ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
CADANGAN DEVISA NASIONAL
TESIS
Oleh
NINA PURNASARI
097018013/EP
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2011
SE K O L AH
P A
S C
A S A R JA
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI
CADANGAN DEVISA NASIONAL
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Magister Sains dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada
Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
Oleh
NINA PURNASARI
097018013
SEKOLAH PASCASARJANA
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA
Judul Tesis :ANALISIS FAKTOR - FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA NASIONAL
Nama Mahasiswa : Nina Purnasari
Nomor Pokok : 097018013
Program Studi : Ekonomi Pembangunan
Menyetujui Komisi Pembimbing,
(Dr. Jonni Manurung, MS) (Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec)
Ketua Anggota
Ketua Program Studi, Direktur,
(Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE., M.Ec) (Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE)
Telah diuji pada
Tanggal : 16 Agustus 2011
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Jonni Manurung, MS
Anggota : 1. Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec
2. Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec
3. Prof. Dr. Ramli, SE, MS
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan tesis yang berjudul:
“Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional”.
Adalah benar hasil kerja saya sendiri dan belum dipublikasikan oleh siapapun
sebelumnya. Sumber-sumber data dan informasi yang digunakan telah dinyatakan
secara benar dan jelas.
Medan, Agustus 2011 Yang membuat pernyataan,
Nina Purnasari 097018013/EP
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA NASIONAL
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan devisa nasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari www.bi.go.id. Data yang digunakan adalah data kuartal dalam kurun waktu 2000-2009.
Metode analisis yang dipergunakan adalah metode Vector Autoregression (VAR), dengan terlebih dahulu menggunakan uji unit root dan kointegrasi dan pada akhirnya akan menghasilkan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain dari cadangan devisa nasional itu sendiri terdapat tiga variabel penelitian yang mempunyai pengaruh besar terhadap cadangan devisa nasional. Variabel tersebut adalah kurs, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan.
ANALYZE OF FACTORS INFLUENCE ON THE NATIONAL FOREIGN EXCHANGE RESERVES
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the contribution of the exchange rate, interest rate differentials, differences in inflation rates, differences in economic growth and the composite share price index of national foreign exchange reserves. Data used in this research is secondary data sourced from www.bi.go.id. The data used are quarterly data in the period 2000-2009.
The analytical method used is the method of Vector Autoregression (VAR), by first using the unit root and cointegration test and will ultimately result in the Impulse Response Function (IRF) and Forecast error variance decomposition (FEVD)
The results showed that apart from the national foreign reserves rate itself. there are three variables that research has a major influence on the national foreign exchange reserves. Variable is the exchange rate, the difference of economic growth and stock price index.
KATA PENGANTAR
Segala puji dan syukur kehadirat Tuhan Yesus Kristus atas berkat, kasih
karunia serta kemurahan hati-Nya yang besar sehingga penulis dapat menyelesaikan
tesis ini.
Penulis menyelesaikan tesis ini guna untuk memperoleh gelar Magister Sains
dalam Program Studi Ekonomi Pembangunan pada Sekolah Pascasarjana Universitas
Sumatera Utara Medan. Tesis ini berisikan hasil penelitian penulis yang berjudul
“Analisis faktor-faktor yang mempengaruhi cadangan devisa nasional”. Penulis
menyadari bahwa isi yang terkandung dalam tesis ini belum sempurna. Hal ini
disebabkan oleh terbatasnya kemampuan dan pengalaman yang penulis miliki dalam
penyajiannya. Oleh karena itu, dengan hati yang tulus dan ikhlas penulis menerima
kritik dan saran yang sifatnya membangun dari para pembaca yang nantinya dapat
berguna untuk penyempurnaan tesis ini.
Segala usaha yang penulis lakukan dalam menyelesaikan tesis ini tidak
terlepas dari bantuan berbagai pihak. Oleh sebab itu, penulis mengucapkan terima
kasih yang tak terhingga terutama kepada:
1. Ayahanda Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Alm) dan Ibunda Herlina br Sembiring
yang sangat penulis sayangi dan hormati serta kepada abang dan kedua kakakku
John Herson Sinuhaji, SE,Ak, Rini Herliani, SE,Ak,M.Si, dan Nita Heirwati, SE
yang selalu memberikan doa dan telah yang selalu mendukung dalam
menyelesaikan tesis ini.
2. Bapak Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A (K)., selaku
Rektor Universitas Sumatera Utara (USU).
3. Bapak Prof. Dr. Ir. A. Rahim Matondang, MSIE., selaku Direktur Sekolah
4. Bapak Prof. Dr. Sya’ad Afifuddin, SE, M.Ec, selaku Ketua Program Studi
Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan
juga sebagai Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan
kritik di dalam penyempurnaan tesis ini.
5. Bapak Prof. Dr. Ramli, SE, M.S, selaku Sekretaris Program Studi Ekonomi
Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara dan juga sebagai
Komisi Pembanding yang telah banyak memberikan masukan dan kritik di dalam
penyempurnaan tesis ini.
6. Bapak Dr. Jonni Manurung, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing yang telah
bersedia membimbing dan meluangkan waktu bagi penulis untuk memberikan
bimbingan dan arahan agar tesis ini menjadi lebih sempurna.
7. Bapak Wahyu Ario Pratomo, SE, M.Ec, selaku Anggota Pembimbing yang telah
banyak memberikan masukan dan arahan kepada penulis di dalam penulisan
tesis.
8. Bapak Drs. Rahmat Sumanjaya, M.Si, selaku Komisi Pembanding yang telah
banyak memberikan masukan dan kritik di dalam penyempurnaan tesis ini.
9. Bapak dan Ibu Dosen-Dosen Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara yang telah memberikan berbagai
pengalaman dan ilmu pengetahuan kepada penulis.
10. Bapak dan Ibu Staf Administrasi Magiser Ekonomi Pembangunan Sekolah
Pascasarjana Universitas Sumatera Utara.
11. Seluruh rekan-rekan sejawat dan seperjuangan MEP Angkatan “Sweet
Seventeen”, Wahyu Sugeng, SE, M.Si, Bang Darwinto Simamora, SE, M.Si,
Bang Nanang, M.Si, Ellysa, Pak Zuhri, Bang Juara, Bang Hotlan, Kiky, Nanda,
Fitri. Terima kasih teman-teman ku, semoga kita tetap kompak dan selalu
memberi semangat.
Semoga Tuhan Yang Maha Esa memberikan rahmadNya kepada semua yang
telah membantu dan mendorong penulis, sehingga penulis dapat menyelesaikan
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi maupun cara penyajian tesis ini masih
jauh dari kesempurnaan, hal ini terutama disebabkan terbatasnya pengalaman,
pengetahuan, serta waktu penulis dalam menyelesaikan tesis ini. Oleh karena itu, penulis
mengharapkan saran dan kritik yang membangun dari pembaca.
Akhir kata penulis mengucapkan semoga Tuhan Yang Maha Esa membalas
segala bantuan yang telah diberikan dan semoga tesis ini dapat berguna dan
bermanfaat bagi semua pihak. Tuhan Memberkati.
Medan, Agustus 2011
Penulis,
RIWAYAT HIDUP
Nama : Nina Purnasari
Agama : Kristen Protestan
Tempat/Tanggal Lahir : Medan/12 Agustus 1984 Jenis Kelamin : Perempuan
Warga Negara : Indonesia
Alamat : Jl. Sm. Raja km 5,5 No.19 Medan 20147
Email : d2q_zie@yahoo.com
Nama Orang Tua Laki-laki : Drs. Jonathan Sinuhaji, M.Si (Alm) Nama Orang Tua Perempuan : Herlina br Sembiring
Nama Abang : John Herson, SE,Ak Nama Kakak : Rini Herliani, SE,Ak,M.Si
Nita Heirwati, SE
Riwayat Pendidikan Formal
2009 – 2011 S2 Program Studi Ekonomi Pembangunan Sekolah Pascasarjana Universitas Sumatera Utara
2005– 2008 S1 Ekonomi Pembangunan Program Ekstensi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara
2002 – 2005 DIII Ekonomi jurusan Akuntansi Universitas Sumatera Utara 1999 – 2002 SMU Swasta Kriten Immanuel Medan
DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ... i
ABSTRACT ... ii
KATA PENGANTAR ... iii
RIWAYAT HIDUP ... vi
DAFTAR ISI ... vii
DAFTAR TABEL ... x
DAFTAR GAMBAR ... xii
DAFTAR LAMPIRAN ... xiii
BAB I PENDAHULUAN ... 1
1.1. Latar Belakang Masalah ... 1
1.2. Perumusan Masalah ... 7
1.3. Tujuan Penelitian ... 8
1.4. Manfaat Penelitian ... 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ... 10
2.1. Cadangan Devisa Nasional ... 10
2.2. Kurs dan Tingkat Suku Bunga Terhadap Cadangan Devisa Nasional ... 18
2.3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga ... 21
2.4. Perbedaan Tingkat Inflasi ... 23
2.5. Perbedaan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi... 25
2.6. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terhadap Transaksi Modal ……... 26
2.7. Pengaruh Nilai Tukar Terhadap Cadangan Devisa ... 27
2.8. Peneliti Terdahulu ... 29
2.9. Kerangka Pemikiran ... 31
BAB III METODOLOGI PENELITIAN ... 34
3.1. Ruang Lingkup Penelitian... 34
3.2. Jenis dan Sumber Data ... 34
3.3. Uji Asumsi... 35
3.3.1 Uji Unit Root Test ... 35
3.3.2 Uji Kointegrasi ... 37
3.4. Model Analisis ... 40
3.4.1 Vector Autoregression (VAR) ... 40
3.4.2 Impulse Response Function (IRF) ... 41
3.4.3 Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) ... 41
3.5. Definisi Operasional... 42
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN ... 44
4.1. Kondisi Perekonomian Indonesia... 44
4.2. Perkembangan Variabel yang Diteliti ... 46
4.2.1 Perkembangan Cadangan Devisa Nasional... 46
4.2.2 Perkembangan Kurs ... 48
4.2.3 Perkembangan Perbedaan Tingkat Suku Bunga ... 50
4.2.3.1. Tingkat suku bunga SBPU (surat barharga pasar uang) ….... 50
4.2.3.2. Tingkat suku bunga LIBOR (london interbank offerend) ... 52
4.2.4 Perkembangan Perbedaan Tingkat Inflasi... 54
4.2.4.1. Tingkat inflasi indonesia ... 54
4.2.4.2. Tingkat inflasi AS ... 56
4.2.5 Perkembangan Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi ... 58
4.2.5.1. Pertumbuhan ekonomi indonesia ... 58
4.2.5.2. Pertumbuhan ekonomi AS... 60
4.2.6 Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... 61
4.3. Hasil Uji Akar – Akar Unit dan Derajat Integrasi... 63
4.4. Uji Kointegrasi ... 65
4.6. Impulse Response Function (IRF) ... 71
4.6.1 Impulse Response Function Cadangan Devisa Nasional ... 72
4.6.2 Impulse Response Function Kurs ... 73
4.6.3 Impulse Response Function Perbedaan Tingkat Suku Bunga (PINR) .. 74
4.6.4 Impulse Response Function Perbedaan Tingkat Inflasi (PINF) ... 76
4.6.5 Impulse Response Function Perbedaan PertumbuhanEkonomi (PPE) 77
4.6.6 Impulse Response Function Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)... 78
4.7 Analisis Variance Decomposition... 80
4.7.1 Analisis Variance Decomposition Cadangan Devisa Nasional ... 80
4.7.2 Analisis Variance Decomposition Kurs ... 81
4.7.3 Analisis Variance Decomposition Perbedaan Tingkat Suku Bunga (PINR) ... ... 82
4.7.4 Analisis Variance Decomposition Perbedaan Tingkat Inflasi (PINF) .. 83
4.7.5 Analisis Variance Decomposition Perbedaan Pertumbuhan Ekonomi (PPE)... ... 84
4.7.6 Analisis Variance Decomposition Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) ... ... 85
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN ... 86
5.1 Kesimpulan... 86
5.2. Saran... 88
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
1.1. Candangan Devisa Nasional ... 2
1.2. Kurs Tengah di Indonesia ... 4
1.3. Suku Bunga SBPU (dalam Persen)... ... 5
1.4. Suku Bunga LIBOR (dalam persen) ... 6
4.2. Perkembangan Cadangan Devisa Nasional (dalam Juta Dollar)... 46
4.3. Perkembangan Kurs Tengah (dalam rupiah)... 48
4.4. Perkembangan Tingkat Suku Bunga SBPU (dalam persen) ... 50
4.5. Tingkat Suku Bunga LIBOR (dalam persen) ... 53
4.6. Tingkat Inflasi Indonesia (dalam persen) ... 55
4.7. Tingkat Inflasi AS (dalam persen) ... . 57
4.8. Pertumbuhan Ekonomi Indonesia (dalam persen) ... 59
4.9. Pertumbuhan Ekonomi AS (dalam persen) ... 60
4.10. Perkembangan Indeks Harga Saham Gabungan (dalam persen)... 62
4.11. Hasil Pengujian Stasioner.... ... 64
4.12. Uji Kointegrasi Johansen ... 65
4.13. Nilai AIC dan SIC pada Lag... ... 66
4.14. Nilai Modulus Seluruh Akar Unit.. ... 67
4.15. Hasil Estimasi VAR dengan dasar lag 1 ... 68
4.16. Hasil Analisa VAR ... 71
4.17. Impulse Response Function Cadangan Devisa Nasional.. ... 72
4.18. Impulse Response Function Kurs... 73
4.19. Impulse Response Function PINR ... 75
4.20. Impulse Response Function PINF…………... 76
4.21. Impulse Response Function PPE... 78
4.23. Variance Decomposition Cadangan Devisa Nasional ... 80
4.24. Variance Decomposition Kurs…… ... 81
4.25. Variance Decomposition PINR... 82
4.26. Variance Decomposition PINF ... 83
4.27. Variance Decomposition PPE ... 84
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Cadangan Devisa Nasional ... 32
4.2. Perkembangan Cadangan Devisa Nasional Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 tahun 2009 ... 47
4.3. Perkembangan Kurs Kuartal I Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 49
4.4. Perkembangan SBPU Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009... 51
4.5. Perkembangan LIBOR Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009... 53
4.6. Perkembangan Inflasi Indonesia Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 56
4.7. Perkembangan Inflasi AS Kuartal 1 Tahun 2000 sampai Kuartal 4 Tahun 2009... ... 58
4.8. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Kuartal 1 Tahun 2009 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 59
4.9. Perkembangan Pertumbuhan Ekonomi AS Kuartal 1 Tahun 2009 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 61
4.10 Perkembangan IHS Kuartal 1 Tahun 2009 sampai Kuartal 4 Tahun 2009 ... 63
4.11. Respon Variabel CDEV pada Perubahan Variabel Lain... 72
4.12. Respon Variabel KURS pada Perubahan Variabel Lain... 74
4.13. Respon Variabel PINR pada Perubahan Variabel Lain ... 75
4.14. Respon Variabel PINF pada Perubahan Variabel Lain... 77
4.15. Respon Variabel PPE pada Perubahan Variabel Lain... 78
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Data Variabel ... 90
2. Uji Stasioneritas - pada Level ... 91
3. Uji Stasioneritas – pada 1st Difference... 94
4. Uji Kointegrasi Johansen ... 100
5. Stabilitas Lag Struktur ... 101
6. Hasil Estimasi Var ... 102
7. VAR Model – Substituted Coefficients... 103
8. Impulse Response Function... 104
9. Variance Decomposition... 110
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI CADANGAN DEVISA NASIONAL
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan devisa nasional. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang bersumber dari www.bi.go.id. Data yang digunakan adalah data kuartal dalam kurun waktu 2000-2009.
Metode analisis yang dipergunakan adalah metode Vector Autoregression (VAR), dengan terlebih dahulu menggunakan uji unit root dan kointegrasi dan pada akhirnya akan menghasilkan Impulse Response Function (IRF) dan Forecast Error Variance Decomposition (FEVD).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa selain dari cadangan devisa nasional itu sendiri terdapat tiga variabel penelitian yang mempunyai pengaruh besar terhadap cadangan devisa nasional. Variabel tersebut adalah kurs, perbedaan pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan.
ANALYZE OF FACTORS INFLUENCE ON THE NATIONAL FOREIGN EXCHANGE RESERVES
ABSTRACT
The purpose of this study is to analyze the contribution of the exchange rate, interest rate differentials, differences in inflation rates, differences in economic growth and the composite share price index of national foreign exchange reserves. Data used in this research is secondary data sourced from www.bi.go.id. The data used are quarterly data in the period 2000-2009.
The analytical method used is the method of Vector Autoregression (VAR), by first using the unit root and cointegration test and will ultimately result in the Impulse Response Function (IRF) and Forecast error variance decomposition (FEVD)
The results showed that apart from the national foreign reserves rate itself. there are three variables that research has a major influence on the national foreign exchange reserves. Variable is the exchange rate, the difference of economic growth and stock price index.
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Saat ini, perekonomian Indonesia diliput banyak masalah. Permasalahan
tersebut muncul dari faktor internal maupun faktor eksternal. Namun saat ini,
permasalahan yang muncul bersumber dari faktor eksternal, yang dipicu oleh
kenaikan harga minyak dunia. Untuk seterusnya faktor eksternal ini secara langsung
memicu faktor internal, dalam bentuk kenaikan harga-harga di dalam negeri. Dan
seterusnya kedua faktor ini saling memperburuk kondisi perekonomian.
Tidak seorangpun dapat menduga harga minyak dunia naik begitu tinggi.
Kenaikan harga minyak yang begitu tinggi sungguh mengganggu cadangan devisa
yang dimiliki oleh setiap negara. Negara yang cadangan devisanya terbatas akan
kesulitan dalam melakukan pembelian (impor), baik terhadap barang-barang jadi
maupun barang modal atau bahan baku. Kenaikan harga minyak dunia memang
merupakan malapetaka bagi perekonomian Indonesia, khususnya karena cadangan
devisa yang kita miliki sangat terbatas. Kenaikan harga minyak dunia memaksa
Indonesia untuk mengurangi subsidi harga minyak di dalam negeri karena sudah
tidak mampu lagi untuk menanggung subsidi yang semakin besar.
Perekonomian Indonesia mengalami perubahan mendadak setelah pada
asing di kawasan asia, yang diawali dengan guncangan pada pasar valuta asing di
Thailand dan kemudian menjalar ke pasar valuta asing negara-negara lain termasuk
di Indonesia. Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dollar US tersebut tentunya
berdampak negatif terhadap posisi neraca pembayaran, terutama pada jumlah utang
luar negeri makin membengkak dimana pada tahun 1997 total stok utang luar negeri
secara riil telah tercapai 64,2% GDP dan membengkak menjadi 95,3%.
Perekonomian Indonesia masih terus mengalami masalah dan belum
menunjukkan kestabilan hingga saat ini. Hal ini mempengaruhi cadangan devisa
nasional dimana selama triwulan I pada bulan maret 2005 cadangan devisa masih
bertahan sebesar US$36,030.10, namun pada triwulan ke II bulan juni 2005 terus
mengalami penurunan menjadi US$33,865.40. Cadangan devisa triwulan ke III pada
bulan september 2005 tercatat sebesar US$ 30,318.30, sangat mengalami penurunan
di bandingkan dengan triwulan I bulan maret. Namun pada triwulan ke IV bulan
desember mengalami perubahan dibandingkan bulan september sebesar
US$34,723.70. Dapat dilihat dari Tabel 1.1 dibawah ini, keadaan cadangan devisa
nasional dari tahun 2005 sampai tahun 2009.
Tabel 1.1. Cadangan Devisa Nasional
Kuartal Tahun 2005
Tahun 2006
Tahun 2007
Tahun 2008
Tahun 2009
I 36,030.10 40,081.60 47,221.20 58,987.00 54,840.17
II 33,865.40 40,107.10 50,924.40 59,453.00 57,576.02
III 30,318.30 42,352.90 52,875.00 57,108.00 62,287.14
IV 34,723.70 42,586.30 56,920.00 51,639.32 66,104.90
Posisi cadangan devisa selama tahun 2005 mencapai US$34,723.70 miliar,
turun signifikan dibandingkan posisi tahun 2009 yang mencapai US$66,104.90
miliar. Penurunan tersebut seiring dengan tekanan yang dihadapi NPI selama tahun
2005, terutama pada triwulan II dan III. Tekanan terhadap neraca pembayaran pada
triwulan II-2005 terkait adanya peningkatan harga minyak global sehingga
menyebabkan kebutuhan devisa impor khususnya minyak meningkat tajam yang
diiringi oleh kenaikan penempatan investasi penduduk di luar negeri yang cukup
besar. Penanaman investasi penduduk tersebut membuat transaksi finansial neto
mengalami peningkatan defisit, di sisi lain peningkatan defisit tersebut tidak
diimbangi oleh peningkatan surplus di transaksi berjalan sehingga pada triwulan II,
posisi cadangan devisa turun menjadi US$33, 865.40 miliar dari US$36,030.10 miliar
pada triwulan I. (sumber: Bank Indonesia).
Dalam perekonomian suatu negara biasanya dilihat dari kurs negara itu
sendiri terhadap kurs valas. Apabila kurs menguat, maka secara tidak langsung
cadangan devisa juga akan naik, tapi bila kurs itu melemah maka cadangan devisa
juga akan turun. Tetapi disisi lain penguatan nilai tukar mata uang suatu negara bisa
menekan laju inflasi. Apabila harga-harga barang dan sektor jasa cenderung
mengalami kenaikan maka disebut dengan inflasi. Oleh sebab itu untuk mencegah
makin meningkatnya inflasi maka jumlah mata uang yang beredar harus sesuai
Dapat di lihat dari Tabel 1.2, tingkat kurs dalam satuan US$ dari tahun 2007
sampai tahun 2009.
Tabel 1.2. Kurs Tengah di Indonesia
Kwartal Tahun 2007 Tahun 2008 Tahun 2009
I 9,118 9,217 11,575
II 9,054 9,225 10,225
III 9,137 9,378 9,681
IV 9,419 10,950 9,400
Sumber: Bank Indonesia (2007‐2009)
Pergerakan kurs dibentuk oleh beberapa faktor-faktor ekonomi dan faktor
non-ekonomi, diantaranya suku bunga, jumlah uang beredar, dan neraca pembayaran
(faktor-faktor ekonomi), dan keamanan, keadaan politik, tingkat korupsi, serta
lain-lain (faktor-faktor non ekonomi). Perbedaan nilai tukar mata uang suatu negara (kurs)
pada prinsipnya ditentukan oleh besarnya permintaan dan penawaran mata uang
tersebut, Akibatnya timbul depresiasi dan apresiasi. Depresiasi mata uang negara
membuat harga barang-barang domestik menjadi lebih murah bagi pihak luar negeri.
Sedang apresiasi rupiah terhadap dollar AS adalah kenaikan rupiah terhadap dollar
AS. Apresiasi mata uang suatu negara membuat harga barang-barang domestik
Berkurangnya cadangan devisa nasional, disebabkan juga karena tingkat suku
bunga yang tinggi. Suku bunga tinggi, mengakibatkan investasi akan menurun begitu
juga dengan cadangan devisa nasional akan menurun juga.
Tingkat suku bunga adalah harga dari penggunaan uang untuk jangka waktu tertentu
atau harga dari penggunaan uang yang dipergunakan pada saat ini dan akan
dikembalikan pada saat mendatang.
Kenaikan suku bunga akan sangat berpengaruh bagi pelaku pasar modal.
Akibat meningkatnya suku bunga, para pemilik modal akan lebih suka menanamkan
uangnya di bank dari pada berinvestasi dalam bentuk saham (Dornbusch & Fischer,
1992). Perubahan tingkat suku bunga akan berdampak pada perubahan jumlah
investor asing, khususnya pada jenis investasi portofolio yang umunya berjangka
pendek. Perubahan tingkat suku bunga ini akan berpengaruh pada perubahan jumlah
permintaan dan penawaran di pasar uang domestik.
SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) sama halnya dengan SBI merupakan
instrumen operasi pasar terbuka dalam rangka ekspansi moneter oleh BI dengan
menetapkan tingkat diskonto SBPU.
SBPU Adalah satu suku bunga pada berbagai macam instrumen pasar uang
yang merupakan gambaran dan faktor perekonomian secara umum dan yang
berkaitan dengan tingkat likuiditas, keamanan, besaran, dan jangka waktu investasi.
Suku bunga pinjaman yang mengacu pada suku bunga pasar, misalnya 2% di atas
Ada juga suku bunga London Interbank Offered Rate atau lebih dikenal juga
dengan singkatan LIBOR adalah merupakan harian dari
yang ditawarkan dalam pemberian
bank lainnya di
Tabel 1.3. Suku Bunga SBPU (dalam Persen)
Tahun Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV
2006 9.32 10.59 11 5.97
2007 4.96 8.53 4.94 4.33
2008 6.08 7.64 9.17 9.4
2009 8.9 7.75 6.38 6.3
Sumber: Bank Indonesia (2006‐2009)
Tabel 1.4. Suku Bunga LIBOR (dalam Persen)
Tahun Kuartal I Kuartal II Kuartal III Kuartal IV
2006 4.83 5.34 5.32 5.32
2007 5.32 5.32 5.12 4.6
2008 2.7 2.46 3.93 0.43
2009 0.5 0.41 0.34 0.23
Sumber: Bank Indonesia (2006‐2009)
Fenomena yang paling sering terjadi jika kurangnya cadangan devisa yang
belum lagi negara tersebut melakukan pinjaman luar negeri yaitu salah satunya
negarat ersebut melakukan pinjaman kepada lembaga keuangan di luar negeri seperti
IMF, ADB, Bank Dunia atau pinjaman dari negara-negara lain untuk menutupi
likuiditas atau membiayai pembangunan dalam negeri. Dari hasil pinjaman tersebut
dapat mengakibatkan cadangan devisa suatu negara semakin berkurang jumlahnya.
Merosotnya cadangan devisa yang pernah dialami Indonesia pada tahun 1997
menyebabkan Indonesia harus berhutang ke lembaga keuangan seperti IMF, ADB
ataupun Bank Dunia. Hutang tersebut merupakan hal yang sangat serius bagi bangsa
ini sampai sekarang. Hutang tersebut terdiri dari utang pemerintah dan utang swasta.
Saran IMF, Indonesia justru melakukan transformasi utang swasta menjadi utang
publik yang telah mendorong peningkatan drastis beban anggaran. Utang pemerintah
menjadi luar biasa besar, khususnya utang domestik yang sebelum krisis belum ada
sama sekali.
Sebelum krisis tahun 1997, total utang Indonesia mencapai sebesar US$ 136
miliar, yang terdiri dari utang pemerintah sebesar US$ 54 miliar dan utang swasta
US$ 82 miliar. Namun pada tahun 2001, utang luar negeri pemerintah meningkat
menjadi sebesar US$ 74 miliar, ditambah utang domestik sebesar US$ 65 miliar atau
sebesar Rp.647 miliar. Sedangkan utang swasta setelah krisis berkurang menjadi US$
67 miliar karena percepatan pembayaran. (sumber: Bank Indonesia). Jumlah utang
Indonesia saat ini sudah melebihi besarnya PDB Indonesia yang hanya sekitar US$
sedang mengalami penurunan, pemerintah seharusnya mencari berbagai cara untuk
meningkatkan ekonomi.
Berdasarkan latar belakang permasalahan yang ada diatas, maka penulis
sangat tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Analisis Faktor-faktor yang
Mempengaruhi Cadangan Devisa Nasional”.
1.2. Perumusan Masalah
Bertitik tolak dari berbagai uraian yang telah dijelaskan di atas, maka yang
menjadi permasalahan pokok dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana kontribusi cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat suku bunga,
perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG terhadap
cadangan devisa?
2. Bagaimana kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat
inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG dan cadangan devisa terhadap
kurs?
3. Bagaimana kontribusi perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi,
perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs dan cadangan devisa terhadap
perbedaan tingkat suku bunga?
4. Bagaimana kontribusi perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan
ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga dan cadangan devisa
5. Bagaimana kontribusi perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan
tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, dan cadangan devisa terhadap
perbedaan pertumbuhan ekonomi?
6. Bagaimana kontribusi IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan
tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, dan cadangan devisa terhadap
IHSG.
1.3. Tujuan Penelitian
Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah
1. Untuk menganalisis kontribusi cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat suku
bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG
terhadap cadangan devisa.
2. Untuk menganalisis kontribusi kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan
tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG dan cadangan devisa
terhadap kurs.
3. Untuk menganalisis kontribusi perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat
inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs dan cadangan devisa
terhadap perbedaan tingkat suku bunga.
4. Untuk menganalisis kontribusi perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan
ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga dan cadangan devisa
5. Untuk menganalisis kontribusi perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs,
perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, dan cadangan devisa
terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi.
6. Untuk menganalisis kontribusi IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga,
perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, dan cadangan devisa
terhadap IHSG.
1.4. Manfaat Penelitian
1. Sebagai bahan masukan bagi pemerintah di Indonesia dalam peningkatan
cadangan devisa nasional
2. Menambah wawasan bagi penulis, mahasiswa agar berfikir secara ilmiah pada
bidang Ekonomi Moneter dan Ekonomi Internasional khususnya cadangan
devisa
3. Menjadi sumbangan pemikiran bagi pihak-pihak lain yang ingin mengetahui
pengaruh kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan inflasi, perbedaan
pertumbuhan ekonomi dan indeks harga saham gabungan terhadap cadangan
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Cadangan Devisa Nasional
Devisa adalah alat pembayaran luar negeri yang antara lain berupa emas, uang kertas asing dan tagihan lainnya dalam valuta asing kepada pihak luar negeri (Rachbini,2000).
Cadangan devisa didefenisikan sebagai sejumlah valuta asing (valas) yang dicadangkan bank sentral (Bank Indonesia) untuk keperluan pembiayaan pembangunan dan kewajban luar negeri yang antara lain meliputi pembiayaan impor dan pembayaran lainnya kepada pihak asing (Tulus Tambunan, 2001).
Cadangan devisa merupakan posisi aktiva luar negeri pemerintah dan bank-bank devisa yang harus dipelihara untuk keperluan transaksi internasional. Dalam mengelola cadangan devisa , Bank Indonesia telah mengutamakan tercapainya tujuan likuiditas dan keamanan dari pada keuntugan yang tinggi. Namun demikian, Bank Indonesia selaku otoritas moneter Indonesia tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar internasional sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa.
Cadangan devisa adalah penjumlahan transaksi modal dan net ekspor. Atau dapat dikatakan cadangan devisa= Transaksi modal + Net ekspor.
Dalam rumus cadangan devisa dapat dilihat sebagai berikut:
dimana: CDVt-1 = Cadangan devisa sebelumnya
TBt = Transaksi berjalan
TMt = Transaksi modal
Transaksi modal dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu: (i) transfer modal (capital transfers) dan (ii) pembelian atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan (acquisition or disposal of nonproduced, nonfinancial assets). Transfer modal meliputi transfer in kind berupa transfer kepemilikan aktiva tetap (misalnya hibah investasi), pengampunan (forgiveness) atas kewajiban yang diberikan kreditur berdasarkan persetujuan kedua belah pihak, dan transfer tunai yang dikaitkan dengan pembelian/penjualan aktiva tetap oleh salah satu atau kedua pihak yang bertransaksi. Tidak seperti transfer berjalan, transfer modal tidak secara langsung terkait dengan proses produksi dan konsumsi. Transfer modal diklasifikasikan ke dalam dua sektor institusional, yaitu pemerintah dan sektor lainnya. Transfer modal sektor pemerintah terdiri dari pengampunan hutang (debt forgiveness) dan transfer lainnya. Transfer modal sektor lainnya terdiri dari transfer migran (migrants’ transfers), pengampunan hutang (debt forgiveness), dan transfer lainnya (other transfers).
untuk dijadikan sebagai lokasi kedutaan besar negara tersebut. Namun demikian, pembelian tanah oleh asing selain sektor pemerintah diklasifikasikan sebagai transaksi finansial. Transaksi pembelian atau penjualan aset nonfinansial tak terbarukan ini belum tercatat dalam statistik NPI.
Net ekspor merupakan nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Karena net ekspor juga dapat diketahui dengan sebuah negara menjadi pembeli atau penjual di pasar dunia, maka net ekspor disebut juga neraca perdagangan.
Mankiw (2003) Ekspor adalah barang dan jasa yang diproduksi di dalam negeri dan di jual di luar negeri. Kegiatan ekspor merupakan suatu proses jual beli antar negara, para eksportir di Indonesia akan menjual barang keluar negeri dan akan menerima imbalan dalam bentuk dollar Amerika dari importir keluar negeri.
Perlu adanya net ekspor pada perekonomian suatu negara. Karena net ekspor merupakan nilai ekspor suatu negara dikurangi nilai impornya. Ekspor merupakan salah satu sumber devisa. Untuk mampu mengekspor, negara tersebut harus menghasilkan barang-barang dan jasa di pasaran internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manejeman bahkan sosial budaya (Supriyanto,1995). Sedangkan impor merupakan perdagangan dengan memasukkan barang dari luar negeri kedalam wilayah pabean Indonesia dengan memenuhi ketentuan yang berlaku.
Namun demikian, BI juga mengumumkan secara periodik cadangan luar negeri bersih (net international reserve atau NIR). Aktiva luar negeri bruto adalah tagihan BI terhadap penduduk luar negeri (nonresident), yang terdiri dari emas moneter, giro (demand deposits), deposit on call, deposito (time deposit), penanaman dalam surat-surat berharga (securities), dan tagihan lainnya. Sedangkan, NIR adalah aktiva luar negeri bruto BI setelah dikurangi kewajiban-kewajibannya dalam valas yang terdiri dari tiga unsur:
1. gross liabilities, yaitu semua utang dalam valas dengan masa jatuh tempo sampai dengan satu tahun, termasuk penggunaan dana IMF;
2. net forward position, yaitu kewajiban BI dalam valas terhadap penduduk (resident) dan bukan penduduk (nonresident) dalam bentuk transaksi forward; 3. devisa bank yang disimpan pada BI dalam rangka memenuhi GWM dalam valas.
Indikator yang sering digunakan untuk mengukur kemampuan cadangan devisa adalah rasio antara nilai cadangan devisa dan nilai impor dalam waktu tertentu, yang dapat dihitung dalam rumus berikut (Widodo,1990):
KCDt = CDVt/Mt (2.2)
dimana:
KCD = Kemampuan cadangan devisa mendukung impor dalam satuan waktu tertentu (misalnya bulanan atau tahunan)
CDVt = Cadangan devisa bulanan/tahunan
Mt = Nilai impor bulanan/tahunan
Cadangan devisa sangat penting bagi stabilitas dan kelangsungan proses ekonomi, dan hal ini dapat dilihat dari pengalaman Indonesia selama krisis ekonomi. Terutama sektor riil yang terpukul akibat masalah utang luar negeri menjadi semakin parah akibat menipisnya cadangan devisa, khususnya Dolar Amerika Serikat. Selain itu, banyak perusahaan-perusahaan, khususnya eksportir atau yang banyak melakukan impor terpaksa mengurangi atau menghentikan sama sekali kegiatan mereka akibat mahalnya nilai dolar AS di pasar valas dalam negeri.
didapat dari pinjaman luar negeri. Dan sebagian besar pinjaman luar negeri digunakan untuk menutup defisit transaksi berjalan dan membayar angsuran pokok ULN (Arief,1999).
Menurut Bank Dunia, peranan cadangan devisa ( 1. Untuk melindungi negara dari guncangan eksternal. Krisis keuangan pada akhir
1990-an membuat para pembuat kebijakan memperbaiki pandangannya atas nilai dari cadangan devisa sebagai proteksi dalam melindungi dari krisis mata uang. 2. Tingkat cadangan devisa merupakan faktor penting dalam pencapaian kelayakan
kredit dan kredibilitas kebijakan secara umum, sehingga negara dengan tingkat cadangan devisa yang cukup dapat mencari pinjaman dengan kondisi yang lebih nyaman.
3. Kebutuhan likuditas untuk mempertahankan stabilitas nilai tukar.
Selain berbagai kebaikan di atas, kebijakan untuk mempertahankan cadangan devisa juga mengeluarkan biaya, saat level cadangan devisa menjadi lebih besar, biaya yang diperlukan juga semakin besar. Membengkaknya cadangan devisa bisa berakibat kinerja moneter terekspansi melebihi kapasitas produksi ekonomi yang berakhir pada inflasi. Untuk meningkatkan cadangan devisa, sejak tahun 1970 pemerintah telah menerapkan sistem devisa bebas. Peraturan tentang sistem devisa bebas tersebut dituangkan dalam UU No.24 tahun 1999 tentang melarang lalu lintas devisa dan sistem nilai tukar menggantikan UU lama yaitu UU No.32 tahun 1964.
Walaupun demikian, BI tetap mempertimbangkan perkembangan yang terjadi di pasar Internasional, sehingga tidak tertutup kemungkinan terjadinya pergeseran dalam portofolio komposisi jenis penempatan cadangan devisa. Dalam mengelola cadangan devisa yang optimal, Bank Indonesia menerapkan sistem diversifikasi, baik berdasarkan jenis valuta asing maupun berdasarkan jenis investasi surat berharga. Dengan cara tersebut diharapkan penurunan nilai dalam salah satu mata uang dapat dikompensasi oleh jenis mata uang lainnya atau penempatan lain yang mempunyai nilai yang lebih baik.
Posisi cadangan resmi yang dikuasai BI perlu dipertahankan pada tingkat yang wajar. Hal ini terutama untuk menjaga kestabilan ekonomi dan moneter serta untuk menghindarkan terjadinya gejolak kurs mata uang asing dan pelarian modal ke luar negeri. Dalam hubungan ini, sebagai ukuran yang lazim digunakan adalah rasio cadangan resmi terhadap impor. Jika cadangan devisa itu cukup untuk menutup impor selama 3 bulan pada lazimnya dipandang sebagai tingkat yang aman, dan jika hanya untuk 2 bulan atau kurang, maka akan menimbulkan tekanan terhadap neraca pembayaran.(Rustian Kamaluddin,1999)
Dalam konsep IRFCL, hanya aset yang tergolong likuid yang diperhitungkan sebagai komponen International Reserve dan penilaiannya menggunakan kurs yang berlaku saat tanggal pelaporan. Sedangkan dalam konsep yang lama, GFA, tidak dibedakan tingkat likuiditas tersebut, serta tidak digunakan kurs yang berlaku pada saat pelaporan melainkan kurs mata uang asing per 31 maret 1998. konsep IRFCL berangkat dari standar penyebaran data khusus (Special Data Dessemination Standards/SDDS) yang merupakan bentuk penyajian data ekonomi melalui internet dengan menggunakan standar penyajian data dana moneter international (IMF). Cakupan SDDS adalah sektor riil, sektor fiskal, sektor keuangan, dan sektor eksternal. Mengenai IRFCL, struktur metode tersebut terbagi menjadi devisa international (International Reserve), perkiraan aliran bersih devisa yang terjadwal (Predetermined short-term net drains), perkiraan aliran devisa yang bersifat siaga (Contingent Short-term net drains), dan memo item.(sumber:Bank Indonesia).
2.2. Kurs dan Tingkat Suku Bunga terhadap Cadangan Devisa Nasional
Pertukaran suatu mata uang dengan mata uang lainnya disebut transaksi valas,
foreign exchange transaction (Kuncoro, 1996). Harga suatu mata uang terhadap mata uang lainnya disebut kurs atau nilai tukar mata uang/exchange rate.
autonomous kredit lebih besar dari transaksi autonomous debit (surplus neraca pembayaran), sebaliknya dikatakan lemah apabila neraca pembayarannya mengalami defisit, atau bisa dikatakan jika permintaan valuta asing melebihi penawaran dari valuta asing (Nopirin, 2000). Kurs antara dua negara adalah tingkat harga yang disepakati penduduk kedua negara untuk saling melakukan perdagangan (Mankiw, 2007).
Penurunan kurs antara Rupiah dan USD (misalnya, dari Rp 8000/USD menjadi Rp. 9000/USD) berarti dollar menjadi lebih mahal dalam nilai rupiah. Ini mencerminkan bahwa nilai dollar naik karena jumlah rupiah yang diperlukan untuk membeli dollar meningkat. Dengan kata lain, dollar mengalami apresiasi terhadap rupiah. Dari sisi lain, rupiah menjadi lebih murah dinilai dalam dollar, artinya rupiah mengalami depresiasi terhadap dollar.
Untuk menghindari kebingungan, harus diingat bahwa kurs antara mata uang domestik dan mata uang asing diartikan sebagai jumlah mata uang domestik yang diperlukan untuk membeli mata uang asing. Bila kurs meningkat berarti mata uang domestik mengalami depresiasi dan mata uang asing mengalami apresiasi. Sebaliknya penurunan kurs mencerminkan terjadinya apresiasi mata uang domestik dan depresiasi mata uang asing (Kuncoro, 1996).
kegiatan investasi. Harga yang harus dibayar oleh pihak yang memerlukan dana untuk keperluan investasi yaitu tingkat bunga.
Pada hakekatnya, Suku Bunga adalah pembayaran yang harus dilakukan untuk penggunaan uang. Suku Bunga adalah jumlah bunga yang dibayarkan per unit waktu. Dengan kata lain, masyarakat harus membayar peluang untuk meminjam uang. Biaya untuk meminjam uang, diukur dalam rupiah per tahun untuk setiap rupiah yang dipinjam, atau dalam persen pertahun, adalah suku bunga. Masyarakat mau membayar bunga karena dana yang dipinjam membantu mereka untuk membeli barang dan jasa untuk memuaskan kebutuhan konsumsi mereka atau membuat investasi yang menguntungkan.
Makin tinggi tingkat suku bunga, keinginan untuk melakukan investasi juga makin kecil. Alasan seseorang pengusaha akan menambah pengeluaran investasinya apabila keuntungan yang diharapkan dari investasi semakin besar dari tingkat bunga yang harus dia bayar untuk dana investasi tersebut yang merupakan ongkos-ongkos penggunaan dana (Cost of capital). Makin rendah tingkat bunga, maka pengusaha akan lebih terdorong untuk melakukan investasi, sebab biaya penggunaan dana juga makin kecil. Tingkat bunga dalam keadaan keseimbangan (tidak ada dorongan untuk naik atau turun) akan tercapai apabila keinginan menabung masyarakat sama dengan keinginan pengusaha untuk melakukan investasi.
liquidity preference seseorang makin besar keinginan orang tersebut untuk menahan uang tunai, maka makin besar tingkat bunga yang diterima orang tersebut bilamana dia meminjamkan uang tersebut kepada orang lain. Pendapat Keynes ini sangat berbeda dengan pendapat aliran klasik, dimana tingkat bunga menurut Klasik adalah premi yang diterima karena menunda konsumsinya pada masa yang akan datang.
Hubungan kurs dan tingkat suku bunga terhadap cadangan devisa dapat dirumuskan sebagai berikut:
TB = TB (E,r) (2.3) TM = TM (E,r) (2.4) Subtitusi (2.3) dan (2.4) ke (2.1) sehingga cadangan devisa adalah:
CDV = CDV (E, r, CDVt-1) (2.5)
Dilihat dari rumus diatas dapat disimpulkan apabila kurs (E) meningkat, maka cadangan devisa juga akan meningkat. Tetapi apabila tingkat suku bunga meningkat akan menyebabkan penurunan terhadap cadangan devisa.
2.3. Perbedaan Tingkat Suku Bunga
lebih sering dibandingkan antar negara guna mengukur pergerakan nilai tukar mata uang.
Tingkat inflasi selalu lebih tinggi dari suku bunga, akibatnya daya beli dari uang penabung atau deposan mengalami penurunan meskipun secara absolut jumlah uangnya sudah bertambah dengan adanya tambahan dari bunga yang diterimanya. Berdasarkan fakta, maka jelas bunga tidak membuat orang lebih kaya jika uangnya ditabungkan atau didepositokan, tetapi malah sebaliknya.
Inflasi menimbulkan biaya, jika inflasi menimbulkan biaya, maka bunga juga menimbulkan biaya. Biaya uang yaitu suku bunga (interest) yang ditimbulkan oleh inflasi (Mankiw, 2007) yaitu:
1). Biaya pulang pergi ke bank untuk mengambil uang (shoeleather cost) 2). Biaya perusahaan untuk merubah harga karena inflasi (menu cost) 3). Biaya ketidak nyamanan hidup dengan selalu berubahnya harga
4). Pajak yang dibebankan pada keuntungan (sebab pajak selalu menentukan besarnya pajak dari keuntungan nominal bukan dari keuntungan riil, padahal dengan adanya inflasi, maka keuntungan riil lebih kecil sedangkan pajak yang dibayarkan lebih besar).
ekonomi lebih banyak di sektor keuangan ini dibandingkan dengan sektor riil. Selanjutnya diketahui pula bahwa, tingkat bunga mempunyai hubungan dengan tingkat inflasi.
Hubungan tingkat bunga nominal dan tingkat bunga riil dengan inflasi dapat ditulis sebagai berikut:
i = r + π
Persamaan di atas merupakan persamaan Irving Fisher.Dari persamaan tersebut ditunjukkan bahwa, tingkat bunga bisa berubah karena dua alasan (Mankiw, 2007) yaitu:
1). Karena tingkat bunga riil berubah, dan 2). Karena tingkat inflasi berubah
Menurut teori kuantitas, kenaikan dalam tingkat pertumbuhan uang sebesar 1 persen menyebabkan kenaikan tingkat inflasi sebesar 1 persen, selanjutnya dari persamaan Fisher dapat dinyatakan pula bahwa kenaikan 1 persen tingkat inflasi akan menaikkan suku bunga nominal sebesar 1 persen. Dari fakta ini jelas bahwa suku bunga dan inflasi mempunyai hubungan yang positif.
2.4. Perbedaan Tingkat Inflasi
yaitu daya beli domestik mengalami kenaikan (tingkat inflasi turun/terjadi deflasi) maka akan diikuti pula oleh apresiasi pada mata uangnya.
Kenaikan tingkat inflasi yang mendadak dan besar di suatu negara akan menyebabkan meningkatnya impor oleh negara tersebut terhadap berbagai barang dan jasa dari luar negeri, sehingga semakin diperlukan banyak valuta asing untuk membayar transaksi impor tersebut. Hal ini akan mengakibatkan meningkatnya permintaan terhadap valuta asing di pasar valuta asing. Inflasi yang meningkat secara mendadak tersebut, juga memungkinkan tereduksinya kemampuan ekspor nasional negara yang bersangkutan, sehingga akan mengurangi supply terhadap valuta asing di dalam negerinya.
Teori Inflasi Klasik berpendapat bahwa tingkat harga ditentukan oleh jumlah uang beredar, yang dapat dijelaskan melalui hubungan antara nilai mata uang dengan jumlah uang, serta nilai uang dan harga. Bila jumlah uang bertambah lebih cepat dari pertambahan barang maka nilai uang akan merosot dan ini sama dengan kenaikan harga. Jadi menurut Klasik, Inflasi berarti terlalu banyak uang beredar atau terlalu banyak kredit dibandingkan dengan volume transaksi (Gilarso, 1986).
2.5. Perbedaan Tingkat Pertumbuhan Ekonomi
dengan dua kepentingan dalam proses pembangunan di sebuah negara. Pertumbuhan ekonomi yang bertambah besar merujuk kepada suatu skala aktiviti ekonomi yang semakin meluas di dalam semua sektor. Ada beberapa faktor penting yang diperlukan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dari semasa ke semasa. Pertumbuhan ekonomi tidak akan berlaku sekiranya sumber ekonomi yang tersedia ada tidak
ditambah.
sumber tenaga, kemudahan infrastruktur dan sebagainya. Pertumbuhan ekonomi bukan saja memerlukan pertambahan sumber ekonomi secara kuantitatif, tetapi boleh juga dicapai melalui peningkatan kualiti sumber ekonomi.
Pertumbuhan ekonomi suatu negara dapat meningkatkan ekspor, dengan meningkatnya ekspor maka cadangan devisa nasional akan semakin meningkat. Tetapi, apabila suatu pertumbuhan ekonomi suatu negara buruk, maka akan mengakibatkan rendahnya ekspor kesuatu negara, karena tidak adanya barang-barang yang dapat diproduksi, sehingga akan mengakibatkan cadangan devisa suatu negara akan menurun.
Untuk mampu mengekspor, negara tersebut harus menghasilkan barang-barang dan jasa di pasaran internasional. Kemampuan bersaing ini sangat ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain sumber daya alam, sumber daya manusia, teknologi, manejeman bahkan sosial budaya.
IHSG merupakan kegiatan pada pasar modal yang bermanfaat bagi investor dan emiten yang tercatat di BEJ, hal ini dapat membantu mereka dalam menentukan apakah akan menjual, membeli, ataukah menahan saham yang mereka miliki berkenaan dengan perubahan kurs rupiah terhadap dollar AS dan tingkat suku bunga SBI. Karena kesalahan dalam menentukan dan menerapkan strategi perdagangan di pasar modal, akan berakibat buruk bagi perusahaan atau investor sehingga dapat mengalami kerugian apabila kurs rupiah/US$ dan suku bunga SBI memang benar-benar berpengaruh terhadap IHSG.
Demikian juga bagi pemerintah, diketahuinya dampak dari kurs rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI terhadap IHSG, maka pemerintah dapat membuat kebijakan-kebijakan yang berkenaan dengan kurs rupiah/US$ dan tingkat suku bunga SBI sehingga pengaruh yang telah atau akan terjadi dapat diantisipasi dan ditangani dengan sebaik-baiknya.
Hubungan IHSG dengan transaksi modal yaitu apabila IHSG meningkat maka akan mendorong munculnya investor-investor baru sehingga investor tersebut akan menambah modalnya ke Bursa Efek Indonesia sehingga kapitalisasi terhadap bursa efek ikut meningkat sehingga transaksi modal akan ikut meningkat juga.
ri= rf+ i (rm - rf)
dimana:
ri = Return saham
rm = Perubahan IHSG
βi =Resiko sistematis ri - rf = βi rm - βi rf
ri - rf + βi rf = βi rm
rm = f
i 1
i i r r Apabila Indeks Harga Saham Gabungan (rm) meningkat maka transaksi modal (tm) juga akan meningkat dan akan mengakibatkan cadangan devisa akan meningkat juga.
2.7. Pengaruh Nilai Tukar terhadap Cadangan Devisa
Keseimbangan Pasar Uang Domestik dan Luar Negeri:
P M
= L (r,π,y)
* P M
= L* (r*,π*,y*)
M = L (r,π,y). P P =
y). , (r,
L
M
M* = L* (r*,π*,y*). P P* =
). y , , (r
L
M E = ) , , ( / ) , , ( /
M L r y
y r L M P P
e = (ln M - ln M*) + (ln r* - ln r) + (ln π* - ln π) + (lny*- ln y)
e = (M - M*) + ( r - r*) + (π - π*) + (y* - y).
1. Jika pertambahan jumlah uang domestik (M) lebih tinggi dari pertambahan jumlah uang luar negeri (M*) maka nilai tukar (e) depresiasi dan akan mengakibatkan cadangan devisa akan menurun, karena impor akan lebih banyak dari pada ekspor 2. Jika tingkat bunga domestik (r) lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri (r*)
maka nilai tukar (e) depresiasi dan akan mengakibatkan cadangan devisa turun. 3. Jika tingkat inflasi domestik (π) lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri (π*)
maka nilai tukar (e) depresiasi dan cadangan devisa turun..
4. Jika pertumbuhan domestik (y) lebih tinggi dari tingkat bunga luar negeri (y*) maka nilai tukar (e) apresiasi dan cadangan devisa naik, karena kondisi yang membaik.
2.8. Peneliti Terdahulu
Jatnika dan Safuan (2004), menyatakan bahwa dengan pendekatan
mempresentasikan fakor-faktor fundamental ekonomi Indonesia dibandingkan perubahan difensiasi tingkat suku bunga riil.
Agung lisyanto (2006) dalam penelitiannya yaitu Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Cadangan Devisa di Indonesia. Metode esitimasi yang dilakukan dengan menggunalan Ordinary Least Square. Penelitian ini menentukan bahwa cadangan devisa secara bersama oleh kurs rupiah, tingkat bunga, ekspor neto non migas sebesar 90,12%. Perubahan cadangan devisa dipengaruhi oleh variable tersebut secara signifikan pada tingkat kepercayaan 99%. Kurs rupiah berpengaruh positif terhadap cadangan devisa. Hal ini berarti bahwa cadangan devisa akan meningkat dengan meningkatnya nilai kurs secara stabil. Cadangan devisa dipengaruhi secara signifikan oleh nilai stabilitas kurs rupiah, SBI, nilai Ekspor neto non migas.
Hastina Febriaty (2010) dalam penelitiannya yaitu Analisis Determinan Cadangan Devisa Indonesia. Penelitiannya bertujuan ingin menganalisis investasi langsung, cadangan devisa sebelumnya, dan utang luar negeri terhadap cadangan devisa Indonesia. Pengaruh cadangan devisa, investasi langsung, dan terhadap net ekspor, pengaruh net ekspor, jumlah uang beredar, dan suku bunga SBI terhadap kurs, serta pengaruh kurs, GDP dan suku bunga SBI terhadap investasi asing langsung selama kurun waktu periode 1989-2009.
Metode analisis yang digunakan untuk mengetahui hubungan simultanitas adalah 2 SLS (Two Stage Least Square). dan kaidah identifikasinya menunjukkan bahwa kondisi pada persamaan simultan mengalami overidentified sehingga memungkinkan untuk menggunakan metode 2 SLS.
Berdasarkan hasil estimasi metode 2 SLS (Two Stage Least Square) pada persamaan cadangan devisa tahun sebelumnya berpengaruh positif dan signifikan dengan kepercayaan 5% terhadap cadangan devisa. Cadangan devisa, investasi asing langsung, dan inflasi berpengaruh positif dan signifikan terhadap net ekspor serta net ekspor, jumlah uang beredar dan suku bunga SBI berpengaruh positif dan signifikan.
2.9. Kerangka Konseptual
pengaruh terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi tetapi hubungan yang tidak langsung. Perbedaan tingkat inflasi mempunyai pengaruh langsung terhadap cadangan devisa, perbedaan pertumbuhan ekonomi, kurs. Perbedaan pertumbuhan ekonomi berpengaruh langsung terhadap cadangan devisa dan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) berpengaruh langsung terhadap cadangan devisa.
[image:53.612.84.540.296.553.2]
Gambar 2.1. Kerangka Konseptual Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi
Cadangan Devisa Nasional
KURS
PERBEDAAN TINGKAT
PERBEDAAAN TINGKAT SUKU
CADANGAN DEVISA
PERBEDAAN PERTUMBUHAN
EKONOMI
2.10. Hipotesis
Berdasarkan permasalahan maka penulis membuat hipotesis sebagai berikut: 1. Cadangan devisa, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi,
perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG berkontribusi terhadap cadangan devisa. 2. Kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan
pertumbuhan ekonomi, IHSG dan cadangan devisa berkontribusi terhadap kurs. 3. Perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan
ekonomi, IHSG, kurs dan cadangan devisa berkontribusi terhadap perbedaan tingkat suku bunga.
4. Perbedaan tingkat inflasi, perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga dan cadangan devisa berkontribusi terhadap perbedaan tingkat inflasi.
5. Perbedaan pertumbuhan ekonomi, IHSG, kurs, perbedaan tingkat suku bunga, perbedaan tingkat inflasi, dan cadangan devisa berkontribusi terhadap perbedaan pertumbuhan ekonomi.
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1. Ruang Lingkup Penelitian
Untuk itu, penulis akan menggunakan teknik analisa Vector Auto Regression
(VAR) untuk melihat hubungan antar variabel-variabel yang menjadi pilihan dalam penentuan sarana operasional dalam usaha pengendalian tingkat inflasi ini. Dan setelah itu, kita akan bisa melihat variabel-variabel manakah yang mempunyai peran besar menentukan atau meramalkan cadangan devisa. Idealnya, variabel yang mempunyai keeratan hubungan yang lebih dekatlah yang seharusnya diperhitungkan oleh otoritas moneter atau pihak pihak pengambil keputusan yang berkepentingan. Sedangkan teknik penulisan penelitian ini adalah menggunakan teknik studi
literature, yaitu menggali dan menganalisa berbagai informasi yang terkait dalam berbagai buku dan bahan pustaka yang lain. Sedangkan data moneter diolah dari data yang dipublikasikan oleh Bank Indonesia.
3.2. Jenis dan Sumber Data
adalah data time series tiga bulanan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data kuantitatif.
Penelitian ini menggunakan data sekunder dengan jenis data runtun waktu (time series) selama kurun triwulan 2000-2009 (sampel data 40). Data yang digunakan dalam penelitian ini diambil dari beberapa sumber antara lain: Bank Indonesia (BI), Badan Pusat Statistik (BPS), dan Jurnal peneliti terdahulu.
3.3. Uji Asumsi
3.3.1. Uji Unit Root Test
Sekumpulan data dikatakan stasioner jika nilai rata-rata dan varian dari data
time series tersebut tidak mengalami perubahan secara sistematik sepanjang waktu atau rata-rata variansnya konstan Nachrowi (2006).
Data tidak stationer dapat dijadikan menjadi data stationer. Caranya dengan melakukan uji stationeritas data pada tingkat diferensi data yang disebut juga dengan uji derajat integrasi. Jadi data yang tidak stasioner pada tingkat level akan diuji lagi pada tingkat diferen sampai menghasilkan data yang stasioner. Didalam menguji apakah data mengandung akar unit atau tidak, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:, Dickey-Fuller menyarankan untuk melakukan regresi model-model berikut ini:
t t
t
Y
e
Y
1 (3.1)t t
t
Y
e
Y
t t
t
t
Y
e
Y
1
2
1 (3.3)Dimana: t adalah variabel trend waktu Perbedaan persamaan (3.1) dengan dua regresi lainnya adalah memasukkan konstanta dan variabel trend waktu. Dalam setiap model, jika data time series mengandung unit root yang berarti data tidak stasioner hipotesis nulnya adalah Ø = 0, sedangkan hipotesis alternatifnya Ø<0 yang berarti data stasioner. Prosedur untuk menentukan apakah data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai DF statistik dengan nilai kritisnya yakni distribusi statistik τ. Nilai DF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien ØYt-1. Jika nilai absolut
statistik DF lebih besar lebih besar dari nilai kritisnya maka kita menolak hipotesis nul sehingga data yang diamati stasioner. Sebaliknya data tidak stasioner jika nilai statistik DF lebih kecil dari nilai kritis distribusi statistik τ.
Salah satu asumsi dari persamaan (3.1) dan (3.2) adalah bahwa residual et tidak saling berhubungan. Dalam banyak kasus residual et seringkali berhubungan dan mengandung unsur autokorelasi. Dickey fuller kemudian mengembangkan uji akar unit dengan memasukkan unsur autokorelasi dalam modelnya yang kemudian dikenal dengan Augmented Dickey-Fuller (ADF). Dalam prakteknya uji ADF inilah yang digunakan untuk mendeteksi apakah data stasioner atau tidak. Adapun formulasi uji ADF sebagai berikut:
t n
t
t t
t Y Y e
Y
1 1 1 1 (3.4)
t n
t
t t
t
Y
Y
e
Y
1 1 1 10
t n
t
t t
t
T
Y
Y
e
Y
1 1 1 10
1
(3.6)dimana,
Y : variabel yang diamati T : Trend waktu Yt : Yt – Yt-1 n : lag
Prosedur untuk mengetahui data stasioner atau tidak dengan cara membandingkan antara nilai statistik ADF dengan nilai kritis distribusi MacKinnon. Nilai statistik ADF ditunjukkan oleh nilai t statistik koefisien Yt-1 pada persamaan (4 s/d 6). jika nilai absolut statistik ADF lebih besar dari nilai kritisnya, maka data yang diamati menunjukkan stasioner dan jika sebaliknya nilai statistik ADF lebih kecil dari nilai kritisnya maka data tidak stasioner. Hal penting dalam uji ADF adalah menentukan panjangnya kelambanan. Panjangnya kelambanan bisa ditentukan berdasarkan kriteria AIC (Akaike Information Criterion) ataupun SC (Schwarz Information Criterion. Nilai AIC dan SIC yang paling rendah dari sebuah model akan menunjukkan model tersebut yang paling tepat (Pratomo dan Hidayat, 2007).
3.3.2. Uji Kointegrasi
adalah I(d) dan X adalah I(d) dimana d tingkat diferensi yang sama maka kedua data adalah terkointegrasi (mempunyai hubungan dalam jangka panjang). Uji kointegrasi ada berbagai macam namun untuk uji dengan beberapa vektor uji yang sering digunakan adalah uji Johansen.
Setelah diketahui bahwa baik data inflasi dan pertumbuhan ekonomi keduanya stasioner, maka selanjutnya akan diuji apakah ada hubungan keseimbangan jangka panjang antara dua variabel tersebut. Granger (1988) menjelaskan bahwa jika dua variabel berintegrasi pada derajat satu, I (1) dan berkointegrasi maka paling tidak pasti ada satu arah kausalitas Granger. Berdasarkan teorema representasi Granger
(Engle, Granger, 1987), dinyatakan bahwa jika suatu vektor n I (1) dari data runtut waktu Xt berkointegrasi dengan vektor kointegrasi, maka ada representasi koreksi kesalahan atau secara matematis dapat dinyatakan dengan:
A (L) .Xt = - αXt-1 + (L) εt (3.7)
bivariat dengan inflasi dan pertumbuhan ekonomi sebagai variabel dependen dalam bentuk vector autoregressive (AR) yang meliput sampai ρ lag dari variabel Xt:
Xt: Π1Xt-1 + Π2Xt-2+.... ΠpXt-p+εt (3.8)
Dimana: Xt adalah vektor (2X1) dari I(1); Πt adalah (2x2) matrik parameter dan εt~I N(0, ε). Keseimbangan jangka panjangnya ditentukan oleh:
Π*X = 0 (3.9) Dimana Π* adalah matrik koefisien jangka panjang yang ditentukan oleh:
I – Π1 – Π2 - ...- Πp = Π* (3.10)
Rank (r) dari Π* menentukan banyaknya vektor kointegrasi yang ada antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi. Dalam kasus bivariate kointegrasi ada jika r sama dengan 1. Jika matrik Π adalah hasil dari dua matrik (2X1), atau: Π = α’. Kemudian, jika inflasi dan pertumbuhan ekonomi berkointegrasi maka vektor kointegrasi yang unik adalah α dan koefisien menunjukkan kecepatan penyesuaian menuju keseimbangan. Hipotesis yang akan diuji adalah dalam sistem persamaan paling sedikit satu vektor kointegrasi antara inflasi dan pertumbuhan ekonomi Johansen menyarankan dua pengujian untuk menentukan banyaknya vektor kointegrasi.
Dua uji tersebut adalah trace test dan maximum eigenvalue statistic. Johansen trace statistic atau juga dikenal sebagai test statistik LR (Likelihood Ratio) untuk menguji hipotesis Ho: r<1 terhadap Ha: r=0, yang dirumuskan dalam persamaan:
Dimana λi adalah korelasi kuadrat antara Xt-p dan Xt yang merupakan koreksi terhadap pengaruh proses lagged differences variabel X. Alternatif uji kointegrasi dari Johansen adalah dengan menggunakan maximum eigenvalue statistic yang dapat dihitung dari trace statistic, yaitu:
Qmax = -nln(1 – λi) = Qr – Qr+1 ( 3.12)
Ada tidaknya kointegrasi didasarkan pada uji Trace Statistic dan Maksimum
Eigenvalue. Apabila nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih besar dari pada nilai kritisnya, maka terdapat kointegrasi pada sejumlah variabel, sebaliknya jika nilai hitung Trace Statistic dan Maksimum Eigenvalue lebih kecil dari pada nilai kritisnya maka tidak terdapat kointegrasi. Nilai kritis yang digunakan adalah yang dikembangkan oleh Osterwald-Lenum.
3.4. Model Analisis
3.4.1. Vector Autoregression (VAR)
Model VAR dirumuskan sebagai berikut:
CADEV = CADEV(CADEVt-p, KURS t-p, PINR t-p, PINF t-p ,PPE t-p . IHSG t-p )
KURSt =KURS (CADEVt-p, KURS t-p, PINR t-p, P INF t-p , PPEt-p . IHSG t-p )
PINRt =P INR (CADEVt-p,KURS t-p,P INR t-p, PINF t-p , PPEt-p . IHSG t-p )
PINF t = PINF (CADEVt-p,KURS t-p,P INR t-p, PINF t-p , PPE t-p . IHSG t-p )
PPEt = PPE (CADEVt-p,KURS t-p, P INR t-p, PINF t-p , PPE t-p . IHSG t-p )
IHSG t = IHSG(CADEVt-p, KURS t-p,P INR t-p, PINF t-p , PPE t-p . IHSG t-p )
dengan:
CADEV = Cadangan Devisa Nasional
KURS = Kurs (Nilai Tukar Rupiah) dalam satuan Rp/US dollar. PINR = Perbedaan tingkat suku bunga dalam satuan persen PINF = Perbedaan tingkat inflasi dalam satuan persen
PPE = Perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi dalam satuan persen IHSG = Indeks harga saham gabungan dalam satuan persen
3.4.2. Impulse Response Function (IRF)
Y i n t i n
t E Y
Y ( )
(3.13)Z i n t i n
t E Z
Z ( )
(3.14) Dimana:E(Y) dan E(Z) masing-masing nilai rata-rata dari Y dan Z.
3.4.3. Forecast Error Variance Desomposition (FEVD)
Forecast Error Variance Desomposition (FEVD) dilakukan untuk mengetahui
relative importance dari berbagai shock terhadap variabel itu sendiri maupun variabel lainnya. Identifikasi FEDV menggunakan Cholesky decomposition (Pramono, 2006). Analisis FEDV bertujuan untuk mengetahui pengaruh atau kontribusi antar variabel transmit (Manurung,2009).Analisis Forecast Error Variance Decomposition (FEVD) atau sering dikenal dengan istilah Variance Decomposition digunakan untuk memprediksi kontribusi persentase varian setiap variabel karena adanya perubahan variabel tertentu di dalam sistem VAR (Purnawan, 2008). Persamaan FEDV dapat diturunkan dengan ilustrasi sebagai berikut:
1 1 0 1 A AX
X
Et t (3.15) Nilai A0 dan A1 digunakan mengestimasi nilai masa depan Xt+1
1 1 1 2
2
1 ...
t
n n t n t n t
tX e A e A e
E (3.16)
3.5.1. Definisi Operasional
1. Cadangan Devisa Nasional adalah jumlah mata uang asing yang ada di Bank Indonesia sebagai alat stabilitas kurs rupiah dalam satuan juta US dollar (kuartal). 2. Kurs adalah nilai tukar tengah rupiah terhadap dollar Amerika yang dicatat Bank
Indonesia dalam satuan Rp/US dollar.
3. Perbedaan tingkat suku bunga adalah perbedaan tingkat suku bunga SBPU (Surat Berharga Pasar Uang) dengan libor dalam satuan persen.
4. Perbedaan tingkat inflasi adalah perbedaan tingkat inflasi Indonesia dengan Inflasi Amerika dalam satuan persen
5. Perbedaan pertumbuhan ekonomiadalah perbedaan tingkat pertumbuhan ekonomi Indonesia dengan tingkat pertumbuhan Amerika dalam satuan persen.
6. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) adalah indeks perkembangan