• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KOTA SURAKARTA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "BAB II GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KOTA SURAKARTA"

Copied!
28
0
0

Teks penuh

(1)

23

BAB II

GAMBARAN UMUM MASYARAKAT KOTA SURAKARTA

Surakarta secara administratif mengalami perubahan dan perkembangan.

Perkembangan pemerintahan Surakarta dari yang semula memiliki fungsi administratif sebagai kedudukan feodal (kerajaan), selanjutnya berpindah pada sistem pemerintahan kolonial, dan pada akhirnya memiliki sistem pemerintahan yang demokratis dengan status kotamadya. Ketika membahas tentang kota, masyarakat menjadi komponen penting dalam menentukan arah perkembangan kota. Perkembangan masyarakat kota yang cepat mempengaruhi pertumbuhan kota.

Masyarakat Surakarta secara demografi mengalami mobilitas sosial yang cukup singkat sehingga menunjukan peningkatan kepadatan penduduk di wilayah Surakarta. Kota dengan fasilitas sarana - prasarana yang baik akan mendukung kemajuan masyarakatnya. Masyarakat dengan kondisi sosial dan ekonomi yang baik tentu akan menentukan arah pertumbuhan kota. Kemajuan sebuah kota akan membawa perubahan karakter sebagai masyarakat kota. Masyarakat Surakarta yang multietnis dengan toleransi antar umat beragama yang baik membentuk budaya masyarakat kota yang unik dan modern. Pembahasan lebih rinci mengenai gambaran umum masyarakat Surakarta akan diuraikan dalam Sub Bab-Sub Bab berikut ini.

A. Kondisi Geografi dan Demografi Surakarta

Wilayah Surakarta berada di daerah dataran rendah dengan yang merupakan pertemuan antara sungai- sungai yaitu Sungai Pepe, Anyar, Pengging commit to user commit to user

(2)

dan Jenes dengan Bengawan Solo. Surakarta berada ketinggian kurang lebih 92m di atas permukaan laut dengan letak secara astronomis berada antara 110º BT - 111º BT dan 7,6º LS - 8º LS. Letak wilayah Surakarta ditandai dengan batas wilayah paling Utara berbatasan dengan Kabupaten Sragen, wilayah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukoharjo, wilayah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali dan Kabupaten Klaten, wilayah Timur berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar.1

Melihat letak daerah Surakarta yang cukup strategis dan dikelilingi oleh kabupaten yang ada di sekitar Surakarta. Surakarta termasuk jenis kota yang berada di persimpangan jalan yang dapat menjadi tempat singgah, istirahat, makan, dan bertukar barang dagang serta gagasan. Jika melihat perkembangan yang ada wilayah Surakarta merupakan sebuah kota perdagangan, pendidikan bahkan juga menjadi sebagai kota tujuan pariwisata. Jarak antara Surakarta dengan kota-kota sekitarnya yang memiliki jarak relatif dekat sehingga menjadikan kota-kota disekitar Surakarta menjadi kota satelit. Selain itu jarak yang dekat ini sangat mendukung terjadinya mobilitas yang terjadi pada penduduk di setiap harinya, baik masuk ataupun keluar kota Surakarta.

Kota Surakarta dengan luas wilayah administrasi 43,51 Km2. Surakarta berstatus Kotamadya Daerah Tingkat II (UU No. 18 tahun 1965 - Ketetapan MPRS no. XXI/MPRS/1966) dengan memiliki luas wilayah 43,51 Km2. Wilayah Surakarta terbagi atas lima kecamatan, 51 Kelurahan, 177 Rukun Warga (RW),

1 Badan Pusat Statistik, Surakarta Dalam Angka, tahun 1974-1975, halaman 1-2

commit to user commit to user

(3)

dengan 2003 Rukun Tetangga (RT). Surakarta merupakan daerah tingkat II yang paling padat penduduknya di Jawa Tengah.2

Pertumbuhan penduduk menjadi indikator dalam menentukan arah pertumbuhan kota. Pertumbuhan kota yang baik dengan didukung pertumbuhan ekonomi dan fasilitas sarana-prasarana yang ada. Mampu menarik arus urbanisasi yang menimbulkan kepadatan penduduk kota dengan bertambahnya jumlah penduduk. Jumlah penduduk Surakarta dari tahun 1970-1990 terus mengalami kenaikan. Kenaikan jumlah penduduk dipengaruhi oleh dua faktor utama yaitu, perbedaan antara angka kelahiran dan kematian serta perbedaan angka penduduk yang masuk dan keluar. Jumlah penduduk Surakarta dari tahun 1970-1990 adalah sebagai berikut:

Tabel. 1 Jumlah Penduduk Surakarta Tahun 1971- 1990 Menurut Kelompok Umur dan Jenis Kelamin

Sumber : Laporan Statistik Badan Statistik Surakarta Dalam Angka tahun 1971- 1990

2Ibid.,

Usia Tahun

1971 1975 1980 1985 1990

Laki- Laki

Perempu -an

Laki- Laki

Perempu -an

Laki- Laki

Perempu -an

Laki- Laki

Perempu -an

Laki- Laki

Perempu -an 0-4 25.970 26.054 29.579 30.699 33.695 37.916 41.919 43.231 41.165 42.397 5-14 51.145 51.810 49.149 51.500 47.881 50.978 51.392 54.371 52.518 55.301 15-24 40.227 42.883 36.509 39.081 47.731 50.911 54.257 58.221 56.009 59.738 25-54 60.115 72.002 68.543 72.027 68.786 73.207 80.834 84.108 83.651 87.529 55+ 20.167 22.704 21.819 25.344 22.021 24.131 16.088 17.735 18.616 20.043 Jumlah 197.624 215.454 205.599 223.621 222.114 237.143 244.490 257.666 251.959 265.008

total 413.077 429.220 459.257 502.156 516.697

commit to user commit to user

(4)

Berdasarkan data dari Tabel.1 diketahui jumlah penduduk Surakarta terus mengalami pertumbuhan. Jumlah penduduk dilihat dari data lima tahun sekali dari tahun 1971 hingga 1990 terus mengalami pertambahan penduduk dari yang semula berjumlah 413.077 dalam waktu 20 tahun mengalami pertambahan sejumlah 103.620 orang dan meningkat menjadi 516.697. Menurut data pada tabel yang diklasifikasikan berdasarkan jenis kelamin dan kelompok usia, terlihat rata – rata penduduk Surakarta pada setiap kelompok usia didominasi sebagian besar oleh perempuan.

Berdasarkan data demografi pada tabel.1 diketahui bahwa penduduk Surakarta antara tahun 1970-1990 rata-rata adalah penduduk usia produktif / usia kerja yaitu usia 15-24 dan 24 – 54. Penduduk Surakarta yang didominasi oleh usia kerja menyebabkan terjadi persaingan dalam dunia kerja dan intensitas displin produktif yang tinggi. Jumlah pencari kerja yang banyak tentu membutuhkan lapangan pekerjaan, namun jumlah lapangan pekerjaan yang ada di Surakarta tidak dapat menampung seluruh jumlah pencari kerja yang setiap tahun kian bertambah.3

Kehidupan manusia yang tidak lepas dari segala jenis kebutuhan untuk melangsungkan kehidupan. Masyarakat membutuhkan mata pencaharian untuk mendapatkan uang guna memenuhi kebutuhan sehari-hari. Dilihat dari segi mata pencaharian, penduduk Surakarta bermacam-macam seperti pegawai negeri, ABRI, Pedagang, Pertukangan, dan Swasta yang di dalamnya terdapat pekerja

3 Badan Statistik Surakarta : Surakarta dalam angka tahun 1971-1990 commit to user

commit to user

(5)

industri, petani, dan pengakutan. Berikut perbandingan data banyaknya penduduk Surakarta menurut jenis mata pencaharian tahun 1986 hingga 1990 :

Tabel 2. Jumlah Penduduk Menurut Mata Pencaharian Tahun 1975 - 1990

No. Mata Pencaharian Tahun

1 2 3 4 5 6 7

1975 1980 1985 1990

Swasta Pengusaha Industri

Pertukangan Pegawai Negeri/ABRI

Pedagang Pensiunan Lain – lain

35.896 3.543 6.869 24.768 10.632 5.131 95.200

73.069 3.741 47.600 23.318 15.480 12.463 161.597

80.585 3.937 20.368 22.956 16.966 13.144 132.029

87.734 4,335 53.765 25.347 16.379 15.334 132.846 Jumlah 182.039 337.268 289.985 335.740 Sumber : Badan Statistik Surakarta : Surakarta dalam angka tahun 1975-1990

Menurut tabel.2 dapat diketahui bahwa mata pencaharian penduduk Surakarta yang paling banyak ditekuni dan setiap tahun mengalami peningkatan adalah pada sektor swasta. Sektor swasta dalam jangka waktu lima tahun pada tahun 1980 mengalami peningkatan yang signifikan sebesar 37.173 (103,6%).

Peningkatan pada sektor swasta terjadi pada pekerja industri dan pekerja pada bidang pengangkutan sebagai dampak dari sektor pengusaha industri yang jumlahnya tiap tahun mengalami peningkatan. Memperkuat pernyataan bahwa Surakarta merupakan kota industri, karena terdapat perusahaan industri yang mengalami perkembangan dan pertumbuhan. Penduduk Surakarta yang bekerja di bidang pengangkutan merupakan dampak dari letak geografis kota Surakarta yang commit to user commit to user

(6)

sejak dahulu menjadi tempat singgah dari jalur jalur perdagangan sebelum menuju kota besar selanjutnya serta dampak dari dibangunnya terminal barang di Surakarta.4

Bidang pertukangan dalam jangka waktu lima tahun pada tahun 1980 juga mengalami penambahan secara drastis sebesar 40.731(593%) pekerja atau hampir enam kali lipat dari jumlah sebelumnya tahun 1975. Peningkatan pekerja pada bidang pertukangan oleh masyarakat Surakarta, dikarenakan Surakarta banyak terjadi pembangunan baik sarana-prasarana terutama pada bidang industri padat karya. Banyaknya pembangunan yang terjadi di Surakarta sebagai dampak dari kebijakan pemeritah Orde Baru yaitu kebijakan tentang Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga (REPELITA III).5 Meskipun pada lima tahun berikutnya pada tahun 1985 sempat mengalami penurunan sebesar 27.232 (57%) hampir separuhnya karena kebijakan pemerintah REPELITA VI yang terfokus pada sektor wirausaha. Memasuki periode 1990 sebagai imbas dari kebijakan REPELITA V kembali mengalami penambahan pesat sebesar 33.397 (163 %) atau hampir tiga kali lipat dari jumlah sebelumnya. Peningkatan tersebut terjadi karena kebijakan pemerintah yang konsen pada pembangunan pada sarana bidang trasportasi, komunikasi, dan pendidikan.6

Mata pencaharian penduduk Surakarta cukup banyak ditekuni berikutnya adalah pegawai negeri dan ABRI, menunjukan bahwa penduduk Surakarta sudah

4 Badan Statistik Surakarta : Surakarta dalam angka tahun 1975-1990

5 Keputusan Presiden Nomor 7 Tahun 1979 tentang “Rencana Pembangunan Lima Tahun Ketiga (REPELITA III)” ,tahun 1979/1980-1983/1984

6 Berdasarkan Peraturan Daerah Kotamadya Surakarta, tentang “Pola Pembangunan Daerah Kotamadya Surakarta”, nomor 3 tahun 1984

commit to user commit to user

(7)

banyak bekerja di instansi milik pemerintah. Namun, tidak sedikit dari penduduk Surakarta yang memilih membuka usaha sendiri menjadi pedagang. Terbukti jumlah pedangang di Surakata mengalami peningkatan, terutama antara tahun 1975 hingga 1980 yang mengalami penambahan signifikan sebesar 4.848 (45,6%). Peluang membuka usaha dibidang pedangan di Surakarta sangat baik mengingat kota ini juga menjadi tujuan destinasi wisata. Sangat menguntungkan apabila dapat menyediakan sarana dan kebutuhan para wisatawan seperti makan, minum, oleh-oleh, penginapan dan sebagainya. Keadaan inilah yang nanti akan mendatangkan pendapatan bagi mereka dan secara tidak langsung dapat menambah sektor lapangan pekerjaan.7

B. Kondisi Sosial Ekonomi Masyarakat Kota Surakarta

Penduduk merupakan komponen yang menjadi dominan dalam permasalahan kota. Pertumbuhan dan perkembangan penduduk menjadi perhatian khusus pemerintah. Surakarta merupakan kota multietnis dengan beraneka ragam bahasa, warna kulit, adat isitiadat hingga keahlian yang diwariskan oleh masing- masing leluhurnya. Penduduk Kota Surakarta sebagian besar adalah orang Jawa, adapun penduduk lain dari daerah luar seperti Banjar, Melayu, Madura serta terdapat keturunan dari luar Indonesia seperti Eropa, Arab, dan Cina. Mereka hidup berkelompok dalam daerah yang sama dan berkembang menjadi perkampungan yang memliki nama yang khas dan berkaitan dengan etnis mereka.8

7 Badan Statistik Surakarta : Surakarta dalam angka tahun 1975-1990

8https://jurnal.fkip.uns.ac.id/index.php/sejarah/article/view/4338/3048 (diakses tanggal 15 Agustus 2019)

commit to user commit to user

(8)

Menurut data yang telah dipaparkan pada tabel.2 terlihat bahwa masyarakat Surakarta yang semula hanya bertumpu pada sektor ekonomi tradisional pertanian, bergeser pada sektor perdagangan dan sektor lainnya.

Meskipun sudah cukup banyak masyarakat yang menekuni pada bidang swasta dan menjadi pegawai negeri maupun ABRI. Jumlah masyarakat Surakarta yang bermata percaharian sebagai pengusaha industri dan pedagang dari tahun 1975 hingga 1990 rata – rata mengalami peningkatan jumlah. Memperjelas bahwa masyarakat Surakarta pada dekade 1980 - 1990 mengalami pertumbuhan ekonomi yang baik.

Pergerseran sektor ekonomi kota juga terlihat dengan kemunculan pasar- pasar tradisional, pusat perbelanjaan yang lebih modern, dan perusahaan – perusahaan yang berdiri di Surakarta. Keadaan tersebut memberikan perubahan pola pikir masyarakat dan menjadikan Kota Surakarta sebagai kota industri.

Perkembangan pasar di Surakarta cukup pesat seiring dengan berkembangnya industri yang ada. Terdapat beberapa pasar yang dijadikan sebagai pasar induk, seperti Pasar Gedhe, Pasar Legi, dan Pasar Klewer. Sebab pasar induk digunakan para perdagangan ecer untuk mengambil barang dagangan yang kemudian akan dijual kembali.9

Kondisi sosial ekonomi di Surakarta pada masa pemerintahan Orde Baru tidak jauh berbeda dengan kondisi ekonomi nasional. Keadaan ekonomi ada masa ini, dapat dilihat dan mengacu pada harga sembilan macam barang kebutuhan

9 Lia Candra Rufikasari, 2011, “Dinamika Perdagangan Multietnis Pasar Klewer Surakarta Tahun 1958-1998”, Skripsi, Univesitas Sebelas Maret, halaman 22

commit to user commit to user

(9)

pokok sehari-hari (sembako) yang mengalami kenaikan setiap saat. Daerah daerah sekitar Surakarta yang subur merupakan daerah yang potensial mendukung tanaman pangan. Daerah pendukung seperti Sragen, Karanganyar, Klaten, Sukoharjo, dll yang termasuk dalam Karesidenan Surakarta, setiap daerah memiliki program untuk peningkatan hasil produksi pangan dan industri lain.

Keadaan tersebut membuka peluang masyarakat Surakarta yang bermata pencahariaan non agragris dapat bekecimpung dalam bidang perdagangan.10

Masyarakat Surakarta yang memiliki potensi dalam bidang perdagangan, menjadikan kota sebagai pusat perdagangan dari hasil pertanian maupun hasil industri yang berasal dari sekitar wilayah Surakarta bahkan dari luar Karesidenan Surakarta. Masyarakat yang menjalankan roda perekonomian dengan baik.

Membuat Surakarta menjadi wilayah yang memiliki perkembangan yang cukup pesat di Jawa Tengah. Wilayah yang strategis di persimpangan jalur penting yang terhubung dengan kota-kota besar di Jawa : Semarang dan Yogyakarta, serta daerah timur seperti Madiun dan Surabaya juga menjadi salah satu penyebab pesatnya perkembangan Kota Surakarta.11

Berkat terselenggaranya ekonomi kota yang lancar dan dukungan pemerintah daerah kotamadya dalam menyediakan sarana prasarana bagi masyarakat seperti pembangunan jalan, jembatan, pasar dan tersedianya sarana transportasi kota. Berdampak positif baik bagi pertumbuhan kota dan aktifitas perekonomian yang seakan tak pernah mati siang dan malam. Deskripsi

10 Ibid., halaman 23

11 Ibid., halaman 24

commit to user commit to user

(10)

kehidupan kota tersebut membuat Surakarta sering dijuluki kota yang tak pernah tidur.12

C. Sarana Prasarana Masyarakat Kota Surakarta

Perkembangan kota yang cukup pesat secara langsung akan berpengaruh dalam majunya masyarakat dalam sebuah kota. Tersedianya fasilitas yang lengkap dalam kota, tentu menjadi kunci untuk membuka kemajuan kehidupan masyarakat kota. Pembangunan fasilitas kesehatan dan pendidikan menjadi salah satu hal yang menentukan dalam memajukan masyarakat. Sarana-prasarana yang menunjang kebutuhan masyarkat dan diperlukan untuk perkembangan kota antara lain seperti : sarana pendidikan, sarana kesehatan, sarana hiburan, pasar, sarana trasportasi yang memadai.13 Ketersediaan fasilitas kota yang dimiliki oleh Surakarta sangat mendukung jalannya roda perekonomian kota dan memenuhi kebutuhan masyarakat sebagai penduduk kota.

Sarana pendidikan yang menujang dinamika masyarakat Surakarta menjadi prioritas bagi pemerintah kota untuk meningkatkan kualitas warganya.

Pada tahun 1970 – 1990 sudah tersedia cukup banyak sarana pendidikan yang dapat menjadi fasilitas guna kebutuhan akan pendidikan bagi masyarakat Surakarta. Mulai dari jenjang TK hingga jenjang SMA sederajat dan perguruan tinggi negeri maupun swasta tersedia bagi masyarakat Surakarta. Pernyataan tersebut dapat terlihat pada tabel berikut ini:

12 Widi Widoyat, “Kota Solo Tiga Perempat Abad Yang Lalu”, Suara Bengawan, 17 Juni 1986, halaman 2

13 Sukanto reksohadiprojo dan Ar Kaseno, 1985, Ekonomi Perkotaan, Yogyakarta: BPFE, halaman 67

commit to user commit to user

(11)

Tabel.3 Jumlah Sekolah Berdasarkan Urutan Jenjang Pendidikan Tahun 1975-1990

No Tahun Jumlah Sekolah

TK SD SMTP SMTA Peguruan Tinggi

1. 1975 194 258 76 60 19

2. 1980 194 291 79 82 19

3. 1985 263 355 95 95 19

4. 1990 284 355 84 102 21

Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1975- 1990

Berdasarkan data tabel.3 diketahui bahwa di Surakarta pada tahun 1975- 1990 sudah tersedia sarana pendidikan dari jenjang Taman Kanak-kanak (TK) hingga tingkatan perguruan tinggi. Menurut data pada tabel.3 terlihat bahwa jumlah sekolah pada masing - masing jenjang, bila ditinjau pada setiap lima tahun sekali selalu mengalami penambahan. Penambahan secara signifikan terjadi antara tahun 1980 hingga 1985 terutama pada sarana pendidikan pada jenjang TK,SD, SMTP dan SMTA. Bertambahanya sarana pendidikan rata-rata sebesar 25% pada masing-masing jenjang yang terjadi sebagai akibat dari kebijakan pemerintah Surakarta untuk meningkatkan taraf hidup masyarakatnya. Adanya penambahan sekolah berkaitan dengan jumlah penduduk kota yang setiap tahunnya juga mengalami peningkatan jumlah dan pertumbuhan ekonomi masyarakat yang membaik. Kebijakan pemerintah dalam meningkatkan kemampuan supaya tercapai masyarakat yang padat karya. Menyebabkan di Surakarta antara tahun commit to user commit to user

(12)

1980 – 1990 untuk sekolah jenjang SMTA tersedia berbagai model sekolah jenjang menengah atas seperti sekolah menengah kejuruan, sekolah menengah kesenian, sekolah menengah tehnik mesin, Sekolah pendidikan guru, hingga sekolah menengah teknologi pertanian terdapat di Surakarta. 14

Periode 1990 di Surakarta jika dilihat pada tabel. 3 mengalami penambahan sarana pendidikan pada jenjang perguruan tinggi. Penambahan perguruan tinggi terjadi pada periode antara tahun 1985 dan 1990. Diketahui pada periode tersebut terdapat dua perguruan tinggi yang tutup yaitu Universitas Kyai Mojo dan Akademi Perawat Satria Jaya. Pengurangan yang terjadi tidak berpengaruh banyak, kehadiran empat perguruan tinggi baru justru menamba h sarana pendidikan di Surakarta yaitu Universitas Islam Batik, Institut Agama Islam, Akademi Perawatan Patria Husada, dan Akademi Pariwisata &

Kebudayaan (APARDA).15

Kebutuhan akan ketersediaan sarana kesehatan menjadi hal yang penting bagi setiap masyarakat. Sarana kesehatan memiliki fungsi yang penting bagi kelengkapan fasilitas dan prasarana kota. Fasilitas kesehatan di Surakarta antara lain: rumah sakit, Balai Kesehatan Ibu dan Anak (B.K.I.A), rumah bersalin, balai pengobatan, puskesmas, toko obat, laboratorium, dan apotik semua tersedia dan siap memberikan pelayanan kapanpun dibutuhkan. Berikut adalah data mengenai jumlah fasilitas kesehatan di Surakarta pada tahun 1975 – 1990 :

14 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1975-1990

15 Ibid.,

commit to user commit to user

(13)

Tabel.4 Jumlah Fasilitas Kesehatan Kota Surakarta Tahun 1975-1990

Jenis Fasilitas Kesehatan Tahun

1975 1980 1985 1990

1. Rumah Sakit 2. Poliklinik

(Puskesmas, Sub.

Puskesmas, B.K.I.A, Rumah Bersalin, dan Laboratorium) 3. Balai Pengobatan,

Toko obat, dan Apotik

4 125

163

5 80

94

12 82

101

12 67

98

Jumlah 292 179 197 179

Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1975- 1990

Menurut data tabel.4, di Surakarta pada tahun 1975-1990 telah tersedia cukup banyak fasilitas kesehatan yang menunjang kehidupan masyarakat Surakarta. Jumlah Rumah sakit di Surakarta mengalami peningkatan yang signifikan pada periode antara tahun 1980 hingga 1985 yaitu sebesar 140% atau dua kali lipat dari jumlah sebelumnya. Munculnya fasilitas kesehatan milik swasta sebagai imbas dari membaiknya kondisi ekonomi masyarakat, mampu memenuhi kebutuhan masyarakat seluruhnya. Peran swasta yang menyediakan fasilitas

commit to user commit to user

(14)

kesehatan bagi masyarakat Surakarta sangat membantu pemerintah dalam meningkatkan kualitas masyarakat di Surakarta.16

Setiap terjadi pertambahan rumah sakit yang memiliki fasilitas yang lengkap di Surakarta. Membuat jumlah poliklinik dan balai pengobatan menurun jumlahnya terutama pada awal tahun 1980. Fasilitas milik rumah sakit yang memadai yang membuat penanganan petugas medis menjadi lebih cepat. Menjadi pilihan masyarakat surakarta untuk memenuhi kebutuhan kesehatan jasmaninya.

Masyarakat Surakarta dengan aktivitas ekonomi yang padat dengan pertumbuhan penduduk yang setiap tahun bertambah, membutuhkan waktu luang guna melepas penat dalam menjalankan kehidupan sehari – hari sebagai penduduk kota. Kebutuhan akan sarana hiburan dalam kota menjadi hal yang menjadi sebuah prioritas utama. Masyarakat Surakarta yang multikultur dan dengan karakter warganya yang menyukai kehidupan yang santai. Membuat masyarakat kota Surakarta menyukai semua jenis hiburan untuk mengisi waktu luang dan dekat dengan segala pertunjukan seni. Apresiasi masyarakat Surakarta terhadap seni sangat tinggi, semua kalangan tua muda menyenangai hiburan kota hingga muncul berbagai jenis hiburan, seperti wayang wong, kethoprak, theater modern, bioskop, dan sebagainya. Secara sosial masyarakat Surakarta tertarik dengan kesenian yang mudah untuk dikonsumsi.

Tersediannya sarana atau fasilitas hiburan di Kota Surakarta, menarik minat masyarakat dari dalam kota maupun dari luar kota untuk datang mengunjungi fasilitas hiburan guna melepas penat dari aktivitas sehari – hari yang

16 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1975-1990 commit to user

commit to user

(15)

rutin dijalakan sebagai masyarakat kota. Hal Ini dapat ditunjukan melalui tabel berikut:

Tabel.5 Jumlah Pengunjung Museum, Kebun Binatang, Tempat Pentas kesenian/

Wayang Orang dan Bioskop di Surakarta Tahun 1980-1990

Tahun Sarana Hiburan

Museum Kebun

Binatang (pengunjung)

Tempat Pentas Kesenian /

Wayang Orang (pengunjung)

Bioskop

Jumlah pengunjung Jumlah pengujung

1980 3 92.135 634.462 50.196 9 918.853

1985 3 126.731 99.698 26.113 12 916.843

1990 4 101.204 520.504 10.866 22 1.494.653

Sumber : Laporan Statistik Dinas Pariwisata Surakarta, Badan Statistik Surakarta tahun 1980-1990

Menurut data yang tertera pada tabel.6 diketahui bahwa di Surakarta tersedia beberapa sarana hiburan seperti museum, kebun binatang, tempat pentas kesenian dan bioskop. Jumlah hiburan bioskop cenderung mendominasi dengan pengunjung yang lebih banyak diantara jumlah sarana hiburan lain. Terutama pada periode antara tahun 1985 hingga tahun 1990 yang terjadi penambahan bioskop sejumlah 10 bioskop dengan peningkatan pengunjung sebesar 63%.

Dominasi bioskop di Surakarta mempengaruhi perkembangan dan animo pengunjung pada sarana hiburan lain yang ada di Surakarta.

commit to user commit to user

(16)

Tabel.6 juga menunjukan bahwa jumlah pengunjung tempat pentas kesenian / Wayang Orang pada dekade 1980-1990 ditinjau pada setiap lima tahun, mengalami penurunan jumlah pengunjung sebesar 92% pada tahun 1985 dan 140% pada tahun 1990. Jumlah pengujung museum di Surakarta walaupun jumlah museumnya bertambah namun tidak diikuti oleh penambahan jumlah pegunjung.

Berbeda dengan jumlah pengunjung kebun binatang pada lima tahun pertama mengalami penurunan drastis, namun pada lima tahun kemudian pengunjungnya meningkat kembali. 17

Tercatat pada awal akhir tahun 1980-an, pemasukan dari masyarakat untuk menonton pertunjukan wayang wong di Sriwedari mengalami penurunan antusias pengunjung yang sangat drastis. Menurunnya jumlah pengunjung berdampak pada pemasukan dari penjualan tiket, begitu juga dengan beberapa seni pertunjukan yang lain seperti keroncong, teater, dll.18 Perubahan fungsi gedung kesenian dan ruang untuk pertunjukan kesenian daerah menjadi gedung bioskop juga menjadi contoh dari dampak merebaknya perbioskopan di Surakarta. Antara lain seperti : Gedung Ketoprakan di Gandekan Tengen menjadi Fortuna Teatre, balai Desa Nusukan menjadi Nusukan Theatre, Auditorium RRI menjadi Angkasa Theater, dan beberapa gedung-gedung serbaguna milik kelurahan hingga milik Tentara, seperti Balai Prajurit Kartika menjadi Kartika Theatre. Pemanfaatan ruang yang dianggap strategis untuk pemutaran film. Sebab pada periode 1970, banyak sekali berbagai alternatif pilihan film yang masuk di Surakarta.19

17 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1980-1990

18 Ibid.,

19 Wawancara dengan Ari Headbang pada tanggal 24 Februari 2018 commit to user

commit to user

(17)

Periode akhir tahun 1940-an sampai 1970 merupakan satu perubahan besar dalam hal fasilitas transportasi dan penggunaannya. Surakarta yang menjadi salah satu kota besar di Jawa dengan penambahan jumlah penduduk yang setiap tahunnya terus meningkat. Demi mendukung perkembangan fasilitas kota Surakarta yang mengalami perubahan secara pesat, dibutuhkan sarana transportasi untuk menunjang kebutuhan masyarakat. Berikut adalah tabel yang menunjukan data transpotasi kota Surakarta:

Tabel. 6 Jumlah Sarana Transportasi Surakarta Tidak Bermotor Tahun 1975-1990 No Tahun Sepeda Becak Andong

Dokar

Gerobak/

G.dorong

Perahu

1. 1975 53.440 6.014 97 385 9

2. 1980 56.201 4.837 48 299 11

3. 1985 65.708 5.110 31 515 -

4. 1990 53.083 6.390 55 520 -

Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1975- 1990

Tabel. 7 Jumlah Sarana Transportasi Surakarta Bermotor Tahun 1975-1990 No Tahun Bis Truk

PickUp Kombi

Oplet Colt Angkuta

Bemo Mobil Taksi Sepeda Motor

1. 1975 255 791 - 20 992 - 9.611

2. 1980 251 466 674 - 1.060 98 11.509

3. 1985 294 414 858 - 1.327 197 17.588

4. 1990 358 294 863 - 1.725 322 15.596

commit to user commit to user

(18)

Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1975- 1990

Berdasarkan data yang tertera pada tabel.6 dan tabel.7 rata-rata jumlah moda trasnpotasi masyarakat Surakarta baik yang bermotor maupun yang tidak bermotor bila ditinjau pada setiap lima tahun sekali antara periode 1975-1990 cenderung mengalami peningkatan. Hanya jumlah Andong/Dokar sebagai sarana transportasi manusia maupun barang yang jumlahnya pada periode 1975-1990 cenderung mengalami penurunan secara bertahap karena digantikan oleh sarana transpotasi lain yang lebih efisien. Begitu pula dengan jumlah Truk, PickUp, dan Kombi yang jumlahnya setiap tahun cenderung mengalami penurunan jumlah.

Terutama memasuki dekade 1980 yang mengalami penurunan drastis sebesar 325 (69,7%) dari tahun sebelumnya.20

Dari tabel.7 dan tabel.8 juga diketahui terdapat perkembangan moda trasportasi pada periode antara Tahun 1975 -1990 di Surakarta. Moda trasnportasi perahu yang semula masih digunakan masyarakat Surakarta hingga pertengahan tahun 1980, pada periode berikutnya sudah tidak digunakan lagi. Hilangnya fungsi perahu berkaitan dengan adanya perkembangan dan perbaikan sarana perhubungan di Surakarta antara lain pembangunan jalan raya dan jembatan.

Jumlah perjalanan kendaraan bermotor yang diukur dalam mil kendaraan menjadi tiga kali lipat, baik di daerah luar kota maupun dalam kota. Umumnya masyarakat

20 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1975-1990 commit to user

commit to user

(19)

memerlukan jalan raya yang lebih banyak dan lebih baik, termasuk sistem jalan bebas hambatan.21

Selain hilangnya fungsi perahu sebagai moda transportasi. Moda trasnportasi di Surakarta yang mengalami perkembangan adalah moda transportasi angkutan umum, setelah sebelumnya terdapat Bemo, pada tahun 1978 muncul angkutan kebutuhan kota (Angkuta), yang ditandai dengan Surat Keputusan Walikota Kepala Daerah Tingkat II Surakarta No.52/Kep/B.3/1978. Selain Angkuta, sarana angkutan umum yang muncul di Surakarta pada tahun 1980an adalah adanya Taksi yang pada periode berikutnya juga mengalami peningkatan.

Perkembangan penggunaan jenis angkutan umum yang ada di Surakarta.

Menunjukan bahwa lalu lintas dan angkutan kota menjadi unsur penting dan memiliki pengaruh yang kuat dalam pembentukan kota yang produktif dan sekaligus merupakan suatu aspek dari suatu kehidupan kota.22

Perkembangan Kota Surakarta yang mulai pesat menjadi perhatian khusus pemerintah untuk menambah saran trasnpotasi kota yang murah, lancar, tertib dan dapat menampung penumpang yang banyak. Terbukti jumlah sarana transportasi bus pada tahun 1975 - 1990 selalu mengalami peningkatan jumlah. Munculnya bus Damri dengan bus tingkat di Surakarta 28 juni 1983, menjadi jawaban pemerintah untuk memenuhi kebutuhan masyarakatnya. Kebijakan yang dikeluarkan pemerintah diikuti dengan memberi ijin bagi perusahaan-perusahaan bus swasta untuk ikut beroperasi di Surakarta. Keberadaan bus kota dimaksudkan

21 Clarkson H. Oglesby, 1993, Teknik Jalan Raya, Jakarta: PT Erlangga, halaman 35

22 Direktorat Jenderal Departemen Perhubungan Darat No.

006/LLAJR/152/1982 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan.

commit to user commit to user

(20)

untuk menyediakan saran angkutan umum yang memadai bagi masyarakat dalam mendukung gerak arus ekonomi kota.23

D. Religiusitas Masyarakat Kota Surakarta

Agama dan kepercayaan merupakan warisan yang diturunkan dari orang- orang terdahulu kepada anak keturunannya. Sisi religiusitas seseorang dalam kehidupan bermasyarakat rentan dipengaruhi dari kehidupan beragama dan sistem kepercayaaan yang dianut dari penguasa setempat maupun kekuatan yang dirasa lebih besar untuk dapat mempengaruhi. Tidak jauh berbeda dengan kondisi religiusitas masyarakat Surakarta merupakan pengaruh dari kehidupan beragama dan sistem kepercayaan yang dianut raja beserta anggota keraton lainnya.24 Meskipun Islam merupakan agama yang mayoritas banyak pemeluknya di Surakarta, namun masyarakat diberi kebebasan untuk dapat memeluk agama lain.

Berikut tabel masyarakat Surakarta berdasarakan keyakinan yang dianut:

Tabel.8 Jumlah Penduduk Surakarta Berdasarkan Pemeluk Agama

Tahun Islam Khatolik Kristen Hindu Budha Jumlah 1975

1980 1985 1990

340.496 336.084 368.880 379.386

40.548 55.613 59.638 63.715

45.668 56.944 63.458 65.451

2.178 3.634 4.056 2.814

3.288 6.988 5.923 5.503

478.178 459.257 501.955 516.967 Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun1975=- 1990

23 Anang Nurhadi, 2009, ”Perkembangan Pengelolaan Parkir di Surakarta Tahun 1979-2001”, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, Halaman 30

24 Hari Mulyadi, et.al., 1999, Runtuhnya Kekuasaan “Keraton Alit” (Studi Radikalisasi Sosial “Wong Sala dan Kerusuhan Mei 1998 di Surakarta), Surakarta: Lembaga Pengembangan Teknologi Pedesaan, Halaman 147

commit to user commit to user

(21)

Berdasarkan tabel.8 menunjukan bahwa mayoritas masyarakat Surakarta merupakan pemeluk Agama Islam yang jumlahnya setiap tahun bertambah.

Masyarakat Surakarta pemeluk agama Kristen dan Khatolik menempati posisi kedua terbanyak dengan penganut yang setiap tahunnya mengalami penambahan.

Namun, berbeda dengan masyarakat pemeluk agama Hindu dan Budha yang merupakan agama minoritas yang dianut di Surakarta dan setiap tahunnya penganutnya mengalami penurunan. Terutama antara tahun 1985 hingga 1990 yang jumlahnya menurun sebesar 44%. Penurunan terjadi akibat berkurangnya keturunan yang menganganut dan pengaruh dari religusitas masyarakat lain yang berkembang.25

Data tabel.8 juga menunjukan bahwa masyarakat Surakarta mempunyai kebebasan untuk memeluk agama dan tidak ada penganut agama yang jumlahnya terlalu rumpang. Tersedianya tempat ibadah juga menjadi bukti bahwa di Surakarta terjadi kerukunan antar umat beragama tanpa adanya diskriminasi dari pemeluk agama mayoritas. Berikut adalah tabel sarana peribadatan di Surakarta:

Tabel.9 Sarana Ibadah di Surakarta tahun 1975 - 1990

Tahun Masjid Gereja Kuil/Klenteng Surau/Mushola 1975

1980 1985 1990

97 125 188 241

56 67 99 117

6 6 7 7

218 219 221 224 Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1975- 1990

25 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1975-1990 commit to user commit to user

(22)

Menurut tabel.9 diketahui bahwa Surau/Mushola merupakan tempat ibadah yang jumlahnya cukup banyak dan selalu bertambah, karena masyarakat pemeluk Agama Islam di Surakarta lebih memilih beribadah di tempat yang jaraknya relatif dekat dengan rumah dan dapat beribadah dengan sanak keluarga terdekat. Tetapi, pada akhir tahun 1990an masjid mulai banyak dibangun dengan kapasitas peribadatan dengan fasilitas umat yang lebih banyak dibanding di Surau/Mushola. Meningkatnya keadaan ekonomi masyarakat Surakarta berperan besar dalam pembangunan masjid yang mengalami penambahan sebesar 28% dari tahun sebelumnya. Selain masjid, gereja juga mengalami penambahan jumlah sebesar 18% dari gereja yang ada pada tahun sebelumnya.

Penambahan gereja sebagai sarana ibadah pemeluk Agama Kristen dan Khatolik sebagai agama yang penganutnya cukup banyak di Surakarta. Mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Surakarta pemeluk Agama Kristen dan Khatolik yang setiap tahun selalu bertambah. Berbeda dengan ketersediaan kuil dan klenteng sebagai sarana ibadah umat agama minoritas yang dianut masyarakat Surakarta yang cenderung stagnan jumlahnya. Disebabkan penganut agama hindu dan Budha jumlahnya mengalami penurunan26

E. Budaya Masyarakat Kota Surakarta

Budaya manusia tercipta karena perkembangan dari norma kehidupan manusia dengan lingkungannya. Wujud dari norma hidup manusia adalah bentuk dari alam pikiran, alam budi, alam karya, alam tata susila, dan alam seni yang terdiri dari seni rupa, seni sastra, seni suara, seni tari, seni musik, seni drama, dan

26Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun1975-1990 commit to user

commit to user

(23)

sebagainya.27 Begitu juga dengan masyarakat Surakarta yang memiliki wujud norma hidup yang berkaitan dengan budaya yang berkembang di lingkungannya.

Khususnya budaya dari keraton, dimana posisi keraton yang menjadi pusat pola hidup masyarakat sekitarnya.

Keraton menjadi sumber kebudayaan yang diterapkan oleh masyarakat Surakarta memiliki corak khusus yang dominan dengan budaya Jawa. Penerapan budaya Jawa tercermin pada kehidupan sehari – hari masyarakat Surakarta sebagai realisasi dari pandangan dan sikap hidupnya. Perilaku atau tindakan religi orang Jawa dilakukan secara khusus dengan tujuan mendekatkan diri dengan Tuhan Yang Maha Esa. Sedangkan pandangan hidup orang Jawa yaitu kejawen atau secara kesastraan Jawa diartikan sebagai ilmu kesempurnaan Jiwa. Kejawen mengandung ilmu kebatinan dan dalam filsafat Islam disebut dengan Tasawuf atau Sufisme, di dalam orang Jawa disebut suluk atau mistik. Suasana mistik memliputi seluruh Jawa yang merangkum segala lapisan masyarakat dari tingkat pendidikan dan tingkat sosial.28

Budaya masyarakat Surakarta pada dasarnya cenderung mengacu pada kekuasaan feodal tradisional. Pengaruh dari dua Patron kebudayaan tradisional yang ada di Kota Surakarta yaitu Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran. Terlihat dalam budaya yang ada di masyarakat seperti kesenian termasuk seni tari, gamelan, wayang dan batik serta upacara adat (Grebeg Mulud, Sekaten,

27 K. Sarino Mangunpranoto, 1961, Kepribadian Nasional, Yogyakarta:

Majelis Luhur Taman Siswa, halaman 48

28 Bentuk-bentuk simbolisme dalam budaya Jawa dapat dikelompokan dalam tiga macam yaitu tindakan simbolis dalam religi, tindakan simbolis dalam tradisi, dan tindakan simbolis dalam kesenian. Lihat buku Budiono Herususanto, 1984, Simbolisme dalam Budaya Jawa, Yogyakarta: Hadinata, halaman 65

commit to user commit to user

(24)

Jumenengan, Syawalan, Kirab Pusaka) sebagai besar dari keraton sedangkan upacara adat (Bersih Desa, Sesaji, Slametan) adalah budaya kecil dalam masyarakat kecil pedesaan. Tradisi tersebut dilaksanakan pada waktu tertentu dan biasanya sangat banyak diminati baik oleh masyarakat setempat ataupun para wisatawan.29

Kesenian dalam masyarakat Surakarta sangat menonjol diantaranya adalah seni tari yaitu Bedoyo Ketawang yang dikenal sebagai tarian para puteri raja serta Wayang Purwo. Pagelaran wayang kulit yang terkenal di kalangan masyarakat.

Kesenian lain yang berkembang dan hidup di masyarakat Surakarta yaitu kain batik dan kerajinan berupa senjata tradisional yang dapat menjadi pusaka yaitu keris.30

Munculnya masyarakat golongan menengah di kota-kota besar di Jawa, menjadi titik awal lahirnya bentuk kesenian hiburan kota yang disesuaikan dengan selera dan kebutuhan masyarakat. Keadaan masyarakat kota yang haus akan hiburan, mendorong pemerintah maupun pengusaha yang pandai menilik peluang menciptakan “pelarian” yang sangat dibutuhkan itu. Pemerintah menciptakan fasilitas seperti : taman – taman, pasar malam, teater, kebun binatang, rumah makan, hingga pelacuran dan Bioskop.31 Buktinya, banyaknya tempat hiburan yang bahkan hingga kini masih digunakan sebagai tempat pementasan seni pertunjukan, seperti Taman Sriwedari dan Balekambang.

29 Eguh Prasetyo, 2005, “Perubahan Nilai Estetika Pementasan Wayang Dalam Masyarakat Jawa di Surakarta”, Skripsi, Universitas Sebelas Maret, halaman 29

30 Ibid.,

31 Umar Kayam, 1981, Seni, Tradisi, Masyarakat, Jakarta: Sinar Harapan, Halaman 137-138

commit to user commit to user

(25)

Kebutuhan masyarakat akan hiburan dan tersedianya tempat untuk pertunjukan hiburan menjadi peluang yang memotivasi orang – orang Tionghoa di Surakarta untuk melakukan bisnis hiburan yang dikonsumi oleh masyarakat kota.

Sebab mereka menyakini bisnis hiburan ini akan menjadi komoditi perdagangan yang memiliki nilai jual yang baik. Orang – orang Tionghoa sangat adaptif dengan seni yang digandrungi oleh masyarakat Surakarta. Bahkan dahulu mereka mampu berkolaborasi dengan dua patron-client dalam budaya tradisional di Surakarta yaitu dua Kraton Kasunanan dan Mangkunegaran digantikan menjadi hubungan produsen dan konsumen dalam budaya baru, yaitu sifat pola hubungan vertikal menjadi horizontal. Bentuk kolaborasi tersebut ditunjukan dengan semaraknya bentuk bisnis hiburan seni pertunjukan yang tidak lepas dari masyarakat Surakarta seperti pertunjukan wayang wong, kethoprak, teater modern (Stamboel, Dardanella, Miss Riboet Orion, dll), keroncong, dan sektor pariwisata.32

Kesenian merupakan salah satu simbol dalam budaya Jawa yang dipegang teguh oleh masyarakat Surakarta. Kesenian tradisional banyak berkembang di Surakarta. Dinamika perkembangan kelompok kesenian di Surakarta mengalami pasang-surut dalam mempertahankan eksistensinya. Berdasarkan data yang diperoleh berikut adalah jumlah kelompok – kelompok kesenian yang ada di Surakarta antara lain:

32 Susanto, Artikel “Surakarta Tipologi Kota Dagang”, Jurnal Diakronik Vol 2 no 6 Januari 2005, Program Studi Ilmu Sejarah Universitas Sebelas Maret, halaman. 11- 13

commit to user commit to user

(26)

Tabel. 10 Daftar Jumlah Kelompok Kesenian di Surakarta Tahun 1969-1990 Tahun Kara-

witan

Tari P e d a l a n g a n

Santi- Swara

K e t o p r a k

Wayang Wong

L u d r u k

R e o g

Keron- cong

Band D r a m a

Silat S e n

i

R u p a

O r k e s

M e l a y u

1969 88 10 1 5 5 3 2 1 72 16 3 10 6 4

1975 103 10 1 9 14 4 8 2 86 26 9 11 6 9

1980 - - - 1 - - - -

1985 - - - - 1 - - - -

1990 - - - - 1 - - - -

Sumber : Laporan Statistik Kecamatan, Badan Statistik Surakarta tahun 1969 -1990

Data pada tabel.5 menunjukan bahwa masyarakat Surakarta sangat terbuka dengan segala macam jenis hiburan yang berkembang di kota. Terbukti dengan apresiasi masyarakat yang ditunjukan sangat baik terhadap segala macam jenis hiburan yang ada di Surakarta, terkhusus pada hiburan yang memiliki corak kesenian tradisional. Kesenian yang ada di Surakarta sangat kental akan erat kaitannya dengan budaya Jawa yang menjadi dasar kehidupan masyarakat.

Berdasarkan data dari tabel 5. Terlihat bahwa hingga pada pertengahan dekade 1970-1980 masih banyak kelompok kesenian yang menyemarakan ranah hiburan bagi masyarakat. Namun, memasuki dekade 1980an terjadi penyusutan commit to user commit to user

(27)

secara drastis kelompok seni dan hanya menyisakan satu kelompok kesenian Wayang Wong. Seperti halnya kesenian wayang wong yang mengalami penurunan jumlah kelompoknya. Menurunnya jumlah kesenian yang lain diketahui ditengarai oleh berkembangnya pemikiran masyarakat yang semakin kritis terhadap jenis hiburan yang ada.33

Menurunnya animo masyarakat terhadap kesenian tradisional yang ada di kota disebabkan oleh beberapa faktor yang mempengaruhi. Faktor yang mempengaruhi antara lain; keadaan kesenian tradisional yang statis, masyarakat mengalami kemajuan pemikiran, banyaknya jenis tontonan/ hiburan lain yang lebih menyenangkan masyarakat, dan kondisi sosial ekonomi masyarakat yang belum stabil. Terlebih yang terjadi pada kesenian Wayang Wong yang perkembangannya statis. Walaupun sudah mengalami pembaharuan dan perbaikan, tetapi belum memiliki daya tarik terhadap masyarakat. Masyarakat yang pemikirannya sudah kritis, menganggap tontonan wayang menjenuhkan.

Hadirnya tontonan seperti bioskop yang lebih modern memiliki daya tarik tersendiri di dalam masyarakat Surakarta. Kemunculan bioskop di Surakarta mengalihkan dan menyurutkan animo masyarakat terhadap segala jenis hiburan kesenian tradisional yang ada.34

Budaya masyarakat yang adi luhung perlahan pudar selaras dengan pesatnya perkembangan kota yang mengalami modernisasi. Perlahan kebudayaan asli tradisional mulai ditepikan masyarakat seiring masuknya pengaruh budaya

33 Badan Statistik Surakarta,Surakarta dalam Angka Tahun 1969-1990

34 Heru Pradapa Murti, “Kebudayaan : Wayang Wong”, Dharma Nyata, 20 Desember 1972, Halaman 2

commit to user commit to user

(28)

dari luar yang hadir di Surakarta. Bersamaan dengan pertumbuhan dan perkembangan kota yang semakin baik secara bertahap membentuk masyarakat Kota Surakarta menjadi cenderung menyukai kehidupan yang mengandung unsur – unsur yang lebih modern.35

Masyarakat Surakarta memang pandai menyesuaikan diri dengan kemajuan jaman, sekalipun begitu masyarakat juga pandai menjaga warisan budaya dari leluhur, dari sanalah kota Surakarta dikenal sebagai Kota Budaya.Kota Surakarta akan mengalami pembaharuan yang membawa banyak perubahan dalam masyarakat dan berdampak dalam kehidupan sosial masyarakat.

Meskipun masyarakatnya konsisten untuk menjaga warisan budayanya. Dampak dari pembaharuan yang terjadi sebagai akibat dari kurang siapnya masyarakat menghadapi perubahan yang sangat drastis atau dapat dikatakan mengalami loncatan budaya.36

35 Wong Solo / Masyarakat Surakarta terkenal dengan slogan khas Jawa nya yaitu Alon – Alon Asal Kelakon dan Nguler Kambang. Meskipun mendapat julukan itu masyarakatnya juga dapat melangkah cepat dan sesuai dengan irama kemajuan jaman, namun tidak ingin Kebat Kliwat yang menimbulkan bahaya.

Baca artikel tulisan Widi Widoyat, Op.Cit., halaman 2

36 Soetardjo Kartohadikusumo, 1965, Desa, Jakarta: PN Sumur Bandung, halaman 71

commit to user commit to user

Referensi

Dokumen terkait

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, atas karunia dan kemurahan-Nya yang telah dilimpahkan kepada penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir

 Jaringan penyusun akar, batang, dan daun tumbuhan dijelaskan berdasarkan struktur dan fungsinya  Macam-macam jaringan yang.. menyusun akar, batang, dan

Metode degumming yang digunakan dan kadar asam fosfat yang diberikan pada proses degumming serta interaksi keduanya memberikan pengaruh nyata pada bilangan iod

Kita harus mengamati-amati (menjaga) agar anak bertumbuh menurut kodratnya. Tugas orang tua dan guru adalah menjadi fasilitator dalam tumbuh kembang anak

Dalam kegiatan belajar kedua, Anda diharapkan dapat menyusun rencana tindak lanjut dari perintah lisan yang telah dipahami dalam bentuk proposal kegiatan LDK OSIS dan dapat

Tahap ini dilakukan guna melihat gambaran kondisi di lapangan yang berkaitan dengan proses belajar mengajar Kalkulus Peubah Banyak 1 di STKIP PGRI Sumatera Barat, kemudian

Kritik intern adalah upaya yang dilakukan untuk melihat apakah isi sumber tersebut cukup layak untuk dipercaya kebenarannya. 22 Dalam kritik sumber apabila

Sebagai bagian dari membangun hubungan, pelaku melakukan penyesuaian perilaku dan gaya berkomunikasi sehingga membuat korban nyaman berbicara dengan pelaku. Selain