• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

6. Capital Adequacy Ratio (CAR)

Salah satu aspek terpenting dalam melihat kesehatan perbankan nasional adalah dengan melihat permodalan dari perbankan itu sendiri. Hal ini salah satunya dapat dilihat dengan menggunakan rasio CAR (Capital Adequacy Ratio) atau kecukupan modal minimum. Modal adalah faktor utama pada sebuah perusahaan, karena melalui modal inilah perusahaan memiliki kemampuan untuk mengembangkan kegiatan bisnisnya. Menurut Muljono (2002:236), secara populer modal dapat didefenisikan sebagai : sejumlah dana yang ditanamkan ke dalam suatu perusahaan oleh para pemilikinya untuk pembentukan suatu badan usaha dan dalam perkembangannya modal tersebut dapat susut karena kerugian ataupun berkembang karena keuntungan – keuntungan yang diperolehnya.

Sedangkan fungsi modal menurut Muljono (2002:236) adalah:

a. sebagai ukuran kemampuan bank tersebut untuk menyerap kerugian yang tidak dapat dihindarkan,

b. sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas – batas tertentu, karena sumber – sumber dana dapat juga berasal dari utang penjualan aset yang tidak dipakai, dll,

c. sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan yan dimiliki oleh para pemegang saham,

d. dengan modal yang mencukupi, memungkinkan bagi manajemen bank yang bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut.

Modal terbagi atas:

1) modal inti : modal disetor, cadangan, laba ditahan, agio saham, dll, 2) modal pelengkap : berasal dari cadangan revaluasi aktiva tetap

(selisih penilaian kembali aktiva tetap dengan persetujuan dirjen pajak), cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan (cadangan yang dibentuk dengan cara membebani lap. R/L tahun berjalan), modal kuasi / capital instrument (warkat yang memiliki sifat seperti modal), pinjaman subordinasi (pinjaman antar bank dengan persetujuan BI dengan jangka waktu min. 5 tahun dan bila pelunasan sebelum jatuh tempo harus persetujuan BI).

Pokok-pokok pengaturan dalam PBI nomor 10/15/PBI/2008 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bank meliputi antara lain:

I. kewajiban penyediaan modal minimum.

1.Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Kewajiban tersebut berlaku bagi Bank secara individu maupun Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.

2.Untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil risiko Bank, Bank Indonesia dapat mewajibkan Bank untuk menyediakan modal minimum lebih besar dari 8%.

3.Komponen modal bagi Bank yang berkantor pusat di Indonesia terdiri dari modal inti dan modal pelengkap, serta modal pelengkap tambahan (yang dialokasikan hanya untuk

menghitung risiko pasar) setelah memperhitungkan faktor-faktor tertentu yang menjadi pengurang modal.

II. Modal Inti (tier 1)

1.Bank wajib menyediakan tier 1 paling kurang 5 persen dari ATMR baik bagi Bank secara individu maupun bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.

2.Tier 1 selain mencakup modal disetor dan cadangan tambahan modal (antara lain cadangan modal, laba tahun lalu dan tahun berjalan) juga termasuk modal inovatif.

3.Modal inovatif adalah instrumen utang yang memiliki karakteristik modal (instrumen hybrid). Contoh modal inovatif: perpetual non cummulative subordinated debt dan instrumen hybrid lainnya yang bersifat perpetual dan non cumulative.

4.Modal inovatif harus ≤ 10% dari tier 1. III. Modal Pelengkap (tier 2)

1.Tier 2 terdiri dari modal pelengkap level atas (upper tier 2) dan modal pelengkap level bawah (lower tier 2).

2.Tier 2 ≤100% tier 1, dan lower tier 2 ≤50% dari tier 1.

3.Upper tier 2 mencakup instrumen modal dalam bentuk saham atau instrumen modal lainnya yang memenuhi persyaratan tertentu, revaluasi aset tetap, cadangan umum aset produktif, dan pendapatan komprehensif lainnya.

4.Persyaratan tertentu upper tier 2 yang berbentuk saham atau instrumen modal lainnya antara lain dapat bersifat cummulative dan dapat berupa instrumen dengan call option yang hanya dapat dieksekusi paling kurang 10 tahun setelah instrumen diterbitkan dan setelah mendapat persetujuan BI. Untuk instrumen yang mempunyai fitur step-up diatur persyaratan lain seperti besarnya fitur step-up yang dibatasi maksimal 100 basis point (bp) atau 50% dari marjin (credit spread) awal.

5.Lower tier 2 mencakup saham preferen yang dapat ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu (redeemable preference shares) dan/atau pinjaman atau obligasi subordinasi yang memenuhi persyaratan tertentu.

6.Persyaratan tertentu lower tier 2 antara lain instrumen berjangka waktu minimal 5 tahun termasuk untuk instrumen yang mempunyai fitur call option yang hanya dapat dieksekusi paling kurang 5 tahun setelah instrumen diterbitkan dengan mendapat persetujuan BI. Untuk instrumen yang mempunyai fitur step-up persyaratannya sama dengan fitur step up untuk instrumen upper tier 2.

IV. Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3)

1.Tier 3 hanya dapat digunakan untuk menghitung Risiko Pasar.

2.Limit tier 3 ≤ 250% dari bagian tier 1 yang dialokasikan untuk menghitung Risiko Pasar dan tier 2 + tier 3 ≤ tier 1. 3.Komponen tier 3 mencakup pinjaman subordinasi jangka

pendek, bagian dari pinjaman subordinasi dalam tier 2 yang melebihi batas maksimum 50% dari tier 2, dan tier 2 yang tidak digunakan dengan memenuhi persyaratan tertentu. 4.Persyaratan tertentu pinjaman subordinasi jangka pendek

yang menjadi komponen tier 3 antara lain minimal berjangka waktu 2 tahun.

V. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) ATMR diperhitungkan sebagai berikut:

1.bagi semua bank mencakup ATMR untuk Risiko Kredit dan ATMR untuk Risiko Operasional

2.bagi bank yang memenuhi kriteria tertentu ditambah ATMR untuk Risiko Pasar.

Besar kecilnya kecukupan modal suatu bank menurut Abdullah (2005 : 67) dipengaruhi oleh:

a. tingkat kualitas manajemen bank, b. tingkat likuiditas yang dimilikinya, c. tingkat kualitas dari aset,

d. struktur deposito,

e. tingkat kualitas dari sistem dan prosedurnya, f. tingkat kualitas dan karakter para pemilik saham,

g. kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang,

h. riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang diperolehnya.

CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko misalnya kredit yang diberikan. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang. CAR menunjukkan seberapa besar modal bank telah memadai kebutuhannya dan sebagai

dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin besar CAR maka akan semakin besar daya tahan bank yang bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang timbul karena adanya harta bermasalah. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR menunjukkan semakin sehat bank tersebut.

b. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)

Menurut Ali (2004:450) ”perhitungan besaran ATMR dilakukan dengan menghitung jumlah nilai aktiva tertimbang dimana sebagai faktor penimbang digunakan perkiraan besarnya resiko yang melekat pada masing – masing unsur aktiva bank tersebut.”

Menurut Siamat (2005:253), ATMR terdiri atas:

1) aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar resiko kredit yang melekat pada setiap pos aktiva,

2) beberapa pos dalam daftar kewajiban komitmen dan kontijensi (off balance sheet account) yang diberikan bobot dan sesuai dengan kadar resiko kredit yang melekat pada setiap pos, setelah terlebih dahulu diperhitungkan dengan bobot faktor konversi.

Aktiva tertimbang menurut resiko adalah ukuran jumlah dari aset bank, disesuaikan dengan risiko. Aktiva tertimbang menurut resiko mencakup baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat administratif sebagaimana tercermin dalam kewajiban yang masih

bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi pihak ketiga (Abdullah, 2005 : 60).

Sifat dari bisnis bank biasanya hampir semua aset bank akan terdiri dari kredit kepada nasabah. Membandingkan jumlah modal bank dengan jumlah aset memberikan ukuran bagaimana bank dapat menyerap kerugian. Jika modal adalah 10% dari aset, maka bisa kehilangan 10% dari aktivanya tanpa menjadi bangkrut. Menyesuaikan jumlah perkiraan resiko pada setiap pinjaman dapat mengubah persentase ini menjadi ukuran kasar stabilitas keuangan bank. Ini bukan ukuran yang akurat, terutama karena kesulitan dalam memperkirakan risiko ini. Beberapa aset, yakni surat hutang, yang memiliki risiko yang lebih tinggi daripada yang lain, seperti uang tunai atau pemerintah efek / obligasi.

Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/146/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Perubahan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei 1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, terdapat perubahan pengaturan mengenai komponen modal pelengkap yang bersumber dari Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Perubahan dalam ketentuan tersebut menyatakan bahwa komponen modal pelengkap yang berasal dari PPAP hanya cadangan umum PPAP. Sedangkan cadangan khusus PPAP dikeluarkan dari komponen modal pelengkap. Selain itu, berdasarkan standar internasional sebagaimana ditetapkan oleh Bank for International Settlements (BIS), cadangan khusus PPAP yang dikeluarkan dari komponen modal pelengkap akan diperhitungkan sebagai faktor

pengurang pada nilai aktiva produktif yang bersangkutan dalam penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).

Dalam perhitungan kecukupan permodalan bank, bobot kategori risiko (ATMR) berperan dalam menentukan jumlah minimum permodalan yg harus dimiliki oleh bank (Capital Adequacy Ratio) yaitu sebesar 8% dari total ATMR. Perhitungan ATMR berdasarkan Surat Edaran Nomor 2/12/DPNP:

1. aktiva produktif dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan atau Macet dalam penghitungan ATMR dinilai sebesar nilai buku. Nilai buku adalah nilai Aktiva Produktif setelah dikurangi dengan cadangan khusus PPAP yang dibentuk. Khusus terhadap kredit yang direstrukturisasi, penghitungan nilai buku tersebut dilakukan setelah memperhitungkan cadangan restrukturisasi kredit,

2. ketentuan mengenai Aktiva Produktif dan PPAP didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif,

3. dalam penghitungan ATMR, bobot risiko Aktiva Produktif bank yang memperoleh jaminan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) disetarakan dengan bobot risiko Aktiva Produktif yang dijamin oleh Pemerintah Pusat, yaitu dengan bobot risiko sebesar 0% (nol perseratus) sebesar bagian yang dijamin oleh BPPN,

4. agar dapat disetarakan dengan jaminan dari Pemerintah Pusat maka jaminan dari BPPN sebagaimana dimaksud dalam butir 3, wajib memenuhi persyaratan :

a. bersifat irrevocable yaitu jaminan dengan kondisi tidak dapat diubah dan atau ditarik kembali atau dibatalkan tanpa persetujuan Bank dan BPPN;

b. harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diajukannya klaim; dan

c. jangka waktu jaminan sekurang-kurangnya sama dengan jangka waktu aktiva produktif.

Dokumen terkait