• Tidak ada hasil yang ditemukan

Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan

Peningkatan Kapabilitas Dasar Manusia

5.1. Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan

47

Peningkatan Kapabilitas Dasar

Manusia

Pembangunan manusia merupakan suatu upaya untuk memperluas pilihan-pilhan yang dimiliki manusia yang dapat terealisasi apabila manusia berumur panjang dan sehat, memiliki pengetahuan dan ketrampilan, serta dapat memanfaatkan kemampuan yang dimilikinya dalam kegiatan yang produktif. Hal tersebut sekaligus merupakan tujuan utama dari pembangunan yaitu untuk menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas. Sumber daya manusia yang berkualitas merupakan aset kekayaan bangsa sekaligus sebagai modal dasar pembangunan. Pendidikan dan kesehatan merupakan modal utama yang harus dimiliki manusia agar mampu meningkatkan potensinya. Umumnya, semakin tinggi kapabilitas dasar yang dimiliki suatu bangsa, semakin tinggi peluang untuk meningkatkan potensi bangsa itu.

5.1. Capaian dan Tantangan Bidang Pendidikan

Salah satu upaya peningkatan kapabilitas dasar penduduk di bidang pendidikan adalah dengan memperluas cakupan pendidikan formal. Berbagai program di bidang pendidikan telah diupayakan pemerintah dalam rangka meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia. Diantaranya yaitu program untuk memberantas buta aksara, menekan angka putus sekolah melalui pemberian bantuan operasional sekolah atau yang lebih dikenal dengan sebutan Bantuan Operasional

H

A

L

A

M

A

N

48

Sekolah (BOS), serta menjamin kesempatan untuk memperoleh pendidikan melalui program-program pendidikan lainnya.

Keberhasilan pembangunan suatu wilayah ditentukan oleh sumber daya manusia yang berkualitas. Pendidikan merupakan salah satu cara meningkatkan kualitas SDM tersebut. Oleh karena itu peningkatan mutu pendidikan harus terus diupayakan, dimulai dengan membuka kesempatan seluas-luasnya kepada penduduk untuk mengenyam pendidikan, hingga pada peningkatan kualitas dan kuantitas sarana dan prasarana pendidikan. Untuk mengetahui seberapa banyak penduduk yang memanfaatkan fasilitas pendidikan dapat dilihat dari persentase penduduk menurut partisipasi sekolah. Untuk melihat partisipasi sekolah dalam suatu wilayah biasa dikenal beberapa indikator untuk mengetahuinya, antara lain: Angka Partisipasi Sekolah (APS), Angka Partisipasi Kasar (APK), serta Angka Partisipasi Murni (APM). Partisipasi penduduk usia sekolah ini dapat menggambarkan tingkat ketersediaan kualitas sumber daya manusia dan aktivitas pendidikan di suatu daerah.

“Partisipasi Sekolah Pendidikan Menengah Pertama Meningkat”

Angka Partisipasi Sekolah merupakan ukuran daya serap lembaga pendidikan terhadap penduduk usia sekolah. APS merupakan indikator dasar yang digunakan untuk melihat akses penduduk pada fasilitas pendidikan khususnya bagi penduduk usia sekolah. Semakin tinggi Angka Partisipasi Sekolah semakin besar jumlah penduduk yang berkesempatan mengenyam pendidikan. Namun demikian

H

A

L

A

M

A

N

49

meningkatnya APS tidak selalu dapat diartikan sebagai meningkatnya pemerataan kesempatan masyarakat untuk mengenyam pendidikan.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) dalam prakteknya dibedakan menurut tiga kelompok umur. Pertama kelompok umur usia Sekolah Dasar (SD) sederajat yaitu umur 7-12 tahun. Kedua pada kelompok umur Sekolah Menengah Pertama (SMP) sederajat yaitu 13-15 tahun Ketiga pada kelompok umur Sekolah Menengah Atas (SMA) sederajat yaitu 16-18 tahun. Arti dari angka APS menggambarkan peran serta atau partisipasi masyarakat dalam kaitannya dengan penyelenggaraan pendidikan. Indikasi dari angka APS ini, apabila semakin tinggi angkanya maka semakin berhasil program pendidikan yang diselenggarakan. Besarnya angka APS maksimal 100 persen yang mempunyai arti bahwa seluruh anak pada kelompok umur tertentu semuanya sedang bersekolah.

Angka Partisipasi Sekolah (APS) merupakan indikator yang mengukur pemerataan akses terhadap pendidikan. Gambar 5.1 menunjukkan capaian APS pada kelompok umur sekolah 7-12 tahun dan 13-15 tahun fluktuatif di atas 95 persen dalam 3 (tiga) tahun terakhir. Tahun 2019 capaian APS pada kelompok umur sekolah 16-18 tahun mengalami peningkatan, setelah 3 tahun sebelumnya (2016-2018) selalu mengalami penurunan. Hal ini menggambarkan bahwa adanya perbaikan sektor pendidikan di Kabupaten Tana Tidung.

H

A

L

A

M

A

N

50

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

“APS kelompok umur 16-18 tahun mengalami peningkatan di Tahun 2019”

Salah satu permasalahan yang dapat menghambat peningkatan kapabilitas dasar penduduk adalah perekonomian masyarakat. Ketidakmampuan untuk membayar biaya sekolah baik itu merupakan biaya untuk perlengkapan sekolah maupun biaya lainnya akan berdampak pada pilihan untuk tidak melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi atau tidak menamatkan jenjang pendidikan yang sedang dijalani (putus sekolah).

Gambar 5.1

Angka Partisipasi Sekolah (APS) Penduduk 7-18 Tahun menurut Usia Sekolah, 2017-2019

H

A

L

A

M

A

N

51

Pada Tahun 2019, APS untuk kelompok umur 7-12 tahun sebesar 98,17 persen artinya dari setiap 100 anak yang berumur 7-12 tahun yang ada di Kabupaten Tana Tidung 1 hingga 2 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur 13-15 tahun dengan APS sebesar 97,94 persen, artinya dari setiap 100 anak yang berumur 13-15 tahun yang ada di Kabupaten Tana Tidung terdapat 1 hingga 2 anak yang ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out). Kelompok umur 16-18 tahun dengan APS sebesar 54,50 persen, artinya dari setiap 100 anak yang berumur 16-18 tahun yang ada di Kabupaten Tana Tidung 45 hingga 46 anak di antaranya akan ditemukan tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out).

Angka Partisipasi Kasar (APK), menunjukkan partisipasi penduduk yang sedang mengenyam pendidikan sesuai dengan jenjang pendidikannya. Angka Partisipasi Kasar (APK) merupakan persentase jumlah penduduk yang sedang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan (berapapun usianya) terhadap jumlah penduduk usia sekolah yang sesuai dengan jenjang pendidikan tersebut.

APK digunakan untuk mengukur keberhasilan program pembangunan pendidikan yang diselenggarakan dalam rangka memperluas kesempatan bagi penduduk untuk mengenyam pendidikan. APK merupakan indikator yang paling sederhana untuk mengukur daya serap penduduk usia sekolah dimasing-masing jenjang pendidikan.

Nilai APK bisa lebih dari 100%. Hal ini disebabkan karena populasi murid yang bersekolah pada suatu jenjang pendidikan mencakup anak berusia di luar batas usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Sebagai contoh, banyak

anak-H

A

L

A

M

A

N

52

anak usia diatas 12 tahun, tetapi masih sekolah di tingkat SD atau juga banyak anak-anak yang belum berusia 7 tahun tetapi telah masuk SD.

Adanya siswa dengan usia lebih tua dibanding usia standar di jenjang pendidikan tertentu menunjukkan terjadinya kasus tinggal kelas atau terlambat masuk sekolah. Sebaliknya, siswa yang lebih muda dibanding usia standar yang duduk di suatu jenjang pendidikan menunjukkan siswa tersebut masuk sekolah di usia yang lebih muda.

Dari Gambar 5.2 diketahui bahwa pada Tahun 2019, APK Kabupaten Tana Tidung untuk jenjang pendidikan SD sebesar 99,59, artinya 99 persen anak yang berusia 7-12 tahun bersekolah di SD (sesuai dengan usia sekolah). APK jenjang pendidikan SMP sebesar 115,82 persen, berarti terdapat 15 persen anak yang tidak berusia 13-15 tahun yang bersekolah di SMP. APK jenjang pendidikan SMA sebesar 66,35 persen artinya dari 100 anak yang berusia 16-18 tahun ada 33 anak tidak/belum pernah sekolah atau tidak sekolah lagi (Drop Out) SMA.

Angka Partisipasi Murni (APM) adalah persentase jumlah anak pada kelompok usia sekolah tertentu yang sedang bersekolah pada jenjang pendidikan yang sesuai dengan usianya terhadap jumlah seluruh anak pada kelompok usia sekolah yang bersangkutan Bila APK digunakan untuk mengetahui seberapa banyak penduduk usia sekolah yang sudah dapat memanfaatkan fasilitas pendidikan di suatu jenjang pendidikan tertentu tanpa melihat berapa usianya, maka Angka Partisipasi Murni (APM) mengukur proporsi anak yang bersekolah tepat waktu.

H

A

L

A

M

A

N

53

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung (data 2016 tidak tersedia)

Bila seluruh anak usia sekolah dapat bersekolah tepat waktu, maka APM akan mencapai nilai 100. Secara umum, nilai APM akan selalu lebih rendah dari APK karena nilai APK mencakup anak diluar usia sekolah pada jenjang pendidikan yang bersangkutan. Selisih antara APK dan APM menunjukkan proporsi siswa yang terlambat atau terlalu cepat bersekolah. Keterbatasan APM adalah kemungkinan adanya under estimate karena adanya siswa diluar kelompok usia yang standar di tingkat pendidikan tertentu.

Gambar 5.2

H

A

L

A

M

A

N

54

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Dari Gambar 5.3 diketahui pada Tahun 2019 Kabupaten Tana Tidung APM untuk jenjang pendidikan SD sebesar 86,68 persen (ada 86,68 persen anak yang berusia 7-12 tahun yang bersekolah di SD). APM jenjang pendidikan SMP sebesar 76,83 persen (ada 76,83 persen anak yang berusia 13-15 tahun yang bersekolah di SMP). APM jenjang pendidikan SMA sebesar 40,73 persen (ada 40,73 persen anak yang berusia 13-15 tahun yang bersekolah di SMA).

Melihat cukup tingginya angka putus sekolah anak usia 16-18 tahun atau setara SMA sederajat, kemungkinan terbesar karena jarak fasilitas pendidikan SMA aksesnya masih belum terjangkau dengan mudah dari sebagian desa-desa di Kabupaten Tana Tidung. Penyediaan boarding school untuk tingkat SMA sangat dibutuhkan.

Gambar 5.3

H

A

L

A

M

A

N

55

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Meskipun tidak lagi dijadikan sebagai indikator komponen pembentuk IPM, angka melek huruf masih relevan dalam mengukur capaian keberhasilan di bidang pendidikan. Angka ini untuk melihat seberapa besar kemampuan masyarakat dalam membaca dan menulis. Angka melek huruf ini diukur dengan menggunakan pendekatan penduduk berumur ≥ 15 tahun. Pada Tahun 2019 angka melek huruf di

Kabupaten Tana Tidung tercatat sekitar 96,92 persen, atau bila diukur angka buta hurufnya sebesar 3,08 persen. Artinya dari setiap 100 penduduk Kabupaten Tana Tidung yang berumur ≥ 15 tahun, akan ditemukan setidaknya 3 (tiga) orang di

antaranya belum bisa baca tulis atau buta huruf, sebagaimana disajikan pada Tabel 5.1. Secara total, dari angka buta huruf penduduk usia di atas 15 tahun sebesar 3,08 persen, terdapat 1,94 persen penduduk laki-laki dan 4,53 persen penduduk perempuan yang buta huruf.

“Ada 3.08% Penduduk Kabupaten Tana Tidung yang Buta Huruf”

Kemampuan Baca Tulis Laki-laki Perempuan Jumlah

(1) (2) (3) (4)

Huruf Latin 97,78 93,68 95,98

Huruf Arab 32,89 32,72 32,81

Huruf Lainnya 7,84 8,59 8,18

Angka Melek Huruf 98,06 95,47 96,92

Angka Buta Huruf 1,94 4,53 3,08

Tabel 5.1

Persentase Penduduk 15 Tahun ke Atas menurut Kemampuan Baca Tulis di Kabupaten Tana Tidung, 2019

H

A

L

A

M

A

N

56

Capaian berikutnya adalah pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Variabel ini mengukur sampai seberapa tinggi pendidikan yang ditamatkan penduduk Kabupaten Tana Tidung. Jenjang pendidikan tertinggi yang ditamatkan adalah persentase jumlah penduduk, baik yang tidak/belum sekolah, masih sekolah ataupun tidak bersekolah lagi, menurut ijazah/STTB yang dimiliki. Umur penduduk yang diukur pendidikannya menggunakan pendekatan penduduk berumur ≥ 15 tahun. Pada Tahun 2019, persentase penduduk Kabupaten Tana Tidung yang berumur 15 tahun ke atas tidak/belum pernah sekolah/tidak/belum tamat SD/tidak punya ijazah SD jumlahnya mencapai 17,67 persen. Posisi pertama terdapat pada mereka yang menamatkan pendidikannya di jenjang SD/sederajat dengan jumlah 24,34 persen. Urutan kedua pada mereka yang tamat SMA/sederajat sebesar 23,49 persen. Secara rinci disajikan pada Tabel 5.2

Ijazah

Persentase

Laki-laki Perempuan Total

(1) (2) (3) (4)

Tidak Punya Ijazah SD 15,32 20,66 17,67

SD/MI 24,33 24,35 24,34

SMP/MTs 16,15 19,21 17,50

SMA/MA 24,61 22,06 23,49

SMK/MAK 8,69 3,13 6,24

Diploma I dan Diploma II 0,47 1,02 0,71

Akademi/Diploma III 1,09 2,07 1,52

Diploma IV/ S1/S2/S3 9,34 7,51 8,53

Jumlah 100 100 100

Tabel 5.2

Persentase Penduduk Berumur 15 Tahun ke Atas menurut Ijazah/STTB Tertinggi yang Dimiliki di Kabupaten Tana Tidung, 2019

H

A

L

A

M

A

N

57

5.2. Capaian dan Tantangan Bidang Kesehatan

Peningkatan kualitas sumber daya manusia mutlak dilakukan pemerintah untuk meningkatkan pembangunan manusia. Derajat kesehatan menjadi salah satu pilar penentu kualitas hidup manusia selain pendidikan. Oleh karena itu, diperlukan kepedulian tinggi dari pemerintah dan seluruh masyarakat untuk senantiasa peduli pada peningkatan derajat kesehatan.

Tujuan pembangunan di bidang kesehatan adalah tercapainya status kesehatan yang optimal untuk mewujudkan masyarakat yang maju, mandiri dan sejahtera. Salah satu indikator yang dapat digunakan untuk mengukur status kesehatan adalah angka morbiditas. Penduduk yang mengalami morbiditas adalah penduduk yang mengalami keluhan kesehatan dan menyebabkan terganggunya kegiatan sehari-hari.

Menurut Henrik L. Blum (www.depkes.go.id) peningkatan derajat kesehatan masyarakat yang dapat diukur dari tingkat mortalitas dan morbiditas penduduk dipengaruhi oleh empat faktor penentu, yaitu: faktor-faktor lingkungan (45 persen), perilaku kesehatan (30 persen), pelayanan kesehatan (20 persen), dan kependudukan/keturunan (5 persen). Oleh karena itu, analisis mengenai derajat kesehatan penduduk dapat dilihat melalui empat aspek tersebut. Berdasarkan konsep derajat kesehatan yang dikemukakan oleh Blum, faktor terbesar yang memengaruhi derajat kesehatan seseorang yaitu faktor lingkungan. Konsep ini menegaskan bahwa lingkungan yang baik akan mendorong secara langsung peningkatan derajat kesehatan. Tidak hanya itu, lingkungan yang baik juga secara tidak langsung berhubungan dengan keturunan dan pelayanan kesehatan.

H

A

L

A

M

A

N

58

Data Susenas Tahun 2019 (Tabel 5.3) menunjukkan bahwa 8,17 persen rumah tangga di Kabupaten Tana Tidung yang tidak memiliki tempat buang air besar. Dibandingkan data Tahun 2018 terjadi penambahan yang sangat signifikan, yang sebelumnya hanya 0,90 persen. Sedangkan data rumah tangga yang menggunakan MCK umum pada Tahun 2019 sebesar 1,98 persen, dan data Tahun 2018 sebesar 8,08 persen.

Jika dibandingkan data 2018-2019 terjadi pergeseran rumah tangga terhadap 2 (dua) variabel tersebut. Berdasarkan fenomena di lapangan (saat pendataan Susenas) pada Tahun 2017-2018 beberapa desa membangunkan MCK Umum/Komunal untuk penduduknya yang tempat buang air besar masih di sungai. Akan tetapi, pada Tahun 2019 banyak penduduk kembali menggunakan sungai sebagai tempat buang air besar (tidak memiliki fasilitas), karena faktor kebiasaan yang belum bisa diubah dalam waktu singkat. Diperlukan edukasi yang berkesinambungan dari pemerintah daerah kepada masyarakat tentang kesehatan. Selain itu, dalam pembangunan MCK Umum/Komunal perlu diperhatikan ukuran, lokasi, akses jalan maupun akses air serta perawatan berkala agar fasilitas yang sudah disediakan oleh pemerintah daerah tetap bermanfaat dalam waktu yang lama.

“8,17 persen rumah tangga di Kabupaten Tana Tidung yang tidak memiliki tempat buang air besar”

H

A

L

A

M

A

N

59

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Jika dilihat dari akses sanitasi layak (Tangki Septik) pada Tahun 2019 sebesar 74,28 persen. Sedangkan, 22,39 persen masih di lubang tanah dan 2,95 persen di kolam/sawah/sungai/danau/laut terakhir 0,38 persen di Pantai/Tanah Lapang/Kebun/Lainnya (Tabel 5.4).

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Fasilitas BAB Persentase

[1] [2]

Ada, digunakan hanya ART sendiri 84,12 Ada digunakan bersama ART

rumah tangga lain tertentu 5,48

Ada, di MCK Komunal 0,27

Ada, di MCK Umum/ siapapun

menggunakan 1,96

Tidak Ada fasilitas 8,17

Jumlah 100

Tempat Pembuangan Akhir Tinja Persentase

[1] [2] Tangki Septik/SPAL 74,28 Kolam/Sawah/Sungai/Danau/Laut 2,95 Lubang Tanah 22,39 Pantai/Tanah Lapang/Kebun/Lainnya 0,38 Lainnya 0 Jumlah 100 Tabel 5.3

Persentase Rumah Tangga menurut Jenis Fasilitas Tempat Buang Air Besar di Kabupaten Tana Tidung, 2019

Tabel 5.4

Persentase Rumah Tangga menurut Tempat Pembuangan Akhir Tinja di Kabupaten Tana Tidung, 2019

H

A

L

A

M

A

N

60

Sumber Air Minum Utama Persentase

[1] [2]

Air Kemasan Bermerk/Isi Ulang 50,62

Ledeng Meteran/Eceran 2,84

Sumur Bor/Pompa 3,17

Sumur Terlindung 0,64

Sumur Tak Terlindung 1,00

Mata Air Terlindung/ Tak Terlindung 0,61

Air Permukaan 4,43

Air Hujan 36,69

Lainnya 0,00

Jumlah 100

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Selain akses terhadap sanitasi layak, indikator lingkungan lain yang tercantum dalam target MDG’s adalah akses terhadap air bersih. Pada Tahun 2019 sebanyak

50,62 persen rumah tangga menggunakan air kemasan/air isi ulang untuk minum dan yang perlu perhatian khusus adalah tingginya rumah tangga yang menggunakan air hujan sebagai sumber utama air minum yakni sebesar 36,69 (Tabel 5.5).

Tabel 5.5

Persentase Rumah Tangga menurut Sumber Air Minum Utama di Kabupaten Tana Tidung, 2019

H

A

L

A

M

A

N

61

“36,69% Rumah Tangga di Kabupaten Tana Tidung Sumber Air Minum Utamanya adalah Air Hujan”

Hal penting lainnya adalah ketersediaan pelayanan kesehatan reproduksi yang diupayakan agar persalinan dilakukan oleh tenaga medis (dokter, bidan, dan tenaga kesehatan lainnya). Praktek persalinan yang aman menjadi salah satu faktor penentu keselamatan ibu dan bayi hingga pada akhirnya akan menurunkan resiko kematian keduanya.

Berdasarkan Gambar 5.4, pada Tahun 2019 diketahui bahwa 62,49 persen perempuan di Kabupaten Tana Tidung melakukan persalinan di Rumah Sakit, 19,16 persen melahirkan di rumah, 6,45 persen di Klinik/praktek bidan dan 11,9 persen melahirkan di Puskesmas. Melihat cukup tingginya angka melahirkan di rumah dibandingkan dengan puskesmas/polindes/pustu, dapat menjadi perhatian pemerintah. Puskesmas sebagai fasilitas kesehatan terdekat di sekitar lingkungan tempat tinggal, sebaiknya pemerintah ke depannya dapat meningkatkan status puskesmas non rawat inap menjadi puskesmas rawat inap.

“ Persentase Penolong Persalinan oleh Dukun Turun Signifikan”

Berdasarkan Gambar 5.5 pada Tahun 2019 di Kabupaten Tana Tidung, persentase persalinan terakhir yang ditolong oleh bidan sebesar 47,55 persen, dokter sebesar 46,42 persen dan paraji (dukun beranak) sebesar 3,69 persen. Terjadi pergeseran yang positif dari data Tahun 2018. Persentase penolong persalinan

H

A

L

A

M

A

N

62

dibantu paraji (dukun beranak) mengalami penurunan drastis dari 12,93 persen menjadi 3,69 persen. Selain pemahaman masyarakat mengenai kesehatan yang terus membaik, tentunya ada peran aktif pemerintah daerah yang terus meningkatkan kemudahan akses ke fasilitas kesehatan dan penyediaan tenaga kesehatan yang profesional.

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Gambar 5.4

Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang Pernah Melahirkan menurut Tempat Melahirkan Anak Hidup yang Terakhir di Kabupaten Tana Tidung, 2017-2019

H

A

L

A

M

A

N

63

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

“Angka Kesakitan Kabupaten Tana Tidung Tahun 2019 Sebesar 17,58 %”

Tingkat kesehatan di suatu daerah juga bisa dilihat dari Angka Kesakitan. Angka Kesakitan merupakan persentase penduduk yang mengalami keluhan kesehatan. Pada Tahun 2019 angka kesakitan Kabupaten Tana Tidung sebesar 17,58 persen, seperti pada Tabel 5.6.

Gambar 5.5

Persentase Perempuan Berumur 15-49 Tahun yang Pernah Melahirkan menurut Penolong Proses Kelahiran Terakhir di Kabupaten Tana Tidung, 2018-2019

H

A

L

A

M

A

N

64

Sumber: Badan Pusat Statistik Kabupaten Tana Tidung

Dokumen terkait