• Tidak ada hasil yang ditemukan

Respon Morfologi dan Fisiologi Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Aplikasi Pupuk Magnesium Dan Nitrogen

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Respon Morfologi dan Fisiologi Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Aplikasi Pupuk Magnesium Dan Nitrogen"

Copied!
84
0
0

Teks penuh

(1)

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP APLIKASI

PUPUK MAGNESIUM DAN NITROGEN

TESIS

Oleh

LILY DAMERY PANJAITAN

107030011/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(2)

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP APLIKASI

PUPUK MAGNESIUM DAN NITROGEN

TESIS

Oleh

LILY DAMERY PANJAITAN

107030011/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(3)

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP APLIKASI

PUPUK MAGNESIUM DAN NITROGEN

TESIS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Sains dalam Program Studi Magister Biologi pada

Program Pascasarjana Fakultas MIPA Universitas Sumatera Utara

Oleh

LILY DAMERY PANJAITAN

107030011/BIO

PROGRAM PASCASARJANA

FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

(4)

PENGESAHAN TESIS

Judul Tesis : RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI

PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guneensis

Jacq.) TERHADAP APLIKASI PUPUK MAGNESIUM DAN NITROGEN

Nama Mahasiswa : LILY DAMERY PANJAITAN Nomor Induk Mahasiswa : 107030011

Pogram Studi : Magister Biologi

Fakultas : Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Sumatera Utara

Menyetujui Komisi Pembimbing

Pembimbing I

NIP. 19650629199203202 (Dr. Suci Rahayu Msi)

Pembimbing II

(Dr. Yohannes M.S SamosirPdipAgrSt) I

Ketua Program Studi,

NIP. 19660209 199203 1 003 (Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed)

Dekan,

(5)

PERNYATAAN ORISINALITAS

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA

SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP APLIKASI

PUPUK MAGNESIUM DAN NITROGEN

TESIS

Dengan ini saya nyatakan bahwa saya mengakui semua karya tesis ini adalah hasil kerja saya sendiri kecuali kutipan dan ringkasan yang tiap satunya telah dijelaskan sumbernya dengan benar.

Medan, Desember 2013

(6)

PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH

UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademika Universitas Sumatera Utara, saya yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : Lily Damery Panjaitan

NIM : 107030011

Program Studi : Magister Biologi Jenis Karya Ilmiah : Tesis

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada Universitas Sumatera Utara Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif (Non-Exclusive Royalty Free Right) atas Tesis saya yang berjudul:

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA SAWIT (Elaeis guineensis Jacq.) TERHADAP APLIKASI PUPUK MAGNESIUM DAN NITROGEN

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti Non-Eksklusif ini, Universitas Sumatera Utara berhak menyimpan, mengalih media, memformat, mengelola dalam bentuk data-base, merawat dan mempublikasikan Tesis saya tanpa meminta izin dari saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis dan sebagai pemegang dan atau sebagai pemilik hak cipta.

Demikian pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

Medan, Desember 2013

(7)

Telah diuji pada

Tanggal : Desember 2013

PANITIA PENGUJI TESIS

Ketua : Dr. Suci Rahayu, M.Si

Anggota : 1. Dr.Ir. Yohannes M.S Samosir PdipAgrSt

: 2. Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M.Biomed.

(8)

RIWAYAT HIDUP

DATA PRIBADI

Nama lengkap berikut gelar : Lily Damery Panjaitan, S.Si

Tempat dan Tanggal lahir : Tg. Morawa, 18 Desember 1973

Alamat Rumah : Jl. Barus. Komp. Bumi Rispa no.34 Amplas

Medan

HP : 082167708239

e-mail : Lily.damery@gmail.com

Instansi Tempat Bekerja : -

DATA PENDIDIKAN

SD : SD Negeri 101970 Sei

Karang

Tamat : 1986

SMP : SMP YPAK Sei Karang Tamat : 1989

SMA : SMA Negeri 1 Lubuk Pakam Tamat : 1992

Strata-1 : FMIPA USU Tamat : 1998

Akta 4 : Universitas Dharma Agung Tamat : 2008

(9)
(10)

2.5 Sistem Pengambilan Contoh Daun 15

3.5.7 Berat Kering/satuan luas daun (g/cm2 BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN 4.1 Pengaruh Aplikasi N dan Mg Terhadap Jumlah Anak Daun 32

) 31

(11)

Satuan Luas Daun (g/cm2 ) 45

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN 5.1 Kesimpulan 48

5.2 Saran 48

DAFTAR PUSTAKA 49

(12)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Klasifikasi Lahan Kelapa Sawit 12

Tabel 2. Kadar Hara Daun Magnesium Kelapa Sawit 18

Tabel 3. Kadar Hara Daun Nirogen Kelapa Sawit 19

(13)

DAFTAR GAMBAR

Gambar 4.2 Grafik Hubungan Perkiraan Rata-Rata Luas Anak Daun (cm2

Gambar 4.2.1 Panjang dan Lebar Daun Sawit 35

Gambar 4.5 Grafik Hubungan Perkiraan Rata-Rata Jumlah Klorofil (µg/ml) 41

(14)

Gambar 4.5.2 Morfologi Kelapa Sawit dengan Klorofil Tinggi 43

Gambar 4.6 Grafik Hubungan Perkiraan Selisih Rata-Rata Kerapatan

Stomata (n/mm2

Berbeda 44 ) Dengan Kadar Nitrogen dan Magnesium yang

Gambar 4.6.1 Kerapatan Stomata yang Tinggi 45

Gambar 4.7 Grafik Hubungan Perkiraan Selisih Rata-Rata Berat Kering (g)

Per Luas Anak Daun (cm2

Magnesium yang Berbeda 46 ) dengan Kadar Nitrogen dan

Gambar 4.7.1 Pengukuran Berat Kering Anak Daun (g) per Satuan Luas

Anak Daun (cm2) 47

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

1. Lampiran A Perlakuan Pemupukan Tahun 2005-2013 54

2. Lampiran B Kebun Kuala Piasa PT. Bakrie Sumatera Plantation Kisaran 56

(16)

PENGHARGAAN

Segala Puji dan syukur penulis sampaikan kepada Allah Bapa Di Surga yang telah memberikan berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan hasil penelitian ini yang berjudul “Respon Morfologi dan Fisiologi Pada Kelapa Sawit (Elaeis guineensis Jacq.) Terhadap Aplikasi Pupuk Magnesium Dan Nitrogen”.

Pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar- besarnya kepada Ibu Dr. Suci Rahayu, M.Si sebagai pembimbing I yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan, semangat dan kesabaran kepada penulis dalam penyusunan hasil penelitian. Ucapan terima kasih dan penghargaan yang sebesar-besarnya ditujukan kepada Bapak Dr.Ir. Yohannes M.S Samosir PdipAgrSt sebagai Pembimbing II dan Kepala Bakri Agriculture Research Institute (BARI) yang telah memberikan bimbingan, pengetahuan dan fasilitas selama penelitian berlangsung hingga selesai. Terimakasih juga kepada Bapak Kooseni Indrasuara, Bapak Oky, Bapak Fauzan yang telah memberikan waktu dan pengarahan selama penelitian di Kuala Piasa Kisaran. Penulis juga mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya kepada Bapak Prof. Dr. Syafruddin Ilyas, M. Biomed sebagai Penguji dan Ketua Program Studi Pasca Sarjana Biologi Universitas Sumatera Utara. Ucapan terimakasih kepada Bapak Dr. Salomo Hutahaean M.Si sebagai Penguji dan seluruh staf pengajar Departemen Biologi dan kepada Dekan FMIPA USU Dr. Sutarman M.Sc.

Ucapan terima kasih yang tulus penulis ucapkan kepada Orang tuaku terkasih Ir. L. Panjaitan dan V. Br. Saragih yang penuh kasih , nasehat dan doa yang tulus memberi semangat dan perhatian terbesar. Kepada suamiku tercinta Rintar Marihot Pasaribu SE yang telah membantu mendampingi selama penelitian dan memberi motivasi, sumbangsih tenaga, waktu dan perhatian dengan penuh kasih sayang. Kepada Abang Ir. Charles Saragih dan kakakku Savita Linda Panjaitan SKG, Adikku Ir. Horas Panjaitan dan Eli Ardiana SE dan keponakannku yang cantik Nasywa dan Chloe yang telah menjadi kekuatan terbesar dalam memberi semangat dan kasih sayang dalam penyelesaian tesis ini. Terima kasih buat adikku Imam Aulia, Nuri, Shofia, Novi dan kepada rekan-rekan Mahasiswa/i Pascasarjana Biologi 2010 dan 2011 buat kebersamaan yang indah.

Penulis menyadari masih banyak kekurangan dalam penyusunan hasil ini, untuk itu penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari semua pihak demi kesempurnaan hasil ini. Sebelum dan sesudahnya penulis mengucapkan terima kasih banyak

(17)

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.)TERHADAP APLIKASI PUPUK NITROGEN DAN MAGNESIUM

Kajian penelitian bertujuan untuk menyelidiki respon morfologi dan fisiologi dari tiga konsentrasi pupuk magnesium dan dua tingkat pupuk nitrogen pada kelapa sawit. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial. Tanaman yang diamati berumur 8 tahun. Perlakuan pemupukan dimulai tahun 2007-2013. Pengamatan dan analisa di laboratorium dimulai bulan Juli- September 2013 di Laboratorium Fisiologi Universitas Sumatera Utara. Jumlah sampel penelitian seluruhnya 54 unit plot dan masing- masing unit plot diambil 3 pohon yaitu pohon 1, 5 dan 9. Perlakuan pemupukan sebagai berikut: N0 = Perlakuan tanpa nitrogen; N1= Perlakuan dengan nitrogen; Mg0= Perlakuan dengan magnesium konsentrasi rendah; Mg1= Perlakuan dengan magnesium konsentrasi sedang; Mg2= Perlakuan dengan magnesium konsentrasi tinggi. Karakteristik dan parameter yang diamati berdasarkan penelitan menunjukkan: Aplikasi pupuk nitrogen dan magnesium meningkatkan jumlah klorofil , kerapatan stomata, dan diameter girth. Penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi nitrogen dan magnesium menimbulkan respon morfologi (luas daun, jumlah anak daun, berat kering anak daun/satuan luas, dan tebal daun). Defisiensi pupuk nitrogen dan magnesium menunjukkan pengaruh paling besar pada perubahan fisiologi pada perlakuan yang diberikan pada kelapa sawit.

(18)

MORPHOLOGICAL AND PHYSIOLOGICAL RESPONSES TO NITROGEN AND MAGNESIUM FERTILIZER APPLICATION IN OIL PALM

(Elaeis guineensis Jacq)

ABSTRACT

The aim of the present study is to investigate the physiological and morphological responses to three concentration of magnesium (low,medium and high) and two level nitrogen (with or without) fertilization of oil palm. Factorial Randomized Design was used 2 factors. The oil palm was 8 years old. The treatmenst with nitrogen and magnesium fertilizer has been starting since 2007-2013. Observation was started on July-September 2013 at Physiology laboratory of North Sumtera University. Total sample was 54 unit and each plot divided be 3 sample (1, 5 and 9 plant). The first factor was nitrogen at the concentration of 0 (without nitrogen) and 1(with nitrogen), while the second was magnesium at 0 (without magnesium); 1 (medium ) and 2 ( high). These characteristic and related parameters determined and the experiment result are list as follows:

Nitrogen and magnesium fertilizer application increased total chlorophyll , density of stomatal and diameter of girth. These experiment result that nitrogen and magnesium fertilizer application had greater influence in morphology response (leaf area, total leaflet, girth, dry weight and thick of leaves). Deficiency of nitrogen and magnesium fertilizer had the greatest impact on change in physyology traits of oil palm.

(19)

RESPON MORFOLOGI DAN FISIOLOGI PADA KELAPA SAWIT

(Elaeis guineensis Jacq.)TERHADAP APLIKASI PUPUK NITROGEN DAN MAGNESIUM

Kajian penelitian bertujuan untuk menyelidiki respon morfologi dan fisiologi dari tiga konsentrasi pupuk magnesium dan dua tingkat pupuk nitrogen pada kelapa sawit. Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial. Tanaman yang diamati berumur 8 tahun. Perlakuan pemupukan dimulai tahun 2007-2013. Pengamatan dan analisa di laboratorium dimulai bulan Juli- September 2013 di Laboratorium Fisiologi Universitas Sumatera Utara. Jumlah sampel penelitian seluruhnya 54 unit plot dan masing- masing unit plot diambil 3 pohon yaitu pohon 1, 5 dan 9. Perlakuan pemupukan sebagai berikut: N0 = Perlakuan tanpa nitrogen; N1= Perlakuan dengan nitrogen; Mg0= Perlakuan dengan magnesium konsentrasi rendah; Mg1= Perlakuan dengan magnesium konsentrasi sedang; Mg2= Perlakuan dengan magnesium konsentrasi tinggi. Karakteristik dan parameter yang diamati berdasarkan penelitan menunjukkan: Aplikasi pupuk nitrogen dan magnesium meningkatkan jumlah klorofil , kerapatan stomata, dan diameter girth. Penelitian ini menunjukkan bahwa aplikasi nitrogen dan magnesium menimbulkan respon morfologi (luas daun, jumlah anak daun, berat kering anak daun/satuan luas, dan tebal daun). Defisiensi pupuk nitrogen dan magnesium menunjukkan pengaruh paling besar pada perubahan fisiologi pada perlakuan yang diberikan pada kelapa sawit.

(20)

MORPHOLOGICAL AND PHYSIOLOGICAL RESPONSES TO NITROGEN AND MAGNESIUM FERTILIZER APPLICATION IN OIL PALM

(Elaeis guineensis Jacq)

ABSTRACT

The aim of the present study is to investigate the physiological and morphological responses to three concentration of magnesium (low,medium and high) and two level nitrogen (with or without) fertilization of oil palm. Factorial Randomized Design was used 2 factors. The oil palm was 8 years old. The treatmenst with nitrogen and magnesium fertilizer has been starting since 2007-2013. Observation was started on July-September 2013 at Physiology laboratory of North Sumtera University. Total sample was 54 unit and each plot divided be 3 sample (1, 5 and 9 plant). The first factor was nitrogen at the concentration of 0 (without nitrogen) and 1(with nitrogen), while the second was magnesium at 0 (without magnesium); 1 (medium ) and 2 ( high). These characteristic and related parameters determined and the experiment result are list as follows:

Nitrogen and magnesium fertilizer application increased total chlorophyll , density of stomatal and diameter of girth. These experiment result that nitrogen and magnesium fertilizer application had greater influence in morphology response (leaf area, total leaflet, girth, dry weight and thick of leaves). Deficiency of nitrogen and magnesium fertilizer had the greatest impact on change in physyology traits of oil palm.

(21)

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Kelapa sawit menjadi pemimpin dalam penghasil minyak nabati dunia (2006),

dengan produksi 37,1 juta ton dari buah kelapa sawit dan lebih dari 4,3 juta ton

dari kernel minyak kelapa sawit. Sebagai saingannya 35,3 juta ton adalah minyak

kedele (Glycine max (L)Merr. Pada posisi kedua (Chochard et al.,2009)

Pencapaian produksi tanaman untuk memenuhi permintaan minyak yang

tinggi sangat ditentukan oleh kondisi pertumbuhan tanaman kelapa sawit. Hasil

perkebunan tidak hanya bergantung pada latar belakang genetik tetapi juga faktor

lingkungan seperti kelembaban relatif, ketersediaan air, struktur tanah, aplikasi

pupuk, manajemen perkebunan dan kondisi pencahayaan.(Cha-um et al, 2010). Aplikasi pemupukan N,P,K, Mg pada perkebunan telah rutin dilakukan.

Seperti diketahui bahwa biaya pemupukan mencapai 60% dari pemeliharaan.

Besarnya pupuk yang diperlukan tanaman berkaitan dengan besarnya hara yang

terangkut pada saat panen. Sebagai contoh pada produksi 25 ton TBS/ha/tahun

unsur hara yang terangkut bersama TBS sebesar 73,2 kg N, 11,6 kg P, 93,4 kg K,

20,8 kg Mg dan 19,5 kg Ca .( Sukarji et al., 2000)

Kebutuhan pupuk dan besarnya biaya pemupukan menurut Adiwiganda dan

Siahaan (1994), disebabkan kelapa sawit tergolong tanaman yang sangat

konsumtif. Kekurangan salah satu unsur hara akan segera menunjukkan gejala

defisiensi. Kekurangan unsur hara akan mengakibatkan pertumbuhan vegetatif

terhambat, terjadinya aborsi bunga dan aborsi tandan yang menyebabkan produksi

tandan buah segar akan menurun.

Berkurangnya unsur hara dalam tanah tersebut, menyebabkan terjadinya

gejala defisiensi seperti pada nitrogen dan magnesium. Nitrogen mempunyai

peranan yang penting dalam setiap proses fisiologis tanaman. Zat hijau daun (

klorofil) banyak mengandung unsur N, sehingga kekurangan unsur tersebut

(22)

warna daun memucat (klorosis). Gejala kekurangan unsur tersebut akan tampak

jelas pada daun tua (Suwandi dan Chan, 1989). Defisiensi N dalam tanah

disebabkan pupuk nitrogen yang diaplikasikan mengalami pencucian, penguapan

dan penyerapan oleh tanaman (Hardjowigeno,1987).

Hara makro esensial yang sering ditemui di lapangan selain nitrogen adalah

magnesium. Gejala defisiensi unsur Magnesium pada tanaman kelapa sawit,

umumnya dijumpai pada daun-daun pelepah yang lebih tua karena Mg merupakan

unsur yang sangat mobil dalam jaringan phloem sehingga dapat segera ditranslokasikan ke daun-daun pada pelepah yang lebih muda. Gejala awal

defisiensi Mg ditunjukkan dengan adanya warna pucat kekuningan di bagian

ujung lembaran daun yang berumur lebih tua, terutama yang langsung terkena

cahaya matahari dan jika defisiensi berlanjut maka terjadi nekrosis. ( Rahutomo et al., 2004)

Upaya yang umum untuk memenuhi kebutuhan Mg pada tanaman kelapa

sawit adalah melalui aplikasi pemupukan. Ketersediaan Mg pada pemupukan

sangat tergantung pada banyak faktor pembatas seperti jenis tanah, dosis pupuk ,

daya serap tanaman dan kontradiksi dengan unsur hara lain.

Respon tanaman kelapa sawit terhadap pemupukan Mg yang diaplikasikan

ditunjukkan oleh perkembangan tanaman secara morfologi dan fisiologi.

Perkembangan secara morfologi dapat dilihat dari perubahan bentuk daun yang

meliputi jumlah anak daun, luas daun, tebal daun dan diamater girth.

Yusran et al (2001) melaporkan bahwa berdasarkan morfologi luas daun dapat dilhat pengaruhnya dimana semakin luas daun maka semakin banyak substrat

yang dapat digunakan untuk proses fotosintesis karena kecepatan difusi CO2

Respon fisiologi pada kelapa sawit terhadap aplikasi nitrogen ditunjukkan

bahwa semakin tinggi dosis pupuk yang diaplikasikan semakin banyak hara

nitrogen yang mengalami pencucian, penguapan, dan penyerapan. Dalam kondisi lebih

tinggi, peningkatan intersepsi cahaya, sehingga aktifitas fotosintesis juga

meningkat. Produksi fotosintat di pucuk dan pengangkutannya ke akar

menentukan kemampuan akar untuk memperoleh hara, sebaliknya suplai hara ke

(23)

genetik tanaman yang sama, laju penyerapan dipengaruhi oleh ketersediaan hara

nitrogen dalam tanah, yang jumlahnya ditentukan oleh dosis pupuk nitrogen yang

diaplikasikan. Peningkatan dosis pupuk nitrogen diikuti oleh peningkatan

kandungan nitrogen dalam daun.

Klorofil merupakan salah satu elemen penting dalam daun tanaman.

Diperoleh hubungan yang erat antara kandungan hara nitrogen dalam daun dengan

kandungan klorofil. Oleh karena itu, respon fisiologi kelapa sawit dapat

digunakan untuk mengetahui pengaruh aplikasi pupuk nitrogen

( Djumali dan Elda N, 2012)

Stomata mengendalikan 95% lebih pertukaran CO2

(Wilmer C, 1983)

dan penguapan air

diantara daun dan atmosfir. Karena itu stomata mengendalikan laju fotosintesis

dan transpirasi tanaman. Oleh karena fotosintesis menjadi faktor utama yang

menentukan laju akumulasi berat kering, stomata menjadi faktor penting yang

harus dipertimbangkan sebagai faktor yang mengendalikan produksi hasil

Eratnya keterkaitan antara aplikasi pupuk nitrogen dan magnesium dalam

pertumbuhan dan produksi kelapa sawit maka respon morfologi dan fisiologi

kelapa sawit terhadap aplikasi pupuk yang diberikan perlu dikaji lebih mendalam

untuk mengetahui status ketersediaan hara nitrogen dan magnesium yang ada pada

kelapa sawit.

1.2Permasalahan

Keberhasilan budidaya tanaman kelapa sawit sangat ditentukan pada

aplikasi pemupukan yang tepat. Kondisi pemupukan yang tidak tepat

menyebabkan produktivitas kelapa sawit tergolong rendah. Upaya peningkatan

produksi kelapa sawit dapat dilakukan dengan pemupukan hara makro essensial

yaitu nitrogen dan magnesium.

Defisiensi nutrisi adalah faktor pembatas utama dalam produktifitas. Oleh

karena itu, pemahaman akan mekanisme tanaman yang toleran terhadap nutrisi

(24)

Diantara makro nutrien esensial, nitrogen diketahui sebagai elemen paling

penting dalam pertumbuhan vegetatif, pembungaan, terbentuknya buah pada

tanaman buah-buahan. Salah satu akibat dari defisiensi nitrogen adalah terjadinya

degradasi formasi klorofil dan rendahnya densitas klorofil pada daun (Shaahan,

MM et al, 1999).

Hara makro sekunder yang berperan penting disamping nitrogen adalah

magnesium yang berfungsi sebagai bahan pembentuk molekul klorofil dan

komponen enzim essensial, serta berperan dalam proses metabolisme P dan

respirasi tanaman. Mg juga diperlukan dalam transfer ATP, transfer energi dalam

fotosintesis, glikolisis, siklus kreb dan respirasi(Kasno A, 2011)

Pada tanaman yang kekurangan nutrisi magnesium, maka gejala defisiensi

yang banyak ditemui di hampir seluruh perkebunan sawit di Indonesia yang

ditandai dengan warna pucat kekuningan di bagian ujung lembaran daun yang

berumur lebih tua, terutama yang langsung terkena cahaya matahari. Gejala

defisiensi lanjut ditunjukkan dengan perubahan warna daun menjadi coklat

kekuningan dan akhirnya menjadi nekrosis ( Rahutomo, S et al., 2004).

Pemberian pupuk nitrogen dan magnesium harus memperhatikan efisiensi

penggunaan pupuk, dalam pengertian perolehan kembali dari hara yang diberikan,

metabolisme dan kualitasnya, dan pengembalian ekonomis dari investasi pupuk

(Winarna et al.,2001). Penelitian yang dilakukan selama ini terhadap defisiensi nutrisi terutama adalah dengan pengambilan contoh daun secara rutin dan

penganalisaannya di laboratorium untuk mengetahui rendahnya kadar Mg daun

(<0,18) dan selanjutnya mengetahui rekomendasi pemupukan.

Penelitian lebih lanjut dari analisa daun untuk mengetahui respon tanaman

secara morfologi dan fisiologi terhadap aplikasi pupuk nitrogen dan magnesium

belum banyak dipublikasikan. Respon fisiologi pada kelapa sawit itu sendiri

sangat berhubungan dengan rendahnya konsentrasi magnesium pada daun yang

mempengaruhi formasi klorofil dan menyebabkan perbedaan tingkat klorosis.

Sebagai konsekuensinya, kandungan klorofil daun pada tanaman secara teori

dapat digunakan sebagai alat untuk menentukan status nutrisi untuk beberapa

(25)

Dengan mengetahui respon morfologi dan fisiologi kelapa sawit terhadap

aplikasi pemupukan magnesium sebagai indikasi ketersediaan unsur tersebut pada

tanaman diharapkan permasalahan efisiensi penggunaan pupuk dapat

ditingkatkan.

1.3 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Mengetahui pengaruh aplikasi pupuk nitrogen dan magnesium terhadap

perkembangan tanaman kelapa sawit secara morfologi dan fisiologinya.

2. Mengetahui tingkat konsentrasi pemupukan magnesium dan nitrogen

terhadap respon morfologi dan fisiologi tanaman kelapa sawit.

1.3 Hipotesis Penelitian

1. Aplikasi pemupukan nitrogen dan magnesium mempengaruhi respon

morfologi kelapa sawit dalam menentukan ketersediaan hara yang

optimum.

2. Aplikasi pemupukan nitrogen dan magnesium mempengaruhi respon

fisiologi kelapa sawit dalam menentukan tingkat konsentrasi pupuk yang

optimum dibutuhkan oleh tanaman.

1.5 Manfaat Penelitian

1. Memberikan panduan teknis pada aplikasi pupuk di perkebunan kelapa

sawit.

2. Memberikan kontribusi terhadap ilmu pengetahuan tentang pentingnya

(26)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Karakteristik Tanaman Kelapa Sawit

Kelapa sawit adalah salah satu tanaman penghasil minyak terbesar di dunia

dan secara luas dibudidayakan di daerah tropis seperti Malaysia, Nigeria, Ivory

Coast, Columbia dan Thailand (Cha um et al, 2010).

Gambar 1. Budidaya kelapa sawit yang ada di 43 negara di dunia pada tahun 2006. Sumber: Koh & Wilcove 2008a)

Jumlah lahan potensial di beberapa wilayah Indonesia menurut “ Fakta Kelapa

Sawit Indonesia” ada 22. 914.479 ha tersebar di pulau-pulau di luar Pulau Jawa.

Areal kelapa sawit pada tahun 2012 mencapai 9,1 juta ha (Dirjenbun,2013).

Taksonomi kelapa sawit yang umum diterima sekarang adalah sebagai

(27)

Divisi : Tracheophyta

Subdivisi : Pteropsida

Klas : Angiospermae

Subkelas : Monocotyledoneae

Ordo : Spadiciflorae (Arecales)

Famili : Palmae (Arecaceae)

Subamilia : Cocoideae

Genus : Elaeis

Species : Elaeis guineensis Jacq.(Mangoensukarjo, 2003)

Gambar 2. Pohon kelapa sawit

(28)

ekonomi tinggi, karena tingginya kandungan minyak yang dihasilkan dari bagian

mesokarp (minyak sawit) dan kernel sawit (Cochard et al., 2009).

2.2 Morfologi Kelapa Sawit

Tanaman kelapa sawit termasuk tumbuhan monokotil. Bagian kelapa sawit

yang penting terdiri dari akar, batang, daun, dan buah.

2.2.1 Daun

Daun kelapa sawit terdiri dari beberapa bagian:

a. Kumpulan anak daun (leaflets) yang mempunyai helaian (lamina) dan tulang anak daun (midrib).

b. Rachis yang merupakan tempat anak daun melekat

c. Tangkai daun ( petiole) yang merupakan bagian antara daun dan batang.

d. Seludang daun ( sheath) yang berfungsi sebagai perlindungan dari kuncup dan memberi kekuatan pada batang.

e. Daun dihasilkan dalam urut-urutan yang teratur. Daun termuda yang sudah

mengembang secara sempurna secara konvensional dinamakan daun nomor satu,

sedangkan daun yang masih terbungkus seludang dinamakan daun nomor nol.

Keuntungan penomoran daun yaitu daun yang bernomor sama akan mempunyai

“umur fisiologis sama “ . Dengan demikian daun berada pada fase yang sama

dalam proses inisiasi sampai senescence (Pahan , 2011)

Jumlah daun kelapa sawit bertalian dengan jumlah bunga atau tandan yang

dihasilkan. Hal ini karena bunga kelapa sawit muncul di atas pelepah daun.

Kesuburan tanah dilaporkan tidak berpengaruh terhadap jumlah daun yang

dihasilkan namun berpengaruh terhadap luas masing-masing anak daun

(Syamsulbahri, 1996).

Bentuk anak daun panjang dan sempit (pinnate) dengan sebuah tulang daun

dan sejumlah pembuluh yang sejajar dengan tulang tersebut. Kutikula pada anak

daun cukup tebal dan sangat resisten terhadap difusi uap air. Stomata umumnya

(29)

Panjang daun kelapa sawit berkisar 5-9 m dengan jumlah anak daun berkisar

125-200 helai dengan panjang 1,2 m. Jumlah daun yang tumbuh setiap tahun

adalah antara 20-30 daun (Wahyono, dkk, 1996).

Biasanya tanaman kelapa sawit mempunyai 40 hingga 65 daun, jika tidak

dipangkas bisa lebih dari 60 helai. Tanaman kelapa sawit tua membentuk 2-3

daun setiap bulan, sedang yang lebih muda menghasilkan 3-4 daun perbulan.

Produksi daun dipengaruhi oleh faktor-faktor: umur, lingkungan, musim, iklim

dan genetik. Produksi daun berdasarkan umur pada palma yang terdapat di Afrika

adalah sebagai berikut. Produksi daun meningkat sampai dengan umur 6-7 tahun,

kemudian menurun pada umur 12 tahun, seterusnya produksi daun tetap berkisar

22-24 daun pertahun (Sianturi, 1991).

Luas daun meningkat secara progresif pada umur 8-10 tahun setelah

tanam. Biasanya, luas daun pada umur yang sama beragam dari satu daerah ke

daerah lain, tergantung dari faktor-faktor, seperti kesuburan dan kelembaban

tanah serta tingkat stress ( penutupan stomata). Aplikasi pupuk N dan K ternyata

mampu meningkatkan luas daun (Pahan , 2011).

2.2.2 Batang

Penebalan dan pembesaran batang terjadi karena aktivitas”penebalan

meristem primer” yang terletak di bawah meristem pucuk dan ketiak daun. Pada

tahun pertama atau kedua pertumbuhan kelapa sawit, pertumbuhan membesar

terlihat sekali pada bagian pangkal, dimana diameter batang bisa mencapai 60 cm.

Batang kelapa sawit terdiri dari pembuluh-pembuluh yang terikat secara diskrit

dalam jaringan parenkim. Meristem pucuk terletak dekat ujung batang, dimana

pertumbuhan batang sedikit agak membesar. Aktivitas meristem pucuk hanya

memberikan sedikit kontribusi terhadap jaringan batang karena fungsi utamanya

yaitu menghasilkan daun dan infloresen bunga. Seperti umumnya tanaman

monokotil, penebalan sekunder tidak terjadi pada batang (Pahan, 2011).

Pembengkakan pangkal batang (bole) terjadi karena internodia (ruas

batang) dalam masa pertumbuhan awal tidak memanjang sehiungga

(30)

memperkokoh posisi pohon pada tanah agar dapat berdiri tegak. Dalam satu

sampai dua tahun pertama perkembangan batang lebih mengarah ke samping,

diameter batang dapat mencapai 60 cm (Mangoensoekarjo, 2003).

Batang kelapa sawit berbentuk silinder dengan diameter 25-75 cm tumbuh

tegak lurus dari bonggol. Kelapa sawit dapat mencapai tinggi 20-30 m dengan

pertumbuhan meninggi sekitar 35-80 cm/tahun (Wahyono, dkk, 1996). Batang mempunyai 3 fungsi utama, yaitu (1) sebagai struktur yang mendukung daun,

bunga, dan buah: (2) sebagai sistem pembuluh yang mengangkut air dan hara

mineral dari akar ke atas serta hasil fotosintesis (fotosintat) dari daun ke bawah;

serta (3) kemungkinan juga berfungsi sebagai organ penimbunan zat makanan

(Pahan, 2011).

Tanaman kelapa sawit yang masih muda, batangnya tidak terlihat karena

tertutup oleh pelepah daun. Pertambahan tinggi batang terlihat jelas setelah

tanaman berumur 4 tahun. Tinggi batang bertambah 25-45 cm/tahun. Jika kondisi

lingkungan sesuai, pertumbuhan tinggi batang dapat mencapai 100 cm/tahun.

Tinggi maksimum yang ditanam di perkebunan antara 15-18 m, sedangkan yang

di alam mencapai 30 m dengan pertumbuhan batang tergantung pada jenis

tanaman, kesuburan lahan, dan iklim setempat (Fauzi, dkk, 2004).

Batang kelapa sawit tumbuh tegak (phototropi) dibalut oleh pangkal

pelepah daun. Bagian bawah umumnya lebih besar (gemuk) disebut bongkol

batang atau bowl. Sampai tanaman berumur 3 tahun batang belum terlihat karena

masih terbungkus pelepah yang belum ditunas (Soehardjo, 1984).

Tanaman kelapa sawit umumnya memiliki batang yang tidak bercabang.

Titik tumbuh kelapa sawit terletak di pucuk batang, terbenam di dalam tajuk daun.

Di batangnya terdapat pangkal pelepah-pelepah daun yang melekat kukuh dan

sukar terlepas walaupun daun telah kering dan mati. Pada tanaman tua,

pangkal-pangkal pelepah yang masih tertinggal di batang akan terkelupas, sehingga batang

(31)

2.2.3 Akar, Bunga, dan Buah

Akar terutama sekali berfungsi untuk menunjang struktur batang di atas

tanah. Kelapa sawit merupakan tanaman monocius ( berumah satu). Artinya

bunga jantan dan bunga betina terdapat pada satu pohon, tetapi tidak pada tandan

yang sama. Secara botani, buah kelapa sawit digolongkan sebagai buah drupe,

terdiri dari pericarp, yang terbungkus oleh exocarp (kulit) dan mesokarp,

endokarp (Pahan, 2011)

2.2.4 Phylotaxis

Filotaksis adalah pola susunan daun-daun pada batang dan kelapa sawit

dan polanya sangat jelas dan dapat diamati dari bekas. Pada kelapa sawit,

primordial daun dihasilkan dalam pola spiral mulai dari titik tumbuh (apex). Susunan spiral mengikuti deret Fibonacci. Setiap angka pada susunan spiral ini

merupakan penjumlahan dari dua angka sebelumnnya. Pada batang kelapa sawit

dewasa, susunan 8 daun umumnya biasa ditemui (Pahan, I., 2011)

Jumlah kedudukan pelepah daun pada batang kelapa sawit disebut juga

phylotaxis yang dapat ditentukan berdasarkan perhitungan susunan duduk daun,

yaitu dengan menggunakan rumus duduk daun 1/8. Artinya, setiap satu kali

berputar melingkari batang, terdapat duduk daun (pelepah) sebanyak 8 helai.

Pertumbuhan melingkar duduk daun mengarah ke kanan atau ke kiri menyerupai

spiral. Pada tanaman yang normal, dapat dilihat dua set spiral berselang 8 daun

yang mengarah ke kanan dan berselang 13 daun mengarah ke kiri (Fauzi, dkk, 2004).

Daun yang telah tua patah di dekat pangkal pelepahnya, sedangkan

pangkal pelepah daun ini tidak akan lepas dari batangnya. Akibatnya, permukaan

batang tidak licin seperti pohon kelapa pada umumnya. Di bagian pangkal pelepah

daun terdapat duri-duri yang sangat tajam. Setiap tahun, tanaman kelapa sawit

(32)

2.3 Budidaya Kelapa Sawit

Kelapa sawit dapat tumbuh pada jenis tanah podzolik, latosol, hidromorfik

kelabu, alluvial, atau regosol, tanah gambut saprik, dataran pantai dan muara

sungai. Tingkat keasaman atau pH yang optimum untuk sawit adalah 5,0 – 5,5.

Kelapa sawit menghendaki tanah yang gembur, subur, datar, berdrainase baik dan

memiliki lapisan solum cukup dalam (80 cm) tanda lapisan padas. Kemiringan

lahan pertanaman kelapa sawit sebaiknya tidak lebih dari 150. Lama penyinaran matahari yang baik untuk kelapa sawit 5-7 jam/hari. Tanaman ini memerlukan

curah hujan tahunan 1500-4000mm, temperatur 24-280

Tanaman kelapa sawit membutuhkan intensitas cahaya matahari yang

cukup tinggi untuk melakukan fotosintesis, kecuali pada kondisi juvenile di pre

nursery. Pada kondisi langit cerah di daerah zona katulistiwa, intensitas cahaya

matahari bervariasi 1.410-1.540 J/cm

C. Ketinggian tempat yang

ideal untuk sawit antara 1-500 dpl. Kelembaban optimum sekitar 80-90% dan

kecepatan angin berada pada 5-6 km/jam untuk membantu proses penyerbukan

(Kiswanto et al, 2008)

2

/hari. Intensitas cahaya matahari sebesar

1.410 terjadi pada bulan Juli dan Desember, sedangkan 1.540 terjadi pada bulan

Maret dan September. Dengan semakin menjauhnya suatu daerah dari

khatulistiwa – misalnya pada daerah 10o LU – intensitas cahaya akan turun dan berkisar 1.218-1.500 J/cm2

Evaluasi lahan bagi tanaman kelapa sawit merupakan aktivitas menilai

kecocokan potensi sumber daya lahan yang meliputi faktor iklim, tanah dan

bentuk wilayah dengan persyaratan tumbuh tanaman kelapa sawit. Karakteristik

lahan merupakan dasar dalam penentuan layak tidaknya suatu areal untuk

perkebunan kelapa sawit dan tinggi atau rendahnya intensitas faktor penentu suatu

areal. Kelas kesesuaian lahan (KKL) ditetapkan berdasarkan jumlah dan intensitas

faktor pembatasnya.

/hari. Intensitas 1.218 terjadi pada bulan Desember,

(33)

Tabel 1. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit

KELAS KESESUAIANLAHAN KRITERIA

KELAS S1 Unit lahan yang memiliki tidak lebih dari sangat sesuai satu pembatas ringan (optimal)

KELAS S2 Unit lahan yang memiliki lebih dari Sesuai satu pembatas ringan dan / atau tidak tidak memiliki satu pembatas sedang KELAS S3 Unit lahan yang memiliki satu pembatas agak sesuai sedang dan/ atau tidak memiliki

satu pembatas berat

KELAS N1 Unit lahan yang memiliki dua atau lebih tidak sesuai pembatas berat yang masih dapat diperbaiki

Bersyarat

KELAS N2 Unit lahan yang meiliki pembatas berat yang tidak sesuai permanen tidak dapat diperbaiki

(Bambang et al, 1998).

Karena ketersediaan lahan sangat terbatas, tanah pada areal pengembangan

tanaman kelapa sawit pada umumnya memiliki tingkat kesuburan yang rendah

baik sifat fisik maupun kimianya. Kandungan hara dalam tanah baik makro

maupun mikro pada areal pengembangan tanaman kelapa sawit relatif beragam

(Sugiyono et al., 2004)

Unsur hara makro (N,P,K,S,Ca dan Mg) dibutuhkan tanaman dalam

jumlah besar yang kandungan kritisnya antara 2-30 g/kg berat kering tanaman.

Unsur hara makro tersebut terdiri dari unsur hara utama (N,P,K) dan unsur hara

sekunder (S,Ca,Mg). Unsur hara utama diberikan dalam bentuk pupuk pada

seluruh jenis tanaman dan seluruh jenis tanah. Sementara unsur hara sekunder

hanya diberikan pada beberapa jenis tanaman dan pada jenis tanah tertentu

(Pahan, 2011)

Jenis pupuk yang umum digunakan dalam perkebunan kelapa sawit adalah

pupuk anorganik dan pupuk organik. Dalam aplikasi di lapangan diperlukan

rekomendasi pemupukan yang baik agar biaya pupuk yang mahal dapat

memberikan keuntungan tinggi baik melalui peningkatan produksi maupun

penggunaan pupuk yang lebih efektif dan efisien. Pemupukan kelapa sawit

(34)

1. Hasil Analisa tanah

2. Hasil Analisa Daun

3. Gejala defisiensi hara dan kondisi di lapangan

4. Produktifitas kelapa sawit

5. Kondisi iklim ( Sugiyono et al, 2005)

2.4 Diagnosis Kebutuhan Pupuk

Diagnosis kebutuhan pupuk dilakukan untuk mengetahui jumlah pupuk

yang harus diaplikasikan. Kemampuan tanah dalam menyediakan hara

mempunyai perbedaan sangat berbeda tergantung pada jumlah hara yang tersedia,

adanya proses fiksasi dan mobilisasi, serta kemudahan hara tersedia (secara

kimia) untuk mencapai zona perakaran tanaman (Pahan , 2011)

2.4.1 Diagnosis secara visual

Diagnosis secara visual dilakukan dengan pengamatan langsung dengan

memperhatikan:

a. Perbandingan warna hijau daun dengan warna hijau yang baku (hijau-gelap)

b. Adanya tanda dan gejala (symptom) defisiensi hara

c. Membandingkan pertumbuhan tanaman dengan plot tanaman yang tidak

mendapat pemupukan (tehnik window). Warna daun yang hijau-gelap merupakan

ciri keadaan hara tanaman yang baik. Cara paling mudah untuk melihat tanda dan

gejala defisiensi adalah dengan membandingkan daun dengan foto tanaman yang

mengalami defisiensi (Pahan, 2011).

2.4.2 Diagnosis Secara Kimia

Diagnosis secara kimia dilakukan dengan melakukan analisis tanah dan

analisis jaringan. Diagnosis secara kimia lebih presisi dan ilmiah jika

dibandingkan dengan diagnosis secara visual.

2.4.2.1 Analisis tanah

Sebagian besar areal tanaman kelapa sawit di Indonesia dikembangkan di

(35)

tingkat kesuburan yang berbeda baik fisik maupun kimia, yang merupakan faktor

penting dalam menentukan produktivitas kelapa sawit ( Sukarji et al., 2000). Analisis tanah mempunyai peranan yang sangat penting untuk menentukan

jenis dan dosis pupuk. Berdasarkan analisis tanah tersebut dapat diketahui sifat

kimia yang menjadi faktor pembatas bagi pertumbuhan tanaman kelapa sawit.

Perbaikan kesuburan tanah atau status tanah ke tingkat cukup dan berimbang,

serta bebas dari unsur yang bersifat racun seperti Al akan memberikan peluang

tercapainya produksi kelapa sawit yang tinggi ( Sugiyono et al, 2005)

2.4.2.2 Analisis jaringan (daun)

Kandungan hara ( di dalam jaringan) tanaman memberikan informasi

tentang status hara tanaman. Dengan melihat status hara tersebut diperoleh

gambaran jumlah pupuk yang harus ditambahkan di masa yang akan datang

umumnya dalam periode 1 tahun.Umumnya, dibuat berdasarkan pada kandungan

hara di dalam daun dan membandingkannya dengan konsentrasi hara yang kritis /

nilai kritis atau dengan metode yang lebih canggih, misalnya dengan

mempertimbangkan kandungan hara yang aktif (mobil) seperti pada unsur Ca dan

Fe. Selain itu, dapat juga digunakan rasio hara kompleks dan hara sederhana.Pada

nilai kritis kandungan hara, biasanya tingkat produksi yang diharapkan berkisar

80- 100 % dari potensi produksi yang sebenarnya. Analisis daun dapat

memberikan informasi tentang ketidakseimbangan hara (Pahan, 2011).

Analisis daun sangat tepat dilaksanakan pada tanaman kelapa sawit

karena tanaman kelapa sawit memproduksi daun dan tandan sepanjang tahun

secara teratur sehingga memudahkan tim pengambil daun untuk pengumpulan

daun pada umur fisiologis tertentu (IOPRI,1997).

Menurut penelitian sebelumnya, pemberian pupuk K cenderung

menurunkan kadar Mg di dalam daun, namun secara statistik tidak berbeda nyata.

Kadar hara Mg daun kelapa sawit pada tanah gambut tergolong tinggi berkisar

0,49-0,53% Mg, sedangkan kadar hara Mg daun pada tanah mineral hanya sekitar

(36)

2.5 Sistem Pengambilan Contoh Daun

Berdasarkan pada suatu unit yang dikenal dengan Kesatuan Contoh Daun

(KCD) atau Leaf Sampling Unit (LSU). Satu KCD harus mencerminkan keseragaman yang meliputi: umur tanaman, jenis tanah, tindakan kultur teknis

dan topografi drainase.

Syarat –syarat pohon contoh:

1. Pohon tidak dekat jalan, sungai, bangunan, atau parit

2. Bukan pohon sisipan

3. Tidak berdekatan dengan hiaten (areal terbuka)

4. Pohon normal dan tidak terkena penyakit (Winarna et al.,2007) 2.5.1 Tehnik Pengambilan Contoh Daun

1. Mengikuti sistem susunan daun kelapa sawit yaitu susunan pelepah kelapa

sawit dengan spiral arah kanan ( right handed palm) dan susunan pelepah kelapa sawit dengan spiral arah kiri (left handed palm).

2. Penentuan contoh daun.

Pada tanaman menghasilkan (TM), contoh daun diambil dari pelepah ke -17.

Daun ke-17 letaknya di bawah daun ke -9 agak ke sebelah kiri pada spiral arah

kanan dan agak ke sebelah kanan pada spiral arah kiri (Winarna et al.,2007). Letak daun ke-17 ada yang ternaungi daun lainnya mengakibatkan kompetisi

akan cahaya matahari. Daun-daun ke-17 yang ternaungi secara fisiologis

kadang-kadang lebih tua dari daun ke 17 yang mendapat cahaya matahari penuh. Hal ini

disebabkan tingkat pertumbuhan yang lebih cepat, daun ke-17 tanaman muda

mungkin hanya berumur 5-6 bulan sedangkan daun ke-17 tanaman lebih tua dapat

mencapai umur 8-10 bulan (IOPRI, 1997).

2.6.Gejala Defisiensi Magnesium

Magnesium berperan penting sekali bagi tanaman dalam proses fisiologi

seperti fotosintesa, prosedur sintesa karbohidrat dan translokasi serta

(37)

pada jaringan-jaringan muda yang termasuk dalam pembentukan chlorophyll (Vademencum, 2011)

Defisiensi adalah suatu keadaan dimana tanaman kekurangan nutrisi

tertentu, yang dapat dilihat dari gejala fisik tanaman terutama pada bagian daun

dan batang.Umumnya defisiensi Mg (Orange ford) dijumpai pada daun-daun pelepah tua karena Mg dapat bergerak dari daun tua ke daun muda. Gejala awal

adalah timbulnya warna hijau kekuningan yang berubah warna pucat kekuningan

di bagian ujung lembaran daun yang berumur lebih tua, terutama yang langsung

terkena cahaya matahari. Pada kondisi yang semakin berat, warna daun berubah

menjadi coklat kekunigan sampai kuning cerah dan akhirnya mengering.

Bagian-bagian daun yang menunjukkan gejala klorosis pada tahap berikutnya mungkin

akan diinvasi oleh jamur sekunder (misalnya Pestaliopsis gracilis) yang menimbulkan warna ungu pada pinggiran dan ujung lembaran daun

(IOPRI.,1997).

Gambar 3. Daun mengalami defisiensi magnesium Sumber: Rankine (1999)

Pada umumnya defesiensi magnesium (Orange Frond) terjadi karena:

1. Kadar Mg tertukarkan (exchangable) dalam tanah sangat rendah (<0,2 cmol/kg)

2. Tanaman kelapa sawit ditanam pada tanah bertekstur ringan yang lapisan tanah

(38)

3. Pemupukan Mg tidak mencukupi untuk mendukung produktivitas tanaman

yang tinggi atau tanaman tumbuh pada tanah dengan kandungan Mg yang

sangat rendah.

Darmosarkoro W (2000) juga melaporkan penyebab defisiensi magnesium

antara lain adalah:

1. Pemupukan Mg terlalu sedikit atau K terlalu banyak

2. Pemupukan Mg tidak efektif

3. Penggunaan pupuk dengan mutu rendah.

Pencegahan yang dilakukan adalah dengan pengambilan contoh daun

secara rutin dan penganalisaannya di laboratorium diperlukan untuk mengetahui

rendahnya kadar Mg daun (<0,18%) dan ketidakseimbangan antara Mg dan K.

Hal ini juga terjadi untuk tanaman kelapa sawit yang tumbuh pada tanah dengan

kadar Ca tertukarkan tinggi (misal tanah-tanah vulkanis. Dolomit dapat digunakan

untuk keperluan pupuk Mg secara rutin. Akan tetapi, jika defisiensi Mg dijumpai

sangat nyata maka pemupukan dengan 2-3 kg kieserite/ph/th mungkin diperlukan.

(IOPRI, 1997).

Tabel 2. Kadar Hara Daun Magnesium Kelapa Sawit

No. Tanaman HARA DEFISIENSI OPTIMUM TINGGI

1. < 6 tahun Mg (%) <0,20 0,3 – 0,45 > 0,7 2. > 6 tahun Mg (%) <0,20 0,25 -0,40 > 0,7 Sumber : IOPRI (1997)

2.6 Gejala Defisiensi Nitrogen

Nitrogen berfungsi untuk pertumbuhan vegetatif sebagai bahan protein di

dalam membentuk jaringan-jaringan tanaman, berperan sangat penting pada

tanaman muda agar waktu menghasilkan mempunyai batang yang sehat dan kuat.

(39)

Gambar 4. Daun mengalami defisiensi nitrogen Sumber:www.konsultasisawit.blogspot.com

Gejala defisiensi nitrogen dapat terjadi jika:

1. Tanaman kelapa sawit menderita kompetisi yang berat dari gulma seperti

alang-alang (Imperata cylindrica) dan mikania (Mikania micrantha). 2. Tanah dengan drainase jelek dan akar berada dalam kondisi anaerobik.

3. Barisan tanaman yang sering dibabat secara rutin.

4. Hara N yang tersedia dalam tanah sangat rendah.

5. Tanaman menderita gangguan sebagai akibat proses pemindahan.

6. Lapisan tanah dangkal, berbukit, dan tanaman tumbuh pada tanah yang

berbatu-batu.

7. Pemupukan N yang tidak mencukupi.

8. Terjadinya hambatan mineralisasi N yang disebabkan rendahnya pH tanah

yang menghambat aktivitas mikroba tanah. Proses pembentukan daun

terhambat pada tanaman kelapa sawit yang mengalami gejala defisiensi N, dan

ini memperlambat perkembangan indeks luas daun yang optimum. Pada

tanaman menghasilkan, pemupukan N diperlukan untuk mempertahankan N

(40)

Tabel 3. Kadar Hara Daun Magnesium Kelapa Sawit

No. Tanaman HARA DEFISIENSI OPTIMUM TINGGI

1. < 6 tahun N (%) < 2,50 2,6-2,9 > 3,1 2. > 6 tahun N (%) < 2,30 2,4 -2,8 > 3,0

Sumber : IOPRI (1997)

Dari hasil penelitian diketahui, dosis pupuk N,P,K dan Mg yang optimum

untuk tanaman kelapa sawit umur 8-10 tahun pada macam tanah Typic

Dystropopt adalah 3,0 kg urea/pohon/tahun dan 0,75 kg Kieserit/pohon/tahun

(Sukarji et al., 2000).

2.8 Fisiologi Kelapa Sawit

2.8.1 Klorofil

Fotosintesis adalah proses penting fotokimia dimana terjadi konversi

dari energi cahaya menjadi energi kimia dan disimpan dalam bentuk gula pada

tanaman. Laju fotosintesis ditentukan oleh jumlah photon diantara 400 nm dan

700 nm yang diserap tanaman. Proses fotosintesis berlangsung di kloroplas

dimana terdapat 4 pigmen utama yaitu klorofil a, klorofil b, xantofil dan karoten.

Klorofil adalah pigmen yang dominan pada tanaman yang menyerap cahaya biru

dan merah. Pada tumbuh-tumbuhan, warna yang paling tampak adalah warna

hijau. Hal ini karena disebabkan zat hijau daun yang disebut klorofil (Beitas,

2007).

Kloroplas tersusun dari stroma yang diliputi selaput membran, di

dalamnya tersebar granula kecil yang mengandung pigmen klorofil berwarna

(41)

Gambar 5. Klorofil

Klorofil (dari bahasa Inggriss, chlorophyll) atau zat hijau daun (terjemahan langsung dari bahasa Belanda bladgroen) adalah pigmen yang dimiliki oleh berbagai organisme dan menjadi salah satu mole

dalam fotosintesi

memiliki beberapa bentuk. Klorofil-a terdapat pada semua klorofil autotrof.

Klorofil-b dimiliki alga hijau dan tumbuhan darat .Meskipun bervariasi, semua

klorofil memiliki struktur kimia yang bermiripan, yaitu terdiri dari porfirin

tertutup (siklik), suatu tetrapirol, dengan ion magnesium di pusatnya dan "ekor”

terpena. Kedua gugus ini adalah kromofor ("pembawa warna") dan

berkemampuan mengeksitasi elektron apabila terkena cahaya pada panjang

(42)

Gambar 6. Struktur kimia klorofil

Sifat- sifat klorofil meliputi:

a. Sifat Kimia

Klorofil a dan b tidak dapat larut dalam air, tetapi dapat larut dalam berbagai

pelarut organik. Klorofil a mudah larut dalam ethyl alkohol, ethyl ether, aceton,

chloroform dan carbon bisulfida. Sedangkan klorofil b dapat larut dalam pelarut

yang sama meskipun tidak semudah klorofil a. Klorofil a dan b mempunyai

komposisi yang hampir sama. Perbedaan keduanya terletak pada gugus CH3

(43)

Gambar 7. Klorofil a dan Klorofil b

b. Sifat Fisika

Semua klorofil memiliki sifat dapat berfluorescence, yakni apabila mendapat

penyinaran dengan spektrum cahaya tertentu (excitation spectrum), maka cahaya yang diteruskannya (emission spectrum) adalah cahaya pada spektrum yang berlainan. Sebagai contoh, klorofil a yang dilarutkan dalam aseton 80%

mempunyai maximum excitation antara panjang gelombang 430-450 nm (biru-ungu) dan akan memberikan maximum emission antara panjang gelombang

650-675 nm ( merah tua). Apabila klorofil dalam pelarut aseton disinari dengan

berbagai spektrum cahaya tampak (visible light) dalam suatu spektrofotometer maka panjang gelombang cahaya tertentu dapat lebih diserap daripada yang

lainnya. Sifat-sifat spektrum tersebut dapat digunakan untuk memberikan ciri-ciri

perbedaan klorofil a dan b.

Beberapa faktor yang mempengaruhi pembentukan klorofil adalah:

1. Faktor Genetik

Hal ini pada tumbuhan terrestrial telah dibuktikan antara lain pada tanaman

jagung yang homozygous recessive untuk faktor genetik tertentu. Pada tumbuhan lain gejala serupa telah dapat dibuktikan pula.

(44)

Cahaya dibutuhkan untuk pembentukan klorofil pada tumbuhan tingkat tinggi.

3. Nitrogen

Nitrogen merupakan bagian dari molekul klorofil, maka tidak mengherankan bila

defisiensi unsur ini akan menghambat pembentukan klorofil. Nitrogen

merupakan kebutuhan pokok bagi seluruh orgamisme.

4. Air

Berkurangnya kadar air dalam tumbuhan tingkat tinggi tidak saja menghambat

pembentukan klorofil, tetapi juga dapat mempercepat perombakan

(dekomposisi) klorofil yang telah ada, misalnya daun-daun menjadi kuning

(Riyono, 2007).

Definisi spektrofotometrik dari pigmen fotosintesis yang menyebabkan energi

cahaya diubah menjadi energi kimia pada semua organisme fotosintetik pertama

kali ditemukan oleh Stokes 1864. Selanjutnya, contoh diperoleh dari Fucus L.

Dan Laminaria L., diklasifikasi menjadi klorofil biru (klorofil a), klorofil hijau

(klorofil b), klorofucin (klorofil c1, klorofil c2) dan kuning –orange (xantophyll)

berdasarkan warna pigmen. Absorbansi cahaya dapat memberikan analisa bagi

kuantitas dan kualitas pigmen. Penggunaan pelarut pigmen tergantung pada

species tanaman. Pada kenyataanya, aseton, kloroform, dietil ether, dimethyl

formamid dan metanol digunakan pada tanaman tingkat tinggi (Dere,et al,1998).

2.8.2 Stomata

Stoma (stomata) berasal dari bahasa Greek yang artinya mulut. Stomata

umumnya terdapat pada bagian tumbuhan yang berwarna hijau terutama pada

daun. Stomata adalah pori-pori yang terbentuk oleh sepasang sel-sel yang telah

terspesialisasi, sel-sel penjaga yang ditemukan di permukaan bagian aerial pada

kebanyakan tanaman tingkat tinggi dimana fungsinya dapat membuka dan

menutup untuk mengendalikan pertukaran gas diantara tanaman dan

(45)

Gambar 8. Stomata Abaxial Daun Kelapa sawit (Elaeis guineensis Jacq.) a. porus (stoma) b.sel penjaga c.vakuola d.sel epidermis

Stomata berperan penting sebagai alat adaptasi tanaman terhadap cekaman

kekeringan. Kondisi cekaman kekeringan menyebabkan stomata akan menutup

sebagai upaya untuk menahan laju transpirasi. Senyawa yang berperan dalam

membuka dan menutupnya stomata adalah asam absisat (ABA). Tanaman

beradaptasi terhadap cekaman kekeringan sangat efektif sehingga tanaman dapat

menghindari kehilangan air melalui penguapan (Lestari, 2006).

Pada kebanyakan daun herbaceous , stomata tanaman ditemukan pada

permukaan atas (adaxial) dan bawah (abaxial) tetapi baiasanya sedikit pada

bagian atas. Daun dengan stomata hanya di permukaan bawah saja disebut

hypostomatous. Tanaman air seperti water lilies hanya mempunyai stomata di

permukaan atas yang disebut epistomatous (Wilmer C, 1983)

Cahaya dan air dianggap sebagai faktor-faktor yang paling penting bagi

berlangsungnya gerakan-gerakan sel penutup. Sel penutup menyerap air sehingga

menjadi jenuh, dinding sel penutup bagian luar akan lebih menggembung

dibandingkan dengan dinding sel penutup bagian dalam yang menyebabkan

bentuk sel penutup menyebabkan volume sel penutup berubah dan tegangan

turgor sel penutup menurun sehingga stomata menjadi tertutup (Sutrian, 2004). A

b c

(46)

Stomata membuka pada siang hari dan menutup pada malam hari

bertujuan untuk mencegah kehilangan air. Cahaya merangsang sel penutup untuk

mengakumulasi kalium. Respon ini dipengaruhi oleh reseptor cahaya biru yang

terdapat pada sel penutup. Cahaya juga merangsang pembukaan stomata dengan

cara mendorong fotosintesis di dalam sel penutup untuk menyediakan ATP agar

terjadi transport aktif ion hidrogen. Kehilangan CO2

Pada daun kelapa sawit, stomata banyak ditemukan pada bagian abaxial.

Jumlah stomata yang lebih banyak pada permukaan bawah merupakan suatu

mekanisme adaptasi pohon terhadap lingkungan darat (Campbell et al, 2003), sehingga mengurangi transpirasi (Larcher,1995; Taiz dan Zeiger,2002).

di dalam ruang udara daun

yang terjadi ketika fotosintesis di mesofil juga menyebabkan stomata untuk

membuka (Campbell et al, 2003).

Sesuai kriteria, bahwa stomata daun dikatakan rendah jika < 300/mm2, tinggi jika > 500/mm2. Stomata daun dikatakan sangat panjang jika > 25µm, panjang jika 20-25 µm dan kurang panjang jika < 20 µm (Agustini (1999) dan

(47)

BAB III

METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian dilakukan terhadap tanaman kelapa sawit yang telah berumur 8 tahun

(tahun tanam 2007) dimana pada tiap plot telah dilakukan perlakuan pemupukan

setiap tahun (lampiran 1). Sampel daun diambil dan diamati untuk melengkapi

data variabel yang ada di Perkebunan Kuala Piasa PT. Bakrie Sumatera Plantation

(BSP) Kisaran. Analisa dilakukan mulai bulan Juli hingga September 2013di

Laboratorium Fisiologi, Laboratorium Sentral dan Laboratoium Biologi Dasar

Departemen Biologi Universitas Sumatera Utara Medan.

3.2 Alat dan Bahan

Bahan tanaman yang digunakan adalah daun ke -17 dari pohon kelapa sawit yang

berumur 8 tahun. Bibit berasal dari Socfin, densitas tanaman 143 pohon/hektar.

Alat-alat yang digunakan adalah timbangan digital, timbangan analitik, meteran,

counter, spektrofotometer, mikroskop, penggaris, silet, gunting, objek glass,

cover glass, cutex, selotip, alu, mortar, corong, pipet serologi, pipet volume, pipet

tetes, beaker glass, gelas ukur, erlenmeyer , camera digital, calculator, cawan

petri, labu takar, kertas saring dan oven. Bahan kimia yang digunakan adalah

aseton 80 %, alkohol 70%, pemutih dan aquadest.

3.3 RANCANGAN PENELITIAN

Rancangan yang digunakan adalah Rancangan Acak Faktorial dengan 2 faktor

yaitu Mg ada 3 tingkat dan Nitrogen ada pemberian atau tanpa Nitrogen. Jumlah

sampel penelitian seluruhnya 54 unit plot dan masing – masing plot diambil 3

pohon yaitu pohon 1, 5 dan pohon 9 dengan perlakuan sebagai berikut:

1. N0

2. N

= Perlakuan tanpa Nitrogen (0 g)

(48)

3. Mg0

4. Mg

= Perlakuan dengan Mg konsentrasi rendah (0 g)

1

5. Mg

= Perlakuan dengan Mg konsentrasi sedang ( 2000 g/pokok)

2 = Perlakuan dengan Mg konsentrasi tinggi ( 4000 g/pokok)

Tabel 4 . Perlakuan Pupuk Nitrogen dan Magnesium (g/pokok) mulai

periode (2007-2013)

Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data pemupukan tahun 2013.

3.4 CARA KERJA PENELITIAN

Tanaman kelapa sawit yang diteliti berada di Kebun Kuala Piasa PT.

Bakrie Sumatera Plantation Kisaran. Perlakuan dengan pemupukan telah dimulai

dari sejak tahun tanam 2007 (lampiran 1). Bahan tanaman berasal dari DxP

Socfindo. Luas areal percobaan 9,5 ha dengan densitas 143 pohon/hektar. Jumlah

percobaan dibagi menjadi 54 plot. Dalam penelitian ini, sampel daun diambil 3

tanaman /plot (pohon 1, 5 dan 9) yang diamati.

Pengambilan sampel daun mengikuti sistem pengambilan contoh daun pada

(49)

Gambar. 9a. Pelepah daun ke -17 diturunkan dengan egrek

(50)

3.5 VARIABEL PENELITIAN

3.5.1 Jumlah Anak Daun

Anak daun dari pelepah daun ke-17 yang masih terlihat sempurna dan segar

secara visual dihitung dengan counter dan dicatat . Masing-masing plot diambil

tiga pohon sampel yaitu pohon ke -1, 5 dan 9 ( Yusran et al, 2001)

3.5.2 Luas Anak Daun (cm2

Pelepah daun ke -17 dipotong, kemudian dari bagian tengah pelepah

masing-masing 2 helai anak daun diambil dari bagian kiri dan kanan. Diukur panjang dari

pangkal anak daun dan lebar dari bagian daun terlebar. Luas Daun = p x l x k.

Masing-masing plot (54) diambil tiga pohon sampel yaitu pohon ke- 1, 3 dan 5.

Karena daun berbentuk lanset digunakan konstanta 0,51 (Yusran et al, 2001) )

3.5.3 Diameter Batang /Girth (m)

Diameter batang diukur dengan menggunakan meteran pada tinggi 2 cm dari

pangkal batang diukur diameter girth (batang). Masing-masing plot (54) diambil 3

pohon sampel yaitu pohon ke 1, 5 dan 9 ( Yusran et al, 2001)

3.5.4 Tebal daun (mm) dengan menggunakan mikroskop.

Anak daun dari tengah rachis frond 17. Bagian lidi dibuang, lalu lembar anak

daun disayat transversal. Potongan tersebut dijepit dengan potongan wortel.

Sayatan direndam dalam pemutih hingga berubah warna dan dibilas kembali

dengan aquadest. Sayatan diletakkan di atas gelas objek dan ditetesi dengan air

lalu ditutup dengan cover glass. Selanjutnya tebal daun dilihat dengan mikroskop

binokular dan diukur tebalnya. Masing-masing plot dari tiga pohon contoh

diamati dan dihitung ketebalan daunnya (Sass, 1958)

3.5.5 Jumlah Klorofil (µg/ml)

(51)

Gambar.10. Analisa klorofil

Pelepah daun dipotong (daun ke- 17 ) , dibersihkan dengan aquadest, diukur

panjang daun, kemudian dari bagian tengah helaian daun sepanjang 10 cm,

digunting dan ditimbang sebanyak 1 g. Sampel daun digerus dengan mortar.

Ditambahkan aseton 80 % sebanyak 20 ml dan digerus hingga klorofil meluruh.

Hasil gerusan disaring ke dalam labu takar, ditambahkan aseton 80 % kembali

sampai garis batas yang menunjukkan 50 ml, diaduk sebentar. Kemudian

dilakukan pembacaan absorbansi klorofil a, klorofil b dengan spektrofotometer

dan dihitung kandungan klorofil a, klorofil b dan total klorofil dengan

menggunakan rumus Welburn (1994) yaitu:

Ca = 12.21A663 – 2.81A

C

646 b = 20.13A646 – 5.03A

Total Klorofil = Jumlah Klorofil A+ Jumlah Klorofil B ( Shabala et al, 1998)

(52)

Gambar 11. Penghitungan dengan spekrofotometri

3.5.6 Kerapatan Stomata (n/mm2

Daun ke-17 dipotong di bagian tengah daun (helaian daun) sepanjang 2 cm

kemudian dibersihkan dengan alkohol 70%. Potongan daun dibiarkan kering,

kemudian diberi cutex dan dilapisi dengan selotip bening. Ditarik selotip yang

berisi jaringan epidermis daun, kemudian diletakkan di atas gelas objek dan

ditutup dengan cover glass. Jaringan tersebut diamati di bawah mikroskop,

kemudian dihitung kerapatannya dengan rumus: )

Kerapatan stomata= Jumlah stomata/ satuan luas pandang

Mikroskop yang digunakan adalah mikroskop biokamera dengan merk Axio Carl

Zeiss, dan luas pandang diukur dengan mikrometer yang telah tersedia pada

mikroskop yaitu sebesar 0,056 mm (Tambaru et al, 2011)

3.5.7 Berat kering daun/Luas Daun (g/cm2

Anak daun yang telah diukur luasnya (variabel 1), dikeringkan dengan oven pada

suhu 80

)

0

(53)

BAB 4

HASIL DAN PEMBAHASAN

Karakteristik dan parameter yang diamati berdasarkan penelitan

menghasilkan: Aplikasi pupuk nitrogen dan magnesium meningkatkan jumlah

klorofil , kerapatan stomata, dan diameter girth. Didapatkan bahwa aplikasi pupuk

nitrogen dan magnesium memicu respon fisiologi. Penelitian ini menunjukkan

hasil bahwa faktor genetik dan lingkungan (struktur tanah dan iklim) memberi

pengaruh disamping aplikasi nitrogen dan magnesium terhadap respon morfologi

(luas daun, jumlah anak daun, berat kering anak daun/satuan luas, dan tebal daun).

Defisiensi pupuk nitrogen dan magnesium menunjukkan pengaruh paling besar

pada perubahan fisiologi pada perlakuan yang diberikan pada kelapa sawit.

4.1 Pengaruh Aplikasi Nitrogen dan Magnesium Terhadap Jumlah Anak

Daun

Respon morfologi yaitu jumlah anak daun menunjukkan, tanpa aplikasi pupuk

nitrogen dan magnesium diperoleh jumlah anak daun dengan hasil yang tertinggi.

Hasil jumlah anak daun terbanyak berdasarkan penghitungan yang dilakukan

terhadap kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.1:

(54)

Berdasarkan analisa sidik ragam (Anova) diperoleh bahwa pemupukan

nitrogen dan magnesium tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap

jumlah anak daun pada taraf alpha 5 % (0,05). Interaksi magnesium dan nitrogen

juga tidak menunjukkan pengaruh yang berbeda nyata terhadap jumlah anak daun.

Jumlah anak daun tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa nitrogen dan

magnesium sebesar 181,11 dan jumlah anak daun terendah pada perlakuan dengan

pemberian nitrogen dan magnesium pada konsentrasi tinggi (2) sebesar 176,33

Gambar 4.1.1 Jumlah anak daun sawit terbanyak

Gambar 4.1.2 Jumlah anak daun sawit yang rendah

Ilori et al (2012) melaporkan bahwa pupuk N. P. K dan Mg pada penelitian bibit tanaman kelapa sawit menunjukkan pengaruh yang nyata terhadap

(55)

produksi daun, karena pemupukan nitrogen mampu memperbaiki struktur fisika

dan kimia tanah yang mempengaruhi pertumbuhan normal dan produksi.

Nitrogen dan magnesium tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan

terhadap jumlah anak daun. Faktor yang juga mempengaruhi jumlah anak daun

adalah faktor genetik. Secara umum pemupukan hara Mg tidak dapat

meningkatkan jumlah pelepah daun tanaman kelapa sawit. Hal ini disebabkan

oleh pengaruh genetik yang lebih menonjol daripada pemupukan magnesium .

(Kasno A, 2011).

Penelitian pada bibit kelapa sawit menunjukkan bahwa jumlah daun sudah

merupakan sifat genetik dari tanaman kelapa sawit dan juga tergantung umur

tanaman. Laju pembentukan daun ( jumlah daun per satuan waktu) atau indeks

plastokhron ( selang waktu yang dibutuhkan per daun tambahan yang terbentuk)

relatif konstan jika tanaman ditumbuhkan pada kondisi suhu dan intensitas cahaya

yang konstan ( Yusran et al, 2001). Kesuburan tanah dilaporkan juga tidak berpengaruh terhadap jumlah anak daun yang dihasilkan (Syamsulbahri,1996).

4.2 Pengaruh Nitrogen dan Magnesium Terhadap Luas Anak Daun (Cm2

Respon morfologi yaitu luas anak daun menunjukkan, pemberian pupuk

nitrogen dan magnesium konsentrasi rendah diperoleh luas anak daun dengan

hasil yang tertinggi. Hasil luas anak daun tertinggi berdasarkan penghitungan

yang dilakukan terhadap kelapa sawit dapat dilihat pada Gambar 4.2:

(56)

Gambar 4.2. Grafik Hubungan Perkiraan Rata-Rata Luas Anak Daun (Cm2) dengan Kadar Nitrogen dan Magnesium yang Berbeda

Berdasarkan analisa sidik ragam (Anova) menunjukkan bahwa aplikasi

nitrogen dan magnesium tidak menunjukan pengaruh yang signifikan terhadap

luas anak daun pada taraf alpha 5 % (0,05). Interaksi magnesium dan nitrogen

juga tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap luas anak daun.

(57)

Luas daun tertinggi diperoleh pada pemberian nitrogen dan magnesium

pada konsentrasi rendah (0) yaitu sebesar 280,59 cm2, sedangkan luas daun terendah diperoleh pada perlakuan dengan pemberian nitrogen dan magnesium

pada konsentrasi tinggi (2) yaitu sebesar 263,90 cm

Pengaruh aplikasi nitrogen lebih menunjukkan pengaruh yang signifikan

pada masa pertumbuhan (TBM). Aplikasi nitrogen pada tanaman muda mampu

meningkatkan luas daun, produksi daun dan laju asimilasi bersih ( Ilori et al, 2012).

2.

Faktor lain yang mempengaruhi luas daun juga didasarkan penelitian

sebelumnya yang melaporkan bahwa, beberapa varitas kelapa sawit yang diteliti

menunjukkan adanya pengaruh genetik terhadap luas daun. (Yusran et al, 2001) Walaupun nitrogen tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap

luas anak daun tetapi dari grafik di atas dapat dilihat bahwa pemberian nitrogen

menunjukkan luas daun yang tertinggi. Hal ini sesuai dengan penelitian Cheng-xu

sun et al (2011) melaporkan bahwa kekurangan jumlah air dan pupuk menurunkan luas daun. Syamsulbahri (1996) melaporkan bahwa kesuburan tanah

berpengaruh terhadap luas masing-masing anak daun.

4.3 Pengaruh Aplikasi Nitrogen dan Magnesium Terhadap Diameter Girth

Kelapa Sawit (m)

Respon morfologi yaitu diameter girth menunjukkan, aplikasi tanpa pupuk

nitrogen dan magnesium konsentrasi sedang diperoleh diameter girth dengan hasil

yang tertinggi. Hasil diameter girth tertinggi berdasarkan penghitungan yang

(58)

Gambar 4.3. Grafik Hubungan Perkiraan Rata-Rata Girth (m) dengan Kadar Nitrogen dan Magnesium yang Berbeda

Berdasarkan analisa sidik ragam (Anova) nitrogen tidak menunjukkan

pengaruh yang signifikan terhadap diameter girth tanaman kelapa sawit pada

taraf alpha 5 % sedangkan magnesium menunjukkan pengaruh yang signifikan

terhadap diameter girth kelapa sawit pada taraf alpha 10 % . Interaksi magnesium

dan nitrogen tidak menunjukkan pengaruh yang signifikan terhadap diameter girth

tanaman kelapa sawit. Diameter girth tertinggi diperoleh pada perlakuan tanpa

nitrogen dan pemberian magnesium pada konsentrasi sedang ( 1) yaitu 3,122 m,

sedangkan diameter girth terendah diperoleh pada perlakuan tanpa nitrogen dan

pemberian magnesium pada konsentrasi tinggi (2) yaitu sebesar 2,98 m.

Kasno A (2011) melaporkan bahwa pemupukan hara Mg nyata

meningkatkan diameter batang tanaman kelapa sawit. Diameter batang kelapa

sawit cenderung lebih besar pada pemupukan kiserit daripada kiserit standar yang

sudah beredar di pasaran. Aplikasi pupuk magnesium juga harus memperhatikan

Gambar

Tabel 1. Klasifikasi kesesuaian lahan untuk tanaman kelapa sawit
Gambar 3. Daun mengalami defisiensi magnesium
Gambar 4. Sumber:www.konsultasisawit.blogspot.comDaun mengalami defisiensi nitrogen
Tabel 3. Kadar Hara Daun Magnesium Kelapa Sawit
+7

Referensi

Dokumen terkait

Hal ini diduga karena rumput laut sudah mengandung air sekitar 93,94% sehingga kadar air engkak ketan dengan penambahan rumput laut lebih tinggi dibandingkan

Prinsip kerja dari relai tersebut ialah mendeteksi adanya arus lebih yang melebihi nilai setting yang telah ditentukan, baik yang disebabkan oleh adanya gangguan

Berdasarkan hasil analisis tingkat kesesuaian (Tabel 1), diperoleh bahwa urutan prioritas perbaikan atribut-atribut dimensi kualitas layanan perusahaan yang dapat

(4) Pencairan dana pemberian penghargaan dalam rangka pengadaan barang dan/ atau jasa yang akan disalurkan kepada penerima Bantuan Pemerintah sebagaimana dimaksud pada ayat

tabel pada taraf signifikan 0,5% yaitu : Hal ini dapat disimpulka bahwa data pre- test pada kelas eksperimen berdistribusi normal. Data hasil pre-test kelas

P SURABAYA 03-05-1977 III/b DOKTER SPESIALIS JANTUNG DAN PEMBULUH DARAH RSUD Dr.. DEDI SUSILA, Sp.An.KMN L SURABAYA 20-03-1977 III/b ANESTESIOLOGI DAN

Sardjito terhadap pengobatan dan memperbaiki kontrol glikemik kelompok intervensi dibandingkan dengan kelompokkontrol dengan masing-masingnilai p adalah 0,023(p&lt;0,05)

Sebagaimana yang kita sedia maklum bahawa para pelajar Sarjana Pendidikan yang diambil untuk mengajar di Politeknik oleh Kementerian Pendidikan Teknik dan Vokasional yang dilatih