• Tidak ada hasil yang ditemukan

Di antara sesama penutur yang bilingual atau multilingual sering dijumpai suatu gejala yang dapat dipandang sebagai suatu kekacauan berbahasa. Fenomena ini berbentuk penggunaan unsur-unsur dari suatu bahasa tertentu dalam satu kalimat. Dengan demikian campur kode dapat didefenisikan sebagai penggunaan lebih dari satu bahasa atau kode dalam satu wacana.

Chaer dan Agustina (1995:114) menjelaskan bahwa campur kode adalah pemakaian dua bahasa atau lebih atau dua varian dari sebuah bahasa dalam suatu masyarakat tutur, di mana salah satu merupakan kode utama atau kode dasar yang digunakan yang memiliki fungsi dan keotonomiannya, sedangkan kode-kode lain yang terlibat dalam peristiwa tutur itu hanyalah berupa serpihan-serpihan saja.

Dalam campur kode terdapat serpihan-serpihan suatu bahasa yang digunakan oleh seorang penutur, tetapi pada dasarnya dia menggunakan satu bahasa tertentu.

Serpihan di sini dapat berupa kata, frasa, atau unit bahasa yang lebih besar.

27

Campur kode merupakan situasi pengguanaan suatu bahasa ke dalam bahasa lain. Hal ini juga dapat dikatakan sebagai pencampuran bahasa. Campur kode dapat juga dinyatakan pemakaian dua bahasa atau lebih atau dua varian bahasa dalam suatu situasi tertentu. Berdasarkan KBBI (2005:190) “Campur kode merupakan penggunaan satuan bahasa dari satu bahasa ke bahasa lain untuk memperluas gaya bahasa atau ragam bahasa, pemakaian kata, klausa, idiom, dan sapaan.”

Berdasarkan konsep tersebut dapat dinyatakan bahwa campur kode merupakan peristiwa pencampuran bahasa pada situasi atau konteks tertentu.

Pencampuran bahasa tersebut bertujuan memberikan pemahaman yang lebih jelas terhadap konteks atau maksud yang ingin disampaiakn dalam pembicaraan.

Dengan demikian, dapat dinyatakan bahwa campur kode menitikberatkan pada penggunaan atau pemakaian satuan bahasa ke dalam bahasa lain berdasarkan situasi tertentu dan bertujuan memperluas gaya atau memperindah situasi tutur.

Menurut Nababan (1986:32) “Campur bahasa merupakan mencampur dua atau lebih bahasa atau ragam bahasa dalam suatu tindakan bahasa (speechact atau discourse) tanpa ada sesuatu dalam situasi berbahasa itu yang menuntut pencampuran bahasa itu` Dalam keadaan yang demikian, hanya kesantaian penutur dan atau kebiasaannya yang dituruti.” Berdasarkan peryataan tersebut dapat dinyatakan bahwa pencampuran bahasa tidak dipengaruhi oleh situasi berbahasa. Hal ini tidak sejalan dengan konsep campur kode yang ada dalam KBBI yang telah dikemukakan.

28

Berdasarkan konsep Nababan mengenai campur kode, situasi tutur tidak berperan penting dalam mempengaruhi campur tutur. Justru kesantaian dan kebiasaanlah yang menentukan atau mempengaruhi seseorang dalam melakukan campur kode. Auzar dan Hermandra (2006:49) memperjelas bahwa campur kode adalah kegiatan mencampur dua bahasa atau lebih dalam suatu tindakan berbahasa.

Nababan (1986:32), ciri yang menonjol dalam peristiwa campur kode adalah kesantaian atau situasi informal. Jadi, campur kode umumnya terjadi saat berbicara santai, sedangkan pada situasi formal hal ini jarang sekali terjadi. Apabila dalam situasi formal terjadi campur kode, hal ini disebabkan tidak adanya istilah yang merajuk pada konsep yang dimaksud. Seperti telah disebutkan bahwa kode dapat berupa idiolek, dialek, register, tindak tutur, ragam, dan registrasi, maka unsur-unsur yang bercampur pun dapat berupa varian bahasa maupun bahasa itu sendiri. Selanjutnya, Chaer dan Agustina (1995:152) menyatakan konsep campur kode, “Apabila di dalam suatu peristiwa tutur, klausa-klausa maupun frase-frase yang digunakan terdiri dari klausa-klausa dan frase campuran (hyibrid clauses hybrid pharases), dan masing-masing klausa atau frase tidak lagi menduduki fungsi sendiri-sendiri, maka peristiwa yang terjadi adalah camur kode.”

Lebih lanjut, Sumarsono (2004:202) menjelaskan kata-kata yang sudah mengalami proses adaptasi dalam suatu bahasa bukan lagi kata-kata yang mengalami gejala interfensi, bukan pula alih kode, apalagi campur kode. Dalam campur kode penutur secara sadar atau sengaja menggunakan unsur bahasa lain

29

ketika sedang berbicara. Oleh karena itu, dalam bahasa tulisan, biasanya unsur-unsur tersebut ditunjukkan dengan menggunakan garis bawah atau cetak miring sebagai penjelasan bahwa si penulis menggunakannya secara sadar. Berdasarkan penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa campur kode merupakan penggunaan dua bahasa dalam satu kalimat atau tindak tutur secara sadar.

Berdasarkan beberapa konsep mengenai campur bahasa dapat dapat dinyatakan membali bahwa campur kode merupakan penggunaan atau pemakaian dua bahasa atau lebih dalam situasi tertentu. Pemakaian dua bahasa atau lebih ini dapat berwujud kata, frase, klausa, ungkapan, dan idiom. Pemakaian hal-hal tersebut bertujuan menimbulkan gaya terhadap sebuah tuturan. Gaya atau cara yang digunakan dihubungkan dengan wujud campur kode, dan membatasi wujud campur kode tersebut terhadap situasi dan tidak lagi menduduki fungsi-fungsi sendiri.

a. Faktor Penyebab Campur Kode

Campur kode (code mixing) terjadi apabila seorang penutur menggunakan suatu bahasa secara dominan untuk mendukung suatu tuturan yang disisipi dengan unsur bahasa lainnya. Gejala campur kode ini biasanya terkait dengan karakteristik penutur, misal, latar belakang sosil, pendidikan, dan kepercayaan. Setidaknya ada dua hal yang paling melatarbelakangi penggunaan campur kode. Faktor pendorong terjadinya campur kode oleh Suwito (dalam Maulidini, 2007:37-43) dapat dibedakan atas latar belakang sikap (atitudinal type) atau nonkebahasaan dan latar belakang kebahasaan (linguistic type)

30 1) Faktor Nonkebahasaan (atitudinal type)

a. Need for Synonim maksudnya adalah penutur menggunakan bahasa lain untuk lebih memperhalus maksud tuturan.

b. Social Value,yaitu penutur sengaja mengambil kata dari bahasa lain dengan mempertimbangkan faktor sosial. Pada kasus disini penutur cenderung bercampur kode dengan bahasa asing yaitu bahasa Inggris dengan maksud menunjukan bahwa penutur merupakan seorang yang berpendidikan dan modern sehingga dalam berkomunikasi dengan pelanggan banyak menyisipkan kata atau istilah dalam bahasa asing.

c. Perkembangan dan Perkenalan dengan Budaya Baru

Hal ini turut menjadi faktor pendorong munculnya campur kode oleh penutur, sebab terdapat banyak istilah dan strategi penjualan dalam bidang telekomunikasi yangmempergunakan bahasa asing. Sehingga hal ini mempengaruhi perilaku pemakaian kata-kata bahasa asing oleh penutur yang sebenarnya bukanmerupakan bahasa asli penutur.

Dokumen terkait