• Tidak ada hasil yang ditemukan

Capaian Pembangunan Manusia Level Provinsi

Dalam dokumen INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Halaman 35-38)

apaian pembangunan setiap wilayah tentu akan berbeda tergantung komitmen dan keseriusan pemerintah daerah dalam penyelenggaraan pembangunan serta kualitas dasar manusia di wilayah tersebut. Keberhasilan pencapaian pembangunan manusia juga tidak hanya ditentukan oleh pelaksanaan program-program pembangunan, tetapi juga ditentukan oleh pengawasan dan evaluasi terhadap program-program tersebut. Keseluruhan rangkaian input dan proses pembangunan tersebut sangat menentukan capaian pembangunan manusia suatu wilayah.

Pada awal kali pertama dihitung, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta adalah yang paling tinggi di antara provinsi lainnya. Pada tahun-tahun berikutnya hingga tahun 2011, capaian IPM Provinsi DKI Jakarta selalu tertinggi diantara provinsi lainnya. Secara keseluruhan, terlihat bahwa Provinsi DKI Jakarta lebih maju dalam berbagai bidang dibandingkan wilayah lain di Indonesia.

C

22 Status Pembangunan Manusia Indonesia

Berbagai sarana dan prasarana kesehatan, pendidikan, pasar tradisional tersedia cukup lengkap.

Akses menuju pusat kesehatan, pendidikan, dan ekonomi cukup mudah dan terjangkau. Kondisi ini menjadi salah satu faktor pendorong tingginya capaian pembangunan manusia di Provinsi DKI Jakarta.

Pada tahun 2011, IPM tertinggi masih dicapai oleh Provinsi DKI Jakarta dengan nilai 77,97 yang disusul oleh Provinsi Sulawesi Utara, Riau, dan DI Yogyakarta yang secara bergantian menduduki peringkat 2, 3, dan 4 besar IPM tertinggi di Indonesia. Di posisi terakhir, dari tahun 1996 hingga 2004 ditempati oleh Provinsi Nusa Tenggara Barat, tetapi sejak tahun 2005 sampai 2011 posisi terakhir IPM ditempati oleh Provinsi Papua.

Tahun 2011, lima provinsi yang menempati IPM terendah seluruhnya merupakan provinsi yang berada di kawasan timur Indonesia. Provinsi tersebut adalah Provinsi Papua, Provinsi NTB, Provinsi NTT, Provinsi Maluku Utara, dan Provinsi Papua Barat. Capaian IPM di Papua Barat dan Maluku Utara relatif tidak berbeda jauh, tetapi capaian pada Papua, NTB, dan NTT relatif bervariasi.

Sumber: BPS Gambar 2.14 IPM Menurut Provinsi, 2011

Pada tahun 2011, terdapat enam provinsi yang mengalami perubahan peringkat IPM baik naik maupun turun. Provinsi itu adalah Aceh, Lampung, Jawa Barat, Jawa Timur, Bali, dan Maluku. Pada umumnya provinsi-provinsi tersebut memang kerap bergantian posisi di tahun-tahun sebelumnya. Hal ini karena capaian IPM-nya memang tidak berbeda jauh. Dengan perubahan komponen yang sedikit lebih cepat saja, akan sangat mungkin untuk menyusul IPM provinsi lain yang capaiannya tidak berbeda jauh.

Provinsi Bali dan Jawa Barat mengalami pertukaran peringkat, dimana peringkat Bali naik dari posisi 16 menjadi 15, sementara ranking Jawa Barat turun dari posisi 15 menjadi 16.

Perubahan peringkat ini disebabkan karena peningkatan AMH dan MYS Bali lebih cepat dibandingkan Jawa Barat, sementara pergerakan komponen AHH dan pengeluaran per kapita per tahun disesuaikan untuk Jawa Barat hanya sedikit lebih besar dari Bali. Oleh karena itu Bali

77,97

65,36

55 60 65 70 75 80

DKI Jakarta (1) Sulut (2) Riau (3) DIY (4) Kaltim (5) Kepri (6) Kalteng (7) Sumut (8) Sumbar (9) Sumsel (10) Bengkulu (11) Babel (12) Jambi (13) Jateng (14) Bali (15) Jabar (16) Jatim (17) Aceh (18) Sulsel (19) Lampung (20) Maluku (21) Sulteng (22) Banten (23) Gorontalo (24) Sultra (25) Kalsel (26) Sulbar (27) Kalbar (28) Papua Barat (29) Malut (30) NTT (31) NTB (32) Papua (33)

Status Pembangunan Manusia Indonesia 23

mampu menggeser peringkat Jawa Barat karena memang nilai IPM kedua provinsi ini tidak terpaut jauh (hanya berbeda 0,01 poin). Lebih besarnya peningkatan komponen-komponen IPM di Provinsi Bali dibandingkan provinsi Jawa Barat juga tercermin dari nilai reduksi shortfall Bali sebesar 2,00 sementara Jawa Barat hanya 1,58.

Provinsi berikutnya yang mengalami pertukaran peringkat yaitu Aceh dan Jawa Timur.

Pada tahun 2010, IPM Aceh dan Jawa Timur hanya berbeda 0,08 poin.Hal ini berarti bahwa capaian IPM di kedua provinsi tersebut tidak berbeda jauh. Sementara itu, pada tahun 2011 komponen AHH, AMH, dan MYS di Jawa Timur bergerak lebih cepat sehingga nilai IPM-nya naik dan sedikit meninggalkan IPM Aceh sebesar 0,02 poin. Hal ini mengakibatkan peringkat IPM Jawa Timur naik dari posisi 18 menjadi posisi 17, sementara peringkat IPM Aceh turun dari posisi 17 menjadi 18. Pergerakan ini juga membuat reduksi shortfall di Jawa Timur menduduki peringkat ketujuh terbesar setelah Bali.

Dua provinsi terakhir yang mengalami pertukaran posisi adalah Maluku dan Lampung.

Pertukaran posisi antara Maluku dengan Lampung juga disebabkan karena komponen AHH, AMH dan MYS di Lampung yang bergerak lebih cepat dari Maluku sehingga mengakibatkan peringkat Lampung naik dari posisi 21 menjadi 20, sementara posisi Maluku turun dari 20 menjadi 21.

Selain capaian IPM, keberhasilan pembangunan manusia di suatu wilayah juga dilihat berdasarkan kecepatan pergerakan IPM menuju nilai ideal yang direpresentasikan oleh nilai reduksi shortfall. Namun, ukuran keberhasilan pembangunan tidak dapat ditentukan dari salah satu indikator itu (capaian atau reduksi shortfall) tetapi harus secara bersamaan. Hal ini memberikan pesan bahwa suatu daerah harus mampu meningkatkan capaian IPM dan dalam waktu yang bersamaan juga meningkatkan kecepatan pergerakan IPM.

Sumber: BPS Gambar 2.15 Reduksi Shortfall Provinsi, 2011

2,97

1,19

0,0 0,5 1,0 1,5 2,0 2,5 3,0 3,5

24 Status Pembangunan Manusia Indonesia

Reduksi shortfall tahun 2011 di tingkat provinsi masih berada pada kisaran 1 hingga mendekati 3 poin. Berdasarkan Gambar 2.15 terlihat bahwa Provinsi NTB memiliki reduksi shortfall tertinggi dibandingkan provinsi-provinsi lain dengan nilai sebesar 2,97. Besarnya reduksi shorttfall NTB disumbang oleh peningkatan yang cukup tinggi dari komponen pendidikan.

Peningkatan AMH NTB dari tahun 2010 merupakan yang tertinggi dibanding provinsi lainnya, sementara peningkatan MYS NTB merupakan yang tertinggi ketiga.

Posisi kedua reduksi shortfall terbesar ditempati oleh Provinsi Kep. Riau sebesar 2,83.

Sama halnya dengan NTB, besarnya reduksi shortfall Kep. Riau juga disumbang oleh komponen pendidikan. Peningkatan MYS Kep. Riau merupakan yang tertinggi, mencapai 0,57 poin.

Sementara peningkatan AMH mencapai 0,48 poin dan menempati urutan kelima terbesar.

Reduksi shortfall terendah ditempati oleh Papua sebesar 1,19, kemudian diikuti oleh Maluku Utara dengan reduksi shortfall sebesar 1,44. Hal ini disebabkan karena peningkatan komponen IPM di provinsi tersebut relatif lambat dibandingkan provinsi lainnya. Komponen pendidikan di Papua memang relatif rendah dan bergerak lambat jika dibandingkan provinsi lainnya yang menyebabkan IPM Papua selalu rendah.

Dalam dokumen INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Halaman 35-38)