• Tidak ada hasil yang ditemukan

Budaya Masyarakat Kota Surakarta

Budaya manusia tercipta karena perkembangan dari norma kehidupan manusia dengan lingkungannya. Wujud dari norma hidup manusia adalah bentuk dari alam pikiran, alam budi, alam karya, alam tata susila, dan alam seni yang terdiri dari seni rupa, seni sastra, seni suara, seni tari, seni musik, seni drama, dan

26Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1975-1990 commit to user

commit to user

sebagainya.27 Begitu juga dengan masyarakat Surakarta yang memiliki wujud norma hidup yang berkaitan dengan budaya yang berkembang di lingkungannya.

Khususnya budaya dari keraton, dimana posisi keraton yang menjadi pusat pola hidup masyarakat sekitarnya.

Keraton menjadi sumber kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat Surakarta memiliki corak khusus yang dominan dengan budaya Jawa. Penerapan budaya Jawa tercermin pada kehidupan sehari – hari masyarakat Surakarta sebagai realisasi dari pandangan dan sikap hidupnya. Perilaku atau tindakan religi orang Jawa dilakukan secara khusus dengan tujuan mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pandangan hidup orang Jawa yaitu kejawen atau secara kesastraan Jawa diartikan sebagai ilmu kesempurnaan Jiwa. Kejawen mengandung ilmu kebatinan dan dalam filsafat Islam disebut dengan Tasawuf atau Sufisme, di dalam orang Jawa disebut suluk atau mistik. Suasana mistik memliputi seluruh Jawa yang merangkum segala lapisan masyarakat dari tingkat pendidikan dan tingkat sosial.28

Budaya masyarakat Surakarta pada dasarnya cenderung mengacu pada kekuasaan feodal tradisional. Pengaruh dari dua Patron kebudayaan tradisional yang ada di Kota Surakarta yaitu Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Terlihat dalam budaya yang ada di masyarakat seperti kesenian termasuk seni tari, gamelan, wayang dan batik serta upacara adat (Grebeg Mulud, Sekaten,

27 K. Sarino Mangunpranoto, 1961, Kepribadian Nasional, Yogyakarta:

Majelis Luhur Taman Siswa, halaman 48

28 Bentuk-bentuk simbolisme dalam budaya Jawa dapat dikelompokan dalam tiga macam yaitu tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi, dan tindakan simbolis dalam kesenian. Lihat buku Budiono Herususanto, 1984, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hadinata, halaman 65

commit to user commit to user

Jumenengan, Syawalan, Kirab Pusaka) sebagai besar dari keraton sedangkan upacara adat (Bersih Desa, Sesaji, Slametan) adalah budaya kecil dalam masyarakat kecil pedesaan. Tradisi tersebut dilaksanakan pada waktu tertentu dan biasanya sangat banyak diminati baik oleh masyarakat setempat ataupun para wisatawan.29

Kesenian dalam masyarakat Surakarta sangat menonjol diantaranya adalah seni tari yaitu Bedoyo Ketawang yang dikenal sebagai tarian para puteri raja serta Wayang Purwo. Pagelaran wayang kulit yang terkenal di kalangan masyarakat.

Kesenian lain yang berkembang dan hidup di masyarakat Surakarta yaitu kain batik dan kerajinan berupa senjata tradisional yang dapat menjadi pusaka yaitu keris.30

Munculnya masyarakat golongan menengah di kota-kota besar di Jawa, menjadi titik awal lahirnya bentuk kesenian hiburan kota yang disesuaikan dengan selera dan kebutuhan masyarakat. Keadaan masyarakat kota yang haus akan hiburan, mendorong pemerintah maupun pengusaha yang pandai menilik peluang menciptakan “pelarian” yang sangat dibutuhkan itu. Pemerintah menciptakan fasilitas seperti : taman – taman, pasar malam, teater, kebun binatang, rumah makan, hingga pelacuran dan Bioskop.31 Buktinya, banyaknya tempat hiburan yang bahkan hingga kini masih digunakan sebagai tempat pementasan seni pertunjukan, seperti Taman Sriwedari dan Balekambang.

29 Eguh Prasetyo, 2005, “Perubahan Nilai Estetika Pementasan Wayang Dalam Masyarakat Jawa di Surakarta”, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, halaman 29

30 Ibid.,

31 Umar Kayam, 1981, Seni, Tradisi, Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, Halaman 137-138

commit to user commit to user

Kebutuhan masyarakat akan hiburan dan tersedianya tempat untuk pertunjukan hiburan menjadi peluang yang memotivasi orang – orang Tionghoa di Surakarta untuk melakukan bisnis hiburan yang dikonsumi oleh masyarakat kota.

Sebab mereka menyakini bisnis hiburan ini akan menjadi komoditi perdagangan yang memiliki nilai jual yang baik. Orang – orang Tionghoa sangat adaptif dengan seni yang digandrungi oleh masyarakat Surakarta. Bahkan dahulu mereka mampu berkolaborasi dengan dua patron-client dalam budaya tradisional di Surakarta yaitu dua Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran digantikan menjadi hubungan produsen dan konsumen dalam budaya baru, yaitu sifat pola hubungan vertikal menjadi horizontal. Bentuk kolaborasi tersebut ditunjukan dengan semaraknya bentuk bisnis hiburan seni pertunjukan yang tidak lepas dari masyarakat Surakarta seperti pertunjukan wayang wong, kethoprak, teater modern (Stamboel, Dardanella, Miss Riboet Orion, dll), keroncong, dan sektor pariwisata.32

Kesenian merupakan salah satu simbol dalam budaya Jawa yang dipegang teguh oleh masyarakat Surakarta. Kesenian tradisional banyak berkembang di Surakarta. Dinamika perkembangan kelompok kesenian di Surakarta mengalami pasang-surut dalam mempertahankan eksistensinya. Berdasarkan data yang diperoleh berikut adalah jumlah kelompok – kelompok kesenian yang ada di Surakarta antara lain:

32 Susanto, Artikel “Surakarta Tipologi Kota Dagang”, Jurnal Diakronik Vol 2 no 6 Januari 2005, Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret, halaman. 11- 13

commit to user commit to user

Tabel. 10 Daftar Jumlah Kelompok Kesenian di Surakarta Tahun 1969-1990

Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1969 -1990

Data pada tabel.5 menunjukan bahwa masyarakat Surakarta sangat terbuka dengan segala macam jenis hiburan yang berkembang di kota. Terbukti dengan apresiasi masyarakat yang ditunjukan sangat baik terhadap segala macam jenis hiburan yang ada di Surakarta, terkhusus pada hiburan yang memiliki corak kesenian tradisional. Kesenian yang ada di Surakarta sangat kental akan erat kaitannya dengan budaya Jawa yang menjadi dasar kehidupan masyarakat.

Berdasarkan data dari tabel 5. Terlihat bahwa hingga pada pertengahan dekade 1970-1980 masih banyak kelompok kesenian yang menyemarakan ranah hiburan bagi masyarakat. Namun, memasuki dekade 1980an terjadi penyusutan commit to user commit to user

secara drastis kelompok seni dan hanya menyisakan satu kelompok kesenian Wayang Wong. Seperti halnya kesenian wayang wong yang mengalami penurunan jumlah kelompoknya. Menurunnya jumlah kesenian yang lain diketahui ditengarai oleh berkembangnya pemikiran masyarakat yang semakin kritis terhadap jenis hiburan yang ada.33

Menurunnya animo masyarakat terhadap kesenian tradisional yang ada di kota disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi antara lain; keadaan kesenian tradisional yang statis, masyarakat mengalami kemajuan pemikiran, banyaknya jenis tontonan/ hiburan lain yang lebih menyenangkan masyarakat, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang belum stabil. Terlebih yang terjadi pada kesenian Wayang Wong yang perkembangannya statis. Walaupun sudah mengalami pembaharuan dan perbaikan, tetapi belum memiliki daya tarik terhadap masyarakat. Masyarakat yang pemikirannya sudah kritis, menganggap tontonan wayang menjenuhkan.

Hadirnya tontonan seperti bioskop yang lebih modern memiliki daya tarik tersendiri di dalam masyarakat Surakarta. Kemunculan bioskop di Surakarta mengalihkan dan menyurutkan animo masyarakat terhadap segala jenis hiburan kesenian tradisional yang ada.34

Budaya masyarakat yang adi luhung perlahan pudar selaras dengan pesatnya perkembangan kota yang mengalami modernisasi. Perlahan kebudayaan asli tradisional mulai ditepikan masyarakat seiring masuknya pengaruh budaya

33 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun 1969-1990

34 Heru Pradapa Murti, “Kebudayaan : Wayang Wong”, Dharma Nyata, 20 Desember 1972, Halaman 2

commit to user commit to user

dari luar yang hadir di Surakarta. Bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota yang semakin baik secara bertahap membentuk masyarakat Kota Surakarta menjadi cenderung menyukai kehidupan yang mengandung unsur – unsur yang lebih modern.35

Masyarakat Surakarta memang pandai menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, sekalipun begitu masyarakat juga pandai menjaga warisan budaya dari leluhur, dari sanalah kota Surakarta dikenal sebagai Kota Budaya.Kota Surakarta akan mengalami pembaharuan yang membawa banyak perubahan dalam masyarakat dan berdampak dalam kehidupan sosial masyarakat.

Meskipun masyarakatnya konsisten untuk menjaga warisan budayanya. Dampak dari pembaharuan yang terjadi sebagai akibat dari kurang siapnya masyarakat menghadapi perubahan yang sangat drastis atau dapat dikatakan mengalami loncatan budaya.36

35 Wong Solo / Masyarakat Surakarta terkenal dengan slogan khas Jawa nya yaitu Alon – Alon Asal Kelakon dan Nguler Kambang. Meskipun mendapat julukan itu masyarakatnya juga dapat melangkah cepat dan sesuai dengan irama kemajuan jaman, namun tidak ingin Kebat Kliwat yang menimbulkan bahaya.

Baca artikel tulisan Widi Widoyat, Op.Cit., halaman 2

36 Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: PN Sumur Bandung, halaman 71

commit to user commit to user

Dokumen terkait