• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bukan Hasil Sulapan

Dalam dokumen 2-ilmu-laduni (Halaman 43-59)

ILMU LADUNI:

Bukan Hasil Sulapan

Tanda-tanda orang yang mendapatkan Ilmu Laduni itu tidak hanya dapat dilihat dari orang yang asalnya tidak bisa menggunakan bahasa Arab atau bahasa Inggris misalnya, kemudian tahu-tahu menjadi bisa atau tidak bisa membaca kitab kuning, menjadi bisa. terlebih dikaitkan dengan kelebihan-kelebihan dan kesaktian (karomah), seperti orang dapat menghilang atau dapat terbang di udara seperti burung. Tidak hanya itu saja, tetapi juga dan yang paling utama, Ilmu Laduni itu merupakan berbagai kemudahan dan kelebihan yang diturunkan guna menyertai hidup orang bertakwa, baik aspek ilmiah maupun amaliah sehingga menjadikan seorang hamba dapat berma‘rifat kepada Tuhannya.

Memang terkadang gejala yang muncul di permukaan seperti keadaan yang disebutkan di atas. Namun bila hal itu terjadi, itu bukan disebabkan karena orang mendapat Ilmu Laduni tersebut telah mendapatkan kesaktian ―tiban‖. Akan tetapi karena usaha penggodokan di dalam ―kawah candradimuka‖ telah menghasilkan buah. Kongkritnya, ketika potensi kecerdasan akal yang selama ini masih tertutup hijab, ketika hijab itu sudah berhasil dihilangkan maka yang sudah cerdas menjadi semakin cerdas sehingga setiap yang sudah dibaca dan dihafalkan selamanya tidak

dapat hilang (lupa) lagi. Allah  menyatakan keberadaan potensi tersebut dengan firman-Nya:

―Kami akan membacakan (Al -Qur'an) kepadamu (Muhammad) maka kamu tidak akan lupa‖.(QS. al-A‘la; 6)

Artinya, kalau memang ada orang yang asalnya tidak dapat membaca kitab kuning, dalam waktu yang relatif singkat kemudian menjadi bisa, Apabila kemampuan itu didapatkan dari sumber Ilmu Laduni, maka kemampuan itu bukannya datang dengan sendirinya tanpa sebab, melainkan didatangkan dengan sebab-sebab dan proses yang harus dijalani. Namun demikian, datangnya kemampuan itu dengan jalan yang dimudahkan, hal tersebut sebagai sunnah yang tidak akan ada perubahan lagi untuk selama-lamanya, sebagaimana sunnah-sunnah yang sudah diperjalankan Allah  kepada para pendahulunya, yaitu para Nabi, ash-Shiddiq, asy-Syuhada‘, ash-Sholihin. Kalau datangnya kemampuan-kemampuan itu tanpa sebab dan tanpa proses usaha yang harus dijalani oleh pemiliknya, bisa jadi itu hanya hasil ―sulapan‖ atau daya sihir yang terkadang datangnya dari setan Jin sebagai ―istidroj‖ atau kemanjaan sementara bagi manusia dan ketika masa tangguhnya habis, istidroj itu berangsur-angsur akan dihilangkan lagi untuk selamanya bersama hancurnya pemiliknya.

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 45

Seperti itu pula keadaannya, ketika usaha pencarian sumber ―Ilmu Laduni‖ yang dilakukan oleh seorang pemburu ―linuwih‖ terjebak dengan gambaran personal bukan karakter. Artinya mencari Nabi Khidhir secara personal bukan secara karakter, mencari di pinggir-pingir laut di muka bumi, bukan di dalam lautan ruhaniah yang ada dalam hati sanubari manusia. Mencari pertemuan dua lautan yang dapat di lihat mata, bukan secara i‘tibari, maka yang muncul bisa jadi berupa bayangan visual di dalam hayal manusia—yang dihasilkan dari sihir dan tipu daya setan Jin.

Jika demikian keadaannya, berarti usaha pencarian itu belum menemukan tujuan yang asli, walau untuk menyelesaikan tahapan menemukan yang asli itu terkadang orang harus terlebih dahulu mampu melewati yang palsu. Oleh karena itu yang paling utama dalam setiap amal—yang dijalankan

dengan tujuan khusus—adalah fungsi guru

pembimbing ahlinya. Kalau tidak demikian, dapat dipastikan bahwa perjalanan tersebut akan menuju jalan yang sesat.

Konon, suatu saat ada seorang anak bertemu Nabi Khidhir di tengah jembatan dekat rumahnya menuju arah pasar. Setelah pertemuan itu, anak tersebut seketika pandai berceramah dan berpidato— tidak sebagaimana seorang anak pada usianya (usia

belasan tahun), sehingga dalam waktu singkat menjadi terkenal dan didatangkan disana-sini untuk berceramah. Layaknya seperti orang kesurupan Jin, anak itu dapat berpidato dengan demikian ahlinya. Kata orang, ada roh suci yang memasuki jasadnya, sehingga kemudian anak itu menjadi kaya karena dia juga ternyata dapat mengobati orang yang sakit.

Contoh kejadian seperti ini kalau tidak dicermati dengan benar—tentunya dengan penguasaan ilmu khusus tentang dunia Jin,—maka banyak orang menjadi korban. Karena sebentar kemudian anak itu

pulih sebagaimana aslinya dengan tanpa

membekaskan kemanfaatan untuk dirinya sendiri, dalam arti sebagaimana tujuan diturunkannya Ilmu Laduni yang telah diterangkan di atas. Yang demikian itu hanya tipu muslihat setan Jin untuk menciptakan sumber fitnah. Juga sebagai istidroj sementara dan berangsur-angsur akan hilang sama sekali.

Yang tertinggal kemudian adalah fenomena dan tanda tanya besar yang tidak terjawab. Selanjutnya membentuk pola pikir yang salah terhadap orang yang ada di sekitar anak itu berada, tentang Ilmu Laduni, tentang Nabi Khidhir , jika hal tersebut dibiarkan begitu saja, tanpa ada tuntunan dan penerangan dari para ahlinya, maka selanjutnya banyak orang akan menjadi sesat dan menyesatkan. Yakni ketika banyak orang menindaklanjuti tapak tilas

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 47

perjalanan anak ajaib itu dengan usaha pencarian yang serupa. Mencari Nabi Khidhir dan Ilmu Laduni dengan bertapa dan menyepi di bawah jembatan menuju pasar, maka bisa dibayangkan akibatnya, tentunya banyak aqidah akan menjadi rusak karenanya.

Terkadang ada orang mengajarkan kepada orang lain untuk mendapatkan Ilmu Laduni dengan cara

khusus, dengan mengamalkan bacaan-bacaan

(amalan) khusus tanpa diajarkan dasar ilmunya. Membaca bacaan ini dan itu, dengan cara laku seperti ini seperti itu, kemudian (katanya) orang yang mengamalkan cara seperti itu akan bertemu dengan Nabi Khidhir as. lalu mendapatkan Ilmu Laduni dari Nabi Khidhir. Yang demikian itu banyak terjadi di dalam fenomena. Ternyata hasilnya sama saja, para pencari ilmu yang utama itu malah terjebak tipu daya setan Jin. Bukannya dapat bertemu dengan Nabi Khidhir, malah ada yang menjadi gila, gila hormat, gila kedudukan, sehingga di mana-mana hidupnya hanya menimbulkan perpecahan sesama manusia. Dalam arti jalan hidup itu tidak sebagaimana jalan hidup seorang ‗Ulama yang tawadhu‘, bertakwa dan berma‘rifat kepada Tuhannya.

Oleh karena itu, pelaksanaan tawasul secara ruhaniah (sebagaimana yang sudah tertulis terdahulu dalam satu buku yang berjudul tawasul) adalah

merupakan solusi yang sangat efektif. Menjadi sarana latihan yang multi guna agar perjalanan para salik mendapatkan penjagaan dari segala tipudaya setan Jin yang menghadang. Supaya seorang salik berhasil lolos dan selamat dari segala ujian serta mampu menyelesaikan segala tahapan dan tanjakan sehingga mendapatkan hasil yang diharapkan. Insya Allah.

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 49

Oleh karena ilmu, amal dan pelaksanaan akhlak yang mulia dari para kholifah bumi itu—seperti juga para pendahulunya—telah mampu menjadi penerang bagi kehidupan umat manusia, maka dimana saja mereka berada, ―anak zaman‖ itu selalu menjadi pemimpin manusia yang multi guna. Yang demikian itu, karena ―Nur Cinta‖ telah disambut dengan cinta pula, sehingga melahirkan ―nur cinta‖ lagi : ―Cahaya di atas

cahaya (berlapis-lapis), Allah membimbing kepada cahaya-Nya siapa yang Dia

ebagaimana yang sudah diuraikan pada bab terdahulu, untuk mendapatkan Ilmu Laduni, seorang salik1 hanya berkewajiban membangun ―sebab-sebab‖. Hal tersebut dilakukan sebagai bentuk pelaksanaan pengabdian yang hakiki kepada Tuhannya, dengan itu supaya orang tersebut mendapatkan ―akibat‖ yang dijanjikan sebagai pahala dari ibadah yang dilakukan. Pengabdian itu adalah ibadah yang Ikhlas dalam tataran Iman, bukan sekedar tataran Islam. Sebagaimana yang diajarkan Allah  kepada umat manusia melalui malaikat Jibril  kepada Rasulullah  tentang tiga tataran pelaksanaan ibadah, secara Islam, secara Iman dan secara Ihsan. Hadits Qudsi ini shahih dan diriwayatkan dari Abu Hurairah  yang telah berkata: Pada suatu hari, ketika Rasulullah  bersama kaum muslimin, datang seorang lelaki dan bertanya kepada Baginda:

―Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dengan Iman?‖. Lalu baginda beliau bersabda: ―Hendaklah

kamu percaya kepada Allah, para Malaikat, semua Kitab yang diturunkan, hari pertemuan dengan-Nya, para Rasul dan percaya kepada Hari Kebangkitan‖. Lelaki itu 1

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 51

bertanya lagi: ―Wahai Rasulullah! Apakah pula yang

dimaksud dengan Islam?‖. Baginda bersabda: ―Islam

ialah mengabdikan diri kepada Allah dan tidak menyekutukan-Nya dengan perkara lain, mendirikan sembahyang yang telah difardukan, mengeluarkan Zakat yang diwajibkan dan berpuasa pada bulan Ramadhan‖.

Kemudian lelaki tersebut bertanya lagi: ―Wahai

Rasulullah!, apakah makna Ihsan ?‖ Rasulullah 

bersabda: ―Hendaklah engkau beribadah kepada Allah

seolah-olah engkau melihat-Nya, sekiranya engkau tidak melihat-Nya, maka ketahuilah bahwa Dia melihatmu‖.

(HR. Bukhori-Muslim)

Artinya, untuk membangun sebab-sebab supaya seorang salik mendapatkan akibat baik berupa Ilmu Laduni, ibadah yang dilakukan itu harus dengan tujuan yang jelas, yaitu semata-mata mengharapkan ridho Allah  dan supaya dapat berma‘rifat kepada-Nya. Jalan ibadah (thoriqoh) yang dilakukan itu bukan untuk tujuan selain hal tersebut di atas, meski untuk mendapatkan Ilmu Laduni sendiri sekalipun, terlebih untuk berharap mendapatkan keuntungan duniawi.

Oleh karena Ilmu Laduni itu adalah buah ibadah, maka ilmu tersebut diturunkan semata-mata hanya atas kehendak Allah  bukan kehendak hamba-Nya. Diturunkan kepada seorang hamba yang

dipilih-Nya, bukan seorang hamba yang memilih dirinya untuk supaya menjadi hamba pilihan-Nya.

Meski seorang hamba mengetahui bahwa ibadah yang dilakukan akan mendapatkan janji Allah yang tidak teringkari, akan tetapi pelaksanaan janji itu bisa dilaksanakan manakala seorang hamba telah memenuhi syarat-syarat bagi pelaksanaan pengabdian yang hakiki. Padahal yang demikian itu hanya Allah yang Maha Mengetahuinya. Tidak ada yang dapat mengetahui ukuran kesempurnaan suatu pengabdian kecuali hanya Allah Ta‘ala, maka hanya Allah yang berhak menentukannya, apakah suatu ibadah diterima di sisi-Nya atau tidak, ibadah tersebut mendapatkan pahala atau tidak. Lebih-lebih lagi urusan Ilmu Laduni.

Adapun sebab-sebab diturunkannya Ilmu Laduni ada empat :

1) Rahmat Sebelum Ilmu. 2) Buah takwa.

3) Rahasia Nubuwah dan Walayah. 4) Ilmu yang Diwariskan.

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 53

Meski seorang hamba mengetahui bahwa ibadah yang telah dilakukannya akan mendapatkan janji Allah yang tidak teringkari. Akan tetapi pelaksanaan janji itu bisa terjadi, manakala seorang hamba telah memenuhi syarat-syarat bagi pelaksanaan pengabdian yang hakiki.

lmu Laduni akan diberikan Allah SWT. hanya kepada seorang hamba yang dikehendaki dan dicintai-Nya. Yaitu seorang hamba pilihan, yang sejak zaman azali telah terpilih untuk menjadi orang pilihan-Nya, itu sebagaimana gambaran yang dipersaksikan oleh sebuah ayat dari firman-Nya:

―Bahwasanya orang-orang yang telah ada untuk mereka ketetapan (yang terdahulu) yang baik dari Kami, mereka itu dijauhkan dari neraka‖.

QS. al-Anbiya/101.

Oleh karena orang tersebut sejak zaman azali sudah ditetapkan menjadi orang baik, maka sejak dilahirkan di dunia sampai dengan matinya mereka akan dijauhkan dari api neraka.

Mereka dijauhkan dari sebab-sebab yang dapat menyebabkan masuk neraka, baik ilmu, amal maupun karakter. Oleh karena aspek ilmu pengetahuan adalah

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 55

bagian terpenting—yang akan menjadikan manusia menjadi baik atau jelek—maka aspek ilmu inilah yang paling mendapatkan penjagaan dan pemeliharaan dari Allah Ta‘ala.

Ilmu Laduni itu diturunkan kepada seorang hamba yang dikehendaki, baik sebagai inspirasi ataupun ilham, bahkan langsung melalui hatinya, sebagaimana yang telah ditegaskan Allah Ta‘ala dengan firman-Nya: ―Maka Allah mengilhamkan kepada

jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya‖. QS.

asy-Syams/8.

Hanya saja sebagian besar manusia kurang tanggap terhadap gejala yang datang pada dirinya, yaitu disaat ada inspirasi atau ilham Ilahiyah masuk di dalam hatinya. Oleh karena gejala-gejala yang masuk di dalam hati tersebut tidak dirasakan sebagai sesuatu yang didatangkan Allah untuk dirinya, padahal bisa jadi hal tersebut sebagai tarbiyah untuk hamba yang dicintai-Nya, maka yang mestinya sangat berharga itu menjadi hilang begitu saja dan tidak membekas sama sekali.

Kalau saja manusia mampu tanggap dan cermat terhadap setiap yang gerak dalam jiwanya, yang masuk dan perubahan di dalam hatinya, terlebih ketika yang masuk itu bentuk wujudnya berupa pengertian dan pemahaman yang sebelumnya tidak

pernah dipahami, bahkan pemahaman itu terkadang merupakan solusi dari permasalahan yang sedang dihadapi, maka disamping manusia itu akan mendapatkan jalan keluar untuk menyelesaikan problema kehidupan yang sedang membelit hidupnya, juga semakin lama—ketika hal yang halus-halus tersebut semakin dipahami—seorang hamba akan mampu mengenali apa-apa yang dikehendaki Allah Ta‘ala untuk dirinya.

Sesungguhnya setiap yang datang kepada orang beriman pasti datangnya dari Allah Ta‘ala, terlebih yang datangnya dari arah yang tidak terduga. Sebagaimana yang telah dinyatakan dengan firman-Nya: ―Dan memberinya rezki dari arah yang tiada

disangka-sangkanya‖. QS. ath-Tholaq/3. Adakah rizki

yang lebih utama dibandingkan ilmu pengetahuan..?. Namun, oleh karena inspirasi atau ilham yang masuk di dalam hati itu tersia-siakan begitu saja, yang semestinya berharga itu tidak dihargai karena tidak dirasakan datang dari Allah Ta‘ala, maka manusia akan mengalami kerugian dalam beberapa hal. Pertama: kenikmatan pemberian itu musnah. Kedua: karena pemberian itu tidak dirasakan nikmat, maka tidak disyukuri. Ketiga: ketika anugerah itu tidak disyukuri, maka dengan anugerah itu manusia itu malah akan mendapatkan siksa. Allah Ta‘ala telah menyatakan dengan firman-Nya: ―Dan (ingatlah juga),

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 57

tatkala Tuhanmu mema`lumkan: "Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (ni`mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni`mat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih". QS. Ibrahim/7.

Ilmu Laduni itu hanya diturunkan kepada hati seorang hamba yang sudah siap menerima. Oleh karena itu, pemahaman tentang Ilmu Laduni secara teori adalah hal yang mutlak adanya, sebelum orang tersebut menindaklanjuti pemahaman itu dengan pencarian-pencarian secara amaliyah atau praktek. Dengan pemahaman yang benar, seorang hamba— yang mengharapkan mendapatkan ilmu laduni— tentunya akan menyesuaikan segala amal perbuatan serta syarat-syarat yang lain, sesuai dengan pemahaman yang dimiliki tersebut.

Melalui bimbingan seorang guru ahlinya, dengan izin Allah Ta‘ala setiap permintaan hamba-Nya akan dikabulkan. Allah Ta‘ala menjamin dengan firman-Nya: Dan Tuhanmu berfirman: "Berdo`alah

kepada-Ku, niscaya akan Kuperkenankan bagimu‖. QS.

al-Mu‘min/60. Selanjutnya, dengan menempuh latihan-latihan yang harus dijalani serta menyelesaikan tahapan yang harus dicapai, hati seorang salik akan menjadi semakin siap untuk menerima, walau datangnya Ilmu Laduni itu seringkali dengan cara yang disamarkan.

Ilmu Laduni adalah ilmu pengetahuan yang berkedudukan di dalam hati bukan di akal :‖

Sebenarnya, Al Qur'an itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orang-orang yang diberi ilmu. Dan tidak ada yang mengingkari ayat-ayat Kami kecuali orang-orang yang zalim‖. QS. al-Ankabut/48. Jika diibaratkan dengan

minuman, maka yang dimaksud Ilmu Laduni itu bukan ilmu atau teori tentang resep (komposisi) minuman yang menyegarkan, melainkan minum dan merasakan minuman yang menyegarkan itu sehingga rasa haus yang menyakitkan menjadi hilang.

MENCARI JATI DIRI - Jilid 2 59

CONTOH ILMU LADUNI YANG PERTAMA

Dalam dokumen 2-ilmu-laduni (Halaman 43-59)