• Tidak ada hasil yang ditemukan

Abstrak

Salah satu cara untuk meningkatkan keragaman tanaman membiak vegetatif adalah dengan induksi mutasi dengan iradiasi sinar gamma pada stek pucuk. Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, isozim, serta keragaman fenotipik stek pucuk handeuleum aksesi Bogor. Dosis sinar gamma yang digunakan adalah 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy. Hasil penelitian menunjukkan bahwa iradiasi sinar gamma mempengaruhi semua peubah pertumbuhan, morfologi, anatomi daun handeuleum, mempengaruhi kandungan fitokimia, aktifitas enzimatis, dan keragaman fenotipik pada beberapa perlakuan dosis iradiasi sinar gamma. Iradiasi

sinar gamma menghasilkan GR50 pada peubah tinggi tanaman, jumlah daun,

panjang daun, dan lebar daun. Dosis 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy menghasilkan klorofil total, antosianin, dan karotenoid yang lebih besar dibandingkan perlakuan lain. Terdapat korelasi yang erat antara jumlah daun dengan panjang daun, lebar daun, dan antosianin; antosianin dengan indeks warna hijau relatif daun dan klorofil total; karotenoid dengan klorofil total; palisade dengan bunga karang. Terdapat perbedaan pola pita enzim peroksidase (PER), esterase (EST), dan asam fosfatase (ACP) bila dibandingkan dengan kontrol menunjukkan adanya perubahan genetik handeuleum yang diiradiasi. Iradiasi sinar gamma menimbulkan keragaman fenotipik pada semua peubah pertumbuhan, morfologi dan anatomi daun handeuleum kecuali pada peubah indeks stomata. Iradiasi sinar gamma dosis 45 Gy menghasilkan variasi dan jumlah mutan putatif yang paling banyak, masing-masing sebesar 9 (sembilan) variasi dan 10 mutan putatif.

Kata kunci: daun ungu, dosis iradiasi, isozim, keragaman fenotipik. Abstract

One methode way to increase plant variability is to induce mutation by gamma ray irradiation. This research was conducted to study the effect of gamma ray irradiation dose to the growth, morphology, leaves anatomy, phytochemical content, isozymes, and phenotypic variability of handeuleum accession Bogor.

The gamma ray doses used were 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, and 105 Gy. The results showed that gamma-ray irradiation affected all

variables of plant growth, morphology and anatomy of handeuleum leaves, phytochemical content, enzymatic activity and phenotypic. Gamma irradiation

produced GR50 on plant height, total of leaves, leaves lenght, and leaves width.

The doses of 15 Gy, 30 Gy, and 45 Gy caused the increase of total chlorophyll, anthocyanins, and carotenoids. There was a close correlation between the number of leaves with other variables including leaf length, leaf width, and anthocyanin; anthocyanins with green leaf index and total chlorophyll; carotenoids to total

chlorophyll; palisade with sponge tissue. There were some differences in enzyme banding pattern of peroxidase (PER), esterase (EST), and acid phosphatase (ACP) indicating changes of irradiated handeuleum. Gamma ray irradiation caused phenotypic variability in all variables of plantgrowth, morphology and anatomy leaves of handeuleum.Gamma irradiation 45 Gy produced number of variation and putative mutant the most, 9 (nine) variation with 10 putative mutant respectively.

Key words: daun ungu, irradiation dose, isozyme, phenotypic variability

Pendahuluan

Perbaikan sifat genetik tanaman dapat dilakukan pemuliaan konvensional dan induksi mutasi menggunakan mutagen fisika dan kimia. Induksi mutasi dilakukan guna meningkatkan peluang terjadinya mutasi, dan seringkali diterapkan pada tanaman yang tidak dapat diperbaiki melalui persilangan. Menurut van Harten (1998) metode induksi mutasi banyak digunakan karena memiliki keuntungan dapat merubah satu karakter tanpa merubah seluruh susunan gen secara signifikan, selain itu kombinasi metode mutasi dengan pembiakan secara vegetatif dapat menurunkan resiko kehilangan karakter mutan akibat segregasi.

Handeuleum merupakan tanaman yang belum dibudidayakan secara khusus dan biasanya diperbanyak secara vegetatif yaitu dengan cara distek, hal ini dikarenakan handeuleum bijinya tidak berkembang dengan sempurna. Perbanyakan secara vegetatif menghasilkan tanaman yang seragam akan tetapi tingkat keragamannya sempit, keragaman pada tanaman dapat dilakukan dengan induksi mutasi. Menurut Broertjes dan van Harten (1998), sinar gamma sering digunakan sebagai mutagen untuk induksi mutasi karena merupakan radiasi elektromagnetik dengan panjang gelombang yang pendek, sehingga dapat menghasilkan radiasi elektromagnetik dengan tingkat energi yang tinggi. Hal ini menyebabkan daya tembus ke dalam jaringan sangat dalam, bisa mencapai beberapa sentimeter dan bersifat merusak jaringan yang dilewatinya.

Sinar gamma bereaksi dengan atom atau molekul untuk memproduksi

radikal bebas dalam sel, contohnya: OH- dan H2O2. Radikal bebas ini dapat

merusak atau memodifikasi komponen yang penting dari sel tanaman (DNA) dan telah dilaporkan menyebabkan efek yang berbeda secara morfologi, anatomi,

biokimia, dan fisiologi dari tanaman tergantung dari level iradiasi (Wi et al.

2007).

Khumaida et al. (2008) dalam penelitiannya menyebutkan dari 38 aksesi

tanaman handeuleum yang diteliti menunjukkan karakter morfologi yang tidak berbeda nyata, sedangkan kandungan fitokimianya (alkaloid, saponin, tanin, flavonoid, steroid, triterpenoid, dan glikosida) memiliki nilai yang bervariasi. Sebanyak 13 aksesi yang memiliki kandungan fitokimia yang tinggi, di antaranya adalah aksesi Bogor, Kalimantan, dan Papua.

Tujuan

Penelitian ini bertujuan mengetahui pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, karakter isozim, serta keragaman fenotipik stek pucuk handeuleum aksesi Bogor.

Hipotesis

Iradiasi sinar gamma dapat mengakibatkan perubahan terhadap pertumbuhan, morfologi, anatomi daun, kandungan fitokimia, serta dapat meningkatkan keragaman stek pucuk handeuleum aksesi Bogor.

Metodologi Penelitian Waktu dan Tempat

Percobaan dilakukan pada bulan Nopember 2009 hingga Juni 2010. Aplikasi iradiasi dilakukan di Pusat Aplikasi Teknologi Isotop dan Radiasi (PATIR) BATAN Pasar Jumat Jakarta. Pengamatan karakter pertumbuhan

tanaman dan morfologi dilakukan di kebun percobaan Cikabayan, University

Farm (UF), IPB. Pengujian fitokimia dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO), Bogor. Analisis kandungan pigmen dilakukan di

Laboratorium Spektrofotometrik, Departemen Agronomi dan Hortikultura IPB,

sedangkan pengamatan karakter anatomi daun dilakukan di Laboratorium

dilakukan di laboratorium Hayati, Pusat Studi Bioteknologi dan Sumberdaya Hayati IPB.

Metode Percobaan

Rancangan lingkungan yang digunakan adalah Rancangan Acak Lengkap (RAL), dengan 1 (satu) faktor yaitu dosis iradiasi sinar gamma yang terdiri atas 8

(delapan) taraf yaitu 0 Gy, 15 Gy, 30 Gy, 45 Gy, 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy. Setiap perlakuan terdiri dari 10 ulangan, dengan 1 (satu) stek pucuk untuk

setiap ulangan, sehingga secara keseluruhan terdapat 80 stek pucuk.

Model linier RAL adalah sebagai berikut:

Yij = µ + αi + εij

Keterangan:

Yij : Nilai pengamatan perlakuan dosis iradiasi ke-i, dan ulangan ke-j

µ : Rataan umum

αi : Pengaruh perlakuan dosis iradiasi ke-i

εijk : Pengaruh galat percobaan perlakuan dosis iradiasi ke-i ulangan ke-j.

i : 1, 2, 3...8. j : 1, 2, 3..10.

Persiapan Bahan Tanam

Tanaman yang digunakan berasal dari perbanyakan stek handeuleum

aksesi Bogor yang mempunyai kandungan fitokimia yang tinggi (Khumaida et al.

2008). Stek dengan panjang 3 (tiga) ruas ditanam pada polibag dengan media tanam menggunakan tanah : kompos dengan perbandingan 2 : 1 (v/v). Stek pucuk yang sudah berakar dan memiliki daun baru dengan tinggi sekitar 15 cm digunakan sebagai bahan percobaan yang akan diiradiasi. Stek kemudian dicabut dengan hati-hati dari media, dibersihkan dari tanah, lalu akarnya dibungkus dengan aluminium foil. Stek diiradiasi menggunakan sinar gamma dari ionisasi

Cobalt 60, memakai alat irradiator gamma chamber 4000A, tipe Irpasena buatan

Stek yang telah diiradiasi langsung ditanam pada media baru, ditumbuhkan di bawah kubung kecil selama kurang lebih dua bulan. Stek berumur dua bulan selanjutnya dipindah tanam ke polibag yang lebih besar berdiameter 15 cm dan dipelihara di lapang dengan naungan paranet 55%. Penyemprotan pestisida dilakukan untuk menghindari serangan hama dan penyakit. Selama perawatan tanaman disiram 2 (dua) kali sehari, dan diberi pupuk daun setiap satu minggu sekali, dan dipupuk dengan NPK sebulan sekali sebanyak 4 g/polibag dengan perbandingan komposisi N:P:K = 15:15:15.

Pengamatan

Karakter Pertumbuhan Tanaman dan Morfologi

Pengamatan dilakukan pada karakter yang diduga berkaitan dengan keragaman tanaman yang diinduksi oleh iradiasi sinar gamma, meliputi

1. Tinggi tanaman, diukur mulai dari permukaan media sampai pucuk dengan

menggunakan penggaris.

2. Jumlah daun, dihitung jumlah semua daun yang terdapat pada tanaman.

3. Panjang dan lebar daun, sampel diambil dari daun kedua dari ujung, panjang

daun diukur mulai dari pangkal sampai ujung daun, sedangkan lebar daun diukur pada area terlebar daun.

4. Indeks warna hijau relatif daun, diamati menggunakan klorofilmeter Minolta

SPAD 502. Sebelum digunakan alat dikalibrasikan terlebih dahulu dengan standar warna hijau yang telah disertakan pada alat tersebut.

5. Warna daun, warna batang, dan tekstur daun, diukur berdasarkan nilai skoring.

Skoring warna daun dan batang: 5=ungu, 3=ungu kehijauan, 1=hijau. Skoring tekstur daun: 3=lembut, 1=keras/kaku.

Karakter Anatomi Daun

Pengamatan karakter anatomi daun dilakukan pada irisan transversal dan paradermal menggunakan metode sediaan utuh menggunakan bahan segar, meliputi:

1. Jumlah sel epidermis dan stomata, diamati jumlahnya di bawah mikroskop

2. Kerapatan stomata didapat dari perhitungan berikut: Kerapatan stomata =

Σ Stomata / Luas bidang pandang ( mm2).

3. Indeks stomata didapat dari perhitungan berikut: Indeks stomata =

(Σ Stomata / (Σ Stomata + Σ Sel epidermis)) x 100.

4. Tebal daun, tebal kutikula, tebal epidermis atas, panjang palisade, tebal bunga

karang, dan tebal epidermis bawah. Pengamatan dilakukan dengan mikroskop digital molekuler.

Analisis Kandungan Fitokimia Daun

Analisis dilakukan terhadap kandungan fitokimia daun handeuleum untuk kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, flavonoid, tanin, dan glikosida; serta pada kandungan pigmen seperti klorofil total, karotenoid total, dan antosianin total.

Tabel 1 Kriteria penilaian kandungan metabolit sekunder secara kualitatif dengan uji fitokimia

Senyawa Dasar Penilaian Penilaian

Alkaloid Jumlah pereaksi 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 +

Steroid Perubahan warna biru/hijau 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 +

Triterpenoid Perubahan warna merah/ungu Tua

3+

Sedang 2+

Muda 1+

Saponin Pembentukan lapisan busa 3 cm

3+

2 cm 2+

1 cm 1+

Flavonoid Jumlah pereaksi 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 +

Tanin Jumlah pereaksi 1 tetes

4+ 2 tetes 3+ 3 tetes 2+ 4 tetes 1 + Keterangan : 1+ = positif lemah, 2+ = positif, 3+ = positif kuat, 4+ = positif kuat sekali

(Mualim 2009).

Analisis kandungan alkaloid, saponin, triterpenoid, steroid, tanin, dan glikosida dilakukan secara kualitatif (Harborne 2000) dengan data berupa skoring yang berdasarkan standar laboratorium pengujian Balai Penelitian Tanaman Obat dan Aromatik (BALITTRO). Kandungan metabolit sekunder dalam sampel diketahui berdasarkan jumlah pereaksi (reagen), pembentukan warna, dan busa

yang terbentuk (Tabel 1). Kegiatan analisis kandungan fitokimia daun dapat dilihat pada Lampiran 1.

Analisis kandungan pigmen seperti klorofil total, karotenoid total, dan antosianin total dilakukan dengan metode Sims dan Gamon (2002), menggunakan alat spektrofotometer yang teknis pelaksanaannya dapat dilihat pada Lampiran 2. Setiap pigmen diidentifikasi konsentrasinya pada panjang gelombang yang berbeda-beda, dimana panjang gelombang 663 nm untuk klorofil a, 647 nm untuk klorofil b, 537 nm untuk antosianin, dan 470 nm untuk karotenoid. Data kemudian dibaca menggunakan UV spektrofotometer, dan hasilnya dikonversi ke dalam

satuan mol/m2 dengan tahapan perhitungan sebagai berikut:

Antosianin = 0.01373*A537 – 0.00697*A647 – 0.002228*A663 Klorofil a = 0.01373*A663 – 0.000897*A537 – 0.003046*A663 Klorofil b = 0.02405*A647 – 0.004305*A537 – 0.005507*A663 Klorofil total dapat dihitung dengan persamaan berikut:

Klorofil total 7.15*A633 – 18.71*A647

Karotenoid = (A470 – (17.1*(Chl a + Chl b) – 9.479*antosianin))/119.26 Keterangan: A(x) merupakan data hasil pembacaan pada panjang gelombang x. Konsentrasi pigmen per satuan luas dikonversi menggunakan perhitungan sebagai berikut:

Pigmen/area = (pigmen*6/1000)/(Luas area daun total dalam m2)

Analisis Isozim

Kegiatan analisis isozim terdiri atas beberapa tahapan, cara penyiapan bahan untuk analisis bahan dapat dilihat pada Lampiran 3. Interpretasi pola pita isozim dilakukan dengan cara meletakkan gel di atas plastik bening kemudian diletakkan di atas lampu pengamatan untuk diambil data dan difoto. Pola pita isozim yang tampak digambar pada plastik transparan, hasil foto diamati dan diukur jarak pergerakan pita dari titik awal. Hasil pengukuran jarak pergerakan

ditentukan pola pada Rf (relative electrophoresis mobility) dengan perhitungan

(Sastrosumarjo et al. 2006).

Rf = Jarak pergerakan pita dari tempat awal

Analisis Data

Data pertumbuhan, morfologi dan anatomi daun diuji menggunakan

analisis ragam (uji F) pada taraf nyata (α) 1% dan 5% dengan menggunakan

program SAS. Apabila hasil uji nyata, dilanjutkan dengan uji wilayah berganda

Duncan (Duncan’s Multiple Range Test-DMRT). Nilai Growth Reduction 50

(GR50) didapatkan dengan menggunakan program curve-fit, yaitu suatu program

analisis statistik yang dapat digunakan untuk mencari model persamaan terbaik terhadap persentase penurunan pertumbuhan dari suatu populasi (Aisyah 2006). Uji korelasi antar peubah dilakukan berdasarkan persamaan Pearson. Analisis

perbandingan nilai varian antar populasi dengan uji F. Keragaman fenotipik (σ2f)

dihitung menurut Steel dan Torrie (1995): σ2f=∑ X2i–(∑ Xi )2/(n-1). Standar

deviasi ragam fenotipik (Sdσ2f) dihitung menurut Anderson dan Brancot (1952)

dalam Darajat (1987): Sdσ2f = √σ2f. Kriteria penilaian terhadap luas atau sempit

keragaman fenotipik: Apabila σ2f ≥ 2* Sdσ2f Æ keragaman fenotipik luas

Apabila σ2f < 2* Sdσ2f Æ keragaman fenotipik sempit. Keterangan: σ2f = ragam

fenotipik; Xi = nilai rata-rata ke-i; n = jumlah yang diuji; Sdσ2f = standar deviasi

keragaman fenotipik.

Hasil dan Pembahasan Morfologi Tanaman

Pengamatan terhadap karakter morfologi tanaman dapat mendeteksi pertumbuhan dari tanaman. Penelitian ini menggunakan karakter pertumbuhan (tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun) dan karakter morfologi (warna daun, tekstur daun, dan warna batang) sebagai peubah untuk melihat perubahan pertumbuhan tanaman akibat perlakuan dengan iradiasi sinar gamma.

Berdasarkan pengamatan terhadap karakter-karakter tersebut di atas terlihat bahwa terdapat kecenderungan pengelompokkan tanaman hasil iradiasi berdasarkan dosis iradiasi menjadi dua kelompok. Tanaman yang mendapat dosis iradiasi 15 Gy, 30 Gy, dan 45 Gy pada umumnya pertumbuhannya normal sama dengan tananaman kontrol (0 Gy) dengan daun yang berwarna ungu, sedangkan tanaman yang mendapat iradiasi dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy dan 105 Gy pada

umumnya pertumbuhannya terhambat, tidak menghasilkan tunas yang baru, dan daun tetap berwarna hijau.

Gambar 2 Bentuk daun handeuleum pada berbagai dosis iradiasi; (a) ovate, (b) obovate, (c) lancoleate, (d) kotrol (0 Gy), (e) 15 Gy, (f) 30 Gy, (g) 45 Gy, (h) 60 Gy, (i) 75 Gy, (j) 90 Gy, (k) 105 Gy.

Gambar 3 Keragaan daun handeuleum aksesi Bogor tanpa dan yang diiradiasi

dengan berbagai dosis sinar gamma; ovate (a), obovate (b),

lancoleate (c), kontrol (0 Gy) (d), 15 Gy (e), 30 Gy (f), 45 Gy (g), 60 Gy (h), 75 Gy (i), 90 Gy (j), dan 105 Gy (k).

Awal-awal pertumbuhan (3 MST, 4 MST) pada tanaman yang diiradiasi terbentuk daun-daun baru yang mengalami perubahan baik dari segi bentuk,

(a) (b) (c)

(d) (e) (f) (g)

(h) (i) (j) (k)

warna serta tekstur yang lebih tebal, meskipun bisa dikatakan bahwa respon yang timbul bersifat individual. Morfologi pada tanaman kontrol pada umumnya adalah

ovate dan sebagian kecil lanceolate. Sedangkan pada tanaman yang diiradiasi

terdapat penambahan bentuk elliptical selain kedua bentuk di atas.

Handeuleum pada stadia awal pertumbuhan umumnya memiliki warna daun hijau muda dan ketika beranjak dewasa warna daun berubah menjadi berwarna ungu merah kecoklatan. Tanaman yang diiradiasi sinar gamma dosis 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy, warna daunnya tetap hijau sampai daun tersebut mati. Seterusnya daun-daun baru yang terbentuk kembali normal. Variasi bentuk dan warna daun terbanyak terdapat pada handeuleum yang diiradiasi sinar gamma 45 Gy, yaitu sebanyak 9 (sembilan) variasi, dengan jumlah tanaman mutan putatif yang terbentuk sebanyak 11 tanaman.

Gambar 4 Keragaan tanaman handeuleum pada berbagai perlakuan iradiasi sinar gamma: kontrol (0 Gy) (a), 15 Gy (b), 30 Gy (c), 45 Gy (d), 60 Gy (e), 75 Gy (f), 90 Gy (g), dan 105 Gy (h). Terlihat bahwa daun pada perlakuan 60 Gy, 75 Gy, 90 Gy, dan 105 Gy memiliki warna yang berbeda dengan kontrol.

(h) (g) (f) (e) (d) (c) (b) (a)

Bentuk morfologi dan warna daun serta keragaan tanaman pada penelitian

ini disajikan pada Gambar 3 dan 4. Berdasarkan analisis ragam, Fhitung sumber

variasi dosis iradiasi (perlakuan) pada semua peubah yang diamati menunjukkan berbeda nyata, yang berarti bahwa dosis iradiasi berpengaruh terhadap peubah- peubah pengamatan.

Hal yang sama dijumpai pada penelitian Datta et al. (2005), dikatakan

bahwa mutasi somatik pada warna bunga dan bentuk floret dideteksi pada

populasi tanaman yang diberi perlakuan dengan sinar gamma. Wi et al. (2007)

menunjukkan bahwa gejala awal tanaman labu yang diiradiasi oleh sinar gamma

tingkat tinggi (1 kGy) adalah daun yang menjadi keriting dan menguning

(data tidak ditunjukkan), keduanya merupakan indikasi dari terjadinya ketidakseimbangan zat pengatur tumbuh pada tanaman. Penelitian yang dilakukan Badignnavar dan Murty (2007), menunjukkan bahwa warna daun tanaman kacang tanah yang diberi iradiasi sinar gamma berubah menjadi hijau dan penampilan tanaman secara keseluruhan menjadi normal kembali setelah 80 HST. Mutan selalu tersegregasi ke dalam mutan dan tanaman tetua dengan frekuensi yang lebih tinggi untuk tipe tanaman tetua bila dibandingkan dengan tanaman mutan.

Menurut Micke dan Donini (1993), kerusakan pada struktur genetik akibat

mutasi dapat berubah normal kembali (diplontic atau haplontic selection), hal ini

dikarenakan sel-sel yang normal pertumbuhannya mengalahkan sel-sel yang termutasi. Bahkan terkadang terjadi mutasi balik, yaitu mutan yang sudah terekspresi dapat kembali menjadi fenotip tetuanya pada generasi berikutnya.

Menurut Wi et al. (2007), tanaman memiliki sistem perlindungan alami terhadap

kerusakan oksidatif yaitu salah satunya dengan cara mengaktifkan perlindungan enzimatik endogen, seperti: peroksidase (POD), superoksida dismutase (SOD),

dan katalase (CAT), yang aktif selama tanaman mengalami luka. 

Growth Reduction 50 (GR50)

Sensitivitas iradiasi dapat diketahui dengan Growth Reduction 50 (GR50)

(Akgun & Tosun 2004). Pertumbuhan tanaman kontrol didefinisikan pada GR100,

sedangkan GR50 didefinisikan sebagai penurunan 50% dari pertumbuhan tanaman

tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun. GR50 dihitung pada akhir

pengamatan, yaitu pada minggu ke-10 setelah tanam.

Gambar 5 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 tinggi tanaman

handeuleum aksesi Bogor.

Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah sebesar 0.998, hal

ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 5).

Berdasarkan analisis curve fit di atas diketahui GR50 peubah tinggi tanaman

diperoleh pada dosis 42 Gy.

Gambar 6 menunjukkan hubungan persentase penurunan jumlah daun dengan dosis iradiasi sinar gamma, dan dapat diperoleh menggunakan persamaan

regresi Sinusodial Fit, yaitu Y = 55.48 + 58.59 cos (0.03 X + 0.72), dimana Y

adalah persentase penurunan jumlah daun, dan X adalah dosis iradiasi.

Gambar 6 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 jumlah daun

handeuleum aksesi Bogor.

S = 3.11144608 r = 0.99838653

Dosis Iradiasi (Gy)

P er sen tase P enu ru nan ( % ) 0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5 8.70 25.30 41.90 58.50 75.10 91.70 108.30 S = 8.97040010 r = 0.98515682

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n tase P e nur un an (% ) 0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5 0.30 18.53 36.77 55.00 73.23 91.47 109.70

Nilai koefisien determinasi (R) persamaan ini adalah sebesar 0.985, hal ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal). Berdasarkan

analisis curve fit di atas diketahui GR50 diperoleh pada dosis iradiasi 33 Gy.

Fungsi matematika yang membantu mengetahui dosis yang

mengakibatkan reduksi panjang daun handeuleum sebesar 50% adalah Polynomial

Fit yang dirumuskan dalam persamaan Y = 96.88 – 2.19 X + 0.04 X2 – 0.0002 X3,

dimana Y adalah persentase penurunan panjang daun, dan X adalah dosis iradiasi.

Gambar 7 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 panjang daun

handeuleum aksesi Bogor.

Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah sebesar 0.942, hal

ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai (andal) (Gambar 7).

Berdasarkan analisis curve fit di atas diketahui nilai GR50 peubah panjang daun

diperoleh pada dosis 113 Gy.

Gambar 8 Pengaruh dosis iradiasi sinar gamma terhadap GR50 lebar daun

handeuleum aksesi Bogor.

S = 6.31834921 r = 0.94204873

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n ta s e Pe nu ru na n (% ) 0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5 50.50 59.50 68.50 77.50 86.50 95.50 104.50 S = 4.41575789 r = 0.96092842

Dosis Iradiasi (Gy)

P e rs e n tase P e n u run an ( % ) 0.0 19.3 38.5 57.8 77.0 96.3 115.5 58.20 65.80 73.40 81.00 88.60 96.20 103.80

Hubungan persentase penurunan lebar daun dengan dosis iradiasi sinar

gamma dapat menggunakan persamaan Polynomial Fit Y = 97.79 – 1.86 X +

0.03 X2 – 0.0002 X3, dimana Y adalah persentase penurunan jumlah daun, dan X

adalah dosis iradiasi. Nilai koefisien determinasi (R2) persamaan ini adalah

sebesar 0.961, hal ini menunjukkan persamaan yang digunakan sangat sesuai

(andal) (Gambar 8). Berdasarkan analisis curve fit di atas didapat GR50 lebar daun

adalah sebesar 122 Gy.

Menurut Ahnstroem (1977), morfologi tanaman seperti batang tanaman yang berkayu atau sukulen dapat mempengaruhi tingkat radiosensitivitas, karena berhubungan dengan ketahanan fisik sel saat menerima iradiasi sinar gamma. Selain itu, radiosensitivitas juga dipengaruhi oleh faktor genetika dan lingkungan seperti oksigen, kadar air, penyimpanan paska-iradiasi, dan suhu.

Tinggi Tanaman, Jumlah Daun, Panjang Daun dan Lebar Daun.

Berdasarkan hasil analisis ragam diketahui iradiasi sinar gamma berpengaruh sangat nyata terhadap peubah tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun (Tabel 2). Peubah ini umumnya nilainya semakin kecil seiring dengan bertambahnya dosis iradiasi sinar gamma.

Hasil yang disajikan pada Tabel 2 memperlihatkan bahwa tinggi tanaman paling tinggi diperoleh pada perlakuan kontrol tanpa iradiasi sinar gamma (0 Gy) yaitu sebesar 83 cm, tidak berbeda nyata dengan perlakuan iradiasi sinar gamma 15 Gy yang menghasilkan tinggi 78.7 cm. Tinggi tanaman paling rendah diperoleh pada perlakuan 105 Gy sebesar 14.1 cm (tereduksi sebesar 83.0%), tidak berbeda nyata dengan perlakuan 60 Gy, 75 Gy, dan 90 Gy yang masing- masing menghasilkan tanaman dengan tinggi berturut-turut sebesar 16.2 cm, 16.1 cm, dan 15.9 cm dimana masing-masing perlakuan mengalami tinggi tanaman tereduksi secara berturut-turut sebesar 80.5%, 80.6%, dan 80.8%. Dosis iradiasi sinar gamma yang semakin tinggi menyebabkan tinggi tanaman handeuleum semakin pendek (Tabel 2). Hal ini menunjukkan bahwa sel-sel meristem pucuk dari tanaman yang diiradiasi dengan dosis yang tinggi mengalami kerusakan.

Tabel 2 Nilai rata-rata tinggi tanaman, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun handeuleum aksesi Bogor pada berbagai perlakuan dosis iradiasi sinar gamma pada 10 MST

Dosis Iradiasi (Gy) Peubah Tinggi Tanaman (cm) Jumlah Dauna) (helai) Panjang Daun (cm) Lebar Daun (cm) 0 83.0 ± 4.7 a 106.3 ± 12.6 a 19.7 ± 1.7 a 9.2 ± 0.9 a 15 78.7 ± 9.3 a 78.3 ± 14.1 b 12.6 ± 1.4 bc 6.5 ± 0.5 b 30 63.4 ± 8.0 b 71.0 ± 12.7 b 13.3 ± 1.9 b 6.5 ± 1.0 b 45 37.8 ± 8.1 c 36.5 ± 19.1 c 10.9 ± 0.6 d 5.7 ± 0.9 b 60 16.2 ± 2.1 d 3.8 ± 1.0 d 12.3 ± 0.8 bc 6.1 ± 0.8 b 75 16.1 ± 2.0 d 3.4 ± 1.3 d 12.0 ± 1.2 bcd 6.1 ± 0.7 b 90 15.9 ± 1.7 d 3.3 ± 1.2 d 12.4 ± 0.6 bc 6.3 ± 0.3 b 105 14.1 ± 2.0 d 3.0 ± 2.0 d 11.5 ± 1.5 cd 6.0 ± 0.8 b

Keterangan: Angka yang diikuti oleh huruf yang sama pada kolom peubah yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata pada uji Duncan 5%. Nilai ± yang

disajikan adalah standar deviasi. a) Data merupakan hasil transformasi dengan

rumus (√X+0.5)

Penelitian Kon et al. (2007) menyebutkan bahwa semakin tinggi dosis

radiasi sinar gamma yang diberikan, tinggi tanaman long bean semakin tereduksi

bila dibandingkan dengan tanaman kontrol, dimana penurunan paling tinggi adalah pada dosis 800 Gy, yang merupakan dosis perlakuan paling tinggi.

Menurut Fauza et al. (2005) pada bibit tanaman manggis yang bijinya diberi

perlakuan sinar gamma dosis 0 krad, 1 krad, 2 krad, dan 3 krad, terdapat kecenderungan terjadi penurunan tinggi bibit tanaman manggis dengan semakin tingginya dosis iradiasi sinar gamma yang diberikan.

Hasil pada Tabel 2 menunjukkan bahwa tanaman kontrol (0 Gy) menghasilkan rata-rata jumlah daun paling banyak yaitu sebanyak 106.3 helai,

Dokumen terkait