• Tidak ada hasil yang ditemukan

INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2010

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh 1. Salak Sumedang

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang

Budidaya tanaman salak lokal Sumedang tidak pernah memperhatikan aspek-aspek budidaya yang digunakan oleh salak pondoh misalnya, pengolahan dan pembongkaran tanah, penanaman, pengairan, pengaturan jarak tanam, pemupukan dan pengendalian hama penyakit, penyiangan/pemangkasan daun, penyerbukan dan pencangkokan tanaman. Tanaman salak lokal Sumedang dibiarkan tumbuh begitu saja tanpa dilakukan perawatan. Pada saat saya melakukan penelitian

dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan). Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan kualitas tanaman salak.

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972). Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner, 1986).

Fosfor (P) merupakan unsur yang dibutuhkan oleh tanaman pada saat pemecahan karbohidrat untuk energi, penyimpanan, dan peredarannya ke seluruh tanaman dalam bentuk ADP dan ATP. Kadar Fosfor dalam tanah berkisar antara 0.15-1.00 % (Jones et al, 1991). Tanaman mengabsorpsi P dalam bentuk H2PO4-. Serapan tanaman terhadap P sebagian besar diatur oleh tiga faktor utama yaitu, jenis tanaman, tahap kematangan tanaman dan persaingan antara akar tanaman dan sifat kimia tanah (Ulysses, 1979). Kekurangan unsur P menyebabkan pertumbuhan tanaman menjadi kerdil saat tumbuhan muda dan warna daun hijau gelap (kadang-kadang hijau ungu gelap) (Emanuel, 1972).

2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Marschner, 1986)

Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972).

Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N (Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960).

Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).

Keracunan Na ditandai dengan daun seperti terbakar, hangus dan jaringan mati disekitar tepi luar daun. Gejala ini terlihat pertama kali pada daun yang tua.

Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala, sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar 50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Emanuel, 1972).

Mangan merupakan unsur yang tidak mobil dalam tanaman sehingga gejala defisiensinya muncul mula-mula pada bagian yang muda. Fungsi mangan pada tanaman sebagai aktivasi beberapa enzim dalam sel tumbuhan, terutama dekarboksilase dan dehidrogenase yang terlibat dalam siklus Krebs. Fungsi utama Mn pada reaksi fotosintetik yang menghasilkan oksigen dan air. Ketersedian Mn pada tanaman berkisar 10 – 50 ppm (Jones et al, 1991). Gejala defisiensi Mn adalah klorosis pada daun muda yang ahirnya berkembang menjadi noda kecil nekrosis (Emanuel, 1972).

3.1. Waktu dan Tempat

Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1 (salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3 dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.

Lokasi 1 Lokasi 2

PETA WILAYAH KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG

Keterangan : Desa Karanglayung Desa Narimbang

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat, contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu : cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter, flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

3.3. Metode Penelitian

Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C, digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.

3.4. Analisis Laboratorium

Contoh tanah dan daun yang telah diambil dilakukan pengukuran/penetapan analisis laboratorium. Parameter yang diukur dan metode yang digunakan disajikan pada Tabel 2 dan Tabel 3.

Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang diukur Metode

Unsur mikro HCl 0.05 N

C-Organik Walkley dan Black

KTK 1N NH4OAc pH 7

Al-dd Titrasi

Kejenuhan Basa 1N NH4OAc pH 7

P total dan P tersedia HCl 25% dan Bray 1

N total Kjeldahl

Tabel 3. Parameter Tanaman yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang di ukur Metode

N-total Kjeldahl

P-tersedia Pengabuan kering

basa-basa (K,Na,Ca,Mg) Pengabuan kering Unsur mikro (Zn,Cu,Mn,Fe) Pengabuan kering

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara geografis Kabupaten Sumedang terletak pada posisi 107˚21’-108˚21’ Bujur Timur dan 6˚44’-70˚83’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumedang ± 152220 Ha dengan ketinggian antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (dpl).

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman salak memiliki ketinggian tempat sekitar 25 – 500 m dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Dilihat dari ketinggian tempatnya lokasi kebun sudah dianggap layak untuk ditanami salak. Kondisi curah hujan di lokasi kebun salak cukup tinggi yang mengakibatkan ketersediaan air tanah berlimpah dan iklim di lokasi tersebut tergolong agak basah.

Penghasilan utama daerah Sumedang disumbang oleh sektor pertanian, selain tanaman pangan Sumedang juga unggul di sektor buah-buahan. Buah-buahan yang menjadi unggulan Kabupaten Sumedang diantaranya salak bongkok, sawo, pisang, melinjo, nangka dan masih banyak lagi.

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Kebun Salak Lokal Sumedang

Dari ketiga lokasi (Tabel 4) tampak bahwa nilai pH tanah di lokasi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Nilai C-organik dari ketiga lokasi menunjukan bahwa nilai C-organik di lokasi 2 lebih tinggi. Tingginya nilai C-organik di lokasi 2 diduga berasal dari tumpukan serasah daun tanaman salaknya dan dari daun tanaman lain (tanaman melinjo dan bambu) yang ada di sekitar lokasi kebun.

. Karakteristik Sifat Kimia Tanah.

karakteristik Lokasi 1 Lokasi 2 Lokasi 3

pH H2O 6.10 6.40 5.72

pH KCl 4.65 5.50 4.55

C-Organik (%) 1.89 2.73 1.27

N-Total (%) 0.19 0.27 0.19

P tersedia (ppm) 2.65 2.34 7.16 Basa dapat dipertukarkan (me/100g)

Ca 4.11 7.29 4.09 Mg 2.88 3.92 2.13 K 0.48 1.86 1.03 Na 0.22 0.54 0.11 Unsur Mikro (ppm) Fe 0.17 0.10 0.38 Mn 2.15 2.31 3.08 Zn 0.29 0.18 0.62 Cu 0.34 0.16 0.31 Al dd (me/100g) Tu Tu Tu KTK (me/100g) 14.41 18.19 11.47 KB (%) 53.37 74.82 64.17

Keterangan : Lokasi 1= kebun salak asam;Lokasi 2=kebun salak sepat ;Lokasi 3=kebun salak manis

Di lokasi 1 dan lokasi 3 nilai N-totalnya sama, dan nilai N-total di lokasi 2 lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai N-total di lokasi 2 diakibatkan oleh kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari tumpukan serasah tanaman salak dan daun tanaman di sekitar kebun salak.

Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu, yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.

Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.

Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.

Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.

4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak pondoh