• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Cadangan Devisa Nasional

Devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri (Rachbini,2000).

Cadangan devisa didefenisikan sebagai sejumlah valuta asing (valas) yang dicadangkan bank sentral (Bank Indonesia) untuk keperluan pembiayaan pembangunan dan kewajban luar negeri yang antara lain meliputi pembiayaan impor dan pembayaran lainnya kepada pihak asing (Tulus Tambunan, 2001).

Cadangan devisa merupakan posisi aktiva luar negeri pemerintah dan bank- bank devisa yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa , Bank Indonesia telah mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan dari pada keuntugan yang tinggi. Namun demikian, Bank Indonesia selaku otoritas moneter Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.

Cadangan devisa adalah penjumlahan transaksi modal dan net ekspor. Atau dapat dikatakan cadangan devisa= Transaksi modal + Net ekspor.

Dalam rumus cadangan devisa dapat dilihat sebagai berikut:

dimana: CDVt-1 = Cadangan devisa sebelumnya

TBt = Transaksi berjalan

TMt = Transaksi modal

Transaksi modal dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (i) transfer modal (capital transfers) dan (ii) pembelian atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan (acquisition or disposal of nonproduced, nonfinancial assets). Transfer modal meliputi transfer in kind berupa transfer kepemilikan aktiva tetap (misalnya hibah investasi), pengampunan (forgiveness) atas kewajiban yang diberikan kreditur berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, dan transfer tunai yang dikaitkan dengan pembelian/penjualan aktiva tetap oleh salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi. Tidak seperti transfer berjalan, transfer modal tidak secara langsung terkait dengan proses produksi dan konsumsi. Transfer modal diklasifikasikan ke dalam dua sektor institusional, yaitu pemerintah dan sektor lainnya. Transfer modal sektor pemerintah terdiri dari pengampunan hutang (debt forgiveness) dan transfer lainnya. Transfer modal sektor lainnya terdiri dari transfer migran (migrants’ transfers), pengampunan hutang (debt forgiveness), dan transfer lainnya (other transfers).

Akuisisi atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan mencakup transaksi yang berkaitan dengan jual beli aset berwujud (tangible assets) yang digunakan/diperlukan dalam proses produksi (misalnya tanah) dan aset tak berwujud (intangible assets) seperti paten, franchise, hak cipta (copyrights), dan merk dagang (trade mark). Sebagai contoh adalah pembelian tanah oleh pemerintah negara asing

untuk dijadikan sebagai lokasi kedutaan besar negara tersebut. Namun demikian, pembelian tanah oleh asing selain sektor pemerintah diklasifikasikan sebagai transaksi finansial. Transaksi pembelian atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan ini belum tercatat dalam statistik NPI.

Net ekspor merupakan nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Karena net ekspor juga dapat diketahui dengan sebuah negara menjadi pembeli atau penjual di pasar dunia, maka net ekspor disebut juga neraca perdagangan.

Mankiw (2003) Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan di jual di luar negeri. Kegiatan ekspor merupakan suatu proses jual beli antar negara, para eksportir di Indonesia akan menjual barang keluar negeri dan akan menerima imbalan dalam bentuk dollar Amerika dari importir keluar negeri.

Dollar-dollar tersebut akan ditukarkan oleh para eksportir kedalam mata uang rupiah sehingga dapat digunakan pada dalam negeri. Dollar-dollar yang ditukarkan tersebut akan masuk menjadi cadangan devisa nasional, sedangkan Impor adalah barang dan jasa yang diproduksi di luar negeri dan dijual di dalam negeri. Akhirnya perlu dikemukakan di sini bahwa proses perkembangan ekonomi yang jitu ialah proses perkembangan ekonomi yang mampu menimbulkan situasi bahwa pertumbuhan mendorong ekspor, bukan sebaliknya. Ekspor merupakan ujung proses pertumbuhan, bukan pangkalnya. Dengan kata lain, proses perkembangan ekonomi yang jitu ialah proses perkembangan ekonomi yang mendukung hipotesis pertumbuhan intern mendorong pertumbuhan ekspor (Halwani Hendra, 2005).

Perlu adanya net ekspor pada perekonomian suatu negara. Karena net ekspor merupakan nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor, negara tersebut harus menghasilkan barang-barang dan jasa di pasaran internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manejeman bahkan sosial budaya (Supriyanto,1995). Sedangkan impor merupakan perdagangan dengan memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.

Menurut defenisi IMF, cadangan devisa adalah “aktiva luar negeri” yang tersedia setiap waktu dan dikuasai oleh otoritas moneter (BI). Mengikuti kriteria IMF ini, cadangan devisa yang diumumkan pemerintah (BI) secara periodik sejak awal tahun 1998 adalah aktiva luar negeri (bruto). Dalam perkataan lain, aktiva luar negeri resmi dianggap sebagai cadangan devisa (Zetha,2000). Dulunya, sebelum IMF membuat kriteria tersebut, BI membedakan antara cadangan devisa bruto dan cadangan devisa bersih, atau lebih dikenal sebagai cadangan devisa resmi. Cadangan devisa bruto (yang diartikan sama dengan aktiva luar negeri bruto) adalah cadangan devisa resmi ditambah dengan kontigen aset lainnya. Bila cadangan devisa resmi merupakan jumlah valas yang benar-benar menjadi milik BI, maka dalam aktiva luar negeri, juga dimasukkan beberapa unsur lain seperti devisa bank-bank yang disimpan di BI dalam rangka Giro Wajib Minimum (GWM), valas, wesel ekspor berjangka dan beberapa unsur lainnya yang sebelumnya tidak dimasukkan dalam cadangan devisa resmi (Zetha,2000).

Namun demikian, BI juga mengumumkan secara periodik cadangan luar negeri bersih (net international reserve atau NIR). Aktiva luar negeri bruto adalah tagihan BI terhadap penduduk luar negeri (nonresident), yang terdiri dari emas moneter, giro (demand deposits), deposit on call, deposito (time deposit), penanaman dalam surat-surat berharga (securities), dan tagihan lainnya. Sedangkan, NIR adalah aktiva luar negeri bruto BI setelah dikurangi kewajiban-kewajibannya dalam valas yang terdiri dari tiga unsur:

1. gross liabilities, yaitu semua utang dalam valas dengan masa jatuh tempo sampai dengan satu tahun, termasuk penggunaan dana IMF;

2. net forward position, yaitu kewajiban BI dalam valas terhadap penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident) dalam bentuk transaksi forward; 3. devisa bank yang disimpan pada BI dalam rangka memenuhi GWM dalam valas.

Seperti yang telah diuraikan sebelumnya, bahwa besarnya cadangan devisa sangat tergantung pada perkembangan Balance of Payment (BOP). Atau tepatnya, penambahan devisa berasal dari dua sumber utama, yakni pendapatan ekspor netto dan arus modal masuk netto (surplus capital account). Diantara dua sumber tersebut, pendapatan ekspor yang paling diandalkan untuk penambahan cadangan devisa. Karena arus modal masuk bisa saja dalam bentuk pinjaman (ULN) yang harus dibayar kembali plus bunganya, berarti pengurangan cadangan devisa, atau investasi yang juga suatu ketika bisa menjadi arus modal keluar, terkecuali investasi dalam bentuk PMA.

Indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan cadangan devisa adalah rasio antara nilai cadangan devisa dan nilai impor dalam waktu tertentu, yang dapat dihitung dalam rumus berikut (Widodo,1990):

KCDt = CDVt/Mt (2.2)

dimana:

KCD = Kemampuan cadangan devisa mendukung impor dalam satuan waktu tertentu (misalnya bulanan atau tahunan)

CDVt = Cadangan devisa bulanan/tahunan

Mt = Nilai impor bulanan/tahunan

Cadangan devisa sangat penting bagi stabilitas dan kelangsungan proses ekonomi, dan hal ini dapat dilihat dari pengalaman Indonesia selama krisis ekonomi. Terutama sektor riil yang terpukul akibat masalah utang luar negeri menjadi semakin parah akibat menipisnya cadangan devisa, khususnya Dolar Amerika Serikat. Selain itu, banyak perusahaan-perusahaan, khususnya eksportir atau yang banyak melakukan impor terpaksa mengurangi atau menghentikan sama sekali kegiatan mereka akibat mahalnya nilai dolar AS di pasar valas dalam negeri.

Masalah serius lain yang muncul akibat keterbatasan cadangan devisa adalah yang berkaitan dengan ketergantungan impor dan net transfer yang tinggi. Hal ini membuat ekonomi Indonesia mengalami dua situasi yang sangat membahayakan BOP, yakni defisit transaksi berjalan dan capital account. Akibatnya, cadangan devisa menjadi semu, artinya banyak mengandung dan bahkan cenderung didominasi oleh komponen ULN. Cadangan devisa tidak lagi diperoleh dari surplus ekspor tetapi

didapat dari pinjaman luar negeri. Dan sebagian besar pinjaman luar negeri digunakan untuk menutup defisit transaksi berjalan dan membayar angsuran pokok ULN (Arief,1999).

Menurut Bank Dunia, peranan cadangan devisa ( 1. Untuk melindungi negara dari guncangan eksternal. Krisis keuangan pada akhir

1990-an membuat para pembuat kebijakan memperbaiki pandangannya atas nilai dari cadangan devisa sebagai proteksi dalam melindungi dari krisis mata uang. 2. Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam pencapaian kelayakan

kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang cukup dapat mencari pinjaman dengan kondisi yang lebih nyaman.

3. Kebutuhan likuditas untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar.

Selain berbagai kebaikan di atas, kebijakan untuk mempertahankan cadangan devisa juga mengeluarkan biaya, saat level cadangan devisa menjadi lebih besar, biaya yang diperlukan juga semakin besar. Membengkaknya cadangan devisa bisa berakibat kinerja moneter terekspansi melebihi kapasitas produksi ekonomi yang berakhir pada inflasi. Untuk meningkatkan cadangan devisa, sejak tahun 1970 pemerintah telah menerapkan sistem devisa bebas. Peraturan tentang sistem devisa bebas tersebut dituangkan dalam UU No.24 tahun 1999 tentang melarang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar menggantikan UU lama yaitu UU No.32 tahun 1964.

Dalam mengelola cadangan devisa ini, Bank Indonesia lebih mengutamakan tercapainya tujuan likuditas dan keamanan dari pada keuntungan yang tinggi.

Walaupun demikian, BI tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar Internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.

Posisi cadangan resmi yang dikuasai BI perlu dipertahankan pada tingkat yang wajar. Hal ini terutama untuk menjaga kestabilan ekonomi dan moneter serta untuk menghindarkan terjadinya gejolak kurs mata uang asing dan pelarian modal ke luar negeri. Dalam hubungan ini, sebagai ukuran yang lazim digunakan adalah rasio cadangan resmi terhadap impor. Jika cadangan devisa itu cukup untuk menutup impor selama 3 bulan pada lazimnya dipandang sebagai tingkat yang aman, dan jika hanya untuk 2 bulan atau kurang, maka akan menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran.(Rustian Kamaluddin,1999)

Mulai bulan juli 2000, BI mengubah konsep pencatatan cadangan devisa, dari konsep GFA(Gross Foreign Asset) kepada konsep IRFCL. Angka cadangan devisa yang dilaporkan dengan menggunakan konsep International Reserve and Foreign Currency (IRFCL) merupakan standar pelaporan secara internasional (SDDS-IMF). Perbedaan antara angka cadangan devisa yang berdasarkan konsep GFA dengan yang berdasarkan IRFCL terjadi karena perbedaan definisi.

Dalam konsep IRFCL, hanya aset yang tergolong likuid yang diperhitungkan sebagai komponen International Reserve dan penilaiannya menggunakan kurs yang berlaku saat tanggal pelaporan. Sedangkan dalam konsep yang lama, GFA, tidak dibedakan tingkat likuiditas tersebut, serta tidak digunakan kurs yang berlaku pada saat pelaporan melainkan kurs mata uang asing per 31 maret 1998. konsep IRFCL berangkat dari standar penyebaran data khusus (Special Data Dessemination Standards/SDDS) yang merupakan bentuk penyajian data ekonomi melalui internet dengan menggunakan standar penyajian data dana moneter international (IMF). Cakupan SDDS adalah sektor riil, sektor fiskal, sektor keuangan, dan sektor eksternal. Mengenai IRFCL, struktur metode tersebut terbagi menjadi devisa international (International Reserve), perkiraan aliran bersih devisa yang terjadwal (Predetermined short-term net drains), perkiraan aliran devisa yang bersifat siaga (Contingent Short-term net drains), dan memo item.(sumber:Bank Indonesia).

Dokumen terkait