• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bontang: Zonasi, Forum CSR, dan Saluran Demokrasi yang

Dalam dokumen Final Laporan Pragis New (Halaman 42-46)

dalam kategori wilayah yang telah tumbuh, namun memiliki pengalaman yang berbeda dengan Kota Batam. Wilayahnya yang merupakan hasil pemekaran dari Kabupaten Kutai memiliki luas yang tidak terlalu luas 497,6 km2. Dikelilingi hutan lindung, ekonomi Bontang digerakkan oleh dua perusahaan raksasa, PT. Pupuk Kaltim dan PT. Badak LNG. Urban politiks yang umumnya buruh migran merupakan penduduk pendatang yang jumlahnya melebihi penduduk asli, —dan terus bertambah seiring terbukanya lapangan dan kesempatan kerja. Hal ini mula- mula berdampak pada kebutuhan lahan yang sangat tinggi, sementara lahan yang tersedia sangat minim. Hal yang terjadi kemudian adalah konflik lahan antara

(al itu diungkapkan oleh Lagat, dosen Unuversitas Batam, dalam FGD di kantor Bappeda Batam, pada tanggal September . Cetak miring dalam kurung oleh tim peneliti/penulis.

28

warga dan perusahaan: pemukiman yang sangat dekat dengan kawasan industri, dan perambahan hutan lindung oleh warga yang dijadikan pemukiman, seperti yang tampak pada Gambar 3.1.

Gambar 3.1: Hutan lindung yang dijadikan pemukiman oleh warga pendatang

Perkembangan Kota Bontang ditunjang oleh dua perusahaan besar: PT. Pupuk Kaltim dan PT. Badak LNG, serta perkembangan infrastruktur, pembangunan SDM, dan lain-lain. Ketika pemekaran terjadi dan pemerintah kota hadir di Bontang, permerintah di tingkat lokal ini tidak dapat benar-benar lepas dari keberadaan dua perusahaan ini. Kemudian dibentuklah forum Corporate Social Responsibility (CSR) yang dikoordinir oleh Pemerintah dengan dua perusahaan tersebut sebagai penyokong utamanya.11 Forum CSR tersebut bertujuan untuk menyelaraskan antara rencana pembangunan pemerintah dan CSR perusahaan. Di satu sisi forum CSR dilihat sebagai hal yang positif, tapi di sisi lain juga bernilai negatif karena telah membuat pemerintah kurang kreatif. APBD

Tanggung jawab Sosial Perusahaan yang populer dengan sebutan Corporate Social Responsibility CSR dalam kajian ini dipahami sebagai bentuk tanggung jawab/konstribusi

suatu perusahaan terhadap seluruh pemangku kepentingan terkait, seperti masyarakat dan lain‐lain yang berada di sekitarnya, dimana perusahaan tersebut harus menimbang berbagai dampak terutama dampak sosial yang timbul dari keputusannya itu, baik untuk jangka pendek dan menengah maupun untuk jangka panjang.

29

Bontang memang memperlihatkan angka yang cukup besar, namun PAD-nya kecil. Hal ini diakui oleh Udin Dohang dengan mengatakan:

“....Kan harusnya pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan masyarakat itu pada akhirnya berkontribusi pada retribusi yang juga meningkatkan PAD (maksudnya Pendapatan Asli Daerah) misalnya. Kalau kita lihat, itu ada kesalahan data sebenarnya dengan KADIN tadi. PAD kita hanya berkisar di angka 100 milyar dari total APBD (maksudnya Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.)1,8 trilyun. Di mana peran kalau ekonomi tumbuh dengan baik, harusnya PAD kita meningkat. Balikpapan, misalnya, sekarang ini sudah menargetkan PAD-nya di atas 500 milyar. Kita kenaikan per tahun itu hanya di angka 10-20 milyar. Itupun sumbangan PAD terbesar ada di PJU (maksudnya Pajak Penerangan Jalan Umum) atau PPJ

(maksudnya Pajak Penerangan Jalan). Yang tentu PKT (maksudnya Pupuk Kaltim.)

dan PT Badak. Itu kontribusinya hampir 40%. Jadi sektor-sektor yang ada di masyarakat itu ke mana? Kalau dikatakan pengaruh, kalau indikatornya perusahaan ini mensejahterakan masyarakat, lalu masyarakat ini kemudian usaha-usahanya tumbuh, lalu kemudian peningkatan usaha ini berdampak pada retribusi PAD, PAD otomatis terdongkrak, harusnya logikanya PAD-nya meningkat. Tapi ini engga. Nyatanya PAD-nya stuck” 12

Pernyataan Udin Dohang di atas memperlihatkan bahwa APBD Bontang yang besar itu hanya sebagian kecil ditopang oleh PAD. Sumbangan PAD-nya pun paling banyak bersumber dari PJU dan PPJ. Bahkan pernah ada usul untuk meningkatkan PAD Bontang dengan cara memasukkan dana CSR sebagai sumber PAD, namun usul batal karena selain bertentangan dengan aturan yang ada, juga usul itu ditolak oleh pihak perusahaan.

Melalui CSR-CSR itulah perusahaan dapat bekerja sama dengan pemerintah, seperti membuka diklat-diklat dan akademi-akademi yang secara langsung berkontribusi terhadap kemajuan pendidikan dan pembangunan SDM di Bontang, termasuk bila dibandingkan dengan wilayah sekitarnya. Melalui CSR itu, perusahaan juga mendanai apa yang mereka sebut dengan Mitra Binaan. Perusahaan juga memberi bantuan beasiswa bagi mahasiswa Bontang melalui Himpunan Mahasiswa Bontang (HMB).

Dari fakta tersebut terlihat dengan jelas bahwa peran-peran pemerintah dalam upaya mencerdaskan kehupan dan memajukan kesejahteraan masyarakat justru “diambilalih” oleh dua perusahaan besar tersebut. PKT dan PT Badak sejak awal telah mengajak masyarakat dalam pembangunan Bontang, meski terdapat beberapa ketidakpuasan, namun tidak ada yang berujung pada konflik yang tajam. Kondisi yang demikian bukan saja membuat Pemerintah tidak kreatif, tetapi juga

Wawancara dengan Udin Dohang, Jurnalis Tribun Kaltim di Bontang pada September . Cetak miring dalam kurung oleh tim peneliti/penulis.

30

membuat masyarakat enggan untuk bersuara atau apatis. Bahkan ada kesan yang mendalam di tingkatan masyarakat bahwa keberadaan masyarakat sipil (NGO) dan pers di Bontang semuanya berada di bawah kooptasi perusahaan. Hal itu diakui oleh Udin Dohang dengan mengatakan:

“...hampir semua orang membangun LSM (maksudnya: Lembaga Swadaya Masyarakat). Kemudian LSM ini dijadikan alat transaksional. Nah dalam perjalanannya kemudian ini yang menggerus idealisme dan demoralisasi juga dan nyaris kehilangan kepercayaan publik terhadap LSM. Akibatnya apa, ketika ada orang yang mau teriak, sudah beranggapan "ah paling kamu begitu aja". Nah kalaupun tidak begitu, faktanya tetap saja ada sempalan, partikel bebas kalau saya bilang, yang menguntungkan diri sendiri. Makanya praktis kalau kita bicara seberapa kritis mahasiswa dalam pandangan saya, saya pekerja media, saya merasa hidup di kota ini tidak punya partner. Karena media kan sejatinya tidak bisa beropini, yang bisa kita lakukan adalah menyuarakan aspirasi. Tapi kita tidak punya partner. Misalnya tidak pernah ada gayung bersambut. Minggu ini semua anggota dewan dinas. Saya bisa saja menulis mbak. Tapi kemudian siapa yang menyambut itu. Itu tidak ada yang menyambut. Yang ada kalau kita berharap ada resonansinya kembali ke kita, ini tidak ada. Lewat begitu saja. Ini yang memang menjadi salah satu persoalan di Bontang. Pemerintah berjalan auto-pilot, lalu masyarakatnya apatis. Orang mencari duit saja. Kalau perspektif media begitu ya.” 13

Pernyataan Udin Dohang tersebut dibenarkan oleh Bana dan Hamah. Di Bontang, kata Bana, belum ada NGO (maksudnya: Non Goverment Organization) yang benar-benar eksis, dalam artian NGO yang secara konsisten memberikan kritik yang konstruktif bagi pemerintah.14 Bahkan menurut Hamah tidak adanya lagi kelompok penekan (NGO yang kritis), kerena semuanya sudah tersalur dalam forum-forum yang dibentuk oleh pemerintah.15 Bila dilihat lebih jauh dalam konteks ini, saluran demokrasi di Bontang sebenarnya tersedia. Namun terlihat tersumbat karena masyarakat sipilnya (NGO/LSM) tidak mandiri. Di satu sisi, kedekatannya dengan pemerintah tidak hanya membuat kelompok penekan (LSM/NGO) terlihat terkooptasi, tapi juga tidak dapat diharapkan menyuarakan kepentingan masyarakat. Media, misalnya, tampak hanya dipergunakan sebagai sarana sosialisasi untuk program perusahaan, seperti keberadaan PKTV yang merupakan TV lokal besutan PT Pupuk Kaltim (PKT). Sementara di sisi lain, LSM seringkali merupakan mitra binaan dari dua perusahaan tersebut. Akibatnya,

Wawancara dengan Udin Dohang, jurnalis Tribun Kaltim di Bontang pada September . Cetak miring dalam kurung oleh tim peneliti/penulis.

Pernyataan Bana tersebut disampaikan dalam FGD yang dilaksanakan di Bontang pada tanaggal September . Cetak miring dalam kurung oleh tim peneliti/penulis.

Pernyataan (ama tersebut disampaikan dalam FGD yang dilaksanakan di Bontang pada tanggal September . Cetak miring dalam kurung oleh tim peneliti/penulis.

31

persoalan-persoalan yang sangat serius terkait isu kehidupan warga Bontang tidak pernah mendapat perhatian pemerintah, seperti isu kesehatan, lingkungan hidup, dan tingginya angka kelahiran anak autis di Bontang.

Isu-isu yang mendapat perhatian dari pemerintah hanyalah isu yang terkait lahan pemukiman dan perambahan hutan lindung. Isu ini mendapat perhatian, karena masyarakat menggunakan saluran demonstrasi untuk menyuarakan aspirasi mereka, seperti demonstrasi yang dilakukan oleh masyarakat Lok Tuan. Selain itu, persoalan lahan pemukiman warga juga mengganggu kepentingan perusahaan. Persoalan lahan di Bontang sangat serius, mulai dari perambahan hutan lindung oleh warga di kawasan Bontang Lestari dengan pembakaran hutan dan keberadaan rumah-rumah di atas laut yang dibangun warga di pesisir Bontang yang jaraknya sangat dekat dengan lokasi industri PT Badak LNG.

3.3 Bitung: Sengketa Lahan KEK, Harapan Masyarakat, dan Peran Aktif

Dalam dokumen Final Laporan Pragis New (Halaman 42-46)

Dokumen terkait