaragaman
pangan, tingginya palatabilitas makanan, ketersediaan makanan
tinggi lemak, makanan pada energi dan makan diluar rumah
(Webber, 2003; weinsier et al., 1998 dalam Coryell, 2011).
c. Psychological Distress
Perilaku makan dapat dipengaruhi oleh perubahan emosional seperti
kecemasan, kemarahan, kegembiraan, depresi, dan kesedihan
(Cannetti, Bachar, & Berry, 2002 dalam Coryell, 2011).
d. Eating Style
Gaya makan maladatif seperti restraint eating, disinhibited eating, emotional eating, external eating yang berhubungan dengan asupan makanan (Conner et al 1999; Greeno 7 Wing, 1994; herman &
polivy, 1980; Oliver et al, 2000; Ouwens, van Streint, & van der
Staak, 2003, dalam Coryell 2013). Stres, kecemasan, dan depresi
berhubungan dengan gaya makan maladaptif (Coryell, 2013).
e. Gender
Penelitian telah menemukan bahwa distress, gaya makan, asupan
makanan, dan obesitas kadang-kadang berbeda berdasarkan gender
4. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Perilaku Makan Remaja
Patcheep (2011) menjelaskan beberapa faktor yang
mempengaruhi perilaku makan dan pemilihan makan pada remaja,
yaitu:
a. Rasa dan Pilihan
Rasa dan pilihan makanan menjadi faktor penting dalam
mengambil keputusan tentang pilihan makanan dan perilaku makan
pada remaja. Rasa, kenyang, dan kesenangan dianggap lebih
penting dalam pemilihan makanan daripada hasil jangka panjang
dari pemilihan tersebut.
b. Pertimbangan Waktu
Remaja cenderung merasa dibatasi dalam hal waktu karena remaja
disibukan dengan kegiatan akademik dan ekstrakurikuler seperti
program-program sosial yang sibuk, pekerjaan paruh waktu dan
kegiatan olahraga sehingga hanya dapat menyediakan waktu yang
sedikit untuk makan. Dan akhirnya remaja lebih memilih makanan
yang lebih mudah dikonsumsi seperti makanan siap saji tanpa
berpikir makanan tersebut sehat atau tidak sehat.
c. Kenyamanan
Kenyamanan adalah salah satu faktor utama yang mempengaruhi
remaja dalam hal perilaku makan dan pilihan makanan. Remaja
lebih memilih makanan yang nyaman seperti mudah untuk
persiapan dan pembersihan, yang dapat dibawa ke bus atau
disimpan dalam ransel, dan dapat dijemput di drive-through.
d. Masalah Kesehatan
Masalah kesehatan tidak menjadi faktor penting dalam membuat
keputusan tentang pilihan makanan pada remaja. Masalah
kesehatan lebih menjadi penghalang untuk perilaku makan sehat
remaja seperti penelitian terhadap remaja di Amerika yang berpikir
bahwa mereka masih terlalu muda untuk khawatir tentang
kesehatan mereka, karena mereka akan khawatir tentang kesehatan
mereka ketika mereka semakin tua dan menderita penyakit.
e. Biaya
Remaja mengambil tanggungjawab untuk mencari dan membeli
makanan mereka sendiri dan oleh karena itu tidak mengherankan
bahwa biaya makanan mempengaruhi keputusan mereka tentang
pilihan makanan.
f. Mood dan Emosi
Perilaku makan remaja dikaitkan dengan emosional, remaja akan
makan berbeda ketika merasa bosan, depresi, stres atau marah.
g. Citra Tubuh
Perilaku makan dan pilihan makanan remaja dipengaruhi oleh
h. Usia
Seseorang yang berusia antara 18-30 tahun kurang prihatin tentang
kesehatan mereka, dan orang yang lebih tua lebih mungkin memilih
makanan berdasarkan masalah kesehatan mereka.
i. Pengetahuan
Pengetahuan diperlukan dalam hal menyiapkan makanan menarik
dan perencanaan makan. Informasi mengenai makanan sehat
diperlukan sebagai cara untuk meningkatkan perilaku makan sehat.
j. Orangtua
Orangtua berperan penting dalam perilaku makan remaja.
Penelitian menunjukan bahwa dukungan keluarga memiliki
hubungan positif dengan konsumsi serat, sayuran, dll.
k. Teman Sebaya
Teman sebaya sangat mempengaruhi perilaku makan remaja,
khususnya perilaku makan tidak sehat seperti makanan siap saji
dan minuman soft drink.
l. Media
Media sangat mempengaruhi gaya hidup remaja, termasuk perilaku
makan dan pemilihan makanan. Remaja dianggap target terbesar
untuk restoran siap saji dan sebagai pemasaran mereka yang
ditunjukan melalui televisi, majalah ataupun radio.
m. Opportunity: ketersediaan dan aksebilitas pilihan makanan
Ketersediaan dan aksebilitas makanan mempengaruhi perilaku
ketersediaan buah dan sayur di rumah berhubungan positif dengan
perilaku makan buah dan sayur pada anak-anak.
5. Dampak dari Perilaku Makan Tidak Sehat
Perilaku makan tidak sehat merupakan kebiasaan
mengkonsumsi makanan yang tidak memberikan semua zat-zat gizi
esensial yang dibutuhkan tubuh dalam metabolisme tubuh (Sarintohe
& Prawitasari, 2006 dalam Uyun, 2007). Perilaku makan tidak sehat
akan berdampak pada status kesehatan dalam jangka waktu pendek
maupun panjang. Menurut McLaughlin dan Media (2014) ada
beberapa dampak dari perilaku makan tidak sehat yang berpengaruh
terhadap kesehatan individu, yaitu:
a. Fungsi Otak Menurun
Otak kita berfungsi dengan bergantung pada glukosa yang berasal
dari karbohidrat dan nutrisi lain seperti lemak sehat dan
antioksidan yang tercukupi. Diet ketat atau melewatkan waktu
makan dapat memiliki efek yang sama, yaitu menyebabkan
memori dan konsentrasi berkurang.
b. Kemampuan Aktivitas Berkurang
Makan terlalu banyak atau terlalu sedikit juga dapat menyababkan
kelesuan, kelelahan, dan efek lain yang menghambat aktivitas
c. Resistensi Insulin dan Bertambah Berat Badan
Resistensi insulin adalah suatu kondisi di mana hormon insulin
menjadi kurang mampu mengelola gula darah, meningkatkan
resiko untuk diabetes dan berat badan bertambah.
d. Gangguan Pencernaan dan Mulas
Gangguan pencernaan mengacu pada sensasi tidak nyaman
diperut bagian atas selama atau setelah makan. Menurut
University of Maryland Medical Center penyebabnya adalah
makanan berminyak atau berlemak, makan terlalu cepat, makan
terlalu banyak dan terlalu banyak minum alkohol atau kafein.
e. Kualitas Tidur yang Buruk
Dr. Timothy Morgenthaler yang merupakan dokter spesialis tidur
berpendapat bahwa tidur dalam keadaan lapar dan makan
berlebihan akan mengurangi kualitas tidur.
f. Masalah Suasana Hati
Bahan kimia dalam otak kita mempengaruhi suasana hati yang
positif seperti, serotonin dan dopamin yang bergantung pada
C. Indeks Massa Tubuh (IMT)
1. Pengertian IMT
IMT merupakan pengukuran tidak langsung dari lemak, mudah
dilakukan, dapat diandalkan, dan banyak digunakan dalam berbagai
penelitian obesitas (Baker, 2007). Menurut WHO (2006) IMT adalah
indeks sederhana dari berat badan dan tinggi badan yang biasa digunakan
untuk mengklasifikasikan kelebihan berat badan dan obesitas pada orang
dewasa. Centers for Disease Control (CDC) tahun 2011 IMT merupakan
indikator yang dapat diandalkan untuk menilai lemak tubuh bagi
kebanyakan orang dan digunakan untuk mendeteksi berat badan yang
dapat menyebabkan masalah kesehatan.
Menurut National Institutes of Health (NIH) tahun 2010 tingginya nilai IMT beresiko tinggi untuk terkena penyakit tertentu
seperti, penyakit jantung, hipertensi, diabetes tipe 2, batu empedu,
masalah pernapasan, dan kanker. IMT tidak mengukur lemak tubuh
secara langsung, tetapi penelitian menunjukkan bahwa IMT berkorelasi
dengan pengukuran secara langsung lemak tubuh seperti underwater weighing dan dual energy x-ray absorbtiometry (Grummer-Strawn LM et
al., 2002 dalam CDC, 2009). IMT merupakan metode pengukuran yang murah dan mudah untuk menskrining berat badan yang dapat
2. Cara Menghitung IMT
Untuk mendapatkan nilai IMT, yang perlu dilakukan adalah
mengukur berat badan (BB) dan tinggi badan (TB). Moore (2009)
mengidentifikasi beberapa protokol yang perlu diperhatikan dalam
melakukan pengukuran BB dan TB, yaitu:
a Protokol Pengukuran Berat Badan .
1) Tempatkan alat pengukur pada permukaan yang datar, keras dan
pastikan jarum pengukur pada titik keseimbangan nol.
2) Tidak mengenakan pakaian yang tebal, sepatu dan kaos kaki.
3) Harus berdiri tanpa bantuan dan perawatan harus dilakukan
untuk memeriksa penempatan kaki yang benar pada platform
alat ukur.
4) Mintalah untuk melihat lurus ke depan, berdiri tegak tapi rileks.
5) Timbangan harus dikalibrasi untuk memastikan keakuratan data
yang dikumpulkan.
b Protokol Pengukuran Tinggi Badan
1) Harus diukur dalam posisi berdiri menggunakan Microtoise Staturmeter sebuah perangkat yang dipasang di dinding untuk
tujuan mengukur tinggi secara akurat.
2) Dinding harus benar-benar datar agar tidak mengganggu
pengukuran.
3) Pakaian yang digunakan harus minimal ketika mengukur tinggi
sehingga postur anak jelas dapat dilihat.
5) Harus berdiri dengan punggung dan kepala lurus.
6) Lengan harus menggantung longgar di sisi dengan telapak
tangan menghadap paha.
7) Subyek diminta untuk mengambil napas dalam-dalam, buang
napas dan berdiri tegak untuk membantu penegakan tulang
belakang.
8) Bahu harus rileks.
9) Jika sebagian besar jaringan adiposa atau lemak menghalangi
tumit, bokong, dan bahu untuk menempel pada dinding, maka
yang harus dilakukan hanya diminta untuk berdiri tegak.
3. Rumus Menghitung IMT
Ada 2 persamaan atau rumus yang dapat digunakan untuk
mendapatkan nilai Indeks Massa Tubuh setelah mengukur berat badan
dan tinggi badan (Moore, 2009), yaitu :
a. Jika hasil pengukuran berat badan dalam satuan pounds dan tinggi badan dalam satuan inches, maka untuk menghitung IMT dapat
menggunakan persamaan (rumus) berikut:
IMT = 703 X [ berat badan(lb) / tinggi badan(in)²]
b. Jika hasil pengukuran berat badan didapat dalam satuan kilogram
(Kg) dan Tinggi badan (cm), yang pertama harus dilakukan adalah
mengkonversikan tinggi badan dalam sentimeter ke meter (untuk
Kemudian IMT dapat dihitung dengan menggunakan persamaan
(rumus) berikut: Berat badan (Kg)
IMT = ---
[Tinggi badan (m)]
4. Kategori Indeks Massa Tubuh berdasarkan Umur (IMT/U)
Indeks Massa Tubuh (IMT) umumnya digunakan untuk orang
dewasa dan baru-baru ini direkomendasikan juga untuk digunakan
anak-anak dan remaja (Power et al, 2007; Bellizzi and Dietz, 1999; Bini et al.,
2000; Reilly et al., 2000; Widhalm et al., 2001 dalam O’Neill et al, 2007). Pada anak dan remaja IMT diinterpretasikan berdasarkan umur
dan jenis kelamin yang disebut dengan Indeks Massa Tubuh menurut
Umur (IMT/U). Menurut Bernardo & Crane (2006) perhitungan IMT
menurut umur dan jenis kelamin pada anak-anak dan remaja dibedakan
karena anak-anak mengalami pertumbuhan, dan adanya perbedaan yang
jelas dalam distribusi dan proporsi lemak tubuh antara laki-laki dan
perempuan. Indeks Massa Tubuh menurut umur dan jenis kelamin
(IMT/U) dihitung dengan menggunakan rumus IMT biasa. Namun, pada
anak-anak dan remaja hasil perhitungan IMT diinterpretasikan pada
grafik IMT menurut umur baik pada laki-laki atau perempuan. Menurut
Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) tahun 2011, ada 2 grafik IMT/U
a. Untuk anak berumur <2 tahun menggunakan grafik IMT WHO 2006
dengan ambang batas sebagai berikut:
Tabel 2.1
Indeks Massa Tubuh menurut Umur (IMT/U) WHO 2006
b. Sedangkan untuk anak usia 2-18 tahun menggunakan grafik IMT
CDC 2000 dengan ambang batas sebagai berikut:
Tabel 2.2
Indeks Massa Tubuh Menurut Umur
(IMT/U) Persentil CDC 2000
Kategori Status Gizi Ambang Batas (Z-Score)
Sangat Kurus < -3 SD
Kurus < -2 SD sampai dengan -3 SD
Normal +2 SD sampai dengan -2 SD
Overweight +2 SD sampai dengan +3 SD
Obese +3 SD/
Kategori Status Gizi Ambang Batas Persentil
Underweight <5 persentil
Healthy Weight 5 persentil sampai dengan <85 persentil
Overweight 85 persentil sampai dengan <95 persentil
5. Kekurangan dan Kelebihan IMT
IMT merupakan salah satu indikator yang dapat dipercayai untuk
mengukur lemak tubuh. Meskipun begitu, terdapat beberapa kekurangan
dan kelebihan dalam menggunakan IMT sebagai indikator pengukuran
lemak tubuh. Menurut Queensland Government (2013), kekurangan
pengukuran menggunakan IMT adalah sebagai berikut:
1) Massa lemak tidak dibedakan dari massa tubuh, sehingga hasilnya
diperkirakan rendah pada orang dewasa tua dan hasil yang
berlebihan bagi mereka yang membentuk otot (misalnya atlet).
2) Distribusi lemak tidak diperhitungkan
3) Ketergantungan pada akurasi tinggi
4) Dipengaruhi oleh perubahan berat cairan
5) IMT dipengaruhi oleh usia dan jenis kelamin
Sedangkan menurut CDC tahun 2011, kelebihan menggunakan
IMT adalah sebagai berikut:
1) Sebagai pengukuran pengganti untuk mengukur lemak tubuh yang
sederhana, murah, dan non-invasif
2) Hanya mengandalkan tinggi dan berat badan saja
3) Dengan akses peralatan yang mudah, individu dapat secara rutin
D. Penelitian Terkait
1. Penelitian yang dilakukan Zofiran et al, 2011 pada remaja berumur 13-17 tahun di Meru, Klang, Malaysia mengenai hubungan antara perilaku
makan, citra tubuh, dan status IMT didapatkan hasil ada hubungan
perilaku makan emotional eating dengan status IMT dan ada hubungan citra tubuh terhadap IMT.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Silva et al, 2012 pada anak usia 7-12 tahun di Chili menunjukkan hasil bahwa ada hubungan restraint eating
terhadap IMT, ada hubungan negatif external eating terhadap IMT, dan ada hubungan terbalik emotional eating terhadap IMT.
3. Penelitian yang dilakukan Qurotul Uyun (2007) mengenai hubungan
antara harga diri dengan perilaku makan tidak sehat yang dinilai dengan
kuesioner DEBQ pada remaja putri di Siswi SMU Kolumbo didapatkan
hasil adanya hubungan yang signifikan antara harga diri dan perilaku
makan tidak sehat pada remaja.
4. Penelitian yang dilakukan oleh Baharudin (2013), menunjukkan ada
hubungan yang signifikan antar perilaku makan restraint eating dan asupan kalori dengan kejadian berat badan berlebih pada pegawai negeri
sipil, tetapi tidak ada hubungan antar emosi dengan berat badan berlebih.
Dari hasil penelitian yang dilakukan sebelumnya, peneliti belum
menemukan penelitian terkait hubungan perilaku makan emotional eating, restraint eating, dan external eating terhadap indeks massa tubuh pada remaja di Indonesia. Oleh karena itu, peneliti merasa penelitian ini perlu
E. Kerangka Teori
Keterangan
Bagan 2.1 Kerangka Teori
Faktor-faktor yang mempengaruhi - Makrosistem ( struktur
gender dan - Ketebalan lipatan kulit
Arisman (2009)
Pengukuran langsung
- densitometri
- cairan tubuh total
- kalium tubuh total
- “uptakeof lipid-solube iner gases”
38
A. Kerangka Konsep
Kerangka konsep merupakan tahap terpenting dalam suatu penelitian
(Nursalam, 2008). Menurut Hidayat (2007) kerangka konsep merupakan
justifikasi ilmiah terhadap penelitian yang dilakukan dan memberi landasan
yang kuat terhadap topik yang dipilih sesuai dengan identifikasi masalah.
Pada penelitian ini, ada dua variabel yang diteliti yaitu variabel yang
mempengaruhi (variabel independen) yaitu, perilaku makan yang
mencangkup 3 aspek yaitu emotional eating, restraint eating, dan external eating. Sedangkan variabel yang dipengaruhi (variabel dependen) yaitu IMT.
Bagan 3.1. Kerangka Konsep Penelitian Hubungan Perilaku Makan
terhadap Indeks Massa Tubuh pada Remaja di SMP YMJ Ciputat Perilaku Makan
- emotional eating
- restraint eating
- eksternal eating
B. Definisi Operasional
Tabel 3.1 Definisi Operasional
No Variabel Definisi Operasional Alat Ukur Hasil Ukur Skala
1. Independen: Perilaku Makan
Sikap responden terhadap makan berdasarkan aspek
emotinal eating,restraint eating, dan eksternal eating. (Streint, 2013)
Kuesioner DEBQ yang dimodifikasi. Menggunakan skala Likert dengan 28 pertanyaan.
Semakin tinggi skor yang dimiliki subjek pada sebuah aspek
perilaku makan, maka semakin dominan aspek perilaku makan tersebut ada pada diri subjek .
interval
No Variabel Definisi Operasional Alat ukur Hasil ukur Skala
2. Dependen: Indeks Massa Tubuh (IMT)
Hasil penghitungan berat badan dalam Kg dibagi tinggi badan dalam m2.
C. Hipotesis
Hipotesis adalah jawaban sementara dari rumusan masalah atau
pertanyaan penelitian (Nursalam, 2008). Berdasarkan dari kerangka konsep
pada penelitian ini hipotesis yang digunakan, yaitu:
Ha 1 : Ada hubungan antara emotional eating terhadap IMT pada remaja di sekolah YMJ Ciputat.
Ho 1 : Tidak ada hubungan antara emotional eating terhadap IMT pada remaja di sekolah YMJ Ciputat.
Ha 2 : Ada hubungan antara restraint eating terhadap IMT pada remaja di sekolah YMJ Ciputat.
Ho 2 : Tidak Ada hubungan antara restraint eating terhadap IMT pada
remaja di sekolah YMJ Ciputat.
Ha 3 : Ada hubungan antara external eating terhadap IMT pada remaja di
sekolah YMJ Ciputat.
Ho 3 : Tidak Ada hubungan antara external eating terhadap IMT pada remaja di sekolah YMJ Ciputat.
41
METODE PENELITIAN
A. Desain Penelitian
Penelitian ini bersifat kuantitatif. Penelitian kuantitatif ini bertujuan
memperoleh data dan informasi tentang hubungan fenomena tertentu secara
komprehensif dan integral (Sarwono, 2010). Desain penelitian pada penelitian
ini adalah penelitian asosiatif atau mengkaji hubungan antara variabel dengan
rancangan penelitian cross sectional. Penelitian cross sectional adalah jenis
penelitian yang menekankan waktu pengukuran/ observasi data variabel
independen dan dependen hanya satu kali pada satu saat, jadi tidak ada tindak
lanjut (Nursalam, 2008).
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMP YMJ Ciputat yang beralamat di Jalan
Limun No. 27 Ciputat Tangerang. Penelitian ini akan dilaksanakan pada
tanggal 5 Juni 2014.
C. Populasi dan Sampel Penelitian
1. Populasi
Populasi merupakan keseluruhan subjek atau objek dengan
karakteristik tertentu yang akan diteliti (Hidayat, 2007). Populasi pada
penelitian ini adalah seluruh siswa (remaja laki-laki dan perempuan) SMP
YMJ ciputat kelas VII dan VIII berjumlah 90 siswa. Kelas IX tidak diikut
mengenai jumlah siswa kelas VII dan VIII di SMP YMJ Ciputat disajikan
dalam bentuk tabel 4.1 berikut ini:
Tabel 4.1 Daftar Jumlah Siswa Kelas VII, VIII, dan XI SMP YMJ
Ciputat
NO Kelas Jumlah Siswa
1. VII 42
2. VIII A
VIII B
24 24
Jumlah 90
Sumber: SMP YMJ Ciputat
2. Sampel
Sampel adalah bagian dari populasi, yang diambil dengan
menggunakan cara-cara tertentu (Wasis, 2008). Menurut Nursalam
(2008) ada 2 syarat untuk menetapkan sampel, yaitu representatif artinya
sampel dapat mewakili populasi yang ada dan sampel harus cukup
banyak karena semakain banyak sampel, maka hasil penelitian mungkin
lebih representatif. Teknik pengambilan sampel pada penelitin ini
menggunakan teknik total sampling, yaitu teknik penentuan sampel dengan mengambil seluruh anggota populasi sebagai responden atau
sampel (Sugiyono, 2009). Dengan demikian, maka peneliti mengambil
sampel dari seluruh siswa kelas VII dan VIII SMP YMJ Ciputat dengan
jumlah sampel pada penelitian ini adalah sebanyak 90 sampel. Adapun
kriteria inklusi untuk sampel yang digunakan dalam penelitian adalah
1) Siswa yang hadir pada saat penelitian
2) Siswa yang bersedia mengikuti penelitian ini yang dibuktikan
dengan menandatangani lembar persetujuan menjadi responden.
Dari kriteria inklusi tersebut, pada pelaksanaan penelitian hanya ada 82
siswa dari rencana total sampel yang akan digunakan.
D. Instrumen Penelitian
Instrumen adalah alat-alat yang akan digunakan untuk pengumpulan
data (Notoatmodjo, 2005). Ada beberapa instrumen pada penelitian ini, yaitu:
1. Kuesioner
Kuesioner adalah sebuah alat pengumpulan data yang nantinya
data tersebut akan diolah untuk menghasilkan informasi tertentu (Umar,
2002). Kuesioner pada penelitian terdiri dari tiga bagian, antara lain:
a. Kuesioner A berisi pertanyaan tentang karekteristik responden
meliputi nama, umur, jenis kelamin, dan suku.
b. Kuesioner B berisi kolam BB, TB, dan IMT yang diisi aleh peneliti.
c. Kuesioner C berisi pertanyaan mengenai perilaku makan remaja.
Kuesioner perilaku makan dinilai dengan menggunakan kuesioner
Dutch Eating Behaviour Questionnaire yang meliputi 3 aspek gaya
makan yaitu emotional eating, restraint eating, dan exsternal eating yang dibuat oleh Van Strien, et al (1986) dengan jumlah keseluruhan