• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bunyi dan Alat Ucap Manusia

Dalam dokumen diunduh dari (Halaman 106-110)

DENGAN ARTIKULASI YANG TEPAT

A. Bunyi dan Alat Ucap Manusia

Artikulasi dapat diartikan dengan bunyi yang dihasilkan oleh alat ucap manusia. Ilmu yang mempelajari alat ucap manusia dan tata bunyi yang dihasilkannya disebut fonologi. Alat ucap manusia menghasilkan lambang-lambang bunyi yang bermacam-macam. Setiap bunyi yang dihasilkannya memiliki ciri tersendiri yang dapat dijelaskan proses pengucapannya. Setiap lambang bunyi tersebut disimbolkan dengan bentuk huruf dalam bahasa tulis dan fonem untuk bahasa lisan.

Lambang-lambang bunyi tersebut dapat dihasilkan oleh adanya arus ujaran yang masuk ke rongga mulut dan memengaruhi pergerakan pita suara serta getaran di sekitarnya yang kemudian menimbulkan efek-efek bunyi. Jika arus yang keluar tidak mendapatkan hambatan atau rintangan, akan menimbulkan bunyian yang dikelompokkan menjadi kelompok vokal, yaitu a, i, u, e, o (berjumlah lima huruf), tetapi diucapkan dengan enam fonem /a/, /i/, /u/, /e/,//, /o/. Bentuk ucapan e ada yang lemah /ə/ dan e lebar atau //, bentuk gabungannya disebut dengan diftong. Diftong adalah gabungan dua vokal yang menimbulkan bunyi luncuran lain. Contoh diftong ialah: au, ai, oi yang dibaca (aw), (ay), (oy).

Contoh kalimat:

1. Harimau (harimaw) itu berhasil ditangkap penduduk. 2. Mereka bermain voli pantai. (pantay)

3. Para buruh memboikot (memboykot) pertemuan itu.

Proses bunyi ujar yang dihasilkan oleh karena arus ujaran yang keluar mendapat hambatan disebut konsonan. Proses itu terdiri atas hal-hal berikut.

1. Bilabial, bila bunyi ujar yang dihasilkan dengan mempertemukan kedua bibir; seperti b, p, m.

2. Laringal, bila bunyi ujar yang terjadi karena pita suara terbuka agak lebar. Contoh : h.

3. Velar, apabila bunyi ujar yang dihasilkan oleh lidah bagian belakang (artikulator) dan langit-langit lembut (titik artikulasi), seperti k, g,

ng, kh, q.

4. Labio dental, bila bunyi ujar yang dihasilkan dengan mempertemukan gigi atas (titik artikulasi) dengan bibir bawah (artikulator); seperti

f, v, w.

5. Alpico interdental/dental, bila bunyi ujar yang dihasilkan oleh ujung lidah (artikulator) dengan daerah lengkung gigi (titik artikulator), seperti t, d, n.

6. Spiral, bila bunyi ujar yang dihasilkan dari udara yang keluar dari paru-paru yang mendapat halangan getaran lidah. Contoh : s, z, sy. 7. Uvular, bila bunyi getar lain yang dihasilkan oleh anak tekak

sebagai artikulator dengan lidah bagian belakang sebagai titik artikulasinya. Contoh : r – tidak jelas.

8. Apikal, bila bunyi getar yang dihasilkan dengan mendekatkan lidah ke langit-langit lembut atau lengkung kaki gigi dengan sistem getar menimbulkan bunyi ujar. Contoh : r – jelas.

Di samping bentuk gabungan vokal yang menimbulkan bunyi luncuran, pada konsonan terdapat bunyi atau fonem yang memiliki bentuk pengucapan yang lebih dari satu. Namun, perbedaan pelafalannya tak memengaruhi arti. Misalnya, pada fonem /p/ pada kata panen merupakan lafal terbuka dan biasanya penempatannya di awal kata, sedangkan lafal

tertutup pada kata atap terdapat pada akhir kata ini disebut dengan alofon. Demikian pula pada fonem /b/ akan dibaca [b] jika di awal kata, namun dilafalkan /p/ bila berada di akhir kata.

Contoh:

- [lembab] dilafalkan [lembap>] - [jawab] dilafalkan [jawap>] - [adab] dilafalkan [ adap>]

Tapi diucapkan /b/ kembali bila diberi akhiran –an Contoh:

- [lembap>]  [kelembaban] - [jawap>]  [jawaban] - [adap>]  [peradaban]

Gejala pelafalan ini juga terjadi pada fonem /d/ yang dilafalkan /t>/ bila berada di akhir kata, tapi kembali dibaca /d/ jika diberikan akhiran yang ada vokalnya. Misalnya, kata [abad] dibaca [abat>], tapi kembali /d/ pada [abadi].

Yang perlu dicermati sebenarnya adalah bila perbedaan lafal tersebut memengaruhi arti. Dalam bahasa Indonesia, perbedaan ucapan pada satu bentuk kata atau tulisan yang sama, tapi diucapkan berbeda dan menimbulkan arti yang berbeda dikenal dengan bentuk homograf.

Contoh:

- fonem /e/ pada kata apel [apəl] dan fonem /Є/ pada kata apel [apЄl]. Kata [apəl] bermakna jenis buah dan kata [apЄl] bermakna upacara bendera.

- seret [ səret ] = berarti tersendat-sendat; tidak lancar

- seret [ sЄret ] = berarti menaik suatu benda menyusur tanah - serang [ sЄrang ] = berarti nama tempat / wilayah di Jawa Barat - serang [ sərang ] = berarti penyerbuan atau serbu

Pengucapan atau pelafalan harus sesuai dengan bentuk hurufnya. Dalam Ejaan yang Disempurnakan (EYD) telah diatur bentuk pengucapan atau pelafalan setiap huruf atau abjad dalam bahasa Indonesia (lihat lagi pelajaran Bab 1). Dengan demikian, membaca singkatan yang hanya terdiri atas beberapa huruf yang berdiri sendiri, harus tepat artikulasi atau pelafalannya. Begitu juga dengan bentuk akronim serta beberapa kata yang sering diucapkan tak baku.

Di bawah ini diperinci pengucapan yang baku dan tidak baku pada sejumlah bentuk singkatan atau akronim termasuk pengucapan singkatan yang berasal dari bahasa asing.

Contoh:

- 55 -

Yang perlu dicermati sebenarnya adalah bila perbedaan lafal tersebut mempengaruhi arti. Dalam bahasa Indonesia perbedaan ucapan pada satu bentuk kata atau tulisan yang sama tapi diucapkan berbeda dan menimbulkan arti yang berbeda dikenal dengan bentuk homograf. Contoh:

- fonem /e/ pada kata apel [apԣl] dan fonem /ȯ/ pada kata apel [apȯl]. Kata [apԣl] bermakna jenis buah dan kata [apȯl] bermakna upacara bendera.

- seret [ sԣret ] = berarti tersendat-sendat; tidak lancar

- seret [ s ret ] = berarti menaik suatu benda menyusur tanah - serang [ s rang ] = berarti nama tempat / wilayah di Jawa Barat - serang [ sԣrang ] = berarti penyerbuan atau serbu

Pengucapan atau pelafalan harus sesuai dengan bentuk hurufnya. Dalam Ejaan Yang Di Sempurnakan (EYD) telah diatur bentuk pengucapan atau pelafalan setiap huruf atau abjad dalam bahasa Indonesia (lihat lagi pelajaran Bab 1). Dengan demikian membaca singkatan yang hanya terdiri atas beberapa huruf yang berdiri sendiri, harus tepat artikulasi atau pelafalannya. Begitu juga dengan bentuk akronim serta beberapa kata yang sering diucapkan tak baku.

Di bawah ini diperinci pengucapan yang baku dan tidak baku pada sejumlah bentuk singkatan atau akronim termasuk pengucapan singkatan yang berasal dari bahasa asing. Contoh:

Singkatan / kata Lafal Tidak Baku Lafal Baku

BBC [ be be se ], [ bi bi si ] [ be be ce ] ABC [ a be se ], [ a bi si ] [ a be ce ] BSD [ bi es di ] [ be es de ] IMF [ay em ef ] [ i em ef ] TVRI [ ti vi er i ] [ te ve er i ] MTQ [ em te kyu ] [ emte ki ] IGGI [ ay ji ji ay ] [ i ge ge i ] ICW [ i se we ] [ i ce we ]

Taxi [teksi] [ taksi ]

Psikologi [ psaykoloji ] [ psikologi ]

BCA [Be se a] [be ce a]

Speaker [ spiker ] [ speker ] pascasarjana [ paskasarjana ] [ pascasarjana ]

Logis [ lohis ] [ logis ] pendidikan [ pendidi’an ] [ pendidikan ]

Pohon [puhun] [pohon]

sosiologi [ sosiolohi ] [ sosiologi ]

Exit [ ekit ] [ eksit ]

97 Bahasa Indonesia SMK/MAK Setara Tingkat Semenjana Kelas X

Akronim bahasa asing (singkatan yang dieja seperti kata) yang bersifat internasional mempunyai kaidah tersendiri, yakni tidak dilafalkan seperti lafal Indonesia, tetapi singkatan itu dilafalkan seperti aslinya.

Contoh :

Akronim bahasa asing (singkatan yang dieja seperti kata) yang bersifat internasional mempunyai kaidah tersendiri, yakni tidak dilafalkan seperti lafal Indonesia, tetapi singkatan itu dilafalkan seperti aslinya.

:Contoh :

Kata Lafal Tidak Baku Lafal Baku

UNESCO [ u nes tjo ] [yu nes ko ] UNISEF [ u ni tjef ] [ yu ni sef ] Sea Games [ se a ga mes ] [ si ge ims ]

e-mail [ emil ] [ imel ]

Hitech [ hitek ] [ haytekh ]

B. Melafalkan Kata Secara Baku dan Membedakannya dari Lafal Daerah

Dalam bahasa Indonesia, penulisan secara baku telah diatur dalam Ejaan Yang Disempurnakan (EYD). Untuk penggunaan secara lisan yang berkaitan dengan bagaimana sebuah kata diucapkan atau dilafalkan secara benar hanya berpedoman pada pengucapan sesuai dengan huruf yang membentuk kata tersebut.

Kata di dalam bahasa Indonesia selain berasal dari bahasa Melayu, banyak juga yang berasal dari bahasa daerah. Kata-kata yang berasal dari bahasa daerah tentunya telah diadaptasi menjadi kata baku bahasa Indonesia. Kata yang telah baku harus diucapkan berdasarkan lafal bakunya. Ukuran ucapan baku dilihat dari pelafalan bunyi terhadap fonem pembentuk katanya dan tidak terpengaruh oleh unsur bahasa daerah. Meskipun ucapan itu sering dan lazim diucapkan terutama dalam situasi nonformal.

Contoh lafal baku dan tidak baku yang terpengaruh bahasa daerah atau logat tertentu:

B. Melafalkan Kata Secara Baku dan Membedakannya

Dalam dokumen diunduh dari (Halaman 106-110)