KERANGKA TEORI
A. Gambaran Umum Tentang Penerjemahan
1. Definisi Terjemahan
Seperti halnya ilmu-ilmu lain, di dalam bidang penerjemahan ditemukan banyak definisi. Berbagai macam definisi itu mencerminkan pandangan ahli yang membuat definisi tentang hakikat terjemahan. Berikut akan disajikan beberapa definisi yang sering dikutip dalam buku tentang penerjemahan.
Penerjemahan atau translation selama ini didefinisikan melalui berbagai cara dengan latar belakang teori serta pendekatan yang berbeda-beda dari berbagai segi, baik segi semantik (kemaknaan) maupun linguistik (kebahasaan) dan sebagainya. Meskipun tidak mewakili keseluruhan definisi yang ada dalam dunia penerjemahan dewasa ini.
Definisi terjemahan dalam arti luas adalah “semua kegiatan manusia dalam mengalihkan makna atau pesan, baik verbal maupun non verbal dari informasi asal atau informasi sumber (source information) ke dalam informasi sasaran (target information).” 1Sedangkan definisi terjemahan dalam arti sempit adalah “suatu proses pengalihan pesan yang terdapat di dalam teks bahasa sumber (source linguistik) dengan kesepadanan di dalam bahasa ke dua atau bahasa sasaran (target language).2
1
Suhendra Yusuf, Teori Terjemah (Pengantar kearah Pendekatan Linguistik dan Sosiolinguistik). (Bandung. PT.Mandar Maju, 1994). Cet ke-1. h: 8
2
Ibid. h. 8
12
Eugene a. Nida3 dan Charles R. Taber, dalam buku mereka The
Theory and Practice of Translation, memberikan definisi terjemahan
sebagai berikut : “Translating consist in reproducing in the receptor language the closest natural equivalent of the source language message,
first in the terms of meaning secondly in terms of style.”4
(menerjemahkan berarti menciptakan padanan yang dekat dalam bahasa penerima terhadap pesan bahasa sumber, pertama dalam hal makna dan kedua pada gaya bahasa).
Secara lebih sederhana, menerjemahkan dapat didefinisikan sebagai memindahkan suatu amanat dari bahasa sumber ke dalam bahasa penerima (sasaran) dengan pertama-tama mengungkapkan maknanya dan kedua mengungkapkan gaya bahasanya.
3
Eugene A. Nida Lahir pada 11 November 1914, di Oklahoma City, Oklahoma, Eugene Nida dan keluarganya pindah ke Long Beach, California ketika ia berumur lima tahun. Ia mulai mempelajari bahasa Latin di bangku SMA dan tidak sabar untuk mampu menjadi misionaris yang tugasnya menerjemahkan Alkitab. Keinginannya itu semakin dekat untuk menjadi kenyataan saat ia meraih gelar kesarjanaan dalam bidang bahasa Yunani pada tahun 1963 dari University of California di Los Angeles dengan menyandang predikat “summa cum laude”. Setelah itu, ia melanjutkan studinya ke Summer Institute of Linguistics (SIL) dan menemukan karya-karya ahli bahasa seperti Edward Sapir dan Leonard Bloomfield. Nida kemudian meraih gelar doktoral dalam bidang Perjanjian Baru berbahasa Yunani di University of Southern California. Pada tahun 1941, ia mulai mencoba merengkuh gelar Ph.D. dalam bidang ilmu bahasa di University of Michigan. Ia menyelesaikan studinya itu dua tahun kemudian. Disertasinya, “A Synopsis of English Syntax”, pada saat itu adalah sebuah analisa pertama yang menganalisa bahasa Inggris secara menyeluruh menurut teori “konstituen langsung” (immediate constituent).
Tahun 1943 adalah masa-masa sibuk bagi Eugene Nida. Ia ditasbihkan di Northern Baptist Convention untuk dapat benar-benar menyandang gelar Ph.D.. Ia menikahi Althea Sprague dan bekerja di American Bible Society (ABS) sebagai ahli bahasa. Meskipun pada awalnya, perekrutannya sebagai staf ABS hanyalah sebagai suatu percobaan, Nida akhirnya menjadi wakil sekretaris untuk divisi Versi Alkitab (Versions), dan kemudian menjadi sekretaris eksekutif untuk divisi Penerjemahan Alkitab (Translations) sampai ia pensiun pada awal tahun 1980-an. (http//www. Google. Com) 20 juni 2010.
4
Nida F.A. dan Charles R. Teber, The Theory and Patrice of Translation. (Leiden. E.J. Brill. 1996) h.24
13
Di sini Nida dan Teber tidak mempermasalahkan bahasa yang terlibat dalam penerjemahan, tetapi lebih tertarik pada cara kerja penerjemahan. Seperti yang dikutip oleh Maurust Simatupang yakni mencari padanan alami yang semirip mungkin sehingga pesan dalam bahasa sumber bisa disampaikan dalam bahasa sasaran.5 Sehingga orang yang membaca atau yang mendengar pesan itu dalam bahasa sasaran pesannya sama dengan pesan orang yang membaca atau mendengar pesan itu dalam bahasa sumber.
Menurut resensi Willie Koen, nida dalam bukunya mengajarkan bahwa cara baru mnerjemahkan haruslah fokus pada respon penerima pesan. (cara lama berfokus pada bentuk pesan). Itu berarti terjemahan dapat dikatakan baik bila benar-benar dapat dipahami dan dinikmati oleh penerimanya. Makna dan gaya atau nada yang diungkapkan dalam bahasa sasaran (bahasa penerima) tidak boleh menyimpang dari makna dan gaya/nada yang diungkapkan dalam bahasa sumber, itulah sebabnya nida mengatakan bahwa di dalam bahasa penerima harus terdapat “ The
closest natural equivalent of the source language message, first in the
terms of meaning secondly in terms of style.” Akan tetapi, ekuivalen itu
haruslah natural (wajar, sesuai dengan langgam atau idiom bahasa kita sendiri).
Catford (1965) menggunakan pendekatan kebahasaan dalam melihat kegiatan penerjemahan dan ia mendefinisikannya sebagai “The replacement of textual material in one language (SL) by equivalent textual
5
Maurust Simatupang. Enam Makalah Tentang Penerjemahan. (Jakarta: PT.UKI.1993). h. 3
14
material in another language (TL)”.6 (mengganti bahan teks dalam
bahasa sumber dengan bahan teks yang sepadan dalam bahasa sasaran). Newmark (1988) juga memberikan definisi serupa, namun lebih jelas lagi : “Rendering the meaning of a text into another language in the way that
the author intended the text” (menerjemahkan makna suatu teks ke dalam
bahasa lain sesuai yang dimaksudkan pengarang).
Pada definisi di atas tidak ditemukan tentang makna. Sementara itu secara garis besar terjemahan tidak bisa dipisahkan dari persoalan makna atau informasi. Sebagai ganti dari konsep makna adalah materi tekstual yang sepadan. Kesepadanan yang dimaksud materi tekstual oleh catford tidak harus naskah tulis. Sedangkan Zuhrudin mengatakah bahwa. “penerjemahan bisa berasal dari bahasa lisan atau tulisan.”7
Ungkapan lain tentang hakikat penerjemahan yang dikemukakan oleh Juliana House dalam disertasinya mengatakan bahwa penerjemahan adalah “penggantian kembali naskah bahasa sasaran yang secara semantik dan pragmatik sepadan.”8
Pada hakikatnya “esensi terjemahan itu terletak pada makna dari dua bahasa yang berbeda.”9 Oleh karena itu, house pun menjelaskan bahwa makna ber-aspek semantik erat kaitannya dengan makna denotative, yaitu makna yang terdapat dalam kamus (makna leksikal) dan
6
Rochayah Machali. Pedoman bagi Penerjemah. (Jakarta: PT. Grasindo. Anggota IKAPI. 2000).h. 5
7
Zuhrudin Suryawinata.et. al. Translation (Bahasa Teori dan Penentu Menerjemahkan). Yogyakarta: Knisius. 2003). Cet. Ke-1.h. 11
8
Nurrahman Hanafi. Teori dan Sastra Menerjemahkan.(NTT: Nusa Indah. 1986). Cet. Ke-1.h. 26
9
Ibid. h. 27
15
makna beraspek pragmatik bertautan dengan makna konotatif, yaitu makna yang berarti kiasan.
Dengan melihat definisi di atas, baik definisi penerjemahan dalam arti luas atau sempit, baik tinjauan semantik atau linguistik, sekilas masing-masing definisi tersebut berbeda-beda, yang sebenarnya mempunyai muatan yang sama, yaitu adanya persamaan dan penyusuaian pesan yang disampaikan oleh penulis naskah dengan pesan yang diterima pembaca.