• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA

2.3 Budidaya Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik kelabu, alluvial, atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara sungai. Tingkat keasaman atau pH yang optimum untuk sawit adalah 5,0 – 5,5. Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanda lapisan padas. Kemiringan lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 150. Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan curah hujan tahunan 1500-4000mm, temperatur 24-280

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas cahaya matahari bervariasi 1.410-1.540 J/cm

C. Ketinggian tempat yang ideal untuk sawit antara 1-500 dpl. Kelembaban optimum sekitar 80-90% dan kecepatan angin berada pada 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan (Kiswanto et al, 2008)

2

/hari. Intensitas cahaya matahari sebesar 1.410 terjadi pada bulan Juli dan Desember, sedangkan 1.540 terjadi pada bulan Maret dan September. Dengan semakin menjauhnya suatu daerah dari khatulistiwa – misalnya pada daerah 10o LU – intensitas cahaya akan turun dan berkisar 1.218-1.500 J/cm2

Evaluasi lahan bagi tanaman kelapa sawit merupakan aktivitas menilai kecocokan potensi sumber daya lahan yang meliputi faktor iklim, tanah dan bentuk wilayah dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit. Karakteristik lahan merupakan dasar dalam penentuan layak tidaknya suatu areal untuk perkebunan kelapa sawit dan tinggi atau rendahnya intensitas faktor penentu suatu areal. Kelas kesesuaian lahan (KKL) ditetapkan berdasarkan jumlah dan intensitas faktor pembatasnya.

/hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember, sedangkan 1.500 terjadi pada periode Maret-September (Pahan, 2011).

Tabel 1. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit

KELAS KESESUAIANLAHAN KRITERIA

KELAS S1 Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari sangat sesuai satu pembatas ringan (optimal)

KELAS S2 Unit lahan yang memiliki lebih dari Sesuai satu pembatas ringan dan / atau tidak tidak memiliki satu pembatas sedang KELAS S3 Unit lahan yang memiliki satu pembatas agak sesuai sedang dan/ atau tidak memiliki

satu pembatas berat

KELAS N1 Unit lahan yang memiliki dua atau lebih tidak sesuai pembatas berat yang masih dapat diperbaiki

Bersyarat

KELAS N2 Unit lahan yang meiliki pembatas berat yang tidak sesuai permanen tidak dapat diperbaiki

(Bambang et al, 1998).

Karena ketersediaan lahan sangat terbatas, tanah pada areal pengembangan tanaman kelapa sawit pada umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah baik sifat fisik maupun kimianya. Kandungan hara dalam tanah baik makro maupun mikro pada areal pengembangan tanaman kelapa sawit relatif beragam (Sugiyono et al., 2004)

Unsur hara makro (N,P,K,S,Ca dan Mg) dibutuhkan tanaman dalam jumlah besar yang kandungan kritisnya antara 2-30 g/kg berat kering tanaman. Unsur hara makro tersebut terdiri dari unsur hara utama (N,P,K) dan unsur hara sekunder (S,Ca,Mg). Unsur hara utama diberikan dalam bentuk pupuk pada seluruh jenis tanaman dan seluruh jenis tanah. Sementara unsur hara sekunder hanya diberikan pada beberapa jenis tanaman dan pada jenis tanah tertentu (Pahan, 2011)

Jenis pupuk yang umum digunakan dalam perkebunan kelapa sawit adalah pupuk anorganik dan pupuk organik. Dalam aplikasi di lapangan diperlukan rekomendasi pemupukan yang baik agar biaya pupuk yang mahal dapat memberikan keuntungan tinggi baik melalui peningkatan produksi maupun penggunaan pupuk yang lebih efektif dan efisien. Pemupukan kelapa sawit memerlukan beberapa pertimbangan:

1. Hasil Analisa tanah 2. Hasil Analisa Daun

3. Gejala defisiensi hara dan kondisi di lapangan 4. Produktifitas kelapa sawit

5. Kondisi iklim ( Sugiyono et al, 2005)

2.4 Diagnosis Kebutuhan Pupuk

Diagnosis kebutuhan pupuk dilakukan untuk mengetahui jumlah pupuk yang harus diaplikasikan. Kemampuan tanah dalam menyediakan hara mempunyai perbedaan sangat berbeda tergantung pada jumlah hara yang tersedia, adanya proses fiksasi dan mobilisasi, serta kemudahan hara tersedia (secara kimia) untuk mencapai zona perakaran tanaman (Pahan , 2011)

2.4.1 Diagnosis secara visual

Diagnosis secara visual dilakukan dengan pengamatan langsung dengan memperhatikan:

a. Perbandingan warna hijau daun dengan warna hijau yang baku (hijau-gelap) b. Adanya tanda dan gejala (symptom) defisiensi hara

c. Membandingkan pertumbuhan tanaman dengan plot tanaman yang tidak mendapat pemupukan (tehnik window). Warna daun yang hijau-gelap merupakan ciri keadaan hara tanaman yang baik. Cara paling mudah untuk melihat tanda dan gejala defisiensi adalah dengan membandingkan daun dengan foto tanaman yang mengalami defisiensi (Pahan, 2011).

2.4.2 Diagnosis Secara Kimia

Diagnosis secara kimia dilakukan dengan melakukan analisis tanah dan analisis jaringan. Diagnosis secara kimia lebih presisi dan ilmiah jika dibandingkan dengan diagnosis secara visual.

2.4.2.1 Analisis tanah

Sebagian besar areal tanaman kelapa sawit di Indonesia dikembangkan di tanah mineral yang terdiri atas berbagai jenis tanah. Setiap jenis tanah mempunyai

tingkat kesuburan yang berbeda baik fisik maupun kimia, yang merupakan faktor penting dalam menentukan produktivitas kelapa sawit ( Sukarji et al., 2000).

Analisis tanah mempunyai peranan yang sangat penting untuk menentukan jenis dan dosis pupuk. Berdasarkan analisis tanah tersebut dapat diketahui sifat kimia yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Perbaikan kesuburan tanah atau status tanah ke tingkat cukup dan berimbang, serta bebas dari unsur yang bersifat racun seperti Al akan memberikan peluang tercapainya produksi kelapa sawit yang tinggi ( Sugiyono et al, 2005)

2.4.2.2 Analisis jaringan (daun)

Kandungan hara ( di dalam jaringan) tanaman memberikan informasi tentang status hara tanaman. Dengan melihat status hara tersebut diperoleh gambaran jumlah pupuk yang harus ditambahkan di masa yang akan datang umumnya dalam periode 1 tahun.Umumnya, dibuat berdasarkan pada kandungan hara di dalam daun dan membandingkannya dengan konsentrasi hara yang kritis / nilai kritis atau dengan metode yang lebih canggih, misalnya dengan mempertimbangkan kandungan hara yang aktif (mobil) seperti pada unsur Ca dan Fe. Selain itu, dapat juga digunakan rasio hara kompleks dan hara sederhana.Pada nilai kritis kandungan hara, biasanya tingkat produksi yang diharapkan berkisar 80- 100 % dari potensi produksi yang sebenarnya. Analisis daun dapat memberikan informasi tentang ketidakseimbangan hara (Pahan, 2011).

Analisis daun sangat tepat dilaksanakan pada tanaman kelapa sawit karena tanaman kelapa sawit memproduksi daun dan tandan sepanjang tahun secara teratur sehingga memudahkan tim pengambil daun untuk pengumpulan daun pada umur fisiologis tertentu (IOPRI,1997).

Menurut penelitian sebelumnya, pemberian pupuk K cenderung menurunkan kadar Mg di dalam daun, namun secara statistik tidak berbeda nyata. Kadar hara Mg daun kelapa sawit pada tanah gambut tergolong tinggi berkisar 0,49-0,53% Mg, sedangkan kadar hara Mg daun pada tanah mineral hanya sekitar 0,25 % Mg (Sugiyono et al., 1999)

Dokumen terkait