• Tidak ada hasil yang ditemukan

BIOGRAFI H.B. JASSIN

B. Karya-karya H. Jassin

2. Buku-buku yang Disunting Jassin

a. Pancaran citra; kumpulan cerita pendek dan lukisan, (Jakarta: Balai Pustaka 1946). Berisi cerpen Asmara Bangun, Usmar Ismail, Rosihan Anwar, Karim Halim, H.B. Jassin, dan lain-lain.

b. Kesusastraan di Indonesia di masa Jepang, (Jakarta: Balai Pustaka, 1948). Bunga Rampai ini memuat hasil karya para pengarang Indonesia pada zaman pendudukan Jepang. Tahun 1985, buku ini mengalami cetakan ke-5.

  48

c. Gema tanah air; prosa dan puisi, (Jakarta: Balai Pustaka, 1948). Mula-mula terbit satu jilid (1948), tetapi sejak cetakan ke-5 (1969) pecah menjadi dua jilid. Tahun 1982, buku ini mengalami cetakan ke-7. Bunga rampai ini memuat hasil karya para pengarang Indonesia antara tahun 1942 dan 1948.

d. Kisah 13 cerita pendek, (Jakarta Kolff, 1955). Seperti terlihat pada judulnya, bunga rampai ini berisi tiga belas buah cerita pendek yang pernah dimuat dimajalah kisah.

e. Chairil Anwar pelopor Angkatan 45, (Jakarta: Gunung Agung, 1956). Berisi sejumlah prosa dan puisi Chiril Anwar yang belum masuk dalam kumpulan sajak Chairil Anwar deru campur debu dan kerikil tajam dan yang terampas dan yang putus, didahului dengan sebuah studi Jassin berkenaan dengan jiplakan Chairil Anwar. Tahun 1985, buku ini mengalami cetakan ke-7.

f. Analisa; sorotan atas cerita pendek, (Jakarta: Gunung Agung, 1961). Berisi sejumlah cerpen pengarang Indonesia, disertai sorotan Jassin terhadap setiap cerpen.

g. Amir Hamzah raja penyair pujangga baru, (Jakarta: Gunung Agung, 1962). Berisi prosa dan puisi amir hamzah yang belum masuk ke dalam buah rinah dan nyanyi sunyi.

h. Pujangga Baru; prosa dan puisi, (Jakarta: Gunung Agung, 1963). Memuat hasil karya para pengarang Indonesia yang tergolong pada angkatan pujangga baru.

  49

i. Tenggelamnya kapal van der wijck dalam polemic (editor bersama junus amir hamzah), (Jakarta: mega bookstore, 1963). Menurut sejumlah karangan seputar novel hamka, tenggelamnya kapal van der wijck, yang pernah di hebohkan sebagai jiplakan.

j. Angkatan 66; prosa dan puisi, (Jakarta: Gunung Agung, 1968). Mula-mula terbit satu jilid, kemudian pecah menjadi dua jilid. Tahun 1985, buku ini mengalami cetakan ke-6. Bunga rampai ini ini memuat hasil karya para pengarang Indonesia yang tergolong pada angkatan 66. 3. Terjemahan H.B. Jassin

a. Sepoeloeh Tahoen Koperasi, oleh R.M. Margono Djojohadikoesoemo, Bp 1941, judul asli: Tien Jaren Cooperatie.

b. Chushingura, oleh Sakae Shioya, Bp 1945, diterjemahkan bersama karim halim dari bahasa inggris.

c. Renungan Indonesia, oleh Sjahrazad, pustaka rakyat, 1947, judul asli: indonesische over peinzingen.

d. Terbang Malam, oleh A. De St. exupery, Bp 1949, judul asli: vol de nuit.

e. Kisah-kisah dari Rumania, bersama tslim ali dan Carla rampen, Bp 1964, judul asli: nouvelles roumanics.

f. Api Islam, oleh Syed Amir Ali, pembangunan, 1966, 2 jilid, judul asli:

The Spirit Of Islam.

g. Tjerita Pandji dalam perbandingan, oleh Prof.Dr.R.M.Ng. Poerbatjaraka, diterjemahkan bersama Zuber Usman, judul asli: Panjdi

  50

h. Max Havelaar, oleh Miltatuli, Djambatan, 1972.

i. Kian Kemari Indonesia dan Belanda dalam Sastra, Djambatan 1973. j. The Complete Poems Of Chairil Anwar, University Education Press

Singapore 1974, terjemahan bersama Liaw Yock Fang.

k. Al-Quranul karim bacaan mulia, mulai diterjemahkan 7 oktober 1972, selesai 18 desember 1974.

l. Saijah dan Adinda Max Havelaar, cerita Multatuli Scenario film PT. Mondial Motion Pictures & Fons Rademakers Productie, ditulis oleh G. soetaman dan hiswara Darmaputra, 1975.

Demikianlah karya-karya H.B. Jassin yang dapat penulis ketahui, mungkin masih banyak karya-karyanya yang belum tertulis seperti tulisan H.B. Jassin dalam artikel-artikel, dan bahan makalah-makalah seminar atau diskusi yang dihadirinya, dan lain sebagainya yang belum penulis ketahui.

4. Kontroversi Penyusunan Terjemah Al-Qur’an H.B. Jassin

Ketika H.B. Jassin mengumumkan penerbitan Al-Qur’an karim bacaan mulia, umat Islam Indonesia geger. Konon pada tahun 1987, ada yang membakar karya puitisasi dari terjemahan Al-Qur’an H.B. Jassin ini. Pasalnya bagaimana orang yang tidak bisa bahasa Arab menerjemahkan Al-Qur’an.

H.B. Jassin sendiri memang mengakui tak pernah mendapatkan pelajaran khusus membaca Al-Qur’an. Baru sesaat menjadi mahasiswa di

  51

Fakultas Sastra Universitas Indonesia, ia sempat mempelajari bahasa Arab. Di sana Jassin juga mempelajari terjemahan-terjemahan Al-Qur’an, naskah-naskah lama dari ar-raniri dan hamzah fansuri, yang beripa tulisan arab melayu beserta kutipan-kutipan bahasa arabnya dan mempelajari cara menerjemahkan lewat kamus.

Persoalan yang dihadapi jassin, harus diakui bahwa umat islam sepenuhnya belum mempercayai kredibilitas dan komitmen keislamannya. Umat masih sangsi, bagaimana orang tidak bisa bahasa arab, tidak kenal dengan dunia pesantren, dan mengaku pernah merasa sebal mendengar khotbah-khotbah (istilah jassin waktu ia “teriak-teriak”) di masjid bisa menerjemahkan Al-Qur’an, sedangkan tradisi islam (hadits) mengajarkan “jika suatu urusan diserahkan kepada bukan ahlinya, kehancuranlah akibatnya”.

H. Oemar Bakry yang dikenal sebagai sahabat dekat H.B. Jassin dengan gencar menyampaikan kritiknya dengan mengemukakan apa yang disebutnya sebagai “syarat-syarat mutlak” dalam menerjemahkan Al-Qur’an, seperti penerjemhan harus menguasai bahasa arab sedalam-dalamnya nahwu. Sharaf, ma’ani, balaghah dan sebagainya. Ia harus berpengatahuan luas dalam soal-soal keislaman, bahkan disebutnya pula seolah-olah seseorang yang ingin menerjemahkan Al-Qur’an harus berprestasi dalam buku-buku keagamaan. Artinya seseorang harus memilki latar belakang kedudukan sebagai ulama bila ia mau memasuki dunia penerjemahan Al-Qur’an. Islam tidak pernah melimpahkan hak

  52

monopoli kepada golongan ulama sebagai satu-satunya kata dalam mengupas isi kitab suci Al-Qur’an atau sumber-sumber ilmu keislaman lainmnya. Tradisi pelimpahan hak-hak istimewa (privilege) kepada golongan ulama itu bila ditelusuri tidak akan tersua jejaknya pada sumber-sumber tradisi Islam. Maka dari itu tidak mesti harus seorang ulama untuk sekedar menerjemahkan Al-Qur’an.

Lemparan kritikan yang lebih berat lagi disampaikan oleh dewan da’wah islamiyah indonesia (DDII) dan ikatan masjin Indonesia (IKMI) mengusulkan penyetopan terjemah Al-Qur’an ini, dengan alas an seorang penerjemah harus menguasai bahasa arab (Tabahhur) yang menjadi bahasa Al-Qur’an dan haruslah mendalami ilmu-ilmu agama (Ta’ammuq) supaya dalam penerjemahan itu terhindar dari hal-hal yang bertentangan dengan salah satu hukum islam.

5. Latar Belakang H.B. Jassin dalam Menyusun Terjemah Al-Quran Seorang H.B. Jassin dikenal sebagai ahli sastra, walupun kapasitasnya sebgai orang sastrawan, namun ia berusaha ingin membuat sebuah terjemah Al-Qur’an. Penulisan terjemah Al-Qur’an ini dilatarbelakangi oleh semangat istrinya yang ingin mempelajari Al-Qur’an dan ia mengalami kesulitan ketika mempelajari Al-Qur’an yang berbahasa arab sehingga sang istri mendorong suaminya (H.B. Jassin) untuk menerjemahkan Al-Qur’an. Pada saat istrinya meninggal dunia, H.B. Jassin menemukan tradisi di sekitar rumahnya melakukan tahlilan, berdo’a

  53

membaca Al-Qur’an untuk yang meninggal, hal ini menambah motivasi H.B. Jassin untuk meneruskan penerjemahan Al-Qur’an yang pernah dilakukannya pada sebagian ayat Al-Qur’an (Juz ‘amma) semasa istrinya masih hidup.

Setelah itu, ia tidak pernah melewatkan membaca Al-Qur’an. Walau tak sehalaman paling tidak sebaris dua baris ayat ia baca Al-Qur’an. “itu ada kenikmatannya, sebab saya membaca dengan pikiran, saya berkomunikasi dengan tuhan”.6

Ia merasakan akan pentingnya sebuah terjemah ketika ia memanjatkan do’a kepada Allah SWT untuk almarhumah istrinya dan H.B. Jassin tidak merasa puas dengan membaca saja, akhirnya ia pun mulai mempelajari secara mendalam dan meresapi akan isi kandungan Al-Qur’an. Ia juga menyadari akan keagungan Allah SWT yang telah memberikan mukjizat kepada nabi Muhammad SAW yang berupa Al-Qur’an.7

Dengan demikian ia dapat merasakan nikmatnya isi kandungan firman-firman Allah. Selain sisi sakralitas Al-Qur’an, H.B. Jassin juga mengakui bahwa Al-Qu’ran adalah maha sastra. Pengakuannya ini terangkum dalam pernyataannya, “alangkah luas, alangkah tinggi, alangkah luhur dan murninya Al-Qur’an”.

Obsesi untuk menerjemahkan Al-Qur’an juga dilatarbelakangi ketika ia membaca terjemahan Abdullah jusuf ali yang berjudul “The Holy       

6

H.B. Jassin, kontroversi Al-Quran berwajah puisi, (Jakarta: Pustaka Utama Graffiti, 1995),h.58 

7

H.B. Jassin, Al-Quran Karim Bacaan Mulia, (Jakarta: Yayasan 23 Januari 1982), h. XVIII 

  54

Qur’an”, yang ia peroleh dari H. Kasim Mansur pada tahun 1969 yang dianggapnya bahwa, terjemah itu sangat indah Karena disertai dengan keterangan-keterangan yang luas dan universal sehingga dapat memudahkan mereka untuk mengetahui dan memahami ayat-ayat Al-Qur’an.8

Selain itu juga merasakan akan kadar kemampuan umat Islam Indonesia yang masih terbatas sekali pengetahuannya tentang bahasa Arab. Dengan demikian timbullah dalam benak H.B. Jassin untuk membuat terjemah, terjemah Al-Qur’an yang ia tulis dalam bentuk puisi karena ia anggap dapat memudahkan bagi mereka yang akan mengkaji dan memahami makna kandungan Al-Qur’an.

H.B. Jassin adalah seorang kritikus sastra dengan reputasi nasional dalam beberapa dekade, yang pertama kali menulis Al-Qur’an pada akhir 1970-an. Sebelumnya H.B. Jassin pernah menulis buku yang berjudul “juz ‘amma”.9 Kemudian Jassin sebagai seorang sastrawan yang mempunyai minat melebihi batas teritorialnya, member kejutan dengan tujuan membuat terjemah Al-Qur’an yang ditulis dengan susunan puisi. Namun ketika baru menyatakan judul dan maksud buku tersebut, terjadilah polemic dikalangan para ulama yang telah menganggap bahwa, terjemah yang dilakukan H.B. Jassin tersebut tidak sesuai dengan Al-Qur’an yang sebenarnya sehingga dapat menyesatkan orang yang membaca dan yang mempelajarinya. Namun berbagai rintangan, ia tidak pernah patah       

8

H.B. Jassin, Majalah Tempo, (Jakarta: 1975), cet.73, h.50 

9

Howard M. Federspiel, Kajian Al-Quran di Indonesia; dari Mahmud Yunus hingga M. Quraish Shihab, (Bandung, Mizan, 1996),h.24 

  55

semangat, akan tetapi ia terus bersemangat dan akhirnya ia dapat menyelesaikan terjemah Al-Qur’an dengan bentuk puisi.

C. Biografi Prof. Dr. Mahmud Yunus.

1. Riwayat Hidup dan Aktivitas Keilmuan

Mahmud Yunus lahir pada tanggal 30 Ramadhan 1316 H atau bertepatan dengan 10 Februari 1899 di Batu Sangkar Barat. Belum genap berumur tujuh tahun beliau sudah memulai mengaji pada kakeknya, M . Tahir bin M. Ali. Mahmud Yunus masuk ke sekolah dasar namun hanya sampai kelas tiga. Selepas itu, beliau memasuki madrasah yang dipimpin oleh Syekh H. M. Thalib Umar sampai tahun 1916. Pada tahun 1917 Mahmud Yunus sudah dipercaya untuk mengajar menggantikan gurunya yang berhalangan karena sakit.

Ketika berusia 25 tahun beliau melanjutkan studinya ke Universitas Kairo dan berhasil memperoleh Syahadah Alamiyah. Kemudian pada tahun 1926-1930 belajar di Madrasah Darul Ulum Ulya. Sebagai orang Indonesia yang pertama kali memasuki Madrasah ini beliau harus bersusah payah untuk dapat bersekolah di Madrasah ini. Beliau mengambil

takhashsush (spesialis) tadris sampai memperoleh Ijasah Tadris.10

Profesinya sebagai guru sudah dimulai sejak masih belajar di Batu Sangkar, yaitu sebagai guru bantu di pesantren. Selanjutnya pada tahun 1931 sebagai direktur/guru al-Jamiah di Batu Sangkar dilanjutkan dengan sebagai guru Normal Islam (Madrasah Mu’alimin Islamiyah), kemudian

       10

  56

menjadi dosen agama pada Akademi Pamong Praja di Bukit Tinggi, menjadi dekan pada Akademi Dinas Ilmu Agama (AIDA) di Jakarta, pada tahun 1960-1963 beliau dipercaya sebagai dekan sekaligus guru besar pada Fakultas Tarbiyah IAIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan pada tahun 1966-1971 beliau menjabat sebagai rektor IAIN Imam Bonjol Padang.

Beliau juga dikenal sebagai pendiri perkumpulan Sumatra Thawalib dan penerbit Islam al-Basyir. Pada tahun 1920 turut mendirikan persatuan anggota Cu Sang Kai. Pada tahun 1945-1946 dimana beliau berhasil memasukkan pendidikan agama Islam di sekolah-sekolah pemerintah. Beliau turut serta dalam mendirikan Majlis Tinggi Minangkabau yang kemudian menjadi MIT Sumatra.

Beliau mulai terlibat gerakan pembaruan setelah mewakili gurunya untuk hadir dalam rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang, Sumatra Barat. Abad ke-20 ditandai dengan kemajuan di berbagai bidang, terutama ilmu pengetahuan dan teknologi. Negara-negara yang bisa menguasai kedua hal tersebut akan bisa mewujudkan kesejahteraan bagi masyarakatnya. Tentu bangsa Indonesia yang mayoritas muslim mau tak mau harus mengikuti perkembangan itu.

Selama ini ada anggapan bahwa pendidikan Islam hanya terpusat untuk mempelajari ilmu-ilmu agama. Tapi beberapa kalangan telah melakukan penyesuaian dengan memasukkan ilmu umum dalam kurikulum pendidikan Islam. Salah satu tokoh pembaru itu adalah Prof. Mahmud Yunus. Disebutkan dalam buku Tokoh dan Pemimpin Agama:

  57

Biografi Sosial-Intelektual, Mahmud Yunus lahir lahir di desa Sungayang,

Batusangkar, Sumatra Barat, hari Sabtu 10 Februari 1899. Keluarganya adalah tokoh agama yang cukup terkemuka. Ayahnya yang bernama Yunus bin Incek menjadi pengajar surau yang dikelolanya sendiri. Ibundanya yang bernama Hafsah binti Imam Samiun merupakan anak Engku Gadang M. Tahur bin Ali, pendiri serta pengasuh surau di wilayah itu.

Sejak kecil, Mahmud Yunus dididik dalam lingkungan agama. Dia tidak pernah masuk sekolah umum. Ketika menginjak usia tujuh tahun, Mahmud mulai belajar al-Qur’an serta ibadah lainnya. Gurunya adalah kakeknya sendiri. Mahmud sempat menimba ilmu di sekolah desa, tahun 1908. Namun, saat duduk di kelas empat, dia merasa tidak betah lantaran seringnya pelajaran kelas sebelumnya diulangi. Mahmud kecilpun memutuskan pindah ke madrasah yang berada di surau Tanjung Pauh bernama Madras School, asuhan H. M. Umar Thaib, seorang tokoh pembaru Islam di Minangkabau.

Sejarah mencatat, H.M. Umar Thaib amat berpengaruh terhadap pembentukan keilmuan Mahmud Yunus. Melalui karya-karya gurunya itu, Mahmud dapat menyerap semangat pembaruan yang dibawanya. Misalnya dalam karya al-Munir ditekankan penguasaan pengetahuan umum serta bahasa Eropa. Karenanya para santri di surau/pesantren H. M. Umar Thaib diwajibkan mempelajari ilmu agama, bahasa Eropa, maupun ilmu pengetahuan umum. Maksudnya agar para santri dapat juga memanfaatkan

  58

ilmu-ilmu tersebut bagi peningkatan kesejahteraan umat dan perkembangan Islam.

Saat Mahmud belajar di Madras School antara tahun 1917-1923, di Minangkabau tengah tumbuh gerakan pembaruan Islam yang dibawa oleh para alumni Timur Tengah. Umumnya pembaruan Islam terwujud dalam dua bentuk: purfikasi11 dan modernisasi. Yang dilakukan oleh para alumni itu adalah gerakan purifikasi untuk mengembalikan Islam ke zaman awal Islam dan menyingkirkan segala tambahan yang datang dari zaman setelahnya.

Mahmud Yunus mulai terlibat digerakan pembaruan saat berlangsung rapat besar ulama Minangkabau tahun 1919 di Padang Panjang. Dia diminta untuk mewakili gurunya. Pertemuan itu secara langsung maupun tidak langsung mempengaruhi pola pemikiran pembaruan Mahmud Yunus, terutama berkat pandangan-pandangan yang dikemukakan sejumlah tokoh pembaruan seperti Abdullah Ahmad serta Abdul Karim Amrullah.

Bersama staf pengajar lainnya yang bergiat digerakan pembaruan, tahun 1920 Mahmud membentuk perkumpulan pelajar Islam di Sungayang bernama Sumatera Thawalib. Salah satu kegiatan kelompok ini adalah menerbitkan majalah al-Basyir dengan Mahmud Yunus sebagai pemimpin redaksinya. Interaksi yang kian intens dengan gerakan pembaru mendorongnya untuk menimba ilmu pengetahuan lebih jauh di Mesir.

       11

  59

Tidak mudah untuk mewujudkan hasratnya itu. Berbagai kendala dihadapi. Namun pada akhirnya kegigihan Mahmud Yunus dapat mengantarkannya ke al-Azhar, Kairo, tahun 1924.

Di sana ia mempelajari ilmu ushul fiqh, tafsir, fikih Hanafi dan sebagainya. Mahmud Yunus seorang murid yang cerdas. Hanya dalam tempo setahun dia berhasil mendapatkan Syahadah Alimiyah dari al-Azhar dan menjadi orang Indonesia kedua yang memperoleh predikat tersebut. Tetapi dia merasa belum cukup dengan apa yang telah diperoleh lantaran peningkatan pengetahuan umumnya belum terpenuhi. Dia pun berkeinginan melanjutkan studinya ke Madrasah Dar al-Ulum yang memang mengajarkan pengetahuan umum. Mahmud Yunus kemudian meneguhkan diri untuk mengikuti seluruh persyaratan yang diminta dan terbukti mampu memenuhi. Dia dimasukkan sebagai mahasiswa di kelas bagian malam (qiyam lail). Semua mahasiswanya berkebangsaan Mesir, kecuali Mahmud Yunus. Tercatat dia menjadi orang Indonesia pertama yang masuk Dar al-Ulum.

Kuliah Mahmud Yunus berakhir dengan lancar. Tahun 1929, dia mendapat ijazah diploma guru dengan spesialisasi bidang ilmu kependidikan. Setelah itu, dia kembali ke kampung halamannya di Sungayang, Batu Sangkar. Gerakan pembaruan di Minangkabau saat itu makin berkembang. Ini amat mengembirakan Mahmud Yunus yang lantas mendirikan dua lembaga pendidikan Islam, yakni pada tahun 1931 al-Jamiah di Sungayang dan Normal Islam di Padang. Di kedua lembaga

  60

inilah dia menerapkan pengetahuan dan pengalaman yang didapatkannya di Dar al-Ulum, Kairo.

Karena kekurangan tenaga pengajar, al-Jamiah Islamiyah terpaksa ditutup tahun 1933. Sedangkan Normal Islam hanya menerima tamatan madrasah 7 tahun dan dimaksudkan untuk mendidik calon guru. Ilmu yang diajarkan berupa ilmu agama, bahasa Arab, pengetahuan umum, ilmu mengajar, ilmu jiwa dan ilmu kesehatan.

Dua penekanan dalam pembaruan Mahmud Yunus di lembaga pendidikannya yakni pengenalan pengetahuan umum dan pengajaran bahasa Arab. Pengajaran pengetahuan umum di sekolahnya sebenarnya tidaklah baru. Tahun 1909, Abdullah Ahmad sudah mengajarkan berhitung dan bahasa Eropa di Adabiyah School. Sementara Mahmud Yunus menambahkan beberapa pelajaran umum semisal, ilmu alam, hitung dagang dan tata buku.

Awal tahun 1970 kesehatan Mahmud Yunus menurun dan bolak-balik masuk rumah sakit. Tahun 1982, memperoleh gelar doctor honoris

causa di bidang ilmu tarbiyah dari IAIN Jakarta atas karya-karyanya dan

jasanya dalam pengembangan ilmu pendidikan Islam di Indonesia. Sepanjang hidupnya, Mahmud menulis tak kurang dari 43 buku. Pada tahun 1982, Mahmud Yunus meninggal dunia.12

       12

Siti Kurrotulaini, Analisis Semantik Terhadap Terjemahan Qur’an Juz 30 (Surat al-Qadr, al-Alaq dan al-Ikhlash) Studi Komparatif antara Terjemahan Hamka dengan Terjemahan Mahmud Yunus, (Skripsi S1 Fakultas Adab dan Humaniora, Universitas Islam Negri Jakarta, 2008), h. 41 

  61

2. Karya-karya Prof. Dr. Mahmud Yunus

Selain sebagai mufasir, Mahmud Yunus juga banyak menulis buku, terutama buku pelajaran agama Islam untuk anak-anak, temasuk pula tafsir dan terjemahan al-Qur’an, di antaranya:

a. Tafsir al-Qur’an tamat 30 Juz, tahun 1938.

b. Terjemahan Qur’an tanpa tafsir, untuk memudahkan membaca al-Qur’an.

c. Marilah Sembahyang, pelajaran shalat, untuk anak-anak SD, 4 jilid

d. Puasa dan Zakat, untuk anak-anak SD.

e. Haji ke Mekkah ,cara mengerjakan haji, untuk anak SD.

f. Keimanan dan Akhlak, untuk anak-anak SD, 4 jilid.

g. Beberapa Kisah Pendek, untuk anak-anak SD.

h. Riwayat Rasul Dua Puluh Lima, bersama Rasyidin dan Zubair

Utsman.

i. Lagu/lagu baru/not angka-angka, bersama Kasim St. M. Syah.

j. Bermain dan Berbudi Pekerti, untuk anak SD.

k. Hukum Warisan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.

l. Pemimpin Pelajaran Agama, 3 jilid, untuk murid–murid SMP.

m. Perbandingan Agama, untuk tingkat Aliyah.

n. Kumpulan Do’a, untuk tingkat Aliyah.

o. Do’a-do’a Rasulullah, untuk tingkat Aliyah.

p. Marilah ke Al-Qur’an, untuk tingkat Tsanawiyah/PGA, bersama H.

  62

q. Moral Pembaruan dalam Islam, untuk tingkat Aliyah.

r. Akhlak (bahasa Indonesia), untuk tingkat Aliyah.

s. Pelajaran Sembahyang (shalat), untuk Aliyah,

t. Hukum Perkawinan dalam Islam, 4 Mazhab.

u. Soal Jawab dalam Hukum Islam, 4 Mazhab.

v. Ilmu Musthalah Hadits, bersama H. Mahmud Aziz.

w. Sejarah Islam di Minangkabau.

x. Kesimpulan Isi Al-Qur’an, untuk mubaligh dan umum

y. Allah dan MakhlukNya, Ilmu tauhid, menurut al-Qur’an.

z. Pengetahuan Umum Ilmu Medidik, bersama St. M. Said.

aa. Pokok-pokok Pendidikan/Pengajaran, Fakultas Tarbiyah/PGAA.

bb. Metodik Khusus Pendidikan Agama, Fakultas Tarbiyah/PGAA.

cc. Metodik Khusus Bahasa Arab (bahasa al-Qur’an), Fakultas

Tarbiyah/PGAA.

dd. Sejarah Pendidikan Islam Indonesia.

ee. Sejarah Pendidikan Islam (umum).

ff. Pendidikan Modern di Negara-negara Islam/Pendidikan Barat.

gg. Ilmu Jiwa Kanak-kanak , kuliah untuk kursus-kursus.

hh. Pedoman Dakwah Islamiyah, kuliah untuk dakwah.

ii. Dasar-dasar Negara Islam.

jj. Juz ‘Amma dan Terjemahannya.

kk. Pokok-pokok Pemikiran dan Pengajaran.

  63

mm. Tafsir ayati al-Akhlaq.

nn. Metodik Khusus Pendidikan Metode Pengajaran Pendidikan Agama

SD.

oo. Kitab Pemimpin.

pp. Perbandingan Pendidikan Modern di Negara Islam dan Intisari

Pendidikan Barat.

Dan 27 judul buku lainnya dalam bahasa Arab di antaranya;

a. Kitabu al-Tarbiyah wa Ta’lim.

b. Fiqhu al-Wadih dan lain sebagainya.13

3. Metode Penerjemahan Prof. Dr. Mahmud Yunus

Tafsir al-Qur’an Karim karya Mahmud Yunus adalah buku yang

dapat memudahkan orang untuk menangkap makna dari teks bahasa Arab dalam al-Qur’an. Problem transmisi makna dari teks al-Qur’an ke dalam bahasa lainnya menjadi starting point buku ini. Teks Arab al-Qur’an diyakini mempunyai karakteristik unik, susunan kata, akar kata, sinonim, kelamin kata, kosa kata dan sinonimnya. Seseorang yang melakukan transmisi makna dihadapkan pada pilihan yang beragam.

Menurut pandangan para ahli, Mahmud Yunus dalam terjemahannya tidak mengulas tentang seni-seni bahasa dan nahwu kecuali sedikit sekali. Beliau menjelaskan ayat-ayat dengan gaya bahasanya yang apa adanya, menyingkap beberapa makna dengan ungkapan yang mudah

       13

Mahmud Yunus, Tafsir al-Qur’an Karim, (Jakarta: Hidakarya Agung, Cet. Ke 72), h. 1-8 

  64

       

dan dapat diterima oleh kalangan awam, disertai penjelasan mengenai ayat-ayat al-Qur’an yang dirasa rumit.

Mahmud Yunus berpendapat bahwa al-Qur’an dengan keagungan serta kemuliaan bentuknya begitu padat, sehingga tidak ada terjemahan dalam satu bahasa apapun yang bisa menggantikannya. Metode penafsiran

Dokumen terkait