• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II: JENIS-JENIS GAYA BAHASA KIASAN

3.5 Fungsi Keindahan

3.5.1 Bunyi

Bunyi di samping sebagai hiasan dalam puisi, juga mempunyai tugas yang lebih penting lagi, yaitu untuk memperdalam ucapan, menimbulkan rasa, dan menimbulkan bayangan angan yang jelas, menimbulkan suasana yang khusus, dan sebagainya (Pradopo, 2005: 22).

3.5.1.1 Aliterasi

Aliterasi adalah perulangan bunyi konsonan pada suatu tuturan (Suwarna, 2009: 261). Aliterasi ini ditemukan dalam gaya bahasa persamaan atau simile:

(103) Ia tahu siapa Wiroguno dan Pronocitro. Keduanya tidak bisa disamakan. Ibaratnya seekor macan hutan yang bertarung melawan kijangkurungan(Roro Mendut & Atmo, hal 13).

Data (103) aliterasi ditunjukkan oleh bunyi konsonan /n/ pada dan, disamakan, macan, hutan, melawan,dankurungan, aliterasi /m/ pada disamakan, macan, danmelawan. Aliterasi dalam gaya bahasa personifkasi:

(104) Jam setengah dua belas, malam semakin diam (Roro Mendut & Atmo, hal 65).

Data (104) aliterasi /m/ terdapat pada katajam, malam, semakin, dandiam. Aliterasi atau perulangan bunyi konsonan tersebut berfungsi untuk membangun keindahan tutur, intensitas makna, dan ekspresivitas makna. Keindahan tutur yang dibangun dengan aliterasi membuat tuturan tersebut terasa ritmis dan dinamis. Aliterasi cenderung terjadi di awal atau di tengah kata

3.5.1.2 Asonansi

Suwarna (2009: 263) dalam bukunya mengatakan bahwa asonansi adalah perulangan bunyi vokal. Asonansi ini ditemukan dalam gaya bahasa metafora:

(105) “Pembajakhati.Mintatebusansebutir kasih suci,” Galang mendekatiku

(Roro Mendut & Atmo,hal 90).

Data (105) asonansi /i/ ditunjukkan oleh katahati, suci, minta, sebutir,dan kasih. Asonansi dalam gaya bahasa epitet:

(106) “Lahirmu saja baru kemarin sore, sudah berlagak sebagai sang pembantai. Kencangkan dulu kolor celanamu, kalau hendak berlaga dengan tuanmu. Ayo jangan mundur meski selangkah karena pantang

bagiku menyerah kalah!” Tumenggung menerima tantangan (Roro Mendut & Atmo, hal 12).

Data (106) asonansi /u/ terdapat pada lahirmu, baru, sudah, dulu, celanamu, kalau, tuanmu, mundur, danbagiku. Asonansi dalam gaya bahasa ironi: (107) “Dasar anak ingusan tak tahu malu, wanita sudah ditriman masih di mau. Sebaiknya engkau pulang menyusu pada ibumu karena yang kuhadapi belum banyak ilmu. Lalu, belajarlah mencuci paras muka kalau ingin dihinggapi rasa cinta,” kata-kata Wiroguno tak kalah menyakitkan hati lawan (Roro Mendut & Atmo, hal 12).

Data (107) asonansi /u/ ditunjukkan oleh kataingusan, tahu, malu, sudah, mau, engkau, pulang, menyusu, ibumu,danilmu.

(108) “Lahirmu saja baru kemarin sore, sudah berlagak sebagai sang pembantai. Kencangkan dulu kolor celanamu, kalau hendak berlaga dengan tuanmu. Ayo jangan mundur meski selangkah karena pantang bagiku menyerah kalah!” Tumenggung menerima tantangan (Roro Mendut & Atmo, hal 12).

Data (108) asonansi /u/ terdapat pada lahirmu, baru, dulu, celanamu, kalau, tuanmu,danbagiku.

(109) “Hai, panglima kerajaan yang katanya selalu menang perang! Mengakumu saja sebagai ksatria, tapi nyatanya berlaku betina.Engkau hanya besar mulut menghadapi dua orang mengerahkan para pengikut. Perempuan bisanya hanya menjerit, masih kau takut-takuti dengan segenap prajurit.” Pronocitro memanas-manasi lawannya (Roro Mendut & Atmo, hal 11).

Data (109) asonansi /a/ terdapat pada panglima, katanya, saja, ksatria, nyatanya,dan betina. Fungsi asonansi tidak berbeda dengan aliterasi yaitu untuk keindahan, intensitas makna, dan ekspresif tutur. Ada kecenderungan asonansi terjadi pada suku kata akhir terbuka. Asonansi suka kata terbuka pada akhir kata lebih produktif daripada asonansi pada suku kata tertutup.

3.5.1.3 Anafora

Anafora adalah perulangan bunyi, kata, atau struktur sintaksis pada larik-larik atau kalimat-kalimat yang berurutan untuk memperoleh efek tertentu (Kridalaksana dalam Atmazaki, 1993: 86). Anafora ini ditemukan dalam gaya bahasa metafora:

(110) Ketika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan kembang janji akanharapan masa depan. Tapi, ketikaharapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti(Roro Mendut & Atmo,hal 65).

Data (110) anafora terdapat pada kataketikadan frasaulang tahun dalam kalimatKetika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan kembang janji akan harapan masa depan dan kalimat Ketika ulang tahun menginjak yang ketiga puluh satu, semua menjadi tidak memiliki arti. Anafora juga ditunjukkan oleh perulangan kataharapandalam kalimatKetika masih belia, hari ulang tahun merupakan saat yang penuh dengan kembang janji akan harapan masa depan dan kalimatTapi, ketika harapan tak lagi berada di depan pandang, semua menjadi tidak bermakna. Selain itu anafora pada data (110) juga ditunjukkan oleh kalimat semua menjadi tidak bermakna yang memiliki struktur sintaksis yang sama dengan kalimat semua menjadi tidak memiliki arti. Anafora yang ditemukan dalam gaya bahasa personifikasi:

(111) Ucapan lidahnya yang minta disaksikan pihak lain, bahkan alam, adalah sumpah. Tak ada yang berkata-kata, tak ada yang bersuara. Sekujur tubuh Wijaya merinding dan bergetar. Dinding kamarnya menatap Galang penuh kesangsian. Angin pun sejenak berhenti berkelana. Dan, dedaunan yang merimbunkan pepohonan di samping rumah Wijaya, sesaat menganga (Roro Mendut & Atmo, hal 84).

Data (111) anafora terdapat dalam kalimat Tak ada yang berkata-kata yang memiliki struktur sintaksis yang sama dengan kalimat Tak ada yang bersuara. Penggunaan anafora bertujuan untuk mempertegas efek retorik dalam tuturan, memberikan penekanan bahwa sesuatu yang diulang itu adalah sesuatu yang penting dalam tuturan tersebut.

3.5.1.4 Eufoni

Eufoni adalah kombinasi suara indah dan merdu, menggambarkan ekspresi riang gembira, rasa kasih sayang, dan hal-hal yang membahagiakan ‘pleasing sound’. Eufoni dibentuk dengan kombinasi bunyi vokal /a, i, u, e, o/ dan bunyi

konsonan bersuara /b, d, g, j/ dan konsonan liquida /r, l/ dan sengau /ny, m, ng, n/ (Suwarna, 2009: 265). Bunyi-bunyi eufoni merupakan bunyi-bunyi yang merdu dan musikal. Eufoni ini ditemukan dalam gaya bahasa persamaan atau simile:

(112) Tapi, tampaknya pertanyaanku membuatnya terguncang. Bagai diterpa angin kencang, badan limbung dan bergoyang(Roro Mendut & Atmo, hal 79).

Data (112) eufoni vokal /a/ yang berkombinasi dengan bunyi sengau /ng/ terdapat pada terguncang, angin, kencang, dan bergoyang. Eufoni juga terdapat pada kata limbung yang merupakan gabungan vokal /u/ dan sengau /ng/. Pada kalimat Tapi, tampaknya pertanyaanku membuatnya terguncang, terdapat eufoni vokal /a/ dan sengau /ny/ pada katatampaknya, pertanyaanku,danmembuatnya.

3.5.1.5 Kakafoni

Kakafoni merupakan kebalikan dari eufoni. Kakafoni dibentuk melalui kombinasi bunyi-bunyi konsonan /k, p, t, s/, mengesankan bunyi-bunyi parau,

tidak merdu, tidak menyenangkan, mengharukan (Suwarna, 2009: 266). Kakafoni ini ditemukan dalam gaya bahasa metafora:

(113) “Dan kamu memang mau dijepit, bukan? Ah, diberi anak perawan, dijanjikan kursi kedudukan, lelaki mana yang tak mau mengubah

halauan perasaan?” kusemprot ia dengan kata-kata semauku (Roro Mendut & Atmo,hal 66).

Data (113) kakafoni /k/ terdapat pada kata bukan, anak, djanjikan, kursi, kedudukan, lelaki, kusemprot, kata-kata. Kakafoni yang ditemukan dalam gaya bahasa ironi:

(114) “Hai, panglima kerajaan yang katanya selalu menang perang! Mengakumu saja sebagai ksatria, tapi nyatanya berlaku betina. Engkau hanya besar mulut menghadapi dua orang mengerahkan para pengikut. Perempuan bisanya hanya menjerit, masih kau takut-takuti dengan segenap prajurit.” Pronocitro memanas-manasi lawannya (Roro Mendut & Atmo, hal 11).

Data (114) kakafoni /t/ terdapat pada katamulut, pengikut, menjerit, takut-takuti, dan prajurit. Kakafoni bertujuan untuk menimbulkan bunyi-bunyi berat, kasar, dan tidak musikal. Kombinasi bunyi-bunyi parau dan kasar digunakan untuk menimbulkan kesan kaku, garang, tidak menyenangkan, kacau-balau, dan lain-lain. Kakafoni berperan untuk menyampaikan perasaan tidak senang.

Dokumen terkait