• Tidak ada hasil yang ditemukan

1. Bahan Bakar Minyak

3.2 Faktor Budaya

3.2.1 Budaya Bersepeda

Sepeda adalah sarana transportasi di Jepang yang paling terkenal dan dapat dibilang telah menjadi suatu budaya di Negeri Sakura tersebut. Sepeda memang dipakai oleh hampir semua orang di Jepang tidak peduli laki-laki atau perempuan, tua atau muda, miskin atau kaya. Jika jarak tempuh tidak terlalu jauh, bersepeda adalah alternatif pertama karena murah dan cepat.

Tercatat sampai dengan tahun 2013, di Jepang terdapat sekitar 71.551.000 sepeda dengan jumlah penduduk sekitar 126.660.000 jiwa. Sekolah-sekolah atau dinas sosial di Jepang, biasanya mengadakan beberapa kegiatan mengenai hal-hal sosial misalnya pelatihan kebakaran, pelatihan cara melindungi saat gempa, bahkan pelatihan cara mematuhi aturan lalu lintas yang ada, dan salah satu pelatihannya juga adalah pelatihan bagaimana cara mengendarai sepeda dengan baik.

Beberapa sekolah misalnya, mengadakan sebuah “Cycling Workshop”, yaitu workshop sekaligus simulasi cara mengendarai sepeda yang baik di Jepang

bagi murid-murid baru, atau mengadakan sosialisasi jika ada peraturan yang baru. Hal baru yang didapat dari workshop ini, diantaranya:

1. Di Jepang, sepeda itu layaknya kendaraan lain seperti mobil dan motor, harus punya keterangan hak milik dan diregistrasikan. Beberapa keuntungan jika mendaftarkan sepeda, akan bebas dari tuduhan pencurian, karena polisi akan percaya bahwa yang dikendarai adalah sepeda milik sendiri, dan yang kedua lebih mudah bagi para polisi untuk mencari sepeda tersebut jika suatu waktu hilang.

2. Tidak diperbolehkan membonceng orang lain kecuali dengan anak kecil. Jadi meskipun sepeda menyediakan sadel untuk boncengan, yang boleh dibonceng hanyalah anak kecil, yang paling besar yaitu sampai usia sekolah menengah pertama.

3. Jika saat mengendarai sepeda harus melewati perlintasan kereta api, harus turun dan menenteng sepedanya, meskipun tidak ada kereta yang lewat. Hal ini juga adalah untuk menjaga keselamatan si pengendara sepeda itu sendiri. Karena sebenarnya beberapa tempat di Jepang tidak memiliki palang pintu perlintasan, jadi demi keamanan, para pengendara sepeda harus turun dari sepedanya terlebih dahulu untuk menyebrang.

4. Sepeda layaknya kendaraan lain, harus jalan di jalan raya (sama dengan mobil/motor) kecuali jika di pedestrian tanda kalau sepeda boleh lewat di jalan yang sama.

6. Dilarang bersepeda sambil memegang payung. Karena dianggap, jika satu tangan memegang payung dan tangan lainnya menyetir, maka pengendara sepeda akan berjalan tidak seimbang dan hal tersebut membahayakan pengendara sepeda lain bahkan para pengguna jalan lain, termasuk pedestrian.

7. Tidak boleh menggunakan earphone/headset/mobile phone sambil bersepeda. Tentu karena hal ini juga akan mengaburkan konsentrasi pengendara sepeda hingga tidak menghiraukan kondisi jalanan di sekelilingnya.

Jika melanggar peraturan-peraturan tersebut, polisi akan mengeluarkan surat tilang bagi yang berusia lebih dari 14 tahun. Jika dalam waktu 3 tahun menerima surat tilang lebih dari 2, harus mengikuti kelas khusus bersepeda seperti halnya ketika akan mengambil SIM. Biaya untuk itu sekitar 5.700 yen (Rp 600.000) untuk 3 jam pelajaran. Jika menolak, harus membayar denda sebesar 50.000 yen atau lebih dari lima juta rupiah.

Dengan permukiman yang padat dan kepemilikan kendaraan yang sangat mahal serta tidak nyaman, bersepeda adalah sesuatu yang dibutuhkan. Rahasia dibalik suksesnya budaya bersepeda di Jepang adalah semangat “Gaman”, sebuah budaya anti mengeluh dan sikap anti menyerah.

Mengikuti penuturan Penyiar bahasa Rusia, Oleg Vyssotchine serasa menyusuri jalan-jalan di kota-kota di Jepang dengan sepeda dan membuka kembali buku lama untuk mengungkap sejarah sepeda di Jepang. Penelusuran dimulai dari toko sepeda, titik mulai yang tepat untuk mengungkap segala sesuatu tentang sepeda di Jepang. Jumlah model sepeda yang banyak dalam toko sepeda yang dikunjungi Oleg Vyssotchine memberikan gambaran ketersediaan barang

yang biasanya menyesuaikan dengan keinginan konsumen, barang yang tersedia di toko dalam jumlah yang banyak dengan model yang bervariasi memberikan pertanda bahwa barang tersebut laku di pasaran dan banyak dibutuhkan konsumen.

Kondisi ini memberikan gambaran bahwa sepeda merupakan alat transportasi yang sedang populer di Jepang saat ini atau bahkan bertahun-tahun yang lalu. Menarik sekali diketahui bahwa sejarah tentang sepeda di Jepang awalnya datang dari Eropa, yaitu dibawa oleh warga asing yang tinggal di Yokohama dan Kobe pada abad 19. Namun setelah impor sepeda dari Eropa terhenti, mendorong mereka untuk meningkatkan produksi sepeda di dalam negeri Jepang sendiri. Dimulailah era industri sepeda di Jepang dengan mengadopsi teknologi yang dikembangkan oleh produsen sepeda Eropa saat itu, dan hal ini mendorong penggunaan sepeda menjadi lebih memasyarakat dalam kehidupan sehari-hari penduduk Jepang. Saat ini ketika teknologi transportasi sudah sedemikian maju, sepeda tetap menjadi bagian kehidupan sehari-hari rakyat Jepang, karena hemat energy, tidak menggunakan bahan bakar fosil sehingga ramah lingkungan. Uji coba sistem sepeda komunitas di salah satu kota di Jepang memberikan gambaran keseriusan pemerintah dalam memahami keinginan masyarakat untuk kemudahan dalam transportasi namun tetap memperhatikan kebersihan udara dan pelestarian lingkungan.

Analisis hasil uji coba sistem sepeda komunitas ini menunjukkan bahwa masyarakat menyukai pemberlakukan sistem ini. Sistem yang sangat mendukung dalam memerangi pemanasan global, dan sangat sesuai dengan predikat Jepang

sebagai negara maju terkemuka didunia. Sungguh luar biasa jika predikat negara produsen mobil sekaligus sebagai negara sepeda terbesar didunia. Fakta 90 juta sepeda di Jepang dengan rasio 1 sepeda untuk 4 orang merupakan rasio yang tinggi. Fakta yang sangat menarik. Ulasan ini memberikan dorongan semangat bagi para pendengar untuk juga memanfaatkan sepeda dalam transportasi sehari- hari.

Dokumen terkait