HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS KESEHATAN LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PASAR MERAH MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Oleh
SABARIAH Br SIDABUTAR 127032202/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
CORRELATION BETWEEN LIFESTYLE AND HEALTH STATUS OF OLD PEOPLE IN THE WORKING AREA OF PASAR MERAH
PUSKESMAS, MEDAN, IN 2014
THESIS
By
SABARIAH Br SIDABUTAR 127032202/IKM
MAGISTRATE IN PUBLIC HEALTH SCIENCE STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS KESEHATAN LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PASAR MERAH MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiolgi
pada Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera Utara
Oleh
SABARIAH Br SIDABUTAR 127032202/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS KESEHATAN LANJUT USIA di WILAYAH KERJA PUSKESMAS PASAR MERAH MEDAN TAHUN 2014
Nama Mahasiswa : Sabariah Br Sidabutar Nomor Induk Mahasiswa : 127032202
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi : Administrasi Kesehatan Komunitas/Epidemiologi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M) (Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes Ketua Anggota
)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah diuji
Pada Tanggal : 29 Agustus 2014
____________________________________________________________________
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M Anggota : 1. Ernawati Nasution, S.K.M, M.Kes 2. drh. Rasmaliah, M.Kes
PERNYATAAN
HUBUNGAN GAYA HIDUP DENGAN STATUS KESEHATAN LANJUT USIA DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS
PASAR MERAH MEDAN TAHUN 2014
TESIS
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis ini tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, September 2014
ABSTRAK
Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan di seluruh dunia, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 11,34%. Peningkatan tersebut diikuti dengan perubahan gaya hidup yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Di Puskesmas Pasar Merah Medan banyak lansia yang sakit rata-rata 50 orang per bulan dengan keluhan sering mengalami nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, batuk-batuk dan kebas-kebas di seluruh tubuh dan didapatkan juga informasi bahwa penyakit yang sering dialami lansia adalah tekanan darah tinggi, stroke ringan, diabetes mellitus dan rematik dan ada juga lansia yang merokok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap status kesehatan lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan Tahun 2014.
Jenis penelitian yang dilakukan pada Januari 2014 hingga Agustus 2014 menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar dan mendapatkan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan yang berumur > 45 tahun yang berjumlah 1949 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 96 orang lansia dengan teknik pengambilan sampel proporsi. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik dengan α = 0,05.
Hasil penelitian secara statistik menunjukkan pola makan (95%CI = 1,90 – 11,95 dengan RP 2,42), aktivitas fisik (95% CI = 1,57 – 9,43 dengan RP 2,12), kebiasaan istirahat (95% CI = 1,16 – 9,41 dengan RP 2,03) dan riwayat merokok (95% CI = 1,02 – 7,70 dengan RP 1,57) berhubungan dengan status kesehatan lansia. Variabel yang dominan berhubungan dengan status kesehatan lansia adalah variabel pola makan.
Dinas Kesehatan Kota Medan agar membuat kebijakan khusus dengan cara meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup. Puskesmas Pasar Merah Medan agar lebih meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup dengan melibatkan keluarga khususnya cara memperbaiki pola makan dan mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan status kesehatan tidak baik. Lansia diharapkan dapat memperbaiki pola makan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
ABSTRACT
The number of old people is growing rapidly throughout the world. It is estimated that in 2020 the number of old people in Indonesia will reach to 28.8 million by the increase of 11.34%. The increase is followed by the change in lifestyle which can cause health problem. There were about 50 old people who are sick per month at Pasar Merah Puskemas, Medan. They usually complain about pain in the joints, headache, insomnia, coughing, and numb throughout their bodies. It is also told that they are usually affected by hypertension, light stroke, diabetes mellitus, and rheumatism; some of them smoke. The objective of the research was to analyze the correlation between lifestyle and old people’s health status in the working area of Pasar Merah Puskesmas, Medan, in 2014.
The research used observational analytic method with cross sectional design. It was conducted from January to August, 2014.The population was 1949 listed old people who more than 45 years old and were treated at Pasar Merah Puskesmas, Medan, and 96 of them were used as the samples, taken by using proportional sampling technique. The data were analyzed by using logistic regression test at α= 0.05.
The research statistical present that consumtion consep (95%CI= 1,90-11,95 with RP 2,42), sinner activity (95%CI= 1,57-9,43 with RP 2,12), take a rest (95%CI= 1,16-9,41 with RP 2,03) and smoke historic (95%CI= 1,02-7,70 with RP 1,57) correlation between health status of old people. The variable which had the most dominant influence was the variable of eating pattern
It is recommended that Medan Health Service make specific policy by improving counseling related to lifestyle. The management of Pasar Merah Puskesmas improve counseling related to lifestyle by involving families, especially by improving eating pattern and by reducing bad habits which can cause bad health condition. The old people should improve their eating pattern in their daily life.
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, karena
atas berkat dan rahmat-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan Tesis ini dengan
judul “Hubungan Gaya Hidup dengan Status Kesehatan Lanjut Usia (Lansia) di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan Tahun 2014”.
Dalam penulisan Tesis ini, penulis banyak mendapatkan bantuan dari berbagai
pihak, untuk itu pada kesempatan ini penulis juga ingin menyampaikan ucapan
terimakasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM & H., M.Sc (CTM)., Sp.A.,(K), selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S selaku Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawani Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
4. Dr. Drs. R. Kintoko Rochadi, M.K.M, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang
penuh perhatian, kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan,
petunjuk, hingga selesainya penulisan tesis ini.
5. Ernawati Nasution, S.K.M, selaku Pembimbing Kedua yang penuh perhatian,
kesabaran dan ketelitian dalam memberikan bimbingan, arahan, petunjuk, hingga
6. drh. Rasmaliah, M.Kes selaku Ketua Departemen Epidemiologi FKM USU
sekaligus penguji yang telah banyak memberikan masukan demi kesempurnaan
tulisan ini.
7. drh. Hiswani, M.Kes selaku penguji yang telah banyak memberikan masukan
demi kesempurnaan tulisan ini.
8. Seluruh Dosen di Departemen Epidemilogi FKM USU yang telah memberikan
banyak ilmu, masukan dan dukungan bagi penulis.
9. Dr. El Rina selaku Kepala Puskesmas Pasar Merah Medan yang telah memberi
izin kepada penulis untuk menyelesaikan pendidikan ini.
10.Teristimewa untuk Ayahanda Samadani Sidabutar, dan Ibunda Nurmaidah Br
Gultom, serta Kakanda Nurasiah Sidabutar, Adinda Limah, Cahaya, Khaimah,
dan Raja yang telah banyak memberikan motivasi, semangat, dukungan moril
maupun materil dari awal perkuliahan sampai akhir, dan yang selalu mendoakan
penulis.
11.Buat suami tercinta dan terkasih Indra Budi Rinaldi, SE, serta ananda Mahirah
yang telah banyak memberikan motivasi, semangat, dukungan moril maupun
materil dari awal perkuliahan sampai akhir, dan yang selalu mendoakan penulis.
12.Sahabat – sahabat di Minat Studi Epidemiologi (AKK/E) 2012 FKM USU terima
kasih banyak atas kebersamaan, bantuan, dukungan, waktu serta masukan yang
diberikan.
13.Buat semua pihak yang telah banyak membantu yang tidak dapat disebutkan satu
persatu, penulis mengucapkan banyak terima kasih atas dukungan, kerja sama dan
Akhir kata semoga Tuhan Yang Maha Kuasa senantiasa melimpahkan
karunia-Nya kepada kita semua dan semoga tulisan ini bermanfaat bagi semua pihak.
Medan, September 2014 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Sabariah Br Sidabutar, lahir pada tanggal 22 Desember 1984 di Medan
Propinsi Sumatera Utara, beragama Islam, anak keempat dari delapan bersaudara dari
pasangan Ayahanda Samadani Sidabutar dan Ibunda Nurmaidah Br Gultom. Sudah
menikah dan memiliki seorang putri.
Penulis mulai melaksanakan pendidikan dasar di SD Negeri 142439 Padang
Sidempuan (1991-1997), SLTP Negeri 8 Medan (1997-2000), SMU Swasta Eria
Medan (2000-2003), S-1 di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Prima
Indonesia (2003-2007) dan Tahun 2012 penulis mengikuti pendidikan lanjutan di
Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat pada minat studi Manajemen
Administrasi Kesehatan Komunitas / Epidemiologi, Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara.
Bekerja sebagai tenaga pengajar di Akademi Kebidanan Sifra Husada
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
BAB 1. PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang ... 1
1.2. Permasalahan ... 8
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Hipotesis Penelitian ... 8
1.5. Manfaat Penelitian ... 8
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA ... 9
2.1. Definisi Lanjut Usia ... 9
2.1.1. Indikator Status Kesehatan ... 13
2.1.2. Karakteristik Lanjut Usia ... 21
2.1.3. Sifat Penyakit Lanjut Usia ... 23
2.1.4. Program Kesehatan Lanjut Usia... 26
2.1.5. Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia ... 26
2.1.6. Penanganan Lanjut Usia ... 29
2.2. Gaya Hidup ... 30
2.3. Lanjut Usia... ... 43
2.3.1. Faktor-faktor yang Memengaruhi Penuaan ... 44
2.3.2. Permasalahan yang Terjadi pada Lanjut Usia ... 44
2.4. Landasan Teori ... 47
2.5. Kerangka Konsep ... 48
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 50
3.1. Jenis Penelitian ... 50
3.2. Lokasi dan Waktu Penelitian ... 50
3.2.1. Lokasi Penelitian ... 50
3.3. Populasi dan Sampel ... 50
3.3.1. Populasi ... 50
3.3.2. Sampel ... 51
3.4. Jenis Metode Pengumpulan Data ... 52
3.5. Variabel dan Definisi Operasional ... 55
3.5.1. Variabel Penelitian ... 55
3.5.2. Definisi Operasional ... 55
3.6. Metode Pengukuran ... 56
3.7. Metode Analisis Data ... 58
BAB 4. HASIL PENELITIAN ... 60
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian ... 60
4.2. Karakteristik Lanjut Usia ... 61
4.3. Gaya Hidup Lanjut Usia... 63
4.3.1. Pola Makan Lanjut Usia ... 64
4.3.2. Aktifitas Fisik Lanjut Usia ... 64
4.3.3. Kebiasaan Istirahat Lanjut Usia ... 64
4.3.4. Riwayat Merokok Lanjut Usia ... 65
4.3.5. Status Kesehatan Lanjut Usia ... 65
4.4. Analisis Bivariat ... 66
4.4.1. Hubungan Pola Makan dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 66
4.4.2. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 67
4.4.3. Hubungan Kebiasaan Istirahat dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 68
4.4.4. Hubungan Riwayat Merokok dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 69
4.5. Hubungan Gaya Hidup dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 70
BAB 5. PEMBAHASAN ... 73
5.1. Hubungan Pola Makan terhadap Status Kesehatan Lanjut Usia ... 73
5.2. Hubungan Aktifitas Fisik dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 77
5.3. Hubungan Kebiasaan Istirahat dengan Status Kesehatan Lanjut Usia ... 80
BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
6.1. Kesimpulan ... 86
6.2. Saran ... 86
DAFTAR TABEL
No Judul Halaman
2.1 Pola Susunan Makanan Lanjut Usia dalam Sehari Berdasarkan
Menu Seimbang ... 33
2.2 Menu untuk Lanjut Usia dalam Sehari... 34
2.3 Berbagai Kelompok Makanan Pengganti/Penukar ... 35
3.1 Distribusi Sampel Menurut Kelurahan... 52
3.2 Hasil Uji Validitas Variabel Status Kesehatan dan Gaya Hidup (Pola Makan, Aktivitas Fisik, Kebiasaan Istirahat) ... 53
3.3 Hasil Uji Reliabilitas Variabel Gaya Hidup (Pola Makan, Aktivitas Fisik, Kebiasaan Istirahat) ... 55
3.4 Nama Variabel, Alat Ukur, Hasil Ukur, dan Skala Ukur ... 58
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Lanjut Usia ... 62
4.2 Distribusi Frekuensi Pola Makan di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 64
4.3 Distribusi Frekuensi Aktifitas Fisik di Puskesmas Pasar Merah Meda ... 64
4.4 Distribusi Frekuensi Kebiasaan Istirahat di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 65
4.5 Distribusi Frekuensi Riwayat Merokok di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 65
4.6 Distribusi status Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 66
4.7 Hasil Analisis antara Pola Makan dengan Status Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 67
4.9 Hasil Analisis antara Kebiasaan Istirahat dengan Status Kesehatan Lanjut Usia di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 69
4.10 Hasil Analisis antara Riwayat Merokok dengan Status Kesehatan
Lanjut Usia di Puskesmas Pasar Merah Medan ... 70
DAFTAR GAMBAR
No Judul Halaman
2.1 Kerangka Konsep Penelitian ... 48
ABSTRAK
Jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan di seluruh dunia, diperkirakan pada tahun 2020 jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang dengan peningkatan sekitar 11,34%. Peningkatan tersebut diikuti dengan perubahan gaya hidup yang dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Di Puskesmas Pasar Merah Medan banyak lansia yang sakit rata-rata 50 orang per bulan dengan keluhan sering mengalami nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, batuk-batuk dan kebas-kebas di seluruh tubuh dan didapatkan juga informasi bahwa penyakit yang sering dialami lansia adalah tekanan darah tinggi, stroke ringan, diabetes mellitus dan rematik dan ada juga lansia yang merokok. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis pengaruh gaya hidup terhadap status kesehatan lansia di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan Tahun 2014.
Jenis penelitian yang dilakukan pada Januari 2014 hingga Agustus 2014 menggunakan metode observasional analitik dengan desain cross sectional. Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh lansia yang terdaftar dan mendapatkan pelayanan kesehatan di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan yang berumur > 45 tahun yang berjumlah 1949 orang. Sampel pada penelitian ini berjumlah 96 orang lansia dengan teknik pengambilan sampel proporsi. Analisis data menggunakan uji Regresi Logistik dengan α = 0,05.
Hasil penelitian secara statistik menunjukkan pola makan (95%CI = 1,90 – 11,95 dengan RP 2,42), aktivitas fisik (95% CI = 1,57 – 9,43 dengan RP 2,12), kebiasaan istirahat (95% CI = 1,16 – 9,41 dengan RP 2,03) dan riwayat merokok (95% CI = 1,02 – 7,70 dengan RP 1,57) berhubungan dengan status kesehatan lansia. Variabel yang dominan berhubungan dengan status kesehatan lansia adalah variabel pola makan.
Dinas Kesehatan Kota Medan agar membuat kebijakan khusus dengan cara meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup. Puskesmas Pasar Merah Medan agar lebih meningkatkan penyuluhan yang terkait dengan gaya hidup dengan melibatkan keluarga khususnya cara memperbaiki pola makan dan mengurangi kebiasaan-kebiasaan yang dapat meningkatkan status kesehatan tidak baik. Lansia diharapkan dapat memperbaiki pola makan dalam memenuhi kebutuhan sehari-hari
ABSTRACT
The number of old people is growing rapidly throughout the world. It is estimated that in 2020 the number of old people in Indonesia will reach to 28.8 million by the increase of 11.34%. The increase is followed by the change in lifestyle which can cause health problem. There were about 50 old people who are sick per month at Pasar Merah Puskemas, Medan. They usually complain about pain in the joints, headache, insomnia, coughing, and numb throughout their bodies. It is also told that they are usually affected by hypertension, light stroke, diabetes mellitus, and rheumatism; some of them smoke. The objective of the research was to analyze the correlation between lifestyle and old people’s health status in the working area of Pasar Merah Puskesmas, Medan, in 2014.
The research used observational analytic method with cross sectional design. It was conducted from January to August, 2014.The population was 1949 listed old people who more than 45 years old and were treated at Pasar Merah Puskesmas, Medan, and 96 of them were used as the samples, taken by using proportional sampling technique. The data were analyzed by using logistic regression test at α= 0.05.
The research statistical present that consumtion consep (95%CI= 1,90-11,95 with RP 2,42), sinner activity (95%CI= 1,57-9,43 with RP 2,12), take a rest (95%CI= 1,16-9,41 with RP 2,03) and smoke historic (95%CI= 1,02-7,70 with RP 1,57) correlation between health status of old people. The variable which had the most dominant influence was the variable of eating pattern
It is recommended that Medan Health Service make specific policy by improving counseling related to lifestyle. The management of Pasar Merah Puskesmas improve counseling related to lifestyle by involving families, especially by improving eating pattern and by reducing bad habits which can cause bad health condition. The old people should improve their eating pattern in their daily life.
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Lanjut usia sebagai tahap akhir siklus kehidupan merupakan tahap
perkembangan normal yang akan dialami oleh setiap individu yang mencapai lanjut
usia dan merupakan kenyataan yang tidak dapat dihindari. Dikatakan lanjut usia
tergantung dari konteks kebutuhan yang tidak dipisah-pisahkan. Konteks kebutuhan
tersebut dihubungkan secara biologis, sosial, dan ekonomi dan dikatakan lanjut usia
dimulai paling tidak saat masa puber dan prosesnya berlangsung sampai kehidupan
dewasa (Depkes RI, 1999). Batasan umur lanjut usia yang digunakan adalah batasan
umur lanjut usia menurut Depkes (2008) yang juga dipakai untuk pencatatan Kartu
Menuju Sehat (KMS) lanjut usia di Puskesmas yaitu usia pra senilis 45-59 tahun,
lanjut usia (lansia) 60-69 tahun dan usia lanjut risiko tinggi yaitu usia 70 tahun atau
lebih (Depkes RI, 2008).
Peningkatan pertumbuhan penduduk lanjut usia mulai dirasakan sejak tahun
2000 yaitu jumlah lanjut usia 14,4 juta orang dengan peningkatan 7,18% dengan usia
harapan hidup 64,5 tahun, pada tahun 2006 jumlah lanjut usia 19 juta orang dengan
peningkatan sekitar 8,9% dengan usia harapan hidup 66,2 tahun. Tahun 2010
penduduk lanjut usia diperkirakan sebanyak 23,9 juta orang dengan peningkatan
9,7% dengan usia harapan hidup 67,4 tahun. Dan diperkirakan pada tahun 2020
jumlah penduduk lanjut usia di Indonesia akan mencapai 28,8 juta orang dengan
tahun 2020-2025 Indonesia akan berada di peringkat empat dunia di bawah Cina,
India, dan Amerika Serikat (Nugroho, 2008).
Peningkatan penduduk lanjut usia tersebut menurut Nugroho (1995),
disebabkan oleh karena meningkatnya umur harapan hidup. Peningkatan usia harapan
hidup ini disebabkan oleh 3 hal yaitu: (1) kemajuan dalam bidang kesehatan, (2)
meningkatnya sosial ekonomi dan (3) meningkatnya pengetahuan masyarakat.
Menurut Nugroho (1999), jika pemerintah dan berbagai program
pembangunan tidak mengantisipasi keadaan ini maka keberadaan lanjut usia akan
menjadi bom waktu. Dengan meningkatnya jumlah lanjut usia maka akan
membutuhkan penanganan yang serius karena secara alamiah lanjut usia itu
mengalami kemunduran, baik secara fisik, biologi, maupun mentalnya. Menurunnya
fungsi berbagai organ tubuh akan membuat lanjut usia menjadi rentan terhadap
penyakit yang bersifat akut atau kronis.
Menjadi tua merupakan suatu fenomena alamiah sebagai akibat proses menua.
Fenomena ini bukanlah suatu penyakit, melainkan suatu keadaan yang wajar yang
bersifat universal. Proses menua bersifat regresif dan mencakup proses
organobiologis, psikologik serta sosiobudaya. Menjadi tua ditentukan secara genetik dan dipengaruhi oleh gaya hidup seseorang (Tamher, 2009).
Agar tetap sehat sampai tua, sejak muda seseorang perlu membiasakan gaya
hidup sehat. Gaya hidup sehat dapat dilakukan dengan mengonsumsi makanan yang
bergizi seimbang, melakukan aktivitas fisik/olahraga secara benar dan teratur dan
tidak merokok. Hal ini tidak semudah yang dibayangkan. Gaya hidup sehat ini
usia seseorang dapat menjalani hidupnya dengan bahagia terhindar dari banyak
masalah kesehatan. Demikian halnya dengan gaya hidup yang salah dapat
memengaruhi kesehatan antara lain kurang minum air putih, kurang gerak,
mengonsumsi makanan yang berkalori tinggi, kebiasaan istirahat yang tidak teratur
dan kebiasaan merokok (Sediaoetama, 2004).
Menurut Syumanda (2009), melalui gaya hidup yang tidak baik dapat
menimbulkan berbagai penyakit. Perubahan gaya hidup seperti konsumsi makanan
cepat saji, pola makan yang tidak baik, kebiasaan merokok dan kurangnya aktivitas
fisik, aktivitas fisik yang serba praktis merupakan salah satu pemicu untuk timbulnya
penyakit berbahaya seperti Diabetes Mellitus, Tekanan Darah Tinggi (hipertensi),
Penyakit Jantung dan Stroke (Bustan, 2007).
Menurut Bustan (2007), secara umum kondisi fisik seseorang yang telah
memasuki masa lanjut usia mengalami penurunan. Hal ini dapat dilihat dari beberapa
perubahan: (1) perubahan penampilan pada bagian wajah, tangan, dan kulit, (2)
perubahan bagian dalam tubuh seperti sistem saraf yaitu otak (3) perubahan panca
indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, perasa, dan (4) perubahan motorik
antara lain berkurangnya kekuatan, kecepatan didalam bergerak.
Perubahan-perubahan tersebut pada umumnya mengarah pada kemunduran kesehatan fisik dan
psikis yang secara umum akan berpengaruh pada aktivitas kehidupan sehari-hari
(Watson, 2003).
Secara individu pengaruh proses ketuaan menimbulkan berbagai masalah.
Salah satu permasalahan yang berkaitan dengan penduduk lanjut usia adalah
tersendiri yaitu bersifat menahun, semakin berat dan sering kambuh. Masalah
kesehatan lanjut usia sangat bervariasi, selain erat kaitannya dengan degeneratif juga
secara progresif tubuh akan kehilangan daya tahan terhadap infeksi, disamping itu juga dengan bertambahnya usia muncul masalah psikologis. Sejalan dengan
bertambahnya umur, lansia sudah tidak produktif lagi, kemampuan fisik maupun
mental mulai menurun, tidak mampu lagi melakukan pekerjaan-pekerjaan yang lebih
berat, memasuki masa pensiun, ditinggal mati pasangan, stress menghadapi kematian,
depresi, munculnya berbagai macam penyakit dan lain-lain (Darmojo, 1999).
Masalah kesehatan yang sering terjadi pada lanjut usia berbeda dari orang dewasa,
yang menurut Kane dan Ouslander sering disebut dengan istilah 14 I, yaitu immobility
(kurang bergerak), instability (berdiri dan berjalan tidak stabil atau mudah jatuh),
incontinence (buang air kecil dan atau buang air besar), intellectual impairment
(gangguan intelektual/dementia), infection (infeksi), impairment of vision and hearing, taste, smell, communication, convalescence, skin integrity (gangguan panca indera, komunikasi, penyembuhan, dan kulit), impaction (sulit buang air besar),
isolation (depresi), inanition (kurang gizi), impecunity (tidak punya uang),
iatrogenesis (menderita penyakit akibat obat-obatan), insomnia (gangguan tidur),
immune deficiency (daya tahan tubuh yang menurun), impotence (impotensi) (Bustan, 2007). Selanjutnya menurut Bustan (2007), penyakit atau gangguan yang menonjol
pada kelompok lanjut usia adalah: gangguan pembuluh darah (dari hipertensi sampai
stroke), gangguan metabolik (Diabetes Mellitus), gangguan persendian (arthritis,
encok, dan terjatuh), gangguan psikososial (kurang penyesuaian diri dan merasa tidak
lanjut usia yang dilaksanakan Komnas Lanjut Usia di 10 propinsi tahun 2006,
diketahui bahwa penyakit yang terbanyak diderita lanjut usia adalah penyakit sendi
(52,3%), hipertensi (38,8%), anemia (30,7%) dan katarak (23%). Penyakit-penyakit
tersebut merupakan penyebab utama disability ataupun kelemahan pada lanjut usia. Oleh karena itu perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan secara berkala untuk
mengetahui penyakit/masalah sedini mungkin. Dengan demikian proses penyakit
dapat dihambat atau dicegah sedini mungkin agar tetap dalam keadaan sehat, baik
fisik maupun mental serta sosial (Nugroho, 2008).
Menurut WHO, gaya hidup kurang sehat dapat merupakan 1 dari 10 penyebab
kematian dan kecacatan didunia. Lebih dari dua juta kematian setiap tahunnya
disebabkan oleh kurangnya bergerak atau kurang aktivitas fisik, hal ini karena kalori
yang masuk tidak sebanding dengan kalori yang keluar sehingga makin lama makin
banyak kalori yang menumpuk sehingga menjadi beban bagi tubuh dan tubuh
menjadi terganggu yang kemudian meyebabkan kemunduran fisik yang pada
akhirnya dapat menimbulkan berbagai penyakit, misalnya Diabetes Mellitus, Tekanan
Darah Tinggi, Penyakit Jantung dan Stroke.
Angka kesakitan (morbiditas) dan angka kematian (mortalitas) penduduk merupakan salah satu faktor yang dapat memberikan gambaran mengenai derajat
kesehatan penduduk secara umum. Angka kesakitan penduduk lanjut usia tahun 2009
sebesar 30,46%, artinya bahwa dari setiap 100 orang lanjut usia terdapat sekitar 30
orang diantaranya mengalami sakit. Angka kesakitan penduduk lanjut usia perkotaan
(27,20%) lebih rendah dibandingkan lanjut usia pedesaan (32,96%). Hal ini
baik dibandingkan lanjut usia di daerah pedesaan. Angka kesakitan penduduk lanjut
usia tahun 2005 sebesar 29,98%, tahun 2007 sebesar 31,11% dan tahun 2009 sebesar
30,46% (BPS, 2009). Angka kematian pada lanjut usia tidak begitu mempengaruhi
harapan hidup pada waktu lahir, karena ternyata menurut angka-angka yang
terkumpul harapan hidup waktu usia 60 tahun dinegara-negara kurang berkembang
(14,9 tahun) dan negara-negara yang sudah berkembang (18,5 tahun).
Data Badan Pusat Statistik menunjukkan jumlah penduduk lanjut usia di atas
60 tahun di Provinsi Sumatera Utara mengalami peningkatan dari sebesar 554.761
jiwa (4,6%) pada tahun 2005 meningkat menjadi sebesar 765.882 jiwa (5,9%) pada
tahun 2010. Menurut Badan Pusat Statistik Kota Medan berdasarkan sensus
penduduk 2010, jumlah penduduk lanjut usia di kota Medan mencapai 117.216 orang
(5,59%) yang meningkat jumlahnya dari tahun 2005 sebesar 77.837 orang (3,85%).
Untuk menghasilkan penduduk lanjut usia yang sehat tidaklah mudah dan
memerlukan kerja sama para pihak, antara lain: lanjut usia itu sendiri, keluarga,
masyarakat, pemerintah, organisasi dan pemerhati kesejahteraan serta profesi
dibidang kesehatan yang lebih penting adalah peran aktif dari lanjut usia sendiri dan
keluarga dalam melaksanakan gaya hidup sehat. Seiring dengan semakin
meningkatnya populasi lanjut usia, pemerintah telah merumuskan berbagai kebijakan.
Pelayanan kesehatan ditingkat masyarakat adalah Posyandu lanjut usia, pelayanan
kesehatan lanjut usia ditingkat dasar adalah Puskesmas, dan pelayanan kesehatan
tingkat lanjutan adalah Rumah Sakit (Watson, 2003).
Menurut hasil penelitian yang dilakukan Anna (2007) di 27 propinsi di
persentase lanjut usia laki-laki (47%). Tetapi persentase lanjut usia yang sakit lebih
banyak pada lanjut usia laki-laki daripada lanjut usia perempuan. Sebagian besar
lanjut usia mengaku tidak mengalami gangguan kesehatan selama 1 minggu terakhir
sebelum pengambilan data dan hanya 27,5% lanjut usia yang mempunyai keluhan
kesehatan seperti batuk, pilek, panas, dan sakit kepala berulang yang sampai
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Berdasarkan survei pendahuluan yang dilakukan di Puskesmas Pasar Merah
Medan didapatkan informasi bahwa wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah Medan
terdiri dari 4 kelurahan, yaitu kelurahan Teladan Timur, kelurahan Pasar Merah
Barat, kelurahan Kota Matsum III dan kelurahan Sei Rengas I. Dari survei awal
didapat jumlah yang lanjut usia seluruhnya 1.949 orang. Selanjutnya didapatkan juga
informasi bahwa banyak lanjut usia yang sakit dengan keluhan yang sering dialami
nyeri sendi, sakit kepala, sulit tidur, batuk-batuk dan kebas-kebas di seluruh tubuh.
Dan penyakit yang sering dialami adalah tekanan darah tinggi, stroke ringan, diabetes mellitus dan rematik. Pengamatan lebih lanjut di Puskesmas dan menurut keterangan petugas puskesmas yang biasa menangani lanjut usia bahwa masih ada lanjut usia
yang pola makannya tidak baik. Hal inilah yang membuat penulis tertarik untuk
melakukan penelitian dengan judul “Hubungan Gaya Hidup dengan Status Kesehatan
Lanjut Usia (Lansia) di Wilayah Kerja Puskesmas Pasar Merah Medan Tahun 2014”.
1.2. Permasalahan
Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dikemukakan diatas maka
rumusan masalah yang akan diteliti adalah Apakah ada hubungan gaya hidup (pola
kesehatan lanjut usia (lansia) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah Medan tahun
2014
1.3. Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui hubungan gaya hidup (pola makan,
aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) dengan status kesehatan
lanjut usia (lansia) di wilayah kerja Puskesmas Pasar Merah Medan tahun 2014.
1.4. Hipotesis
Hipotesis dalam penelitian ini adalah ada hubungan gaya hidup (pola makan,
aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, dan riwayat merokok) dengan status kesehatan
lanjut usia (lansia)
1.5. Manfaat Penelitian
1. Sebagai masukan dan informasi bagi Puskesmas Pasar Merah Medan dalam
upaya meningkatkan pelayanan kesehatan lanjut usia
2. Sebagai informasi bagi masyarakat agar membiasakan gaya hidup sehat
dalam kehidupan sehari-hari agar dapat menghadapi masa lanjut usia yang
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Definisi Lanjut Usia
Pengertian sehat lanjut usia mengacu pada rumusan sehat WHO yang maknanya bagi lanjut usia adalah kemandirian dalam perikehidupan
biopsiko-sosiologiknya. Seorang lanjut usia untuk terbebas sama sekali dari penyakit dan
kelemahan adalah merupakan hal yang hampir mustahil. Namun yang terpenting,
apapun penyakit yang menyertai lanjut usia, penyakit itu dapat dikelola dengan baik
sehingga lanjut usia mampu mandiri secara paripurna (bio-psiko-sosiologik). Secara
sosial pengertian sehat bagi lanjut usia diartikan mempunyai kegiatan sosial,
keagamaan, atau pelayanan kemasyarakatan lainnya (Darmojo,1999).
Menurunnya fungsi berbagai organ tubuh akan membuat lanjut usia menjadi
rentan terhadap penyakit yang bersifat akut atau kronis. Selain itu pada lanjut usia
juga sering terjadi ketergantungan fisik, tidak dapat lagi melakukan aktivitas
sehari-hari sendiri oleh karena adanya penyakit. Adanya peningkatan jumlah lanjut usia juga
akan mambuat masalah kesehatan yang dihadapi akan semakin kompleks terutama
yang berkaitan dengan masalah penuaan (Nugroho, 1995).
Dalam Undang-Undang No.36 Tahun 2009 pasal 1 ayat 1 mengenai
kesehatan, dikatakan sehat adalah keadaan sehat, baik secara fisik, mental, spiritual
maupun sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara sosial
dan ekonomi (UU No.36, 2009).
Status kesehatan seseorang terwujud oleh empat dimensi kesehatan tersebut
mewujudkan tingkat kesehatan seseorang. Pengertian sehat tersebut tidak hanya
bebas dari penyakit dan cacat, serta produktif secara ekonomi dan sosial. Pengertian
kesehatan saat ini memang lebih luas dan dinamis, dibandingkan dengan batasan
sebelumnya. Hal ini berarti bahwa kesehatan seseorang tidak hanya diukur dari aspek
fisik, mental, dan sosial saja, tetapi juga diukur dari produktivitasnya dalam arti
mempunyai pekerjaan atau menghasilkan sesuatu secara ekonomi. Bagi yang belum
memasuki dunia kerja, anak dan remaja, atau bagi yang sudah tidak bekerja (pensiun)
atau lanjut usia, berlaku arti produktif secara sosial. Misalnya produktif secara
sosial-ekonomi bagi siswa sekolah atau mahasiswa adalah mencapai prestasi yang baik,
sedang produktif secara sosial-ekonomi bagi lanjut usia atau para pensiunan adalah
mempunyai kegiatan sosial dan keagamaan yang bermanfaat, bukan saja bagi dirinya,
tetapi juga bagi orang lain atau masyarakat (Darmojo, 1999). Keempat dimensi
kesehatan tersebut saling memengaruhi dalam mewujudkan tingkat kesehatan
seseorang, kelompok atau masyarakat. Seseorang yang sehat fisiknya belum tentu
sehat mentalnya, demikian juga orang yang sehat fisik dan mentalnya belum tentu
sehat spiritualnya, sebaliknya orang yang sehat fisik, mental dan spiritualnya belum
tentu sehat sosialnya. Itulah sebabnya, maka kesehatan bersifat menyeluruh
mengandung keempat aspek. Perwujudan dari masing-masing aspek tersebut dalam
kesehatan seseorang antara lain sebagai berikut:
1. Kesehatan fisik terwujud apabila seseorang tidak merasa dan mengeluh sakit atau
tidak adanya keluhan dan memang secara objektif tidak tampak sakit. Semua
2. Kesehatan mental (jiwa) mencakup 3 komponen, yakni pikiran, emosional dan
spiritual.
a. Pikiran sehat tercermin dari cara berpikir atau jalan berpikir
b. Emosional sehat tercermin dari kemampuan seseorang untuk
mengekspresikan emosinya, misalnya takut, gembira, kuatir, sedih dan
sebagainya
c. Spiritual sehat tercermin dari cara seseorang dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya dalam mengekspresikan rasa
syukur, pujian, kepercayaan dan sebagainya terhadap sesuatu diluar alam fana
ini. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan dimana seseorang
diluar alam fana ini. Dengan perkataan lain, sehat spiritual adalah keadaan
dimana seseorang menjalankan ibadah dan semua aturan-aturan menjalankan
ibadah dan semua aturan-aturan agama yang dianutnya.
3. Kesehatan sosial terwujud apabila seseorang mampu berhubungan dengan orang
lain atau kelompok lain secara baik, tanpa membedakan ras, suku, agama atau
kepercayaan, status sosial, ekonomi politik, dan sebagainya, serta saling toleran
dan menghargai.
4. Kesehatan dari aspek ekonomi terlihat bila seseorang (dewasa) produktif, dalam
arti mempunyai kegiatan yang menghasilkan sesuatu yang dapat menyokong
terhadap hidupnya sendiri atau keluarganya secara finansial.
Dalam penelitian ini peneliti hanya mengambil 2 aspek fisik (badan) dan
aspek mental dalam status kesehatan lanjut usia, dimana kesehatan fisik terwujud
tidak adanya penyakit. Semua organ tubuh berfungsi normal atau tidak ada gangguan
fungsi tubuh. Sedangkan kesehatan mental dapat terlihat dari 3 komponen, yaitu:
pikiran, emosional dan spiritual (Notoatmodjo, 2007). Status kesehatan dikatakan
baik apabila sewaktu diadakan pemeriksaan secara fisik tidak ada keluhan penyakit,
tekanan darah normal, status mental emosional negatif (tidak ada gangguan) sesuai
dengan data yang didapatkan dari KMS lanjut usia. Sebaliknya status kesehatan lanjut
usia dikatakan tidak baik adalah apabila kondisi kesehatan lanjut usia secara
menyeluruh baik fisik maupun mental sewaktu diadakan pemeriksaan kesehatan fisik
ada keluhan penyakit, tekanan darah tidak normal (tekanan darah tinggi/rendah),
status mental emosional positif, ada gangguan (Nugroho, 2008).
Menurut Mc. Kenzie (2006), banyak yang beranggapan bahwa status
kesehatan lanjut usia telah membaik selama beberapa tahun ini karena banyak lanjut
usia yang hidup lebih lama, namun di sisi lain menurut Darmojo (1999) penduduk
lanjut usia sangat rentan terhadap infeksi, mudah terserang penyakit. Faktor resiko
yang paling konsisten dari sakit dan kematian untuk seluruh penduduk adalah usia,
dan secara umum, status kesehatan lanjut usia tidak sebaik saat mereka muda. Seperti
sudah dikemukakan diatas oleh Nugroho (2008) bahwa pada lanjut usia akan terjadi
berbagai kemunduran organ tubuh. Jadi yang diharapkan pada lanjut usia walaupun
usia sudah lanjut, harus tetap menjaga kesehatan dengan memperhatikan gaya hidup
seperti pola makan, aktivitas fisik, kebiasaan istirahat, tidak merokok dan lain-lain
(Sediaoetama, 2004).
Indikator status kesehatan lanjut usia ataupun gambaran kondisi kesehatan
lanjut usia dapat dilihat dari morbiditas (angka kesakitan), mortalitas (angka
kematian) dan perilaku kesehatan serta pilihan gaya hidup.
1. Morbiditas (Angka Kesakitan)
Mutu kehidupan lanjut usia menurun jika lanjut usia sering sakit, dan jika
kondisi sering kronis atau cedera yang mengakibatkan selalu membatasi kemampuan.
Jika lanjut usia dapat mempertahankan kemandirian mereka tentu akan menghindari
jasa perawatan yang mahal, misalnya belanja sendiri, masak sendiri makanan mereka,
mandi dan berpakaian sendiri, dan berjalan serta menaiki tangga tanpa bantuan orang
lain. Untuk lanjut usia umur 70 tahun ke atas yang tidak dirawat, hampir sepertiganya
mengalami kesulitan dalam melakukan aktivitas sehari-hari dan seperempatnya tidak
dapat melakukan aktivitas sedikitnya satu dari aktivitas fisik (misalnya: berjalan
seperempat mil, berjalan menanjak sepuluh langkah tanpa istirahat, berdiri atau
bertumpu pada kedua kaki selama dua jam duduk, membungkuk, berjongkok atau
berlutut, menjangkau sesuatu yang tinggi, menjulurkan tangan seolah-olah hendak
menjabat tangan orang dengan menggunakan jari-jari untuk menggenggam atau
memegang, mengangkat atau membawa sesuatu seberat 5 kg). Keterbatasan aktivitas
fisik pada lanjut usia semakin bertambah seiring dengan semakin bertambahnya usia
dan wanita lebih berkemungkinan daripada pria untuk mengalami keterbatasan fisik.
Berkurangnya aktivitas itu dapat dikelompokkan ke dalam dua tipe, kondisi kronis
dan kerusakan.
Pada tahun 1998, lima penyebab utama kematian untuk lanjut usia
berdasarkan jumlah kematian adalah : penyakit Jantung, Kanker, Stroke, Penyakit
Paru Obstruktif Kronis (PPOK), Pneumonia, Diabetes Mellitus, dan Hipertensi.
Penyakit Jantung, Stroke, dan PPOK merupakan penyebab kematian tertinggi, hampir
tujuh dari setiap sepuluh kematian. Selama 50 tahun terakhir angka mortalitas
keseluruhan lanjut usia menurut usia secara kontinu menunjukkan penurunan. Alasan
utamanya adalah menurunnya angka kematian akibat penyakit jantung dan stroke.
Walaupun menurun, penyakit jantung tetap menjadi penyebab utama kematian untuk
kelompok lanjut usia, sekitar 35% dari seluruh kematian. Tidak seperti angka
kematian untuk penyakit jantung dan stroke, angka kematian akibat kanker tetap
sama setiap tahun. Peningkatan tertinggi angka kematian untuk lanjut usia terjadi
pada kasus Diabetes dan PPOK. Antara tahun 1980-1997, angka kematian menurut
usia akibat Diabetes meningkat 32%, sementara akibat PPOK 57% (Depkes RI,
2008).
3. Perilaku Kesehatan dan Pilihan Gaya Hidup
Perilaku kesehatan dan faktor sosial merupakan hal yang memengaruhi lanjut
usia dalam hal membantu lanjut usia memelihara kesehatan dan menjalani hidup
sehari-hari. Beberapa lanjut usia percaya bahwa mereka terlalu tua untuk
mendapatkan manfaat apapun dari perubahan perilaku kesehatan mereka. Hal itu
tentu saja tidak benar, tidak pernah ada kata terlambat untuk melakukan perubahan
untuk kebaikan.
Pada umumnya lanjut usia memiliki lebih banyak perilaku kesehatan yang
untuk mengkonsumsi minuman beralkohol, merokok karena kondisi kesehatan yang
tidak memungkinkan. Pada tahun 1995, didapatkan data bahwa 28% pria lanjut usia
dan 39% wanita lanjut usia lebih banyak duduk daripada mereka yang aktif, tipe
aktivitas yang paling umum dilakukan adalah aktivitas ringan sampai menengah,
misalnya berjalan-jalan, berkebun, dan melemaskan diri (Koswara, 2011).
Berikut ini adalah patofisiologi dari beberapa penyakit degeneratif pada lanjut
usia, yaitu:
a. Diabetes Mellitus (DM)
Perubahan gaya hidup dan pola makan meningkatkan timbulnya penyakit
degeneratif, seperti Diabetes Mellitus (DM), Hipertensi dan Jantung Koroner. Prevalensi penderita DM di Indonesia diperkirakan mencapai 5 juta pada tahun
2020 (Bustan, 2007). Menurut American Diabetes Association (ADA) tahun 2003, DM adalah penyakit kronik yang ditandai dengan meningkatnya kadar gula darah,
membutuhkan perawatan medis berkelanjutan dan memerlukan kerjasama dengan
penderitanya untuk dapat mengelola secara mandiri, dalam rangka mencegah
komplikasi akibat penyakitnya. Keadaan ini disebabkan karena adanya faktor
yang menghambat kerja insulin atau jumlah insulin menurun. Insulin merupakan
salah satu hormon yang diproduksi oleh kelenjar pankreas. Hormon insulin
berfungsi mengendalikan kadar gula darah dalam tubuh. Bila kadar gula
berlebihan akan menimbulkan hiperglikemia, sedangkan pada kekurangan atau cukup tetapi tidak efektif akan menyebabkan hipoglikemia.
Selanjutnya menurut ADA (2003), dikenal ada 4 jenis DM, yaitu DM tipe I
kekurangan insulin, DM tipe II disebabkan karena gangguan pengeluaran insulin
secara progresif dengan latar belakang resistensi insulin, DM tipe khusus disebabkan karena beberapa hal, misalnya gangguan genetik fungsi sel beta
pancreas, gangguan genetik kerja insulin, karena obat-obatan atau zat kimia, dan DM Gestasional, yaitu DM pada kehamilan. Penyebab penyakit DM terutama karena faktor keturunan, namun keturunan DM belum tentu akan mengidap
penyakit DM, karena ada kemungkinan bakat DM ini tidak tampak secara klinis
bila tidak ada faktor lain, seperti kurang gerak, makanan berlebihan, kehamilan,
kekurangan hormon insulin yang disebabkan oleh pankreatomi atau pankreatitis, dan hormon insulin yang terpacu berlebihan.
Pembagian DM tersebut berdasarkan insulin terbagi atas dua tipe yaitu:
IDDM (insulin dependent diabetes mellitus) dan NIDDM (Non-insulin dependent diabetes mellitus). IDDM atau juvenil DM merupakan penyakit DM yang terjadi karena kerusakan sel beta penghasil insulin, sehingga dalam pengobatannya selalu
tergantung pada ketersediaan insulin. DM IDDM biasanya timbul sebelum usia 40
tahun, sering mengalami komplikasi ketosis, dan biasanya dihubungkan dengan
morfologi sel beta dan kandungan insulin yang normal bila sel beta tidak
mengalami kelelahan. Hampir semua penderita dengan DM IDDM badannya
gemuk dan toleransi glukosanya kembali normal atau mendekati normal bila berat
badannya dikurangi. Sebaliknya DM NIDDM merupakan penyakit DM yang
terjadi karena pola makan yang tidak seimbang sehingga dalam pengobatannya
makannya. NIDDM biasanya timbul setelah usia lanjut. Hampir semua penderita
DM NIDDM berat badannya kurus (Bustan, 2007).
Gejala khas seperti poliuria, polidipsi, polifagia, rasa lemas, dan turunnya berat badan merupakan petunjuk penting disamping rasa kesemutan, gatal, dan
mata kabur serta impotensia pada pria dan pruitosvulvae pada wanita. Dibandingkan dengan non-DM, penderita DM mempunyai kecenderungan
mengidap penyakit menahun seperti trombosis serebri, kebutaan, penyakit jantung koroner, gagal ginjal, selulitis, dan gangren.
Berdasarkan fenomena tersebut perlu adanya tindakan preventif terhadap
timbulnya penyakit degeratif terutama hipertensi dan DM. Salah satu usaha untuk mengatasi penyakit tersebut adalah dengan mengatur diet pada pasien atau
penderita dan latihan fisik sederhana yang semua bertujuan meminimalkan
komplikasi yang mugkin timbul. Tubuh manusia membutuhkan aneka ragam
makanan untuk memenuhi semua zat gizi. Agar tidak terjadi kekurangan atau
kelebihan zat gizi, perlu diterapkan kebiasaan makanan yang seimbang sejak usia
dini dengan jumlah yang sesuai dengan kebutuhan masing-masing individu agar
tercapainya kondisi kesehatan yang prima (Supariasa, 2002).
Mengatur menu makanan sangat dianjurkan bagi penderita DM untuk
menghindari dan membatasi fluktuasi kadar glukosa darah yang tidak terkontrol sehingga penderita tidak mengalami hipoglikemia atau koma karena
hiperglikemia. Menurut Harvey (2003), tujuan terapi diet DM adalah untuk mencapai kadar gula darah normal, melindungi jantung, mengontrol kadar
komplikasi. Menu makanan yang dianjurkan adalah karbohidrat dari biji-bijian,
kacang-kacangan, sayuran, buah, dan susu rendah lemak atau tanpa lemak.
Karbohidrat dan lemak tidak jenuh sebaiknya menyediakan 60-70% kebutuhan
kalori. Lemak jenuh harus dihindari. Protein dibatasi, menyediakan 15-20%
kebutuhan kalori. Protein ikan dan kedelai lebih baik bagi penderita DM.
Kebutuhan gula dari makanan sebaiknya dipenuhi dari buah-buahan dengan
jumlah sesuai kebutuhan (Bustan, 2007).
b. Hipertensi
Hipertensi adalah suatu keadaan terjadinya peningkatan tekanan darah
melebihi batas normal, yang diperoleh dari dua kali pengukuran tekanan darah
pada dua kesempatan yang berbeda. Batas tekanan darah normal bervariasi sesuai
dengan usia. Hipertensi bisa menyerang semua usia. Jenis kelamin laki-laki lebih
cenderung mengalami hipertensi dari pada wanita. Derajat hipertensi dapat dibagi
menjadi ringan, sedang, dan berat. Pembagian tersebut digunakan untuk
menentukan intervensi yang akan digunakan. Semua tingkat hipertensi
membutuhkan penanganan yang komprehensif, bukan mengandalkan pengobatan medis semata. Intervensi dalam hal pola makan dan aktivitas fisik/olahraga juga
memegang peranan penting.
Berbagai faktor diketahui dapat menyebabkan terjadinya hipertensi, walaupun
sebagian besar (90%) penyebab hipertensi tidak diketahui (hipertensi esensial). Penyebab tekanan darah meningkat adalah peningkatan kecepatan denyut jantung,
aliran darah. Faktor gizi yang sangat berhubungan dengan terjadinya hipertensi
melalui berbagai mekanisme.
Faktor penyebab utama terjadinya hipertensi adalah aterosklerosis yang didasari dengan konsumsi lemak berlebih. Oleh karena itu untuk mencegah
timbulnya hipertensi adalah mengurangi konsumsi lemak berlebih disamping
pemberian obat-obatan bila perlu. Pembatasan konsumsi lemak sebaiknya dimulai
sejak dini sebelum hipertensi muncul, terutama pada orang yang mempunyai
riwayat keturunan hipertensi dan pada orang menjelang usia lanjut. Sebaiknya
mulai umur 40 tahun pada wanita agar lebih hati-hati dalam mengkonsumsi lemak
pada usia mendekati menopause (Anie Kurniawan, 2002). Hal ini ditegaskan lagi
oleh Federal Bureau of Prison (2004), bahwa saat hipertensi sudah terdiagnosis, maka modifikasi gaya hidup harus menjadi terapi awal. Mengurangi berat badan
bagi yang kegemukan, membatasi asupan garam, dan melakukan latihan
fisik/olahraga adalah bagian dari modifikasi gaya hidup. Pembatasan kolesterol
dan lemak jenuh harus dilakukan. Sementara asupan kalium dan kalsium harus
tetap ada, yaitu dengan banyak mengkonsumsi buah dan sayuran. Disisi lain,
rokok dan alkohol harus dihindari karena akan meningkatkan risiko timbulnya
komplikasi.
Hipertensi merupakan keadaan yang bersifat kronis, membutuhkan
pengobatan kontinyu, dan sering menimbulkan berbagai komplikasi. Penyakit
tersebut juga dikenal sebagai silent killer, karena jika tak terdeteksi dengan baik, sewaktu-waktu bisa menimbulkan keadaan emergensi seperti stroke, penyakit
c. Penyakit Jantung (cardiovasculer)
Penyakit kardivaskuler merupakan penyakit penyebab kematian utama
dinegara maju. Namun ternyata penyakit ini sekarang juga mulai mendominasi
angka mortalitas dan morbiditas negara-negara berkembang termasuk Indonesia. Prvalensi penyakit kardiovaskuler pada tahun 1972 adalah 1,1 per 1000 penduduk
dan meningkat 5 kali menjadi 5,9 per 1000 penduduk pada tahun 1980. Survey
Kesehatan Rumah Tangga (SKRT) pada tahun 1986, 1992, dan 1995
menunjukkan adanya peningkatan proporsi kematian akibat penyakit
kardiovaskuler masing-masing 9,7%, 16,4% dan 24,5%. Hasil SKRT 1995
menunjukkan bahwa proporsi penyakit kardiovaskuler sebesar 24,5% menduduki
tempat teratas sebagai penyebab kematian. Penyakit tersebut timbul karena
berbagai faktor risiko, seperti kebiasaan merokok, hipertensi, dislipidemia
(konsumsi makanan yang banyak mengandung lemak), DM, usia lanjut, dan
riwayat keluarga (Annie Kurniawan, 2002). Menurut Maria C. Linder, Ph.D dari
California State University, Fullerton, CA, masih menjadi perdebatan tentang
pengaruh faktor diet dan cara hidup terhadap terjadinya penyakit jantung, namun
beberapa penelitian menduga bahwa penyebab utama terjadinya penyakit jantung
adalah karena pola makan yang berhubungan dengan diet seseorang, walaupun
faktor usia juga berperan, karena pada usia lanjut pembuluh darah cenderung
menjadi kaku dan elastisitasnya berkurang. Pembuluh darah jantung yang
mengalami ateroklerosis, akan mengalami peningkatan resistensi. Hal ini akan
memicu jantung untuk meningkatkan denyutannya agar aliran darah dapat
kadar kolesterol plasma/serum adalah faktor resiko utama terjadinya
aterosklerosis, sedangkan penyebab sekunder adalah stres, kurang gerak, pola
makan yaitu terlalu banyak mengkonsumsi lemak yang akan meningkatkan
trigiserida plasma ditambah dengan konsumsi kolesterol. Rasio kolesterol HDL
(high density level) dengan LDL (low density level) berbanding terbalik dengan terjadinya aterosklerosis dan ini lebih berarti daripada hubungan dengan total kolesterol serum LDL yang berlebihan memicu terjadinya aterosklerosis pada dinding pembuluh darah. Selain konsumsi lemak yang berlebih, kekurangan
konsumsi zat gizi mikro (vitamin dan mineral) dapat menyebabkan terjadinya
aterosklerosis, seperti vitamin C, vitamin E, dan vitamin B6 yang dapat
meningkatkan kadar homosistein (Sunita, 2003).
2.1.2 Karakteristik Lanjut Usia
Batasan lanjut usia menurut Undang-Undang No.13 Tahun 1998 tentang
kesejahteraan lanjut usia di Indonesia dikatakan lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia diatas 60 tahun. Namun, menurut WHO, batasan lanjut usia
dibagi atas: usia pertengahan (middle age) yaitu antara 45-59 tahun, lanjut usia
(elderly) yaitu 60-74 tahun, lanjut usia tua (old) 75-90 tahun, dan usia sangat tua
(very old) di atas 90 tahun (Hadywinoto, 1999). Dalam penelitian ini batasan umur lanjut usia yang digunakan adalah batasan umur lanjut usia menurut Depkes (2008)
yang juga dipakai untuk pencatatan Kartu Menuju Sehat (KMS) lanjut usia di
Puskesmas yaitu: usia pra senilis 45-59 tahun, lanjut usia (lansia) 60-69 tahun dan
Beberapa karakteristik lansia yang perlu diketahui untuk mengetahui
keberadaan masalah kesehatan lansia adalah:
1. Jenis kelamin: Lansia lebih banyak pada wanita, terdapat perbedaan kebutuhan
dan masalah kesehatan yang berbeda antara lansia laki-laki dan wanita. Misalnya
lansia laki-laki sibuk dengan hipertropi prostat, maka wanita mungkin menghadapi
osteoporosis.
2. Status perkawinan: Status masih pasangan lengkap atau sudah hidup janda/duda
akan mempengaruhi keadaan kesehatan lansia baik fisik maupun psikologis.
3. Living arrangement: Misalnya keadaan pasangan, tinggal sendiri atau bersama istri, anak atau keluarga lainnya.
- Tanggungan keluarga: Masih menanggung anak atau anggota keluarga
- Tempat tinggal: Rumah sendiri, tinggal dengan anak. Dewasa ini kebanyakan
lansia masih hidup sebagai bagian keluarganya, baik lansia sebagai kepala
keluarga atau bagian dari keluarga anaknya. Namun akan cenderung bahwa
lansia akan ditinggalkan oleh keturunannya dalam rumah yang berbeda.
4. Kondisi kesehatan
- Kondisi umum: Kemampuan umum untuk tidak tergantung kepada orang lain
dalam kegiatan sehari-hari, seperti mandi, buang air kecil dan besar.
- Frekuensi sakit: Frekuensi sakit yang tinggi menyebabkan menjadi tidak
produktif lagi bahkan mulai tergantung kepada orang lain. Bahkan ada yang
5. Keadaan ekonomi
- Sumber pendapat resmi: Pensiunan ditambah sumber pendapatan lain kalau
masih bisa aktif.
- Sumber pendapatan keluarga: Ada tidaknya bantuan keuangan dari
anak/keluarga lainnya, atau bahkan masih ada anggota keluarga yang
tergantung padanya.
- Kemampuan pendapatan: Lansia memerlukan biaya yang lebih tinggi,
sementara pendapatan semakin menurun. Sampai seberapa besar pendapatan
lansia dapat memenuhi kebutuhannya (Bustan, 2007).
2.1.3 Sifat Penyakit Lanjut Usia
Ada beberapa sifat penyakit pada lansia yang membedakannya dengan
penyakit pada orang dewasa, yaitu :
a. Penyebab Penyakit
Penyebab penyakit pada lansia pada umumnya berasal dari dalam tubuh
(endogen), sedangkan pada orang dewasa berasal dari luar tubuh (eksogen). Hal ini
disebabkan pada lansia telah terjadi penurunan fungsi dari berbagai organ-organ
tubuh akibat kerusakan sel-sel karena proses menua (menjadi tua), sehingga produksi
hormon, enzim, zat-zat yang diperlukan untuk kekebalan tubuh menjadi berkurang
sekali akibat kerusakan sel-sel, dan dengan demikian lansia akan lebih mudah
mendapat infeksi.
Sering pula, penyakit lebih dari satu jenis (multipatologi), yang satu sama lain
telah ada di tubuh penderita sebelum menimbulkan gejala-gejala maupun tanda-tanda,
seolah-olah telah menyelinap selama ini. Demikian pula, pengobatan terhadap
penyakitnya akan lebih sulit karena penyakitnya yang lebih dari satu jenis.
b. Gejala penyakit sering tidak khas/tidak jelas
Gejala penyakit pada lansia seringkali tidak khas/tidak jelas, berbeda dengan
penyakit yang ditemukan pada orang dewasa. Misalnya, penyakit infeksi paru
mendadak (pneumonia) seringkali tidak didapati demam tinggi dan batuk darah,
gejala hanya ringan saja kelihatannya sedangkan penyakit sebenarnya cukup serius,
sehingga penderitanya menganggap penyakitnya ringan saja dan tidak perlu berobat.
c. Memerlukan lebih banyak obat
Akibat penyakit pada lansia yang lebih dari satu jenis maka dalam
pengobatannya akan memerlukan obat-obat yang beraneka ragam jenisnya
dibandingkan dengan orang dewasa. Selain itu, perlu diketahui bahwa fungsi
organ-organ vital tubuh seperti hati, ginjal, yang berperan di dalam mengolah obat-obat
yang masuk ke dalam tubuh telah berkurang, yang menyebabkan kemungkinan yang
lebih besar dari obat-obat tersebut untuk menumpuk dalam tubuh dan menyebabkan
keracunan obat dengan segala komplikasinya, jika obat-obat tersebut diberikan
dengan takaran yang sama dengan orang dewasa, dan karena itu, takaran obat perlu
dikurangi pada lansia dengan prinsip start slow go slow, yaitu mulai menggunakan
obat dengan takaran yang serendah mungkin yang masih mempunyai efek
pengobatan dan naikkan secara perlahan-lahan sampai tercapai efek pengobatan
seoptimal mungkin. Efek samping obat sering pula terjadi pada lansia, yang
misalnya terjadinya buang air kecil akibat pemakaian obat yang meningkatkan
pengeluaran air seni, merasa pusing dan terjatuh akibat penggunaan obat-obat
penurun tekanan darah, penenang, antidepresi dan lain-lain. Efek samping obat pada
lansia biasanya terjadi karena diagnosa yang tidak tepat, ketidakpatuhan penderita
meminum obat menurut aturan yang ditentukan, penggunaan obat yang berlebihan
dan berulang-ulang dalam waktu yang lama. Ketidakpatuhan untuk meminum
obat-obat yang sedang dipakai sering terjadi pada lansia, terutama pada mereka yang
menderita cacat fisik maupun mental. Ketidakpatuhan meminum obat akan
meningkat dengan semakin banyaknya jenis obat yang digunakan dengan kerumitan
aturan pemakaian obat yang digunakan. Oleh karena itu, hendaknya diberikan
sesedikit mungkin jenis obat, dan jika memungkinkan dalam takaran yang mudah
diingat (misalnya sekali sehari pemakaiannya).
d. Sering mengalami gangguan jiwa
Penyakit pada lansia sering mengalami gangguan fisik dan psikis (jiwa) secara
bersamaan, khususnya pada mereka yang telah lama menderita sakit sering
mengalami tekanan jiwa ( depresi ), sehingga di dalam pengobatannya tidak hanya
gangguan fisiknya saja yang diobati meskipun hanya ini yang dikeluhkan, tetapi juga
gangguan jiwanya yang justru sering tersembunyi gejalanya, maka penanganan
penyakit pada lansia memerlukan ketrampilan khusus, walaupun gejalanya ringan
tetapi memerlukan penanganan yang serius, karena keterlambatan di dalam
penanganannya dapat merupakan ancaman yang besar bagi keselamatan jiwa
e. Diagnosis penyakit pada lansia
Membuat diagnosis penyakit pada lansia pada umumnya lebih sukar
dibandingkan pasien usia remaja/dewasa. Oleh karena itu untuk menegakkan
diagnosis pasien lansia kita perlu melakukan observasi penderita agak lebih lama,
sambil mengamati dengan cermat tanda–tanda dan gejala–gejala penyakitnya yang
juga seringkali tidak nyata. Seringkali sebab penyakitnya bersifat ganda (multiple)
dan kumulatif, terlepas satu sama lain ataupun saling mempengaruhi timbulnya
(Nugroho, 2008).
2.1.4 Program Kesehatan Lanjut Usia
Puskesmas adalah unit terdepan dalam pelayanan kesehatan kepada
masyarakat secara menyeluruh, terpadu dan bermutu yang antara lain melakukan
upaya pemberdayaan masyarakat dalam rangka meningkatkan kemampuan
masyarakat untuk hidup sehat, serta sebagai pusat pengembangan dan peningkatan
kesehatan masyarakat di wilayah kerjanya. Saat ini Puskesmas diharapkan dapat
melaksanakan berbagai macam program dalam bentuk upaya kesehatan wajib dan
pengembangan. Program pembinaan kesehatan lanjut usia merupakan upaya
kesehatan pengembangan puskesmas yang lebih mengutamakan upaya promotif,
preventif dengan tidak mengabaikan upaya kuratif dan rehabilitatif (Wahyuna, 2008).
2.1.5 Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia yaitu:
Upaya Kesehatan Bagi Lanjut Usia terdiri dari:
1. Upaya Promotif
Kegiatan promotif dilakukan kepada lanjut usia, keluarga ataupun masyarakat
lanjut usia, proses degeneratif seperti katarak, presbikusis dan lain-lain. Upaya
peningkatan kebugaran jasmani, pemeliharaan kemandirian serta produktivitas
masyarakat lanjut usia.
a. Perilaku Hidup Sehat
Perilaku hidup sehat adalah sekumpulan perilaku yang dipraktekan atas dasar
kesadaran sebagai hasil pembelajaran yang menjadikan seseorang atau keluarga dapat
menolong diri sendiri di bidang kesehatan dan berperan aktif dalam mewujudkan
kesehatan masyarakatnya. Menurut Dachroni tahun 1998, PHBS erat kaitanya dengan
pemberdayaan masyarakat karena bidang garapannya adalah membantu masyarakat
yang seterusnya bermuara pada pemeliharaan, perubahan, atau peningkatan perilaku
positif dalam bidang kesehatan. Gaya hidup sehat untuk lansia yang terpenting seperti
tidak merokok, melakukan aktivitas 30 menit sehari, personal higiene, mengatur
kesehatan lingkungan seperti rumah sehat dan membuang kotoran pada tempatnya.
b. Gizi untuk Lanjut Usia
Konsumsi makan yang cukup dan seimbang akan bermanfaat bagi lanjut usia
untuk mencegah atau mengurangi kemungkinan penyakit kekurangan gizi, yang
seyogyanya telah dilakukan sejak muda dengan tujuan agar tercapai kondisi
kesehatan yang prima dan tetap produktif di hari tua. Hidangan gizi seimbang adalah
makanan yang mengandung zat tenaga, zat pembangun, dan zat pengatur.
- Sumber zat tenaga atau kalori adalah bahan makanan pokok seperti beras, jagung,
- Sumber zat pembangun atau protein penting untuk pertumbuhan dan mengganti
sel-sel yang rusak, pada hewani seperti telur, ikan dan susu. Sedangkan pada
nabati seperti kacang-kacangan, tempe, tahu.
- Sumber zat pengatur, bahan mengandung berbagai vitamin dan mineral yang
berperan untuk melancarkan bekerjanya fungsi organ tubuh, contohnya sayuran
dan buah.
2. Upaya Preventif
Kegiatan ini bertujuan untuk mencegah sedini mungkin terjadinya penyakit
dan komplikasinya akibat proses degeneratif. Kegiatan berupa deteksi dini dan
pemantauan kesehatan lanjut usia yang dapat dilakukan di kelompok lanjut usia
(posyandu lansia) atau Puskesmas dengan menggunakan Kartu Menuju Sehat
(KMS ) lanjut usia.
3. Upaya Kuratif
Kegiatan pengobatan ringan bagi lanjut usia yang sakit bila dimungkinan
dapat di lakukan di kelompok lanjut usia atau Posyandu lansia. Pengobatan lebih
lanjut ataupun perawatan bagi lanjut usia yang sakit dapat dilakukan di fasilitas
pelayanan seperti Puskesmas Pembantu, Puskesmas ataupun di Pos Kesehatan Desa.
Bila sakit yang diderita lanjut usia membutuhkan penanganan dengan fasilitas lebih
lengkap, maka dilakukan rujukan ke Rumah Sakit setempat.
4. Upaya Rehabilitatif
Upaya rehabilitatif ini dapat berupa upaya medis, psikososial, edukatif
maupun upaya-upaya lain yang dapat semaksimal mungkin mengembalikan
2.1.6 Penanganan Lansia
Kebijaksanaan penanganan masalah kesehatan lansia pada dasarnya ditujukan
pada upaya menunda ketuaan biologis walaupun seseorang secara generatif
(kronologis) sudah termasuk tua. Untuk itu perlu upaya-upaya yang menyangkut
peningkatan gizi keluarga, pencegahan penyakit degeneratif dan penyediaan
pelayanan kesehatan yang sesuai dengan masalah kesehatan lansia.
Masalah lansia bukanlah masalah kesehatan semata, bahkan lebih merupakan
masalah sosial ekonomi. Karena itu perlu pendekatan multidisiplin mengingat
berbagai isu yang berhubungan dengan lansia seperti:
1. Perlunya menyiapkan sarana pelayanan bagi lansia
2. Perlu adanya lembaga yang dapat mengayomi para lansia untuk dapat bekerja
3. Diperlukan adanya jaminan penunjang biaya kesehatan untuk lansia
4. Pemikiran untuk kondisi sosial keluarga yang mendukung kehidupan lansia seperti
extended family daripada pengadaan nursing home atau rumah jompo.
Salah satu pendekatan utama yang penting adalah pendekatan keluarga.
Dianjurkan beberapa hal dalam menghadapi lansia yaitu:
1. Menghormati dan menghargai orangtua
2. Bersikap sabar dan bijaksana terhadap perilaku usia lanjut
3. Memberikan kasih sayang, menyediakan waktu dan perhatian
4. Jangan menganggapnya sebagai beban
5. Memberikan kesempatan untuk tinggal bersama
6. Mintalah nasehat pada mereka dalam peristiwa-peristiwa penting
8. Dengan memberi perhatian yang baik terhadap orangtua, maka kelak anak-anak
kita akan bersikap sama terhadap kita
9. Membantu mencukupi kebutuhannya
10. Memeriksa kesehatan secara teratur (Bustan, 2007)
2.2. Gaya Hidup
Menurut Kotler (2002), gaya hidup adalah pola hidup seseorang didunia yang
diekspresikan dalam aktivitas, minat dan opininya. Gaya hidup menggambarkan
keseluruhan diri seseorang dalam berinteraksi dengan lingkungan. Menurut Minor
dan Mowen gaya hidup adalah menunjukkan bagaimana orang hidup, bagaimana
orang membelanjakan uangnya dan bagaimana mengalokasikan waktu (Tamher,
2009).
Gaya hidup individu, yang dicirikan dengan pola perilaku individu, akan
memberi dampak pada kesehatan individu dan selanjutnya pada kesehatan orang lain.
Dalam kesehatan, gaya hidup seseorang dapat diubah dengan cara memberdayakan
individu agar merubah gaya hidupnya, tetapi merubahnya bukan pada si individu saja,
tetapi juga merubah lingkungan sosial dan kondisi kehidupan yang memengaruhi pola
perilakunya. Dan tidak ada aturan ketentuan baku tentang gaya hidup yang berlaku
untuk semua orang. Budaya, pendapatan, struktur keluarga, umur, kemampuan fisik,
lingkungan rumah dan lingkungan tempat kerja yang berbeda, menciptakan berbagai
Dalam Deklarasi Vientiane dikatakan gaya hidup adalah sebagai praktek
perilaku dan praktek sosial yang mendukung kesehatan dan merupakan cerminan dari
nilai-nilai dan jati diri dari kelompok dan masyarakat diman penduduk hidup dan
menghabiskan sebagian besar hidupnya untuk memenuhi kehidupan ekonomi, sosial
dan lingkungan fisik (Darmojo, 1999). Menurut Belloc dan Breslow (1972), yang
termasuk gaya hidup sehat adalah:
1. Pola makan yang baik
2. Aktivitas fisik
3. Olahraga
4. Istirahat/tidur 7-8 jam perhari
5. Tidak merokok
6. Tidak mengonsumsi obat-obatan (Watson, 2003)
1. Pola Makan
Pola makan adalah cara seseorang atau sekelompok orang yang memilih dan
mengkonsumsi makanan sebagai tanggapan terhadap pengaruh fisiolOgi, psikologi,
budaya dan sosial. Pola makan sehari-hari merupakan pola makan seseorang yang
berhubungan dengan kebiasaan makan setiap harinya (Sediaoetama, 2000).
frekwensi bahan makanan yang dimakan setiap hari oleh seseorang dan merupakan ciri khas untuk satu kelompok masyarakat tertentu (Supariasa dkk, 2002).
Pola makan individu meliputi bahan makanan pokok (sumber karbohidrat), lauk pauk (sumber protein hewani dan nabati), sayur dan buah. Susunan makanan lanjut usia harus mengandung semua unsur gizi yaitu: karbohidrat, protein, lemak, mineral, air dan serat dalam jumlah yang cukup sesuai dengan kebutuhan serta seimbang dalam komposisinya. Menurut Sediaoetama (2000) pola makanan yang tidak baik akan menimbulkan beberapa gangguan seperti kolesterol tinggi, tekanan darah meningkat dan kadar gula yang meningkat.
Belum ada standard menu untuk lanjut usia di Indonesia. Tetapi sebagai bahan acuan dapat dibuat menu makanan lanjut usia dalam sehari berdasarkan konsep “empat sehat lima sempurna“ atau konsep “gizi seimbang“. Sebagai contoh menu berdasarkan “empat sehat lima sempurna” terdiri atas kelompok makanan pangan pokok (utama = sumber karbohidrat) yaitu nasi (1 porsi), kelompok lauk pauk (protein nabati atau protein hewani) misalnya daging (1 potong) atau tahu (1 potong), kelompok sayuran misalnya sayur bayam (1 mangkok), kelompok buah-buahan misalnya pepaya (1 potong) dan susu (1 gelas). Menu seimbang untuk lanjut usia adalah susunan makanan yang mengandung semua unsur zat gizi yang dibutuhkan lanjut usia (Denysantoso,2011).
usia adalah: porsi makan jangan terlalu kenyang akan lebih baik jika porsi makannya sedikit tapi sering, banyak minum air putih sekitar 7-8 gelas/hari dan batasi minum kopi dan teh, kurangi garam, makanan hendaknya mudah dicerna lembek tidak keras, hindari makanan yang terlalu manis, terlalu asin dan yang terlalu gurih/gorengan (Nugroho, 2008, dkk).
[image:53.612.124.531.274.474.2]Contoh menu lanjut usia dalam sehari disajikan pada Tabel 2.1. berikut:
Tabel 2.1. Pola Susunan Makanan Lanjut Usia dalam Sehari Berdasarkan Menu Seimbang
No