• Tidak ada hasil yang ditemukan

Disparitas IPM Antarkabupaten di Indonesia

Dalam dokumen INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Halaman 56-59)

enomena kesenjangan pembangunan manusia antarprovinsi di Indonesia sebagai dinamika berlangsungnya desentralisasi sangatlah wajar terjadi. Namun hal ini perlu mendapat perhatian secara khusus oleh pemerintah di tingkat pusat. Tugas utama pemerintah pusat harus memastikan bahwa kesenjangan makin menyempit dari tahun ke tahun.

Upaya ini tidak dapat berlangsung secara instan, tetapi dapat dipacu agar lebih cepat dengan menjadikan sebagai agenda prioritas jangka pendek dan jangka panjang.

Agenda mengurangi dan menghapus kesenjangan pembangunan manusia tampaknya tidak hanya diprioritaskan pada tingkat provinsi, tetapi juga di tingkat kabupaten/kota di Indonesia.

Pemerintah pusat perlu memfasilitasi kabupaten/kota dalam menginventarisasi berbagai

BAB

4 Disparitas IPM Kabupaten/Kota

F

Sumber:BPS Gambar 4.1 Disparitas Antarkabupaten/Kota di Indonesia, 2010-2011

75,06 75,19

Disparitas IPM Kabupaten/Kota 43

kebutuhan yang diperlukan untuk meningkatkan dan memacu pembangunan manusia.

Keberagaman pencapaian pembangunan manusia di tingkat provinsi juga terjadi pada tingkat kabupaten/kota dan telah menciptakan kesenjangan yang cukup lebar. Kondisi pencapaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten tampak sangat variatif dan lebih ekstrim dibanding pencapaian di tingkat provinsi. Rentang pencapaian IPM tahun 2011 mencapai 31,46 dengan nilai tertinggi dicapai oleh Kota Yogyakarta (Provinsi DI Yogyakarta) sebesar 79,89 dan nilai terendah berada di Kab. Ndunga (Provinsi Papua) sebesar 48,43. Kondisi ini tampak lebih baik dibanding tahun 2010 walaupun relatif sama. Rentang yang terjadi pada tahun 2010 mencapai 31,50 dengan kontribusi dari Kota Yogyakarta (Provinsi DI Yogyakarta) sebesar 79,52 dan Kab. Ndunga (Provinsi Papua) sebesar 48,02.

Kesenjangan pencapaian pembangunan manusia di tingkat kabupaten pada hakikatnya tidak terlepas dari kesenjangan yang terjadi pada komponen pembentuknya. Gambar 4.1 memperlihatkan secara jelas bahwa kesenjangan cukup lebar terjadi pada semua komponen pembentuk IPM. Secara umum, perubahan kesenjangan antara tahun 2010 hingga 2011 tidak terlalu besar.

Kesehatan merupakan modal yang penting dalam menciptakan peluang-peluang untuk mampu beraktivitas secara normal. Kondisi kesehatan yang baik dapat menjamin manusia dalam melakukan dan memperluas pilihan-pilihannya. Pembangunan manusia yang komprehensif pada dasarnya bertujuan untuk meningkatkan dan mempertahankan derajat kesehatan manusia secara merata. Namun hal ini tampaknya masih menjadi persoalan klasik di tingkat kabupaten.

Kesenjangan pencapaian tingkat kesehatan cenderung menunjukkan ketidakmerataan.

Ketidakmerataan yang terjadi secara nyata terlihat dari perbedaan pencapaian tertinggi dan terendah angka harapan hidup.Tahun 2011, Kabupaten Enrekang (Sulawesi Selatan) mencatat pencapaian tertinggi sebesar 75,19 sedangkan Kabupaten Sumbawa (Provinsi NTB) mencatat pencapaian terendah sebesar 60,82. Hal ini berarti bahwa telah terjadi perbedaan pencapaian sebesar 14,37 antara Kabupaten Enrekang dengan Kabupaten Sumbawa. Walaupun demikian, data empiris menunjukkan kesenjangan indikator ini tampak membaik dibanding tahun 2010 meski relatif sama, yaitu dari rentang sebesar 14,50 pada tahun 2010 menjadi 14,37 pada tahun 2011. Sedangkan angka pada tahun 2010 merupakan kesenjangan antara Kab. Sleman dengan sebesar 75,06 dengan Kab. Lombok Utara sebesar 60,56.

Bidang pendidikan berada pada kondisi yang cukup kritis dibanding komponen lainnya.

Kesenjangan antarkabupaten tampak begitu lebar dan cukup memprihatinkan. Kedua indikator pendidikan, yaitu angka melek huruf dan rata-rata lama sekolah memperlihatkan kondisi tersebut.

Di mulai dari angka melek huruf, indikator ini mencacat rentang yang relatif tinggi, yaitu sebesar 72,17. Meski demikian, capaian ini relatif lebih baik dibanding capaian pada tahun 2010 sebesar 72,55. Menyempitnya rentang pencapaian angka melek huruf ini merupakan pertanda bahwa kesenjangan makin membaik. Kondisi ini tidak terlepas dari berbagai kebijakan dan upaya pemerintah. Namun demikian, pencapaian saat ini tampak masih jauh dari harapan dan strategi-strategi pembangunan manusia harus dapat mengurangi dan menghapus ketimpangan ini. Salah

44 Disparitas IPM Kabupaten/Kota

satu prioritas penting yaitu mendorong Kab. Intan Jaya (Provinsi Papua) yang menjadi kabupaten dengan pencapaian angka melek huruf terendah pada tahun 2011 (27,78) dan kabupaten-kabupaten lain agar mampu mencatat kemajuan tertinggi seperti halnya Kab. Murung Raya (Provinsi Kalimantan Tengah) dengan pencapaian yang mengagumkan (99,95).

Indikator pendidikan selanjutnya adalah rata-rata lama sekolah yang juga terjadi kesenjangan yang cukup tinggi antarkabupaten di Indonesia. Kesenjangan capaian MYS pada tahun 2010 jika dibandingkan tahun 2011 di tingkat kabupaten tampaknya tidak menunjukkan perbaikan yang berarti, justru semakin melebar. Pada tahun 2010 kesenjangan capaian MYS sebesar 10,02 yang merupakan jarak capaian tertinggi di Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh) yang sebesar 12,09 dengan capaian terendah di Kabupaten Intan Jaya (Provinsi Papua) yang sebesar 2,07. Sementara itu kesenjangan capaian MYS pada tahun 2011 meningkat menjadi 10,10 yang merupakan jarak antara capaian tertinggi di di Kota Banda Aceh (Provinsi Aceh) yang sebesar 12,20 dengan capaian terendah di Kabupaten Intan Jaya (Provinsi Papua) yang sebesar 2,10.

Meskipun tidak terlalu besar, meningkatnya kesenjangan capaian MYS di tingkat kabupaten perlu diwaspadai karena jika dibiarkan berlarut-larut dapat mengakibatkan lambatnya peningkatan kualitas pembangunan manusia di Indonesia.

Komponen terakhir yang menyumbang kesenjangan antarkabupaten di Indonesia adalah pengeluaran per kapita yang disesuaikan. Seperti diperlihatkan pada Gambar 4.2, kesenjangan pada dimensi ini begitu lebar. Walaupun tidak tergambar secara jelas, perubahan yang terjadi selama 2010-2011 tampak relatif tidak berbeda jauh. Hasil penghitungan secara kuantitatif memperlihatkan adanya kesenjangan yang lebih baik pada tahun 2011 dibanding tahun 2010. Pencapaian indikator ini mencatat rentang 218,24 pada tahun 2010 dan turun menjadi 217,72 pada tahun 2011. Angka tersebut merupakan indikasi kesenjangan antara pencapaian tertinggi dan pencapaian terendah. Tahun 2010, Kota Tual di Maluku mencatat pencapaian tertinggi yaitu 659,39 dan Kab. Tambraw di Papua menjadi kabupaten dengan pencapaian terendah yaitu 441,15. Sementara itu, pada tahun 2011 Kota Tual juga mencatat kemajuan tertinggi sebesar 660,79 dan Kab. Tambraw juga masih menjadi kabupaten dengan pencapaian terendah yaitu 443,07. Hal ini memberikan sinyal penting bahwa kemajuan pembangunan manusia mulai menyentuh target sasaran sehingga mampu mengurangi kesenjangan dan mendorong daerah dengan pencapaian rendah.

Kenyataan bahwa kesenjangan antarkabupaten di Indonesia masih cukup tinggi juga terjadi di kabupaten-kabupaten wilayah bagian barat dan timur. Persoalan mendasar yang perlu mendapat perhatian secara khusus adalah memacu peningkatan pembangunan manusia di wilayah bagian timur, khususnya kabupaten dengan tingkat pencapaian yang masih rendah.

Hasil penghitungan telah menunjukkan bahwa 4,3 persen kabupaten/kota di wilayah timur masih tertinggal karena tingkat pencapaian pembangunan manusianya tergolong kategori rendah.

Fakta ini cukup memperlihatkan adanya ketimpangan dengan wilayah bagian barat dimana tidak satu pun kabupaten tergolong kategori rendah. Pencapaian level menengah bawah dan level menengah atas juga menggambarkan adanya kesenjangan antara kedua wilayah. Sekitar 15,9

Disparitas IPM Kabupaten/Kota 45

persen kabupaten di wilayah timur masuk kategori menengah bawah, sementara di wilayah bagian barat hanya 2,7 persen. Lebih jauh, 97,3 persen kabupaten di wilayah bagian barat sudah mencapai level menengah atas, tetapi hanya 79,9 persen saja di wilayah bagian timur.

Sumber:BPS Gambar 4.2 Jumlah Kabupaten/Kota menurut Kategori Pencapaian

Pembangunan Manusia di Indonesia Bagian Barat dan Timur, 2011 Perbedaan memang baik, tetapi dalam banyak hal, kesenjangan seperti itu tidak mendatangkan manfaat dan justru menyimpang dari target pembangunan manusia yang ingin dicapai. Peran pemeritah pusat adalah mengatur ulang beberapa prioritas jangka pendek yang kurang penting agar dapat memfokuskan perhatian pada wilayah bagian timur. Hal ini dapat dilakukan dengan mereformasi kebijakan pembangunan mansusia sehingga dapat berlangsung adil dan merata, serta memfasilitasi, memonitor, dan memastikan pemerintah daerah mampu merealisasikannya.

Dalam dokumen INDEKS PEMBANGUNAN MANUSIA (Halaman 56-59)