• Tidak ada hasil yang ditemukan

Buluh Darah Paru-paru, Jantung, Hati, Ginjal dan Limpa

5’ Structural Proteins Non-Structural Proteins 3'

IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

3.5. Organ Limpa

4.4.1 Buluh Darah Paru-paru, Jantung, Hati, Ginjal dan Limpa

Hasil pengamatanhistopatologi buluh darah pada organ paru-paru di temukan lesioyang bervariasi berupa: hipertrofi sel endotel dan nekrosa tunika adventisia arteri pulmonalis (gambar 76); deskuamasi sel endotel, nekrosa lamina elastika interna, trombus di lumen arteri pulmonalis (gambar 78). Pada buluh darah organ jantung di temukan lesioberupa: hipertrofi sel endotel; nekrosa tunika adventisia dan infiltrasi sel radang di tunika media arteri jantung; deskuamasi sel endotel, akumulasi lemak dipermukaan sel dan cairan plasma akibat lisis di lumen arteri jantung (gambar 82). Pada buluh darah organ hati di temukan lesio berupa: hipertrofi sel endotel; nekrosa tunika adventisia dan infiltrasi sel radang di sekitar arteri hati; hialinisasi arteri hati (gambar 79 ). Pada buluh darah organ ginjal di temukan lesio berupa: hipertrofi sel endotel dan infiltrasi sel radang di sekitar arteri ginjal (gambar 77); degenerasi vakuolar dan hialinisasi tunika media. Pada buluh darah organ limpa di temukan lesio berupa: hipertrofi sel endotel buluh darah limpa; deskuamasi tunika intima, tunika media dan tunika adventisia arteri limpa, hialinisasi tunika media dan vakuolisasi tunika media arteri limpa (gambar 80); trombus di lumen arteri limpa (gambar 83 ). Pada buluh darah paru-paru (gambar 84), jantung, hati, ginjal dan limpa babi kontrol di temukan struktur buluh darah yang normal.

Skor lesio pada buluh darah di golongkan menjadi 4 jenis skor. Skor lesio ini di kelompokkan berdasarkan patogenesisnya. Skor lesio 0 di tandai dengan tidak ada perubahan; skor lesio 1 di tandai dengan terjadi hipertrofi endotel; skor lesio 2 di tandai dengan terjadi deskuamasi endotel, degenerasi vakuolar tunika media dan adventisia; skor lesio 3 di tandai dengan terjadi hialinisasi tunika media, perubahan degenerasi vakuolar, nekrosa pada tunika media dan adventisia, trombus dan vaskulitis. Rangkuman skor lesio buluh darah organ paru-paru, jantung hati, ginjal dan limpa dapat di lihat pada tabel 13.

Gambar 76. Hipertrofi sel endotel (tanda kepala anak panah), nekrosa ringan tunika adventisia arteri pulmonalis (tanda panah). Skor 1 Pewarnaan Masson Trichrome, Skala 2 µm

Gambar 77. Hipertrofi sel endotel (tanda panah) dan infiltrasi sel radang di sekitar arteri ginjal (tanda anak panah). Skor 1. Pewarnaan HE, Skala 4 µm.

HC

Gambar 78. Deskuamasi tunika intima (tanda kepala anak panah) dan nekrosa tunika adventisia arteri paru-paru (tanda panah). Skor 2. Pewarnaan

Masson Trichrome. Skala 2 µm.

Gambar 79. Hipertrofi sel endotel (tanda panah) dan hialinisasi arteri hati (tanda asterik). Skor 3. Pewarnaan HE, Skala 2 µm.

HC

Gambar 80. Hialinisasi tunika media (tanda panah) dan vakuolisasi tunika media arteri limpa (tanda asterik). Skor 3. Pewarnaan Masson Trichrome, Skala 2 µm.

Gambar 81. Deskuamasi sel endotel dan rusaknya lamina elastika interna (tanda kepala anak panah), trombus di lumen arteri pulmonaris (tanda asterik). Skor 3. Pewarnaan Masson Trichrome, Skala 2 µm

HC

*

Gambar 82. Deskuamasi sel endotel, akumulasi lemak dipermukaan sel (tanda kepala anak panah), nekrosa tunika adventisia (tanda panah), plasma di lumen arteri jantung (tanda asterik). Skor 3. Pewarnaan Masson Trichrome, Skala 2 µm

Gambar 83. Trombus di lumen arteri limpa (tanda asterik). Skor 3. Pewarnaan

Masson Trichrome, Skala 2 µm

HC

HC

Gambar 84. Stuktur tunika intima (tanda panah), tunika media (tanda asterik) dan tunika adventisia (tanda kepala anak panah) normal pada buluh darah paru-paru babi kontrol. Skor 0. Pewarnaan Masson Trichrome. Skala 2 µm

Tabel 13. Rangkuman Skor Lesio Histopatologi Buluh Darah

No. Organ

Babi Nomor (Umur-Bulan) Dan Skor Rata-rata 1 (2) 2 (2) 3 (4) 4 (24) 5 (6) 6 (2) 7 (3) 8 (10) 9 (7) 10 (24) K1 (2) K2 (6) K3 (24) 1. 2. 3. 4. 5. Paru-paru Jantung Hati Ginjal Limpa 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 2 3 3 2 3 2 2 2 3 2 2 2 2 2 3 2 3 2 3 3 2 2 3 2 2 2 2 2 2 3 3 3 1 3 3 0 0 0 0 1 0 0 0 1 0 0 1 0 0 0 Keterangan: K = kontrol

Skoring terhadap lesio buluh darah paru-paru dalam 10 lapangan pandang di peroleh bahwa rataan skor terbanyak yang di temukan adalah skor 2 yaitu berupa deskuamasi endotel, degenerasi vakuolar tunika media dan adventisia. Ini menunjukkan bahwa buluh darah paru-paru mengalami kerusakan derajat sedang akibat infeksi virus hog cholera. Skoring terhadap perubahan histopatologi buluh darah

organ paru-paru kontrol di peroleh bahwa rataan skor terbanyak yang di temukan adalah skor 0 yaitu tidak ada perubahan pada buluh darah.

Skoring terhadap lesio buluh darah jantung, hati, ginjal dan limpa dalam 10 lapangan pandang di peroleh bahwa rataan skor terbanyak yang di temukan adalah skor 3 yaitu berupa hialinisasi tunika media, perubahan degenerasi vakuolar, nekrosa pada tunika media dan adventisia, trombus dan vaskulitis. Ini menunjukkan bahwa buluh darah ke-4 organ ini mengalami kerusakan parah akibat infeksi virus hog cholera. Skoring terhadap perubahan histopatologi buluh darah organ jantung, hati, ginjal dan limpa kontrol diperoleh bahwa rataan skor terbanyak yang di temukan adalah skor 0 yaitu tidak ada perubahan pada buluh darah.

Terdapat perbedaan temuan lesio histopatologi buluh darah organ jika di kaitkan dengan umur babi. Pada anak babi yang berumur di bawah 6 bulan, sebanyak 4 dari 5 ekor babi (4/5) menunjukkan lesio histopatologi skor 3, sementara babi yang berumur 6 bulan dan di atas umur 6 bulan sebanyak 3 dari 5 ekor babi (3/5) menunjukkan lesio histopatologi skor 2. Lesio histopatologi pada anak babi yang berumur di bawah 6 bulan meliputi : hialinisasi tunika media, perubahan degenerasi vakuolar, nekrosa pada tunika media dan adventisia, trombus dan vaskulitis. Lesio histopatologi pada anak babi yang berumur 6 bulan dan di atas umur 6 bulan meliputi : deskuamasi endotel, degenerasi vakuolar tunika media dan adventisia (tabel 13).

Lesio yang terjadi pada buluh darah merupakan ciri penting dalam suatu perubahan histopatologi, karena hal ini dapat menjelaskan mengenai patogenesa kejadian hemoragi dan fokus nekrosis yang menjadi ciri utama penyakit hog cholera. Pengamatan pada kasus ini di temukan lesio degenerasi hialin di hampir seluruh buluh darah arteri (gambar 79, 80). Degenerasi hialin merujuk pada suatu perubahan yang di tandai dengan adanya endapan bahan asidofilik tak berbentuk (amorf) dalam sitoplasma sel. Bahan hialin yang di warnai dengan Hematoxyllin Eosin akan berwarna merah jambu, sedangkan jika di warnai dengan pewarnaan khusus Masson Trichrome bahan hialin nampak berwarna coklat. Hialin pada tunika media atau dinding buluh darah di kelompokkan dalam subtansi hialin ekstraseluler. Hialin ini di kenal sebagai plasma protein, mekanisme terjadinya hialin di duga akibat adanya pembentukan lipatan pita protein yang tidak sempurna. Lipatan pita protein yang sesuai sangat penting untuk transport di dalam organel sel selama berlangsungnya sintesis protein dalam ribosom. Jika terjadi kerusakan pada lipatan pita protein maka protein akan di gantikan oleh kompleks proteasome (Myers dan McGavin 2007). Degenerasi fibrinoid

fibrin pada buluh darah. Secara makroskopis lesio fibrinoid tidak dapat di lihat namun biasanya selalu menyertai kejadian trombosis dan hemoragi. Secara mikroskopis kerusakan yang terjadi pada sel-sel endotel, membran basal, miosit otot licin dapat di akibatkan oleh penyebab langsung seperti virus atau penyebab tidak langsung seperti aktivasi protein komplemen dapat di gunakan sebagai petunjuk adanya aktivasi kaskade inflamasi akut dan deposisi protein plasma di dalam buluh darah (Carlton dan McGavin 1995).

Adanya massa hialin atau fibrinoid menyebabkan fungsi suatu jaringan berkurang. Degenerasi hialin yang terjadi pada buluh darah menyebabkan dinding buluh darah menjadi kurang elastis, tidak dapat bertahan terhadap tekanan darah normal, sehingga dapat mengakibatkan kerobekan buluh darah dan akhirnya terjadi perdarahan (Van Oirschot et al. 1999). Variasi bentuk perdarahan dapat di temukan pada kasus hog cholera yang akut, di mana hal ini di sebabkan tidak hanya karena kerusakan buluh darah tetapi juga terkait dengan trombositopenia dan gangguan sintesis fibrinogen. Infark organ limpa di duga terjadi sebagai akibat dari adanya hambatan aliran darah oleh thrombus pada buluh darah arteri. Hipotesa ini di dukung dengan adanya hubungan lesio infark limpa dengan hialinisasi dinding arteri dan hambatan pada lumen buluh darah limpa (Quezada et al. 2000). Pada hog cholera

kasus Papua lesio infark pada limpa tidak terlihat namun secara histopatologi lesio ini terlihat meskipun tidak parah. Hal ini ditandai dengan adanya lesio infark hemoragi. Umumnya di temukan banyak babi yang mati pada kasus ini. Hemoragi yang terjadi di organ ginjal dan organ lain merupakan karakteristik dari kasus hog cholera akut. Hemoragi yang terjadi menunjukkan pada suatu aktivitas sistem koagulasi darah karena kerusakan endotel buluh darah. Hipotesa ini di dukung dengan penemuan seperti trombositopenia, kegagalan mekanisme koagulasi darah dan mikrotrombosis di buluh darah (Quezada et al. 2000).

Trombosis arteri sering terjadi pada daerah percabangan, karena di tempat tersebut terjadi perubahan aliran darah. Daya hemodinamik sendiri dapat menyebabkan kerusakan endotel, selain itu perubahan aliran darah akan menimbulkan akumulasi zat- zat yang dapat merusak dinding buluh darah. Buluh darah arteri di lapisi oleh endotel pada permukaan yang menghadap ke lumen. Endotel yang utuh bersifat non trombogenik, sifat non trombogenik akan hilang bila endotel mengalami kerusakan. Kerusakan endotel dapat di sebabkan oleh anoksia. Karena untuk mempertahankan

integritas sel dan ultra struktur yang normal di perlukan oksigen (Verstraete and Vermylen 1984).

Degenerasi hidropis atau degenerasi vakuolar adalah suatu keadaan di mana cairan intraseluler terakumulasi dalam sitoplasma di tandai dengan kebengkakan sel yang bersifat akut (gambar 80). Terjadinya degenerasi vakuolar ini melibatkan fungsi pompa sodium pada membran sel. Kondisi membran plasma yang rusakmenyebabkan Sodium (Na+) dan Calsium (Ca++) masuk ke dalam sel, Potasium (K+) keluar dari sel dan cairan ekstraseluler akan masuk ke dalam sel di mana proses ini akan terus menerus berlangsung (Cheville 1999).

Penelitian buluh darah pada kasus hog cholera klasik pernah di lakukan 75 tahun lalu oleh Seifried et al. (1932). Literatur tersebut mengungkapkan bahwa buluh darah arteri babi yang terinfeksi virus hog cholera secara alami, menunjukkan adanya perubahan sel seperti karioreksis, deskuamasi sel endotel, nekrosa dan penipisan lapisan kolagen atau serabut retikuler. Perubahan lebih lanjut dari buluh darah arteri adalah berupa penyempitan dan penyumbatan lumen kapiler. Pada daerah tertentu terjadi proliferasi dan peningkatan jumlah sel-sel endotel menyertai perubahan yang bersifat retrogresive (kemerosotan). Pengamatan kasus hog cholera asal Papua masih menunjukkan lesio serupa dengan hog cholera klasik, yaitu hipertrofi tunika intima hingga deskuamasi sel endotel (gambar 76, 77, 78, 79) dan pada kasus ini tidak hanya terbatas pada tunika intima namun meluas hingga tunika media dan adventisia buluh darah. Lesio hialinisasi dan lesio vakuolisasi pada tunika media hingga adventisia selalu di temukan di sertai infiltrasi sel radang di sekitarnya (gambar 79, 80). Lesio vaskulitis pada hampir semua organ juga di laporkan oleh Narita et al. (2000) pada penelitian infeksi buatan menggunakan virus hog cholera strain virulen (Strain ALD). Pemeriksaan histopatologi kasus hog cholera asal Papua secara umum memperlihatkan perubahan berupa lesio degeneratif yang di tandai dengan hipertrofi sel epitel endotel, vakuolisasi tunika media dan tunika adventisia. Perubahan tersebut berkelanjutan menjadi lesio kematian sel di tandai dengan perubahan berupa, karioreksis inti sel, deskuamasi endotel, diskontinu tunika intima, degenerasi hidropis dan degenerasi fibrinoid tunika media dan tunika adventisia. Vaskulitis di tandai dengan infiltrasi sel radang pada tunika media dan tunika adventisia.

Infiltrasi sel radang ke interstisium terjadi karena adanya reaksi radang atau inflamasi di interstisium. Reaksi radang merupakan reaksi tubuh terhadap invasi agen infeksi dalam hal ini virus atau adanya kerusakan jaringan. Pada inflamasi terjadi

kendalikan oleh (1) peningkatan pasokan darah ke lokasi inflamasi, dan (2) peningkatan permeabilitas kapiler yang di sebabkan oleh retraksi sel-sel endotel. Kejadian ini memungkinkan molekul-molekul besar seperti antibodi, komplemen dan sistem enzim plasma lain melewati endotel untuk mencapai lokasi inflamasi di interstisium. Leukosit yang telah mencapai lokasi inflamasi akan melepas mediator yang akan mengatur akumulasi dan aktivasi sel-sel lainnya (Bellanti et al.1993). Pada awal reaksi radang interleukin 1(IL-1) dan interleukin 2 (IL-2) di lepaskan oleh sel-sel jaringan tempat inflamasi di interstisium. Setelah limfosit dan sel-sel mononuklear berada di lokasi inflamasi dan diaktivasi oleh antigen, sel-sel tersebut akan melepas sitokin-sitokin seperti IL-1, IL-4, TNF, IFNγ. Sitokin-sitokin tersebut akan meningkatkan migrasi seluler dengan mempengaruhi endotel setempat. Sitokin lain seperti IL-8, bersifat kemotaktik serta bekerja mengaktivasi sel-sel yang berdatangan (Roitt et al. 1988).

Tabel hasil penilaian skor lesio histopatologi buluh darah menyimpulkan bahwa limpa menempati kerusakan paling parah dari organ-organ lainnya. Hal ini menunjukkan afinitas yang tinggi dari virus hog cholera terhadap organ limpa. Sel-sel sistem retikulo endotelial pada limpa merupakan tempat perkembangan virus (Van Oirschot et al.1999). Walaupun tidak termasuk organ yang di skor, limfoglandula juga menunjukkan lesio serupa pada buluh darahnya. Kerusakan yang terjadi di buluh darah paru-paru, jantung, hati, dan ginjal ini membuktikan mekanisme masuknya virus hog cholera ke dalam tubuh secara hematogenus.

Hasil uji statistik non parametrik menurut U Mann-Whitney terhadap skor perubahan histopatologi buluh darah arteri babi menunjukkan bahwa antara babi sakit dengan babi kontrol untuk semua pengamatan berbeda nyata (p< 0,05). Artinya bahwa akibat infeksi virus hog cholera pada buluh darah arteri babi menyebabkan perubahan histopatologi yang sangat jelas atau signifikan pada babi sakit, sedangkan perubahan histopatologi pada buluh darah babi kontrol tidak memperlihatkan perubahan yang berarti.

Virus hog cholera merupakan parasit intraseluler obligat yang berkembang biak di dalam sel hospes dan menggunakan asam nukleat serta berbagai organ seluler hospes untuk metabolisme dan sintesis proteinnya. Virus masuk ke dalam sel hospes dengan cara berikatan dengan reseptor spesifik yang berada pada permukaan sel hospes. Setelah masuk ke dalam sel, virus menimbulkan kerusakan jaringan dan

penyakit serta menginduksi respon imun hospes. Infeksi alami virus hog cholera (HC) dapat terjadi melalui rute oro-nasal, konjungtiva, mukosa alat genital, atau melalui kulit yang terluka. Virus HC segera menginfeksi sel-sel endotel sistem vaskuler (kapiler, vena maupun arteri dan buluh limfe) hingga mengalami degenerasi hidropis serta nekrotik (Van Oirschot et al. 1999). Virus bereplikasi di dalam tonsil, dengan jalan memasuki sel epitel dari kripta tonsil, kemudian meluas ke jaringan limforetikuler di sekitarnya. Dengan perantaraan cairan limfe virus menyebar ke kelenjar limfe yang salurannya bermuara di daerah tonsil. Virus memperbanyak diri di dalam kelenjar limfe dan selanjutnya terbawa ke perifer untuk kemudian ke jaringan limfoid limpa, sumsum tulang, dan kelenjar limfe viseral. Perkembangan virus yang cepat juga terjadi di dalam sel leukosit, hingga tingkat viremianya tinggi. Infeksi virus HC pada babi di kasus penelitian ini menyebabkan terjadinya lesio patologi anatomi berupa: ptekhial laringitis, hemoragi jantung, pneumonia, perihepatitis, ptekhial ginjal, kongesti limpa, hemoragi limfoglandula dan hemoragi serosa mesenterium. Lesio histopatologi organ yang teramati berupa: kronik aktif bronko interstisial pneumonia, kronik aktif multifokus miliari nekrotik hepatitis, kronik akut nefritis, kardiomiopatia, splenitis dan limfadenitis. Lesio histopatologi buluh darah arteri karena lesio degeneratif yang di tandai dengan hipertrofi dan deskuamasi sel epitel endotel, vakuolisasi dan degenerasi fibrinoid tunika media dan tunika adventisia buluh darah arteri.

Respon tubuh dalam mengatasi perubahan di atas antara lain udema, hemoragi dan kongesti. Udema terjadi jika jumlah cairan kompartemen ekstrasel abnormal. Mekanisme terjadinya udema di duga karena adanya perubahan hidrostatik dan perubahan permeabilitas sel (Cheville 1999). Kongesti yang terjadi menunjukkan adanya pembendungan pasif darah yang berlebihan dalam buluh darah. Kongesti dapat terjadi karena penghambatan pembuluh darah setempat, atau adanya penurunan kemampuan kerja jantung (Carlton dan McGavin 1995). Respon tubuh lain akibat infeksi virus hog cholera adalah terbentuknya trombus di lumen buluh darah dan degenerasi hialin di dinding buluh darah arteri. Patogenesa trombosis dapat di terangkan berdasarkan triad of Virchow’s yaitu karena adanya kelainan dinding buluh darah, perubahan aliran darah dan perubahan daya beku darah (Verstraete dan Vermylen 1984). Hialin pada tunika media buluh darah terbentuk akibat adanya subtitusi protein oleh kompleks proteasome (Myers dan McGavin 2007). Infeksi virus

hog cholera bersifat sitolitik, dimana replikasi virus mengakibatkan kerusakan dan kematian sel karena replikasi mengganggu sintesis dan fungsi protein seluler hospes.

ekstraseluler (Roitt et al. 1988). Reaksi peradangan akibat infeksi virus ini berjalan sistemik atau sepsis. Salah satu aspek penting pada sepsis adalah terjadinya kerusakan organ yang apabila dalam fase lanjut akan melibatkan lebih dari satu organ (multiple organ failure/MOF). Keadaan MOF ini berhubungan dengan angka kematian ternak babi yang tinggi (Geering et al. 1995).

Dokumen terkait