• Tidak ada hasil yang ditemukan

Identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang"

Copied!
69
0
0

Teks penuh

(1)

SUMEDANG

DYNA ISLAMY A14051406

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(2)

DYNA ISLAMY. Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara Tanaman dihubungkan dengan Rasa Salak Lokal Sumedang. Di bawah bimbingan Heru Bagus Pulunggono dan Basuki Sumawinata.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak (Salacca edulis). Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang terletak di Kecamatan Conggeang dan Kecamatan Paseh. Salak bongkok merupakan julukan untuk salak lokal Sumedang yang di produksi dari Kecamatan Paseh. Kelebihan dari salak lokal Sumedang jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar. Akan tetapi rasa buahnya “sepat”meskipun dalam keadaan matang.

Terdapat beberapa variasi rasa buah salak pada areal perkebunan salak lokal Sumedang. Tanaman salak yang berada di lokasi dengan kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari kotoran kambing, memiliki rasa buah yang manis. Sedangkan pada bagian kebun yang lain memiliki rasa yang berbeda, diantaranya asam dan sepat. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dicoba suatu identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman yang dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab dari perbedaan rasa pada salak lokal Sumedang.

(3)

DYNA ISLAMY. Identification of Soil Characteristics and Plant Nutrient Content Associated with a Taste of Local Salak Sumedang. Under the guidance of Heru Bagus Pulunggono and Basuki Sumawinata

Sumedang is one area in West Java Province that develops horticulture business particularly salak fruit. Salak producing centers in Sumedang are located in Conggeang and Paseh Districts. Local salak produced in Paseh Distric is called salak “bongkok”. The local salak of Sumedang has larger fruit size than salak pondoh. Although the fruit is ripe, its taste still “astringent”.

There are varieties of salak fruit tastes in the area of local salak plantations of Sumedang. Salak grown in places with high organic matter (from sheep waste) has a sweet taste. Than other salak grown have different tastes include sour and astringent tastes. Therefore, in this study will be conducted an identification of soil characteristics and plant nutrient contents associated with the taste of local salak of Sumedang. This is intended to find the cause of differences in tastes in local salak of Sumedang.

(4)

SUMEDANG

DYNA ISLAMY A14051406

Skripsi

Sebagai syarat untuk memperoleh gelar

Sarjana Pertanian pada Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan Fakultas Pertanian

Institut Pertanian Bogor

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(5)

Nama : Dyna Islamy

NRP : A14051406

Menyetujui :

Pembimbing I Pembimbing II

Ir. Heru. B. Pulunggono, M. Agr. Dr. Ir. Basuki Sumawinata, M. Agr NIP. 19630407 198703 1 001 NIP. 19570610 198103 1 003

Mengetahui: Ketua Departemen,

Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan

Dr. Ir. Syaiful Anwar, M.Sc NIP. 19621113 198703 1 003

(6)

Penulis dengan nama lengkap Dyna Islamy, dilahirkan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Jawa Barat pada tanggal 25 Juli 1986. Penulis merupakan anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan Endang Sukmana dan Cicih Sa’diah.

Pada tahun 1999 penulis lulus dari SDN Cibubuab II. Kemudian pada tahun 2002 penulis menyelesaikan studi di SMP Negeri 1 Conggeang. Selanjutnya, penulis lulus dari SMA Negeri 1 Conggeang pada tahun 2005. Pada tahun yang sama dengan kelulusan SMA, penulis diterima di Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui jalur USMI. Pada tingkat pertama, penulis menjalankan Tingkat Persiapan Bersama (TPB). Selanjutnya, penulis di terima masuk di Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, dengan mayor Manajemen Sumberdaya Lahan (MSL), Fakultas Pertanian.

(7)

rahmat dan karunia-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan skripsi ini dengan baik dan lancar.

Salak merupakan buah tanaman tropis yang berpotensi sebagai tanaman buah yang mempunyai keunggulan komporatif. Salak di kabupaten Sumedang memiliki rasa dan kualitas yang sangat rendah dibandingkan dengan salak pondoh dari Sleman dan Salak Bali. Rasa dari salak lokal Sumedang sangat tidak enak untuk dimakan atau dijadikan sebagai manisan dan para petani salak di kabupaten Sumedang membiarkan salak tersebut dengan rasa dan kualitas yang rendah tanpa dilakukan suatu usaha untuk memperbaikinya.

Penelitian kali ini penulis akan mencoba untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh terhadap rasa dan kualitas salak lokal Sumedang dengan cara melakukan analisis terhadap daun salak dan analisis tanah di Kabupaten Sumedang.

Penulis Mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah memberikan bantuan dan dorongan baik dari segi materi maupun spiritual :

1. Ir. Heru B Pulunggono, MAgr. selaku dosen pembimbing skripsi satu yang telah memberikan saran, bimbingan, serta nasihat selama penulis melaksakan penelitian.

2. Dr.Ir. Basuki Sumawinata, MAgr. selaku pembibing anggota yang telah memberikan ide dan bantuan pemikirannya dalam penelitian penulis.

3. Dr.Ir. Sri Djuniwati, M.Sc. Selaku Dosen Penguji.

4. Ayahanda Drs. Endang Sukmana, Ibunda Cicih Sa’diah, adikku Tersayang Faisal Agnia, ema dan aki yang telah memberikan semangat dan motivasi kepada penulis selama menyelesaikan tulisan ini dari awal hingga ahir penulisan.

(8)

Terima kasih juga diucapkan kepada pihak-pihak lain yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

Penulis menyadari bahwa masih terdapat kekurangan dalam penulisan skripsi ini. Namun, penulis berharap semoga skripsi ini bermanfaat untuk kita semua.

Bogor, Desember 2010

(9)

DAFTAR TABEL ... xi

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak ... 4

2.3. Daerah Potensial Pengembangan ... 5

2.4. Manfaat Salak ... 6

2.5. Kualitas Buah ... 6

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh ... 7

2.6.1 Salak lokal Sumedang ... 7

2.6.2. Salak Pondoh ... 7

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang ... 8

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor... 9

5.2. Analisis Laboratorium ... 14

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ... 16

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian ... 16

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah Di Kebun Salak Lokal Sumedang ... 16

4.3. Kandungan Hara Tanaman Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh ... 18

(10)
(11)

Nomor Halaman

Teks

1. Sentra - Sentra Produksi Salak di Indonesia ... 6

2. Parameter Tanah yang di ukur dan Metode yang Digunakan ... 15

3. Parameter Tanaman yang di ukur dan Metode yang Digunakan ... 15

4. Karakteristik Sifat Kimia Tanah ... 17

5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang ... 18

6. Kadar Hara DaunTanaman Salak pondoh ... 19

(12)

Nomor Halaman 1. Gambar Salak ... 5 2. Lokasi Kebun Salak ... 12 3. Peta wilayah Kecamatan Conggeang ... 13

Lampiran

(13)

1.1. Latar Belakang

Salak merupakan tumbuhan asli daerah tropika, suku Arecaceae, anak suku Lepidocaryoidae, dan marga Salacca. Marga ini terdiri dari dua jenis dengan empat varietas yang tersebar alami di kawasan Malesiana mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Kalimantan, Sumatra bagian selatan dan Jawa Barat (Mogea, 1977). Tiga jenis salak yang dibudidayakan yaitu : Salacca sumatrana di Padangsidempuan dan sekitarnya, Salacca zalacca di Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon, serta Salacca wallichiana di Thailand. Pusat salak di Jawa terdapat dibeberapa daerah misalnya, salak bongkok di Sumedang, salak manonjaya di Tasikmalaya, Salak petruk dan salak gading di daerah Bejalen, Ambarawa, Salak condet di Condet, salak pondoh, kembang arum dan salak gading di Sleman, salak nglumut di Magelang, salak kacun, gondanglegi dan suwaru di Malang, di Padangsidempuan dikenal salak sibakua dan siamporik.

Tanaman salak dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan optimal pada ketinggian 500 m dpl. Tanaman ini menghendaki curah hujan merata yakni 200 – 400 mm/bulan, dengan suhu berkisar 20 – 30 ºC, pH 5 – 7 dan mendapatkan sinar matahari yang cukup.

(14)

belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta.

Salak lokal Sumedang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar (diameter buah mencapai 6 cm). Akan tetapi rasa buahnya “sepat” meskipun dalam keadaan matang. Di Kabupaten Sumedang tanaman ini tumbuh baik di tanah Latosol yang memiliki ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata curah hujan sebesar 2.547 mm/tahun di Kecamatan Conggeang dan sebesar 2.246 mm/tahun di Kecamatan Paseh (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Tanaman salak lokal sumedang meskipun tumbuh di tanah yang sama, akan tetapi buah yang dihasilkan dari tanamannya berbeda-beda. Salak lokal sumedang tidak semuanya memiliki rasa asam dan sepat tetapi ada juga yang memiliki rasa manis.

1.2. Tujuan

(15)

Salak merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Namun sudah diintroduksikan hingga ke Papua, Queesland, Pulau Ponape dan dilaporkan juga ditemukan di kepulauan Fiji (Schuiling dan Mogea, 1990).

Marga Salacca terdiri 21 jenis dan 4 varietas. Tiga jenis dibudidayakan penduduk yaitu Salacca sumatrana Becc, di Padangsidampuan Salacca wallchiana Mart, di Thailand, Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon Salacca zalacca (Gaertn.)

Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea, 1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter (1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar.

Salak budidaya khususnya varietas zalacca tumbuh subur di dataran rendah tropika. Tanaman ini memerlukan air yang cukup sepanjang tahun dengan curah hujan 1700 – 3100 mm per tahun. Pada perbedaan curah hujan yang melebihi 3100 mm/tahun jumlah panenan buahnya akan berkurang dan kualitasnya menurun. Buah dipanen setelah berumur 5 – 7 bulan dari saat bunga mekar. Tanaman ini menyukai tempat yang teduh dengan tipe tanah padas dan regosol (Mahyar, 1993). Musim panen salak dapat dipilah menjadi 3 periode, yaitu :

• Panen raya : November - Januari

• Panen sedang : Mei - Juli

(16)

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak

Tanaman salak termasuk dalam famili Palmae yang tumbuh berumpun, berumah dua, perakaranya dangkal, dan batangnya jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersususn roset dan rapat. Salak merupakan tanaman tahunan dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4.5 m. Daun salak terdiri dari pelepah, tangkai dan helaian anak daun. Perbungaannya muncul dari tengah punggung pelepah daun. Bunga jantan terdiri atas 9 – 14 tongkol dan bunga betina terdiri atas 1 – 4 tongkol. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga bersayap moncong (Curcullinoidae), namun ada juga yang dilakukan oleh manusia. Buahnya berwarna kuning kehijauan hingga coklat kehitaman. Daging buahnya ada yang masir, ada juga yang tidak masir, rasanya manis atau sepat, berbiji 1 – 3 (Verheij dan Coronel, 1997).

Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan menghasilkan jantan 100 %.

(17)

Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982) 2.3. Daerah Potensial Pengembangan

(18)

Tabel 1. Sentra-sentra Produksi Salak di Indonesia

Propinsi Sentra Produksi

Sumatera Utara Padangsidempuan

DKI Jakarta Condet

Jawa Barat Serang, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Batujajar

Jawa Tengah

Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara

DI Yogyakarta Sleman

Jawa Timur Bangkalan, Pasuruan, Malang

Bali Karangasem

Sulawesi Selatan Enrekang

2.4. Manfaat Salak

Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah salak memiliki kandungan protein 0.40 %, karbohidrat 20.90 %, kadar abu 0.67 %, kalsium 0.0028 %, fosfor 0.0018 % dan zat besi 0.0042 % dan salak tidak mengandung lemak (Schuiling dan Mogea, 1989). Selain itu salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah, manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar, maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah (Kiswanto, 2003).

2.5. Kualitas Buah

(19)

makanan dan kesenangan. Konsumen cenderung menilai kualitas buah berdasarkan penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi ( Kader, 1992).

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh 2.6.1. Salak Sumedang

Salak Sumedang memiliki berbagai macam nama, Penamaan salak Sumedang berdasarkan pada daerah asal salak ditanam. Contohnya adalah salak bongkok, salak narimbang, salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal, dan salak cibubuan. Salak yang terkenal di Kabupaten Sumedang berasal dari daerah Narimbang, Bongkok, dan Ciaseum. Ciri dari salak Sumedang adalah bentuk buahnya ada yang lonjong dan bulat, kulit buahnya bersisik besar dan berwarna merah kecokelatan mengkilat, daging buahnya tebal dan rasanya ada yang manis, asam, sepat dan ada manis bercampur sepat, bijinya besar dan dalam tiap buah terdapat 2-3 biji, ukuran buahnya besar dengan diameter dapat mencapai 6 cm dan setiap rumpun dapat menghasilkan 5-7 tandan. Ciri khas yang membedakan antara salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal dan salak cibubuan yaitu dari segi rasa buahnya dan ukurannya. Salak narimbang, salak legok dan salak ciaseum ukuran buahnya lebih besar dan rasanya lebih manis dibandingkan salak jambu, salak ungkal dan salak cibubuan (Dinas Pertanian Sumedang, 2007).

2.6.2. Salak Pondoh

(20)

Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang. Panjang seludang bunga jantan hingga 50 – 100 cm sedangkan bunga betina 20 – 30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) melaporkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4 – 12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan setiap malai sekitar kira-kira 4 – 15 cm dan bunga jantan mekar selama 1- 3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai 7 – 10 cm dan bunga mekar selama 1 – 3 hari. Tanda bunga yang siap diserbuki adalah bunga berwarna merah dan mengeluarkan aroma harum. Waktu penyerbukan yang baik adalah pada hari ke -2 bunga mekar.

Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning, dan salak pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong, berkulit warna merah kecoklat-cokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna kehitam-hitaman, berukuran lebih besar dibanding salak pondoh hitam, setiap kilogram berisi 20 – 25, bila matang beraroma buah apel. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam , namun ukurannya besar, tiap kilogram berisi 10 – 15 butir buah, kulit buah berwarna coklat kekuning-kuningan, daging buahnya berwarna putih krem, rasa manis dan beraroma buah apel. Salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya berukuran besar, tiap kilogram berisi 9 – 11 butir buah, kulit buah berwarna kekuning-kuningan, daging buahnya tebal, rasanya manis, renyah dan masir.

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang

(21)

dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan). Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan kualitas tanaman salak.

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972). Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner, 1986).

(22)

2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Marschner, 1986)

Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972).

Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N (Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960).

Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).

(23)

Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala, sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar 50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Emanuel, 1972).

(24)

3.1. Waktu dan Tempat

Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1 (salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3 dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.

Lokasi 1 Lokasi 2

(25)

PETA WILAYAH KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG

Keterangan : Desa Karanglayung Desa Narimbang

(26)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat, contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu : cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter, flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

3.3. Metode Penelitian

Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C, digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.

3.4. Analisis Laboratorium

(27)

Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang diukur Metode

Unsur mikro HCl 0.05 N

C-Organik Walkley dan Black

KTK 1N NH4OAc pH 7

Al-dd Titrasi

Kejenuhan Basa 1N NH4OAc pH 7

P total dan P tersedia HCl 25% dan Bray 1

N total Kjeldahl

Tabel 3. Parameter Tanaman yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang di ukur Metode

N-total Kjeldahl

P-tersedia Pengabuan kering

(28)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara geografis Kabupaten Sumedang terletak pada posisi 107˚21’-108˚21’ Bujur Timur dan 6˚44’-70˚83’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumedang ± 152220 Ha dengan ketinggian antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (dpl).

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman salak memiliki ketinggian tempat sekitar 25 – 500 m dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Dilihat dari ketinggian tempatnya lokasi kebun sudah dianggap layak untuk ditanami salak. Kondisi curah hujan di lokasi kebun salak cukup tinggi yang mengakibatkan ketersediaan air tanah berlimpah dan iklim di lokasi tersebut tergolong agak basah.

Penghasilan utama daerah Sumedang disumbang oleh sektor pertanian, selain tanaman pangan Sumedang juga unggul di sektor buah-buahan. Buah-buahan yang menjadi unggulan Kabupaten Sumedang diantaranya salak bongkok, sawo, pisang, melinjo, nangka dan masih banyak lagi.

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Kebun Salak Lokal Sumedang

(29)

. Karakteristik Sifat Kimia Tanah.

Keterangan : Lokasi 1= kebun salak asam;Lokasi 2=kebun salak sepat ;Lokasi 3=kebun salak manis

(30)

Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu, yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.

Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.

Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.

Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.

(31)

Tabel 5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

Dari hasil analisis daun yang disajikan pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan fosfor dan nitrogen di ke empat lokasi hampir sama. Nilai K, Na, Fe dan Mn di lokasi 3 dan lokasi 4 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Nilai kalsium di lokasi 1 dan lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 3 dan lokasi 4. Nilai kandungan Cu dan Zn antar lokasi tidak berbeda jauh.

(32)

Tabel 6. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Pondoh

Keterangan: Lokasi 1= salak Pondoh Hitam; Lokasi 2= salak Pondoh Kuning. Tabel 6 menunjukan kandungan hara dari daun salak pondoh dengan varietas pondoh hitam dan pondoh kuning. Perbedaan yang paling mencolok antara salak pondoh hitam dan salak pondoh kuning dilihat dari segi ukuran buah, bentuk dan rasa. Salak pondoh kuning memiliki rasa agak sepat walaupun sedikit jika dibandingkan dengan salak pondoh hitam yang memiliki rasa manis tanpa ada sedikit sepat.

Hasil dari analisis terhadap daun tanaman salak pondoh kuning dan salak pondoh hitam perbandingan nilai kandungan hara yang terdapat di kedua varietas salak tersebut tidak berbeda jauh (Tabel 6).

Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh

Lokasi

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

(33)

salak yang berasa asam dan sepat ( 0.99 % dan 0.98 %). Tingginya rasio Ca/K pada salak asam dan sepat mengakibatkan rendahnya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman. Sedangkan pada salak manis rendahnya rasio Ca/K mengakibatkan tingginya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi terhadap rasa manis pada salak pondoh jika dibandingkan dengan salak Sumedang adalah pemberian sulfur. Sulfur yang berada di daerah perkebunan salak pondoh berasal dari hasil erupsi gunung merapi sedangkan di kebun salak lokal Sumedang tidak terjadi erupsi, karena tidak terjadi erupsi maka kandungan sulfur di tanahnya rendah. Tingginya kandungan sulfur di kebun salak pondoh mengakibatkan rasa buahnya manis. Oleh karena itu, pada salak lokal Sumedang jika menginginkan buahnya berasa manis sama seperti salak pondoh maka perlu ditambahkan sulfur. Penambahan sulfur pada salak lokal Sumedang bisa dilakukan dengan cara penyiraman tanaman menggunakan air yang mengandung sulfur dan pada saat pemupukan dilakukan penaburan sulfur pada masing-masing tanaman.

(34)

1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah berkurang.

2. Kandungan unsur mikro Fe dan Mn pada salak manis lebih tinggi dibandingkan salak asam dan sepat.

3. Faktor budidaya pada tanaman salak lokal Sumedang tidak begitu diperhatikan seperti pada tanaman salak pondoh, padahal faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang.

5.2. Saran

(35)

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hal. Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang. 2007. Laporan Akhir Tahun. (Tidak

dipublikasikan).

Epstein, Emanuel. 1972. Mineral Nutrition Of Plants Principles and Perspectives. University California. New York.

Harsono, Tri. 1994. Studi Taksonomi Kultivar Salak (Salacca zalacca Var. Zalacca). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 70 hal. Herliani, Leni., Elin, Slamet, dan I Ketut. 2001. The Use of Salacca Fruit (Salacca

edulish Reinw) variety of bongkok extracts as antioxidant and inhibitor of uric acid. Pharmacy School. ITB.

Jones J.B., B. Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro Macro Publishing, Inc. USA.

Jones, Ulysses. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Clemson University. Clemson. Joyce, D. 2001. The Quality Cycle. P. 1-10. In : R. Dris, R. Niskanen and S. M.

Jain (Ed). Crop Management and Postharvest Handling of Horticulture Products. Science Publisher, Inc. New Hampshire, USA.

Kader, A. A. 1992. Quality and Safety Factor. P. 185-189. In: A. A. Kader (Ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California. California.

Kiswanto. 2003. Pengaruh umur panen terhadap kadar gula, kadar asam dan tanin pada buah salak pondoh varietas manggala. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. 92 hal.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New York.

Mahyar, U. W. 1993. Salak. Dalam H. Sutarno, H. Sujito, S. S. Hardjadi. Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea Bogor, MAB Indonesia, UNESCO/ROSTSEA Jakarta, Indonesia. 41-43 hal. Marschner, H. 1986. Mineral NutritionOf Higher Plants. Acad Press. Orlando.

(36)

Mengel, K and E. A. Kirby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd edition. Int. Potash. Ins. Bern. 655 p.

Mogea JP. 1977. Jenis-jenis salak di Malesiana. Makalah Seminar Biologi V dan Kongres III Biologi, Indonesia. Malang. 12 hal.

Mogea JP. 1982. Salacca zalacca, the Correct name for the salak palm. Principles 26: 70-72.

Ng, S. K and K. C. Thong. 1985. Potassium in The Agricultural System of The Humid Tropics. Proc. Int. Potash. Ins. Bangkok. 81-95 p.

Purnomo, H. 2001. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70 hal. Purwanto, J., M. Rahayu, dan H. Sutarno. 1988. Toleransi Biji Salak Terhadap

Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Serangan Jamur. Berita Biologi. 390 – 395 hal.

Rahman, Ganjar. 2007. Sumedang Dalam Angka. BPS Kabupaten Sumedang. (Tidak dipublikasikan).

Samson, J. A. 1986. Trofical Fruits. 2nd. Longman. New York, USA. 336 p. Santoso, Budi. 1990. Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta.

Schuiling, D. L. and J. P. Mogea. 1990. Salacca zalacca var. Zalacca (Gaertn) voss. In D. E. Soltis and P. S. Soltis (Eds.) Isozymes in Plant Biology. Dioscorides Press. Portland, Oregeon. 1-4 p.

Schuiling, D. L. And J. P. Mogea. 1989. Salacca zalacca (Gaertner) voss. In E. Westphal and P. C. M. Jansen (eds). Plant Resources of South East Asia. Pudoc wageningen.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Soil Survey Laboratory (SSL). 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual. National Soil Survey Center. Soil Survey Laboratory. Lincoln – Nebraska. Solihin. 2001. Kajian faktor-faktor penentu produktivitas salak pondoh di

Wilayah Sleman. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

(37)

Tan, K. H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Macell Dekker, Inc. New York. Tan, K. S. 1953. Bercocok Tanaman Buah-buahan Salak. Kursus Mantri

Perkebunan Rakyat. Hortikultura. 45-47 hal.

Tjahyadi, N. 1990. Bertanam Salak. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. 55 hal.

Tri, Erna. 2003. Pengaruh pemupukan kalium terhadap produktivitas buah pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Uexkull, H. V. 1960. Fertilizer Use. 2nd edition. Verlogsgesellschaftfur Ackerbau mbH. Hannover. 593 p.

(38)

L

L

LA

A

AM

M

MP

P

PI

I

IR

R

RA

A

AN

N

N

(39)

(a) (b)

(c) (d) Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)

(40)

SUMEDANG

DYNA ISLAMY A14051406

MAYOR MANAJEMEN SUMBERDAYA LAHAN

DEPARTEMEN ILMU TANAH DAN SUMBERDAYA LAHAN FAKULTAS PERTANIAN

(41)

DYNA ISLAMY. Identifikasi Karakteristik Hara Tanah dan Kandungan Hara Tanaman dihubungkan dengan Rasa Salak Lokal Sumedang. Di bawah bimbingan Heru Bagus Pulunggono dan Basuki Sumawinata.

Kabupaten Sumedang merupakan salah satu daerah di propinsi Jawa Barat yang mengembangkan usaha hortikultura buah-buahan khususnya salak (Salacca edulis). Pusat penghasil salak di Kabupaten Sumedang terletak di Kecamatan Conggeang dan Kecamatan Paseh. Salak bongkok merupakan julukan untuk salak lokal Sumedang yang di produksi dari Kecamatan Paseh. Kelebihan dari salak lokal Sumedang jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar. Akan tetapi rasa buahnya “sepat”meskipun dalam keadaan matang.

Terdapat beberapa variasi rasa buah salak pada areal perkebunan salak lokal Sumedang. Tanaman salak yang berada di lokasi dengan kandungan bahan organik tinggi yang berasal dari kotoran kambing, memiliki rasa buah yang manis. Sedangkan pada bagian kebun yang lain memiliki rasa yang berbeda, diantaranya asam dan sepat. Oleh karena itu pada penelitian ini akan dicoba suatu identifikasi karakteristik hara tanah dan kandungan hara tanaman yang dihubungkan dengan rasa salak lokal Sumedang. Hal ini dimaksudkan untuk mengetahui penyebab dari perbedaan rasa pada salak lokal Sumedang.

(42)

DYNA ISLAMY. Identification of Soil Characteristics and Plant Nutrient Content Associated with a Taste of Local Salak Sumedang. Under the guidance of Heru Bagus Pulunggono and Basuki Sumawinata

Sumedang is one area in West Java Province that develops horticulture business particularly salak fruit. Salak producing centers in Sumedang are located in Conggeang and Paseh Districts. Local salak produced in Paseh Distric is called salak “bongkok”. The local salak of Sumedang has larger fruit size than salak pondoh. Although the fruit is ripe, its taste still “astringent”.

There are varieties of salak fruit tastes in the area of local salak plantations of Sumedang. Salak grown in places with high organic matter (from sheep waste) has a sweet taste. Than other salak grown have different tastes include sour and astringent tastes. Therefore, in this study will be conducted an identification of soil characteristics and plant nutrient contents associated with the taste of local salak of Sumedang. This is intended to find the cause of differences in tastes in local salak of Sumedang.

(43)

1.1. Latar Belakang

Salak merupakan tumbuhan asli daerah tropika, suku Arecaceae, anak suku Lepidocaryoidae, dan marga Salacca. Marga ini terdiri dari dua jenis dengan empat varietas yang tersebar alami di kawasan Malesiana mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Filipina, Kalimantan, Sumatra bagian selatan dan Jawa Barat (Mogea, 1977). Tiga jenis salak yang dibudidayakan yaitu : Salacca sumatrana di Padangsidempuan dan sekitarnya, Salacca zalacca di Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon, serta Salacca wallichiana di Thailand. Pusat salak di Jawa terdapat dibeberapa daerah misalnya, salak bongkok di Sumedang, salak manonjaya di Tasikmalaya, Salak petruk dan salak gading di daerah Bejalen, Ambarawa, Salak condet di Condet, salak pondoh, kembang arum dan salak gading di Sleman, salak nglumut di Magelang, salak kacun, gondanglegi dan suwaru di Malang, di Padangsidempuan dikenal salak sibakua dan siamporik.

Tanaman salak dapat tumbuh baik di dataran rendah maupun pegunungan sampai ketinggian 900 m di atas permukaan laut (dpl), dengan pertumbuhan optimal pada ketinggian 500 m dpl. Tanaman ini menghendaki curah hujan merata yakni 200 – 400 mm/bulan, dengan suhu berkisar 20 – 30 ºC, pH 5 – 7 dan mendapatkan sinar matahari yang cukup.

(44)

belum mampu untuk bersaing dengan salak dari daerah lainnya terutama dengan salak pondoh yang berasal dari Sleman, Yogyakarta.

Salak lokal Sumedang memiliki kelebihan jika dibandingkan dengan salak pondoh yaitu memiliki ukuran buah yang lebih besar (diameter buah mencapai 6 cm). Akan tetapi rasa buahnya “sepat” meskipun dalam keadaan matang. Di Kabupaten Sumedang tanaman ini tumbuh baik di tanah Latosol yang memiliki ketinggian 25-500 m di atas permukaan laut (dpl), dengan rata-rata curah hujan sebesar 2.547 mm/tahun di Kecamatan Conggeang dan sebesar 2.246 mm/tahun di Kecamatan Paseh (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Tanaman salak lokal sumedang meskipun tumbuh di tanah yang sama, akan tetapi buah yang dihasilkan dari tanamannya berbeda-beda. Salak lokal sumedang tidak semuanya memiliki rasa asam dan sepat tetapi ada juga yang memiliki rasa manis.

1.2. Tujuan

(45)

Salak merupakan tumbuhan asli Asia Tenggara yang tersebar mulai dari Burma, Thailand, Malaysia, Indonesia dan Filipina. Namun sudah diintroduksikan hingga ke Papua, Queesland, Pulau Ponape dan dilaporkan juga ditemukan di kepulauan Fiji (Schuiling dan Mogea, 1990).

Marga Salacca terdiri 21 jenis dan 4 varietas. Tiga jenis dibudidayakan penduduk yaitu Salacca sumatrana Becc, di Padangsidampuan Salacca wallchiana Mart, di Thailand, Jawa, Madura, Bali, Sulawesi dan Ambon Salacca zalacca (Gaertn.)

Salacca zalacca tumbuh alami di hutan-hutan dataran rendah Jawa Barat dan Sumatera bagian selatan (schuiling dan Mogea, 1990). Jenis ini memiliki dua varietas yaitu var. Zalacca (Gaertn.) Voss dan var. Amboinensis (Becc.) (Mogea, 1982). Varietas zalacca di pulau Jawa tersebar di pusat-pusat penanaman salak seperti Condet, Tasikmalaya, Malang, Sleman, Bangkalan. Di luar Jawa tanaman ini dibudidayakan di Sulawesi. Sedangkan varietas Amboinensis menurut Suter (1988) tersebar di Bali dan dapat dibedakan atas sepuluh kultivar.

Salak budidaya khususnya varietas zalacca tumbuh subur di dataran rendah tropika. Tanaman ini memerlukan air yang cukup sepanjang tahun dengan curah hujan 1700 – 3100 mm per tahun. Pada perbedaan curah hujan yang melebihi 3100 mm/tahun jumlah panenan buahnya akan berkurang dan kualitasnya menurun. Buah dipanen setelah berumur 5 – 7 bulan dari saat bunga mekar. Tanaman ini menyukai tempat yang teduh dengan tipe tanah padas dan regosol (Mahyar, 1993). Musim panen salak dapat dipilah menjadi 3 periode, yaitu :

• Panen raya : November - Januari

• Panen sedang : Mei - Juli

(46)

2.2. Deskripsi Biologi Tanaman Salak

Tanaman salak termasuk dalam famili Palmae yang tumbuh berumpun, berumah dua, perakaranya dangkal, dan batangnya jarang terlihat karena tertutup oleh pelepah daun yang tersususn roset dan rapat. Salak merupakan tanaman tahunan dengan tinggi tanaman dapat mencapai 7 m, tetapi pada umumnya tingginya tidak lebih dari 4.5 m. Daun salak terdiri dari pelepah, tangkai dan helaian anak daun. Perbungaannya muncul dari tengah punggung pelepah daun. Bunga jantan terdiri atas 9 – 14 tongkol dan bunga betina terdiri atas 1 – 4 tongkol. Penyerbukan umumnya dilakukan oleh serangga bersayap moncong (Curcullinoidae), namun ada juga yang dilakukan oleh manusia. Buahnya berwarna kuning kehijauan hingga coklat kehitaman. Daging buahnya ada yang masir, ada juga yang tidak masir, rasanya manis atau sepat, berbiji 1 – 3 (Verheij dan Coronel, 1997).

Hingga kini para petani belum dapat membedakan tanaman jantan dan betina jika hanya berdasarkan pada bentuk vegetatif. Tanaman ini diperbanyak dengan biji, namun kini teknik cangkokan anakan sudah mulai diterapkan. Dari hasil penelitiannya tentang hubungan karakteristik buah salak dengan kemungkinan buah jantan dan buah betina, Tjahjadi (1990) menjelaskan bahwa buah salak yang berbiji tiga berpeluang menghasilkan tanaman betina 70 %, yang berbiji dua akan menghasilkan tanaman betina 100 %, sedangkan yang berbiji satu akan menghasilkan jantan 100 %.

(47)

Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982) 2.3. Daerah Potensial Pengembangan

(48)

Tabel 1. Sentra-sentra Produksi Salak di Indonesia

Propinsi Sentra Produksi

Sumatera Utara Padangsidempuan

DKI Jakarta Condet

Jawa Barat Serang, Sumedang, Bogor, Tasikmalaya, Batujajar

Jawa Tengah

Magelang, Ambarawa, Wonosobo, Banyumas, Purworejo, Purbalingga, Banjarnegara

DI Yogyakarta Sleman

Jawa Timur Bangkalan, Pasuruan, Malang

Bali Karangasem

Sulawesi Selatan Enrekang

2.4. Manfaat Salak

Salak merupakan buah yang banyak mengandung berbagai zat yang dibutuhkan oleh tubuh. Buah salak memiliki kandungan protein 0.40 %, karbohidrat 20.90 %, kadar abu 0.67 %, kalsium 0.0028 %, fosfor 0.0018 % dan zat besi 0.0042 % dan salak tidak mengandung lemak (Schuiling dan Mogea, 1989). Selain itu salak juga dapat dimanfaatkan sebagai bahan campuran asinan, manisan basah, manisan kering. Buah salak dapat dimakan segar, maupun sebagai produk olahan atau awetan. Buah salak produk awetan selain manisan bisa juga dibuat wajik dan dodol. Hal ini dilakukan untuk menghindari pembusukan buah (Kiswanto, 2003).

2.5. Kualitas Buah

(49)

makanan dan kesenangan. Konsumen cenderung menilai kualitas buah berdasarkan penampilan, tingkat kekerasan yang baik, nilai rasa dan gizi ( Kader, 1992).

2.6. Salak Lokal Sumedang dan Salak Pondoh 2.6.1. Salak Sumedang

Salak Sumedang memiliki berbagai macam nama, Penamaan salak Sumedang berdasarkan pada daerah asal salak ditanam. Contohnya adalah salak bongkok, salak narimbang, salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal, dan salak cibubuan. Salak yang terkenal di Kabupaten Sumedang berasal dari daerah Narimbang, Bongkok, dan Ciaseum. Ciri dari salak Sumedang adalah bentuk buahnya ada yang lonjong dan bulat, kulit buahnya bersisik besar dan berwarna merah kecokelatan mengkilat, daging buahnya tebal dan rasanya ada yang manis, asam, sepat dan ada manis bercampur sepat, bijinya besar dan dalam tiap buah terdapat 2-3 biji, ukuran buahnya besar dengan diameter dapat mencapai 6 cm dan setiap rumpun dapat menghasilkan 5-7 tandan. Ciri khas yang membedakan antara salak jambu, salak ciaseum, salak legok, salak ungkal dan salak cibubuan yaitu dari segi rasa buahnya dan ukurannya. Salak narimbang, salak legok dan salak ciaseum ukuran buahnya lebih besar dan rasanya lebih manis dibandingkan salak jambu, salak ungkal dan salak cibubuan (Dinas Pertanian Sumedang, 2007).

2.6.2. Salak Pondoh

(50)

Bunga salak berbentuk majemuk, bertangkai dan tertutup oleh seludang. Panjang seludang bunga jantan hingga 50 – 100 cm sedangkan bunga betina 20 – 30 cm (Ashari, 1995). Purnomo (2001) melaporkan bahwa bunga jantan pada tanaman salak pondoh berwarna coklat kemerahan, sekelompok bunga jantan terdiri dari 4 – 12 malai, satu malai terdiri dari ribuan serbuk sari, panjang bunga jantan setiap malai sekitar kira-kira 4 – 15 cm dan bunga jantan mekar selama 1- 3 hari. Bunga betina berwarna hijau kekuningan, berbintik merah dan mempunyai 3 petal. Panjang satu malai 7 – 10 cm dan bunga mekar selama 1 – 3 hari. Tanda bunga yang siap diserbuki adalah bunga berwarna merah dan mengeluarkan aroma harum. Waktu penyerbukan yang baik adalah pada hari ke -2 bunga mekar.

Varietas salak pondoh yang sudah dibudidayakan di Indonesia yaitu salak pondoh hitam, salak pondoh merah, salak pondoh kuning, dan salak pondoh super. Salak pondoh hitam berbentuk bulat dan berukuran kecil, daging buah berwarna putih kapur dengan kulit buah berwarna hitam gelap dan rasanya sangat manis seperti buah lengkeng. Salak pondoh merah bentuk buahnya agak lonjong, berkulit warna merah kecoklat-cokelatan dan pada bagian ujungnya berwarna kehitam-hitaman, berukuran lebih besar dibanding salak pondoh hitam, setiap kilogram berisi 20 – 25, bila matang beraroma buah apel. Salak pondoh kuning berbentuk bulat mirip buah salak pondoh hitam , namun ukurannya besar, tiap kilogram berisi 10 – 15 butir buah, kulit buah berwarna coklat kekuning-kuningan, daging buahnya berwarna putih krem, rasa manis dan beraroma buah apel. Salak pondoh super berbentuk bulat memanjang, buahnya berukuran besar, tiap kilogram berisi 9 – 11 butir buah, kulit buah berwarna kekuning-kuningan, daging buahnya tebal, rasanya manis, renyah dan masir.

2.6.3. Budidaya Salak Lokal Sumedang

(51)

dilapangan saya pernah bertanya kepada pemilik kebun tentang sejarah adanya salak lokal Sumedang dan menanyakan bagaimana penanaman dan perawatan yang dilakukan, pemilik kebun hanya menjawab bahwa pada umumnya salak di daerah Sumedang kurang lebih sudah ada sebelum tahun 1960. Para petani salak di Sumedang hanya meneruskan kebun yang ada tanpa dilakukan pergantian tanaman dan perawatan (pemupukan, pengairan, pemangkasan, dan penyerbukan). Faktor budidaya diatas sedikitnya dapat mempengaruhi terhadap produktivitas dan kualitas tanaman salak.

2.7. Peran Nitrogen dan Fosfor

Nitrogen (N) merupakan unsur yang sangat diperlukan oleh tanaman, karena nitrogen merupakan penyusun utama komponen sel dalam tanaman yaitu asam amino dan asam nukleat (Emanuel, 1972). Kandungan Nitrogen dalam tanaman yang cukup untuk menunjang pertumbuhan antara 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Jones et al, 1991). Kekurangan unsur ini dapat menimbulkan gangguan pada pertumbuhan tanaman. Gejala yang tampak apabila tanaman kekurangan N yaitu daun tua menjadi kuning (klorosis) dan cepat rontok (Emanuel, 1972). Gejala ini disebabkan oleh N yang mobil dari daun tua ke daun muda (Marschner, 1986).

(52)

2.8. Peran Kalium, Natrium, Besi, dan Mangan

Kalium (K) adalah kation yang esensial bagi tanaman. Kadar K dalam tanaman yang dapat menunjang pertumbuhan yang optimal sebesar 2 % - 5 % dari berat kering tanaman (Marschner, 1986)

Peran utama K dalam tanaman adalah sebagai aktivator enzim. Kalium menjamin ketegaran tanaman dan merangsang pertumbuhan akar. Kalium diperlukan dalam pembentukan karbohidrat dan translokasi gula (Soepardi, 1983). Fungsi K lainnya adalah mengatur tekanan potensial air dalam sel penjaga stomata. Kalium bertanggung jawab pada perubahan turgor sel penjaga selama proses pergerakan stomata (Marschner, 1986). Kekurangan K pada tanaman mengakibatkan bagian tepi daun klorosis, daun menjadi keriting dan menggulung, batang menjadi lemah dan ramping (Emanuel, 1972).

Tanaman memerlukan kalium dalam jumlah yang bervariasi pada bermacam tahap pertumbuhan. Respon pengambilan K oleh tanaman tergantung pada level N (Mengel dan Kirby, 1982). Kalium merupakan unsur terbanyak yang ditransfer ke tandan kelapa sawit. Kekurangan kalium pada tanaman ini menyebabkan lemahnya jaringan tanaman, anak daun berwarna kuning di sekitar tulang daun serta menurunkan jumlah bobot tandan secara drastis. Kelapa sawit, cocoa, dan kelapa mempunyai angka penyerapan kalium dan nitrogen paling besar dan fosfor yang terkecil sedangkan angka penyerapan kalium sendiri jauh lebih tinggi dari nitrogen (Ng dan Thong, 1985). Pada tanaman kelapa kalium menghasilkan respon pemupukan yang paling bagus di banding N dan P (Uexkull, 1960).

Natrium (Na) adalah unsur yang esensial bagi beberapa tanaman, misalnya pada tanaman bit gula. Peran Na dalam tanaman tingkat tinggi dibagi menjadi dua yaitu esensial dan dapat menggantikan fungsi K dalam tanaman. Tanggap pertumbuhan tanaman pada Na diduga karena Na dapat menggantikan fungsi K khususnya aktivator enzim (Marschner, 1986).

(53)

Keracunan Na dapat dikurangi dengan pemberian kalsium (Ca) dan Magnesium (Mg). Pemberian Ca dan Mg dalam jumlah sedang dapat mengurangi gejala, sedangkan pemberian dalam jumlah besar dapat melindungi tanaman dari gejala keracunan.

Fungsi Fe pada tanaman sebagai katalis atau bagian dari suatu sistem enzim yang berhubungan dengan pembentukan klorofil. Kadar Fe pada tanaman sebesar 50 – 250 ppm (Jones et al, 1991). Besi diambil oleh tanaman dalam bentuk ion ataupun dalam bentuk garam-garam kompleks organik (khelat) dan dapat juga diabsorpsi oleh daun apabila besi sulfat diberikan melalui daun. Gejala kekurang Fe pada tanaman adalah klorosis pada daun muda. Klorosis pada daun muda disebabkan karena Fe dibutuhkan untuk sintesis kompleks klorofil-protein dalam kloroplas (Emanuel, 1972).

(54)

3.1. Waktu dan Tempat

Sampel daun salak dan tanah yang akan di analisis diambil dari lokasi 1 (salak asam) dan lokasi 2 (salak sepat) yang berada di Desa Narimbang, lokasi 3 dan lokasi 4 (salak manis) yang berada di Desa Karanglayung, dua desa ini terletak di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang. Sebagai pembanding diambil juga daun salak pondoh dari daerah Sleman, Yogyakarta. Analisis tanah dan tanaman dilakukan di Laboratorium Pengembangan Sumberdaya Fisik Lahan dan Laboratorium Kimia dan Kesuburan Tanah, Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya Lahan, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan dari bulan Oktober-November 2009.

Lokasi 1 Lokasi 2

(55)

PETA WILAYAH KECAMATAN CONGGEANG, KABUPATEN SUMEDANG

Keterangan : Desa Karanglayung Desa Narimbang

(56)

3.2. Bahan dan Alat

Bahan yang digunakan terdiri dari tiga contoh tanah, empat contoh daun salak Sumedang dan dua contoh daun salak pondoh. Contoh tanah satu diambil dari lokasi kebun salak Sumedang yang memiliki rasa asam, contoh tanah dua diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa sepat dan contoh tanah tiga diambil dari lokasi kebun salak yang memiliki rasa manis. Contoh daun satu diambil dari pohon salak asam, contoh daun dua diambil dari pohon salak sepat, contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis dan contoh daun tiga diambil dari pohon salak manis yang lokasinya dekat kandang kambing.

Alat yang digunakan dalam pengambilan sampel tanah dan daun salak, yaitu : cangkul, meteran, pisau lapang, penggaris, kantong plastik, label dan karet gelang. Sedangkan alat yang digunakan untuk analisis tanah dan daun diantaranya yaitu alat-alat gelas, cawan porselin, muffle, hot plate, centrifuge, shaker, pH meter, flamefotometer dan AAS (Atomic Absorption Spectrofotometer).

3.3. Metode Penelitian

Analisis sifat kimia tanah dilakukan terhadap tanah dari tiap lokasi kebun salak yang diambil secara komposit pada kedalaman 0-20 cm. Contoh tanah kemudian dikering udarakan, lolos saringan 2 mm dan 0.5 mm, selanjutnya dianalisis di laboratorium.

Pengambilan daun tanaman salak dilakukan pada batang ke tiga dari pucuk dan daun pertama sampai daun ke tiga setelah pembukaan sempurna. Contoh daun tanaman kemudian dibersihkan dengan aquades, dikeringkan pada suhu 60 0C, digiling dan diayak menggunakan ayakan 0.5 mm.

3.4. Analisis Laboratorium

(57)

Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang diukur Metode

Unsur mikro HCl 0.05 N

C-Organik Walkley dan Black

KTK 1N NH4OAc pH 7

Al-dd Titrasi

Kejenuhan Basa 1N NH4OAc pH 7

P total dan P tersedia HCl 25% dan Bray 1

N total Kjeldahl

Tabel 3. Parameter Tanaman yang diukur dan metode yang digunakan Parameter yang di ukur Metode

N-total Kjeldahl

P-tersedia Pengabuan kering

(58)

4.1. Gambaran Umum Lokasi Penelitian

Penelitian dilakukan di Kecamatan Conggeang, Kabupaten Sumedang, Propinsi Jawa Barat, tepatnya di Desa Karanglayung dan Desa Narimbang. Secara geografis Kabupaten Sumedang terletak pada posisi 107˚21’-108˚21’ Bujur Timur dan 6˚44’-70˚83’ Lintang Selatan. Luas wilayah Kabupaten Sumedang ± 152220 Ha dengan ketinggian antara 20 sampai dengan lebih dari 1000 meter di atas permukaan laut (dpl).

Daerah yang ditumbuhi oleh tanaman salak memiliki ketinggian tempat sekitar 25 – 500 m dpl (Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang, 2007). Dilihat dari ketinggian tempatnya lokasi kebun sudah dianggap layak untuk ditanami salak. Kondisi curah hujan di lokasi kebun salak cukup tinggi yang mengakibatkan ketersediaan air tanah berlimpah dan iklim di lokasi tersebut tergolong agak basah.

Penghasilan utama daerah Sumedang disumbang oleh sektor pertanian, selain tanaman pangan Sumedang juga unggul di sektor buah-buahan. Buah-buahan yang menjadi unggulan Kabupaten Sumedang diantaranya salak bongkok, sawo, pisang, melinjo, nangka dan masih banyak lagi.

4.2. Karakteristik Sifat Kimia Tanah di Kebun Salak Lokal Sumedang

(59)

. Karakteristik Sifat Kimia Tanah.

Keterangan : Lokasi 1= kebun salak asam;Lokasi 2=kebun salak sepat ;Lokasi 3=kebun salak manis

(60)

Analisis di lokasi 3 nilai P tersedia lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Tingginya nilai P tersedia di lokasi 3 disebabkan oleh tingginya bahan mineral yang mengandung fosfor di tanah tersebut dan tingkat pelapukannya. Selain itu, yang mempengaruhi tingginya nilai P di lokasi 3 disebabkan oleh nilai pH. Nilai pH tanah semakin rendah maka absorpsi bentuk H2PO4- akan meningkat.

Hasil analisis KTK tanah dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilainya lebih tinggi jika dibandingkan dengan lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai KTK di lokasi 2 dipengaruhi oleh pH tanah dan bahan organik (serasah daun tanaman) di sekitar lokasi 2. Hasil analisis Kejenuhan basa di tiga lokasi juga menunjukan bahwa di lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3.

Dari ketiga lokasi menunjukan bahwa di lokasi 2 nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 3. Tingginya nilai Ca dd, Mg dd, K dd, dan Na dd di lokasi 2 diduga berasal dari penambahan bahan organik yang berasal dari serasah daun tanaman yang berada di sekitar lokasi 2.

Nilai Fe di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Kandungan Fe pada tanah di lokasi 3 jauh lebih tinggi dibandingkan kandungan Fe pada lokasi 1 dan lokasi 2, hal ini diakibatkan oleh tanah di lokasi 3 mempunyai nilai pH paling rendah sehingga kandungan Fe paling tinggi. Nilai Mn dan Zn dari ketiga lokasi menunjakan bahwa di lokasi 3 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Sedangkan untuk nilai Cu di lokasi 1 lebih tinggi dari lokasi 2 dan lokasi 3.

(61)

Tabel 5. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Sumedang

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

Dari hasil analisis daun yang disajikan pada Tabel 5 terlihat bahwa kandungan fosfor dan nitrogen di ke empat lokasi hampir sama. Nilai K, Na, Fe dan Mn di lokasi 3 dan lokasi 4 lebih tinggi dari lokasi 1 dan lokasi 2. Nilai kalsium di lokasi 1 dan lokasi 2 lebih tinggi dari lokasi 3 dan lokasi 4. Nilai kandungan Cu dan Zn antar lokasi tidak berbeda jauh.

(62)

Tabel 6. Kadar Hara Daun Tanaman Salak Pondoh

Keterangan: Lokasi 1= salak Pondoh Hitam; Lokasi 2= salak Pondoh Kuning. Tabel 6 menunjukan kandungan hara dari daun salak pondoh dengan varietas pondoh hitam dan pondoh kuning. Perbedaan yang paling mencolok antara salak pondoh hitam dan salak pondoh kuning dilihat dari segi ukuran buah, bentuk dan rasa. Salak pondoh kuning memiliki rasa agak sepat walaupun sedikit jika dibandingkan dengan salak pondoh hitam yang memiliki rasa manis tanpa ada sedikit sepat.

Hasil dari analisis terhadap daun tanaman salak pondoh kuning dan salak pondoh hitam perbandingan nilai kandungan hara yang terdapat di kedua varietas salak tersebut tidak berbeda jauh (Tabel 6).

Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh

Lokasi

Keterangan:Lokasi 1=salak asam;Lokasi 2=salak sepat;Lokasi 3=salak manis(agak);Lokasi4=salak manis(dekat kandang kambing).

(63)

salak yang berasa asam dan sepat ( 0.99 % dan 0.98 %). Tingginya rasio Ca/K pada salak asam dan sepat mengakibatkan rendahnya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman. Sedangkan pada salak manis rendahnya rasio Ca/K mengakibatkan tingginya jumlah kalium yang dijerap oleh tanaman.

Faktor lain yang mempengaruhi terhadap rasa manis pada salak pondoh jika dibandingkan dengan salak Sumedang adalah pemberian sulfur. Sulfur yang berada di daerah perkebunan salak pondoh berasal dari hasil erupsi gunung merapi sedangkan di kebun salak lokal Sumedang tidak terjadi erupsi, karena tidak terjadi erupsi maka kandungan sulfur di tanahnya rendah. Tingginya kandungan sulfur di kebun salak pondoh mengakibatkan rasa buahnya manis. Oleh karena itu, pada salak lokal Sumedang jika menginginkan buahnya berasa manis sama seperti salak pondoh maka perlu ditambahkan sulfur. Penambahan sulfur pada salak lokal Sumedang bisa dilakukan dengan cara penyiraman tanaman menggunakan air yang mengandung sulfur dan pada saat pemupukan dilakukan penaburan sulfur pada masing-masing tanaman.

(64)

1. Pada varietas yang sama kandungan Kalium dan Natrium di tanaman salak manis lebih tinggi dibandingkan dengan salak asam dan sepat. Tanaman dengan kandungan Kalium rendah tingkat kemanisan pada buah berkurang.

2. Kandungan unsur mikro Fe dan Mn pada salak manis lebih tinggi dibandingkan salak asam dan sepat.

3. Faktor budidaya pada tanaman salak lokal Sumedang tidak begitu diperhatikan seperti pada tanaman salak pondoh, padahal faktor budidaya sedikitnya dapat berpengaruh terhadap produktivitas dan kualitas salak lokal Sumedang.

5.2. Saran

(65)

Ashari, S. 1995. Hortikultura Aspek dan Budidaya. UI Press. Jakarta. 485 hal. Dinas Pertanian Kabupaten Sumedang. 2007. Laporan Akhir Tahun. (Tidak

dipublikasikan).

Epstein, Emanuel. 1972. Mineral Nutrition Of Plants Principles and Perspectives. University California. New York.

Harsono, Tri. 1994. Studi Taksonomi Kultivar Salak (Salacca zalacca Var. Zalacca). Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Institut Pertanian Bogor. 70 hal. Herliani, Leni., Elin, Slamet, dan I Ketut. 2001. The Use of Salacca Fruit (Salacca

edulish Reinw) variety of bongkok extracts as antioxidant and inhibitor of uric acid. Pharmacy School. ITB.

Jones J.B., B. Wolf and H.A. Mills. 1991. Plant Analysis Handbook. Micro Macro Publishing, Inc. USA.

Jones, Ulysses. 1979. Fertilizers and Soil Fertility. Clemson University. Clemson. Joyce, D. 2001. The Quality Cycle. P. 1-10. In : R. Dris, R. Niskanen and S. M.

Jain (Ed). Crop Management and Postharvest Handling of Horticulture Products. Science Publisher, Inc. New Hampshire, USA.

Kader, A. A. 1992. Quality and Safety Factor. P. 185-189. In: A. A. Kader (Ed). Postharvest Technology of Horticultural Crops. University of California. California.

Kiswanto. 2003. Pengaruh umur panen terhadap kadar gula, kadar asam dan tanin pada buah salak pondoh varietas manggala. Tesis. Fakultas Pasca Sarjana. Universitas Gajah Mada. 92 hal.

Lindsay, W. L. 1979. Chemical Equilibria in Soil. John Wiley and Sons. New York.

Mahyar, U. W. 1993. Salak. Dalam H. Sutarno, H. Sujito, S. S. Hardjadi. Pendayagunaan Tanaman Buah-buahan pada Lahan Kritis. Yayasan Prosea Bogor, MAB Indonesia, UNESCO/ROSTSEA Jakarta, Indonesia. 41-43 hal. Marschner, H. 1986. Mineral NutritionOf Higher Plants. Acad Press. Orlando.

(66)

Mengel, K and E. A. Kirby. 1982. Principles of Plant Nutrition. 3rd edition. Int. Potash. Ins. Bern. 655 p.

Mogea JP. 1977. Jenis-jenis salak di Malesiana. Makalah Seminar Biologi V dan Kongres III Biologi, Indonesia. Malang. 12 hal.

Mogea JP. 1982. Salacca zalacca, the Correct name for the salak palm. Principles 26: 70-72.

Ng, S. K and K. C. Thong. 1985. Potassium in The Agricultural System of The Humid Tropics. Proc. Int. Potash. Ins. Bangkok. 81-95 p.

Purnomo, H. 2001. Budidaya Salak Pondoh. Aneka Ilmu. Semarang. 70 hal. Purwanto, J., M. Rahayu, dan H. Sutarno. 1988. Toleransi Biji Salak Terhadap

Penurunan Kadar Air, Suhu, dan Serangan Jamur. Berita Biologi. 390 – 395 hal.

Rahman, Ganjar. 2007. Sumedang Dalam Angka. BPS Kabupaten Sumedang. (Tidak dipublikasikan).

Samson, J. A. 1986. Trofical Fruits. 2nd. Longman. New York, USA. 336 p. Santoso, Budi. 1990. Salak Pondoh. Kanisius. Yogyakarta.

Schuiling, D. L. and J. P. Mogea. 1990. Salacca zalacca var. Zalacca (Gaertn) voss. In D. E. Soltis and P. S. Soltis (Eds.) Isozymes in Plant Biology. Dioscorides Press. Portland, Oregeon. 1-4 p.

Schuiling, D. L. And J. P. Mogea. 1989. Salacca zalacca (Gaertner) voss. In E. Westphal and P. C. M. Jansen (eds). Plant Resources of South East Asia. Pudoc wageningen.

Soepardi, G. 1983. Sifat dan Ciri Tanah. Jurusan Tanah. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. (Tidak Dipublikasikan).

Soil Survey Laboratory (SSL). 1995. Soil Survey Laboratory Information Manual. National Soil Survey Center. Soil Survey Laboratory. Lincoln – Nebraska. Solihin. 2001. Kajian faktor-faktor penentu produktivitas salak pondoh di

Wilayah Sleman. Tesis. Institut Pertanian Bogor. 70 hal.

(67)

Tan, K. H. 1982. Principle of Soil Chemistry. Macell Dekker, Inc. New York. Tan, K. S. 1953. Bercocok Tanaman Buah-buahan Salak. Kursus Mantri

Perkebunan Rakyat. Hortikultura. 45-47 hal.

Tjahyadi, N. 1990. Bertanam Salak. Yayasan Kanisius, Yogyakarta. 55 hal.

Tri, Erna. 2003. Pengaruh pemupukan kalium terhadap produktivitas buah pepaya. Skripsi. Institut Pertanian Bogor. 30 hal.

Uexkull, H. V. 1960. Fertilizer Use. 2nd edition. Verlogsgesellschaftfur Ackerbau mbH. Hannover. 593 p.

(68)

L

L

LA

A

AM

M

MP

P

PI

I

IR

R

RA

A

AN

N

N

(69)

(a) (b)

(c) (d) Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)

Gambar

Gambar Salacca edulis Reinw (Mogea, 1982)
Tabel 2. Parameter Tanah yang diukur dan metode yang digunakan
Tabel 7. Rasio Ca/K Daun Tanaman Salak Sumedang dan Salak Pondoh
Gambar Lampiran 1. Salak manis 1 (a), Salak manis 2(dekat kandang kambing)
+5

Referensi

Dokumen terkait

Umur batuan dihitung sejak batuan tersebut mengkristal (walaupun masih berwujud magma), perhitungan menggunakan metode K/Ar. Waktu letusan dihitung lewat bangkai makhluk hidup

Thomson, Laura (PHP & MySql Web Development,2001) sesuai pada gambar proses diatas,yang mana peta memanfaatkan script yang disediakan Flash untuk meload

Bila mu- tu warga belajar paket C meningkat, da- pat diharapkan peringkat kelulusan da- lam program tersebut akan lebih baik; (3) memberikan alternatif bagi Dinas

Perbedaan ukuran lebar ini diduga dapat disebabkan karena jumlah individu badak jawa yang menggunakan kubangan tidak selalu sama untuk setiap lokasi pengamatan,

Pola kategori pengembangan hubungan antarpribadi secara tertutup merupakan bentuk pengembangan hubungan di mana mantan na- rapidana perempuan setelah beradaptasi mereka tetap

dan Arsip Sejarah Zaman Permulaan dan Zaman Akhir yang mencakup Peristiwa Politik Mengenai Orang- orang Arab, Non-Arab, dan Barbar, serta Raja-raja Besar yang Semasa

Bahkan bila kita amati masih banyak lagi film-filam yang dikonsumsi oleh pemirsa (mad’u) seperti film Rahasia Illahi, Demi Masa, Insyaf, Taubat, dan masih banyak lagi film yang

Pengembangan sekolah melalui kewirausahaan dengan tujuan menciptakan kemandirian pembiayaan sekolah tentunya diperlukan perencanaan pendanaan yang sistematis berdasarkan