UNIVERSITAS SUMATERA UTARA FAKULTAS EKONOMI
PROGRAM S-1 REGULER MEDAN
SKRIPSI
PENGARUH LDR (LOAN TO DEPOSIT RATIO), NPL (NON PERFORMING LOAN), ROA (RETURN ON ASSETS) DAN BOPO (BIAYA OPERASIONAL
PENDAPATAN OPERASIONAL) TERHADAP KECUKUPAN MODAL PERBANKAN PADA BANK YANG TERDAFTAR DI BEI
OLEH:
NAMA : NETTY I SIREGAR
NIM : 060503184
DEPARTEMEN : AKUNTANSI
Guna Memenuhi Salah Satu Syarat Untuk Memperoleh Gelar Sarjana Ekonomi
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul “Pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Terhadap
Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang Terdaftar Di BEI” adalah benar
hasil karya saya sendiri dan judul ini belum pernah dimuat, dipublikasikan, atau
diteliti oleh mahasiswa lain dalam konteks penulisan skripsi untuk program S1
Departemen Akuntansi Fakultas Ekonomi Universitas Sumatera Utara. Semua
sumber data dan informasi yang diperoleh telah dinyatakan dengan jelas, benar,
apa adanya dan apabila dikemudian hari pernyataan ini tidak benar, saya bersedia
menerima sanksi yang ditetapkan oleh Universitas Sumatera Utara.
Medan, 5 Juni 2010
Yang Membuat Pernyataan,
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur dan hormat kepada Tuhan yang Maha Kuasa karena atas
berkat dan kuasa-Nya peneliti mampu menyelesaikan penulisan skripsi. Skripsi ini
berjudul “Pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang Terdaftar
Di BEI”, disusun dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh
gelar kesarjanaan pada Fakultas Ekonomi Departemen Akuntansi Universitas
Sumatera Utara.
Selama proses penyusunan skripsi ini, peneliti banyak memperoleh
bimbingan, dorongan semangat, nasehat, dan bantuan lain baik secara moril
maupun materiil dari berbagai pihak. Pada kesempatan ini peneliti ingin
menyampaikan ucapan terima kasih kepada:
1. Bapak Drs. Jhon Tafbu Ritonga, M.Ec, selaku Dekan Fakultas Ekonomi
Universitas Sumatera Utara.
2. Bapak Drs. Hasan Sakti Siregar, M.Si, Ak, dan Ibu Dra. Mutia Ismail, MM,
Ak, selaku Ketua Departemen dan Sekretaris Departemen Akuntansi
Universitas Sumatera Utara.
3. Bapak Drs. M. Zainul Bahri Torong, M.Si, Ak, selaku Dosen Pembimbing.
Terima kasih yang tulus saya ucapkan kepada Beliau tidak hanya untuk waktu,
kerjasama secara ikhlas yang diberikan selama proses penyusunan dan
penyelesaian skripsi ini.
4. Bapak Drs. Abikusno Dharsuky, MM. Ak, selaku Dosen Penguji I dan Bapak
Dra. Naleni Indra, MM. Ak, selaku Dosen Penguji II atas segala masukan dan
saran yang telah diberikan.
5. Kedua orangtua, Bapak O. Siregar dan Mama J. E Pandiangan serta abang,
Roy, Christoper, dan adik, Novita, Sarah terima kasih yang tulus atas segala
doa, dukungan serta kasih sayang yang telah diberikan selama penyusunan
skripsi ini.
6. Seluruh teman-teman yang saya kasihi, terima kasih untuk doa, semangat dan
motivasinya.
Akhir kata, peneliti menyadari bahwa skripsi ini masih jauh dari sempurna.
Oleh karena itu, peneliti mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi
kesempurnaan skripsi ini. Peneliti berharap skripsi ini bisa bermanfaat bagi semua
pihak.
Medan, 5 Juni 2010 Peneliti,
ABSTRAK
Perubahan situasi kompetitif dan kondisi di bidang perbankan, memiliki tantangan tersendiri bagi perbankan Indonesia terutama dalam mengelola bank untuk tetap eksis atau bahkan perkembangan yang maksimal. Rasio keuangan sebagai indikator keuangan dapat digunakan sebagai Sistem Peringatan Dini untuk mengurangi kondisi buruk keuangan perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara parsial dan simultan pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan), ROA (Return On Asset), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap CAR (Capital Adequacy Ratio) pada perusahaan perbankan di Indonesia.
Desain penelitian ini adalah kausal dan direplikasi berdasarkan penelitian sebelumnya. Populasi penelitian adalah semua perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2008. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan hasilnya adalah 19 bank sebagai sampel. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda termasuk F-test dan t-test pada tingkat 5% dari signifikan (alpha = 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial ROA berpengaruh signifikan terhadap CAR dan LDR, NPL, BOPO tidak signifikan mempengaruhi CAR. Secara simultan LDR, NPL, ROA dan BOPO berpengaruh secara signifikan terhadap CAR. Ini ditunjukkan dengan 0.27 dari nilai r square, yang berarti 27% variasi dari perubahan kecukupan modal (CAR) yang dapat dijelaskan oleh empat variabel independen. Sementara itu, sisanya 73% dijelaskan oleh variasi lain atau faktor yang tidak termasuk dalam model regresi.
ABSTRACT
The changing of competitive situation and condition in banking corporate, have a hard challenge for Indonesian banking especially in managing their banks to be exist or even maximal improvement. Financial indicators as financial ratios can be used as an Early Warning System to decrease of corporate financial condition. The objective of this research is to know the LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan), ROA (Return On Asset), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) either partially or simultanneously to CAR (Capital AdequacyRatio)at go public banking company in Indonesia.
The design of this research is causal and replicated based on the previous research. This research population is all banking companies which were listed in Indonesia Stock Exchange (ISX) during the year 2005 – 2008. The sample selection is using purposive sampling method and the result are nineteen bank as sample. The hypothesis is tested by using multiple regression analysis including F-test and t-test on 5% level of significant (alpha = 0,05).
The result indicate that partially ROA significantly influence the CAR and LDR, NPL, BOPO unsignificantly influence the CAR. LDR, NPL, ROA, BOPO influence the CAR simultaneosly. These are showed by 0,27 of the r square value, that means 27% variation from the CAR change which can be explained by the four independent variabel. Meanwhile, the remainder 73% exlaplained by other variation or factor which not include in regression model.
DAFTAR ISI
PERNYATAAN ... i
KATA PENGANTAR ... ii
ABSTRAK ... iv
ABSTRACT ... v
DAFTAR ISI ... vi
DAFTAR TABEL ... ix
DAFTAR GAMBAR ... x
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah ... 1
B. Perumusan Masalah ... 7
C. Tujuan Penelitian ... 8
D. Manfaat Penelitian ... 8
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis... 9
1. Bank ... 9
2. Loan to Deposit Ratio (LDR) ... 9
3. Non Performing Loan (NPL)... 10
4. Return On Asset (ROA) ... 12
5. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ... 12
a. Modal Bank ... 13
b. ATMR ... 17
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu ... 20
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis ... 21
1. Kerangka Konseptual ... 21
2. Hipotesis ... 23
BAB III METODE PENELITIAN A. Desain Penelitian ... 24
B. Populasi dan Sampel Penelitian... 24
C. Jenis dan Sumber Data ... 25
D. Teknik Pengumpulan Data ... 26
E. Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 26
F. Metode Analisis Data ... 29
1. Pengujian Asumsi Klasik ... 30
2.Pengujian Hipotesis ... 36
G. Jadwal Penelitian ... 39
BAB IV ANALISIS HASIL PENELITIAN A. Hasil Penelitian ... 40
1. Data Penelitian ... 40
2. Statistik Deskriptif ... 40
a. Normalitas ... 44
b. Multikolinearitas... 49
c. Heterokedastisitas ... 50
d. Autokorelasi ... 51
4. Pengujian Hipotesis ... 53
a. Koefisien Determinasi... 53
b. Uji Statistik “F” ... 54
c. Uji Statistik “t” ... 55
B. Analisis Hasil Penelitian ... 58
1. Loan to Deposit Ratio (LDR) ... 58
2. Non Performing Loan (NPL)... 59
3. Return On Asset (ROA) ... 61
4. Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) ... 62
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN A. Kesimpulan ... 65
B. Keterbatasan Penelitian ... 67
C. Saran ... 68
DAFTAR PUSTAKA ... 69
DAFTAR TABEL
Nama Halaman
Tabel 2.1 Review Penelitian Terdahulu ... 20
Tabel 3.1 Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel ... 28
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif ... 39
Tabel 4.2 Hasil Uji NormalitasOne-Sample K-S Test ... 45
Tabel 4.3 Hasil Uji NormalitasOne-Sample K-S Test (LN) ... 47
Tabel 4.4 Hasil Uji Multikolinearitas... 48
Tabel 4.5 Hasil Uji Autokorelasi ... 50
Tabel 4.6 Hasil Uji Autokorelasi (LAG) ... 51
Tabel 4.7 Hasil Koefisien Determinasi ... 52
Tabel 4.8 Hasil Uji F (ANOVA) ... 53
DAFTAR GAMBAR
Nama Halaman
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual ... 21
Gambar 4.1 Grafik Histogram ... 44
Gambar 4.2 Grafik Normal P-Plot ... 44
Gambar 4.3 Grafik Histogram (LN) ... 46
Gambar 4.4 Grafik Normal P-Plot (LN) ... 46
ABSTRAK
Perubahan situasi kompetitif dan kondisi di bidang perbankan, memiliki tantangan tersendiri bagi perbankan Indonesia terutama dalam mengelola bank untuk tetap eksis atau bahkan perkembangan yang maksimal. Rasio keuangan sebagai indikator keuangan dapat digunakan sebagai Sistem Peringatan Dini untuk mengurangi kondisi buruk keuangan perusahaan. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui secara parsial dan simultan pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan), ROA (Return On Asset), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) terhadap CAR (Capital Adequacy Ratio) pada perusahaan perbankan di Indonesia.
Desain penelitian ini adalah kausal dan direplikasi berdasarkan penelitian sebelumnya. Populasi penelitian adalah semua perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) selama tahun 2005-2008. Pemilihan sampel menggunakan metode purposive sampling dan hasilnya adalah 19 bank sebagai sampel. Hipotesis tersebut diuji dengan menggunakan analisis regresi berganda termasuk F-test dan t-test pada tingkat 5% dari signifikan (alpha = 0,05).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa secara parsial ROA berpengaruh signifikan terhadap CAR dan LDR, NPL, BOPO tidak signifikan mempengaruhi CAR. Secara simultan LDR, NPL, ROA dan BOPO berpengaruh secara signifikan terhadap CAR. Ini ditunjukkan dengan 0.27 dari nilai r square, yang berarti 27% variasi dari perubahan kecukupan modal (CAR) yang dapat dijelaskan oleh empat variabel independen. Sementara itu, sisanya 73% dijelaskan oleh variasi lain atau faktor yang tidak termasuk dalam model regresi.
ABSTRACT
The changing of competitive situation and condition in banking corporate, have a hard challenge for Indonesian banking especially in managing their banks to be exist or even maximal improvement. Financial indicators as financial ratios can be used as an Early Warning System to decrease of corporate financial condition. The objective of this research is to know the LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan), ROA (Return On Asset), BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) either partially or simultanneously to CAR (Capital AdequacyRatio)at go public banking company in Indonesia.
The design of this research is causal and replicated based on the previous research. This research population is all banking companies which were listed in Indonesia Stock Exchange (ISX) during the year 2005 – 2008. The sample selection is using purposive sampling method and the result are nineteen bank as sample. The hypothesis is tested by using multiple regression analysis including F-test and t-test on 5% level of significant (alpha = 0,05).
The result indicate that partially ROA significantly influence the CAR and LDR, NPL, BOPO unsignificantly influence the CAR. LDR, NPL, ROA, BOPO influence the CAR simultaneosly. These are showed by 0,27 of the r square value, that means 27% variation from the CAR change which can be explained by the four independent variabel. Meanwhile, the remainder 73% exlaplained by other variation or factor which not include in regression model.
BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah
Lembaga perbankan merupakan salah satu tulang punggung perekonomian
suatu negara, karena memiliki fungsi intermediasi atau sebagai perantara antara
pemilik modal (fund supplier) dengan pengguna dana (fund user). Bank dengan kinerja keuangan yang sehat menjadi tujuan penting, agar fungsi intermediasi
dapat berjalan lancar. Krisis moneter yang terjadi sejak pertengahan tahun 1997,
telah mengakibatkan krisis perbankan yang parah di Indonesia. Kondisi ini
mendorong dilakukannya restrukturisasi perbankan. Salah satu tumpuan program
ini adalah adanya aturan tentang Rasio Kecukupan Modal, yakni Capital Adequacy Ratio (CAR) dengan tujuan agar bank dapat mengembangkan aktivanya secara aman sehingga dapat mendorong pemberdayaan bank.
Tingkat kesehatan bank dapat dinilai dari beberapa indikator, yakni
permodalan, kualitas aset, manajemen, rentabilitas, likuiditas, sensitivitas terhadap
resiko. CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank.
Penelitian aspek permodalan suatu bank lebih dimaksudkan untuk mengetahui
bagaimana atau apakah modal bank tersebut telah memadai untuk menunjang
kebutuhan. Adapun kriteria yang dikeluarkan Bank Indonesia dalam Arsitektur
Perbankan Indonesia (2004) untuk sebuah bank bisa menjadi bank jangkar
(anchor bank) adalah :
1. rasio kecukupan modal (CAR) minimum 12% dari Aktiva Tertimbang
2. rasio Return On Asset (ROA) minimal 1,5%,
3. pertumbuhan kredit riil sedikitnya 22% dengan Loan to Deposit Ratio (LDR) sedikitnya 50% dan rasio kredit bermasalah (Non Performing Loan) dibawah 5%,
4. merupakan perusahaan publik atau berencana dalam waktu dekat menjadi
perusahaan publik dan memiliki kemampuan menjadi konsolidator.
Dalam perhitungan kecukupan permodalan bank, bobot kategori risiko
(ATMR) berperan dalam menentukan jumlah minimum permodalan yang harus
dimiliki oleh bank. Semakin kecil ATMR yang dikenakan pada satu debitur /
kelompok debitur maka jumlah modal minimum yang harus disediakan bank akan
semakin kecil. Singkatnya, dengan jumlah modal yang ada, penurunan ATMR
akan memberikan keleluasaan bagi bank untuk melakukan ekspansi pembiayaan /
financing kepada debitur. Jadi kalau ATMR bank semakin besar maka bank juga harus meningkatkan modalnya kalau tidak presentase CAR nya akan menurun.
Perbandingan sederhana antara porsi modal terhadap kekayaan bank bisa
dilihat dari rata-rata CAR pada bulan Maret 2006 sebesar 21,84%. Nilai tersebut
jauh diatas CAR minimal 8%. Nilai CAR tersebut lebih disebabkan nilai ATMR
yang masih rendah. Perhitungan bobot ATMR yang diturunkan, menyebabkan
nilai CAR akan semakin kurang sensitif terhadap pertumbuhan pinjaman tersebut.
Jadi ada kecenderungan nilai CAR tersebut disebabkan bank mencari penyaluran
dana yang aman-aman saja. Hal ini dilakukan dengan mengalokasikasikan
penyaluran dananya ke alternatif aktiva yang beresiko rendah, misalnya
dengan kata lain bank bisa saja mengurangi penyaluran kredit agar bisa menjaga
nilai CAR-nya tetap tinggi.
Berdasarkan laporan keuangan perbankan di Indonesia, laba perbankan pada
tahun 2005 mengalami penurunan sebesar 23.56% dan NPL (kredit macet)
mengalami peningkatan menjadi 7,56% pada tahun 2005. Pertumbuhan kredit
yang tinggi menjadi hal yang menonjol pada tahun 2008. Gejala pertumbuhan
kredit yang pesat sebenarnya sudah mulai terlihat sejak tahun 2007. Waktu itu
pertumbuhan kredit mencapai 25% atau lebih tinggi dari target sebesar 22%. Pada
tahun 2008, sesuai Rencana Bisnis, perbankan menargetkan pertumbuhan kredit
sekitar 24%. Sebelum tahun 2008 berakhir, target kredit tersebut sudah terlampaui
hingga mencapai puncaknya pada bulan Oktober 2008 dengan pertumbuhan 37%.
Sejalan dengan meningkatnya tekanan karena memburuknya perekonomian, sejak
bulan November 2008 pertumbuhan kredit mulai melambat sehingga mencapai
29,5% pada akhir tahun.
Penyaluran kredit tidak hanya berpotensi meningkatkan laba, tapi juga
sering disertai peningkatan kredit macet (NPL). Peningkatan NPL juga akan
mempengaruhi bank dalam penyaluran kredit pada periode berikutnya. Sepandai
apapun analis kredit dalam menganalisis setiap permohonan kredit, kemungkinan
kredit tesebut macet pasti ada (Kasmir, 2003:115). NPL merupakan variabel yang
sensitif karena sebagian besar memperlihatkan keburukan kinerja manajer dalam
mengelola kredit bermasalah (Nasser, 2003). Selama semester II 2008, kenaikan
nominal NPL cenderung meningkat sejalan dengan meningkatnya tekanan
kondisi ekonomi tengah kurang menggembirakan. Dilihat dari sisi rasio NPL,
dibandingkan dengan posisi akhir semester I 2008, rasio NPL gross menurun
menjadi 3,76%. Rendahnya rasio NPL dipengaruhi oleh tingginya peningkatan
kredit yang jauh melebihi peningkatan nominal NPL.
Perbankan mengalami peningkatan laba pada tahun 2006 (Rp 28,82 triliun)
setelah sempat mengalami penurunan pada tahun 2005 (Rp 22,65 triliun).
Besarnya laba ini bukan merupakan hal yang sepenuhnya baik, diakibatkan :
1) masih tingginya laba yang diciptakan melalui penempatan dana dalam
Sertifikat Bank Indonesia (SBI) dan obligasi pemerintah. Ini merupakan
bagian dari laba perbankan yang diambil dari kantong masyarakat dan bukan
karena aktivitas bisnis perbankan seperti intermediasi antara kelompok
masyarakat penabung dan kelompok dunia,
2) menyangkut semunya data bahwa non performing loan (NPL) senantiasa
mengalami penurunan pada tahun-tahun terakhir ini. Tentu saja dana yang
tidak dipinjamkan perbankan kepada masyarakat dan malahan ditempatkan
dalam bentuk SBI dan obligasi pemerintah hampir tidak mungkin tergelincir
menjadi berstatus kredit macet. Dimana aset dalam SBI, bobot resikonya
dinilai sebesar nol (nol perseratus). Selama manfaat yang diperoleh perbankan
dari penempatan dana di SBI dan obligasi pemerintah masih relatif tinggi,
kesulitan penyaluran kredit pada dunia usaha akan senantiasa menghadang.
Peningkatan laba yang masih sangat mengandalkan SBI, jika dikaitkan
dengan tujuan diluncurkannya API yakni menciptakan perbankan yang membantu
dengan cara membeli SBI tidak sejalan dengan ide diluncurkannya API. Bunga
yang diperoleh dari SBI amat jauh berbeda karakternya dibandingkan dengan
bunga yang diperoleh dari peminjaman oleh masyarakat.
Selama semester II 2008, pendapatan bunga bersih perbankan lebih tinggi
dibandingkan semester I 2008 sebagai akibat dari penyaluran kredit yang masih
tinggi, namun ke depan hal ini berpotensi mengurangi profitabilitas. Profitabilitas
yang dihasilkan dari pendapatan bunga tersebut tidak seluruhnya dapat langsung
menjadi laba bersih bank. Hal tersebut karena perbankan mengantisipasi
memburuknya kualitas kredit terkait melambatnya pertumbuhan ekonomi ke
depan dengan meningkatkan beban Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif
(PPAP). Akibatnya, terjadi penurunan laba operasional sekitar 30,6%, yaitu dari
Rp17,6 triliun (Juni2008) menjadi Rp12,2 triliun (Desember 2008).
Perolehan laba selama semester II 2008 turun 33,9% setelah
memperhitungkan pajak, yaitu dari Rp18,4 triliun menjadi Rp12,2 triliun. Penting
dicatat bahwa penurunan laba yang terjadi pada paruh kedua tahun 2008 ini,
merupakan kecenderungan tahunan yang juga terjadi pada tahun 2007 yang lalu.
Hanya saja, meningkatnya tekanan terhadap kondisi perbankan pada tahun 2008,
menyebabkan perolehan laba berjalan menjadi lebih menurun, yaitu dari sebesar
Rp35,0 triliun pada akhir 2007 menjadi Rp30,6 triliun pada akhir 2008. Pada
periode yang sama total aset perbankan juga mengalami peningkatan. Hal ini
kemudian menyebabkan ROA perbankan juga menjadi menurun. Penurunan laba
yang ikut berkurang. Penurunan efisiensi ini tercermin pada rasio Beban
Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) yang meningkat.
Beberapa penelitian mengenai kecukupan modal telah dilakukan, seperti
yang dilakukan oleh Harry Sukamto (2009) melakukan penelitian mengenai
pengaruh tingkat penyaluran kredit dan pemamfaatan aktiva terhadap kecukupan
modal perusahaan perbankan yang go public. Secara parsial, LDR kurang
berpengaruh terhadap tingkat CAR dan ROA berpengaruh terhadap CAR. Secara
simultan, LDR dan ROA berpengaruh terhadap CAR perbankan.
Fatma Zuleira Sinaga (2008) melakukan penelitian pengaruh profitabilitas
dan likuiditas terhadap kecukupan modal pada bank umum nasional. Hasilnya,
secara parsial, ROE, IML, NPM berpengaruh signifikan terhadap CAR. LDR dan
QR berpengaruh, tetapi tidak signifikan. Secara simultan, profitabilitas dan
likuiditas berpengaruh signifikan terhadap CAR.
Pane (2007) melakukan penelitian untuk menguji hubungan profitabilitas
dan likuiditas dengan CAR pada bank BRI. Hasil penelitian menunjukan rasio
profitabilitas seperti ROE, IML dan rasio likuiditas LDR punya hubungan positif
dan tidak signifikan terhadap CAR. Rasio likuiditas yang lain seperti QR punya
hubungan negatif dan tidak signifikan terhadap CAR.
Sitanggang (2006) melakukan penelitian untuk menguji pengaruh timbal
balik antara profitabilitas dan likuiditas dengan permodalan. Profitabilitas diwakili
oleh ROE dan IML. Likuiditas diwakili oleh LDR dan QR. Permodalan diwakili
oleh CAR. Hasil penelitian menunjukan bahwa secara parsial rasio IML
tetapi tidak signifikan terhadap CAR. Secara simultan, rasio profitabilitas dan
likuiditas berpengaruh secara signifikan terhadap CAR. Analisis yang dilakukan
Ayu (2003) tentang pengaruh kecukupan modal terhadap profitabilitas dan
likuiditas pada bank umum yang go public di BES. Penelitian ini menghasilkan kesimpulan bahwa ada pengaruh positif antara kecukupan modal terhadap
profitabilitas dan pengaruh negatif antara kecukupan modal terhadap likuiditas.
Melihat fenomena yang terjadi pada industri perbankan, khususnya di tahun
2005 – 2008, dan masih beragamnya hasil – hasil penelitian terdahulu mengenai
pengaruh rasio keuangan tertentu terhadap kecukupan modal, mendorong peneliti
untuk mereplikasi penelitian Harry Sukamto (2009), dengan menambah 2 variabel
independen, yaitu NPL dan BOPO. Berdasarkan pertimbangan tersebut, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) Terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang Terdaftar Di BEI”.
B. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang penelitian yang telah diuraikan sebelumnya,
maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah “ ApakahLDR
(Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) berpengaruh
secara parsial dan simultan terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank
C. Tujuan Penelitian
Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk menguji ”Pengaruh LDR
(Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) secara parsial
dan simultan terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang Terdaftar
Di BEI tahun 2005 – 2008 ”.
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi peneliti, untuk menambah pengetahuan peneliti mengenai pengaruh
Loan to Deposit Ratio (LDR), Non Performing Loan (NPL), Return On Asset (ROA) dan Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) secara parsial dan simultan terhadap Kecukupan Modal Perbankan.
2. Bagi manajemen bank, sebagai bahan masukan dan sumbangan
pemikiran dalam mengambil kebijakan perbankan khususnya mengenai
kecukupan modal.
3. Bagi calon peneliti, sebagai bahan masukan dan sumber informasi untuk
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA A. Tinjauan Teoritis
1. Bank
Bank adalah lembaga keuangan yang usaha pokoknya menghimpun dana
dan menyalurkan kembali dana tersebut ke masyarakat dalam bentuk kredit
serta memberikan jasa-jasa dalam lalu lintas peredaran uang. Pengertian
bank yang terdapat dalam PSAK Nomor 31 dalam Standar Akuntansi
Keuangan (2008:1), yaitu : bank adalah lembaga yang berperan sebagai
perantara keuangan (financial intermediary) antara pihak yang memiliki dana dan pihak yang memerlukan dana, serta sebagai lembaga yang
berfungsi memperlancar lalu lintas pembayaran. Ada tiga kegiatan pokok
yang dilakukan oleh bank, yaitu:
a. penghimpun dana (giro, deposito, tabungan) dengan sasaran meminimumkan biaya perolehan dana,
b. alokasi dana (kredit dan investasi) dengan sasaran memaksimumkan pendapatan bank,
c. pelayanan jasa keuangan (transfer, Letter Of Credit, cek perjalanan, money changer, bank garansi dan lain – lain) dan jasa nonkeuangan (pelatihan pegawai pergudangan, kotak pengamanan dan jasa – jasa komputer) dengan sasaran memaksimumkan kemampuan nasabah (Irmayanto, 2004 : 65).
2. Loan to Deposit Ratio (LDR)
LDR merupakan salah satu indikator kesehatan likuiditas bank. Penilaian
likuiditas merupakan penilaian terhadap kemampuan bank untuk
memelihara tingkat likuiditas yang memadai dan kecukupan manajemen
menilai suatu kinerja bank terutama dari seluruh jumlah kredit yang
diberikan oleh bank dengan dana yang diterima oleh bank.
Menurut Simorangkir (2004:147), Loan to Deposit Ratio (LDR) adalah perbandingan antara kredit yang diberikan dan dana pihak ketiga, termasuk
pinjaman yang diterima, tidak termasuk pinjaman subordinasi. Rasio ini
menggambarkan kemampuan bank membayar kembali penarikan yang
dilakukan nasabah deposan dengan mengandalkan kredit yang diberikan
sebagai sumber likuiditasnya. Batas aman LDR suatu bank secara umum
sekitar 90% - 100%, sedangkan menurut ketentuan bank sentral batas aman
LDR suatu bank 110%. Alasan memilih variabel ini adalah dengan
pertimbangan bahwa semakin besar jumlah kredit yang diberikan oleh bank
maka akan semakin rendah tingkat likuiditas bank yang bersangkutan,
namun dilain pihak semakin besar jumlah kredit yang diberikan diharapkan
bank akan mendapatkan return yang tinggi pula. Hal tersebut akan mempengaruhi penilaian investor dalam mengambil keputusan investasinya.
3. Non Performing Loan (NPL)
Berbicara mengenai kredit bermasalah (problem loan), banyak yang menyamakannnya dengan kredit macet (Non Performing Loan). Hal tersebut memang ada benarnya karena kredit macet adalah bagian dari kredit
bermasalah, namun tidak boleh menyatakan bahwa semua kredit bermasalah
adalah kredit macet. Jelasnya, kredit bermasalah dapat diartikan sebagai
sesuai dengan persyaratan atau ketentuan yang ditetapkan oleh bank, serta
mempunyai resiko penerimaan pendapatan dan bahkan punya potensi untuk
rugi.
Non Performing Loan merupakan salah satu indikator kesehatan kualitas aset bank. Rasio non – performing loan menunjukkan kemampuan manajemen bank dalam mengelola kredit bermasalah yang diberikan oleh
bank, sehingga semakin tinggi rasio ini maka akan semakin semakin buruk
kualitas kredit bank yang menyebabkan jumlah kredit bermasalah semakin
besar; maka kemungkinan suatu bank dalam kondisi bermasalah semakin
besar dan memungkinkan pencapaian laba semakin rendah (Nasser,2003).
Kredit dalam hal ini adalah kredit yang diberikan kepada pihak ketiga tidak
termasuk kredit kepada bank lain.
Meningkatnya jumlah penyaluran kredit akan menyebabkan
meningkatnya NPL yang juga disertai meningkatnya beban, hal ini tentu
saja akan mempengaruhi pertumbuhan modal. Selain besarnya beban
operasional dan meningkatnya NPL yang mempengaruhi perkembangan
modal. Menurut Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12
April 2004 tentang Sistem Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum,
4. Return On Asset (ROA)
ROA merupakan salah satu rasio yang digunakan untuk mengukur
tingkat profitabilitas suatu perusahaan. Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar laba besih yang dapat diperoleh dari seluruh aktiva yang
dimiliki perusahaan. Dendawijaya (2000:120) menjelaskan bahwa, “rasio
ROA digunakan untuk mengukur kemampuan manajemen bank dalam
memperoleh keuntungan (laba) secara keseluruhan, semakin besar ROA
semakin besar pula tingkat keuntungan yang dicapai bank tersebut dan
semakin baik pula posisi bank dari segi penggunaan aktiva”. Dalam
Arsitektur Perbankan Indonesia (2004), kriteria yang dikeluarkan Bank
Indonesia untuk sebuah bank bisa menjadi bank jangkar (anchor bank) memiliki rasio Return On Asset (ROA) minimal 1,5%.
ROA dipengaruhi oleh profit margin dan perputaran total aktiva. Untuk menaikkan ROA, suatu perusahaan bisa memilih dengan menaikkan profit margin dan mempertahankan perputaran total aktiva. Profit margin yang tinggi menandakan kemampuan perusahaan menghasilkan laba yang tinggi
pada tingkat penjualan tertentu.
5. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
“Rasio Biaya Operasional Pendapatan Operasional (BOPO) adalah
kelompok rasio yang mengukur efisiensi dan efektivitas operasional suatu
perusahaan dengan jalur membandingkan satu terhadap lainnya.”
operasional dengan pendapatan operasional. Artinya, semakin rendah
BOPO, berarti semakin efisien kinerja bank tersebut dalam mengendalikan
biaya operasionalnya, dengan adanya efisiensi biaya maka keuntungan yang
diperoleh bank akan semakin besar. Menurut Riyadi (2004:141), besarnya
rasio BOPO yang dapat ditolerir oleh perbankan di Indonesia adalah sebesar
93,52%, hal ini sejalan dengan ketentuan yang dikeluarkan oleh BI.
6. Capital Adequacy Ratio (CAR) a. Modal Bank
Salah satu aspek terpenting dalam melihat kesehatan perbankan
nasional adalah dengan melihat permodalan dari perbankan itu sendiri.
Hal ini salah satunya dapat dilihat dengan menggunakan rasio CAR
(Capital Adequacy Ratio) atau kecukupan modal minimum. Modal adalah faktor utama pada sebuah perusahaan, karena melalui modal
inilah perusahaan memiliki kemampuan untuk mengembangkan kegiatan
bisnisnya. Menurut Muljono (2002:236), secara populer modal dapat
didefenisikan sebagai : sejumlah dana yang ditanamkan ke dalam suatu
perusahaan oleh para pemilikinya untuk pembentukan suatu badan usaha
dan dalam perkembangannya modal tersebut dapat susut karena kerugian
ataupun berkembang karena keuntungan – keuntungan yang
diperolehnya.
Sedangkan fungsi modal menurut Muljono (2002:236) adalah:
b. sebagai sumber dana yang diperlukan untuk membiayai kegiatan usahanya sampai batas – batas tertentu, karena sumber – sumber dana dapat juga berasal dari utang penjualan aset yang tidak dipakai, dll,
c. sebagai alat pengukur besar kecilnya kekayaan yan dimiliki oleh para pemegang saham,
d. dengan modal yang mencukupi, memungkinkan bagi manajemen bank yang bersangkutan untuk bekerja dengan efisiensi yang tinggi, seperti yang dikehendaki oleh para pemilik modal pada bank tersebut.
Modal terbagi atas:
1) modal inti : modal disetor, cadangan, laba ditahan, agio saham, dll,
2) modal pelengkap : berasal dari cadangan revaluasi aktiva tetap
(selisih penilaian kembali aktiva tetap dengan persetujuan dirjen
pajak), cadangan penghapusan aktiva yang diklasifikasikan
(cadangan yang dibentuk dengan cara membebani lap. R/L tahun
berjalan), modal kuasi / capital instrument (warkat yang memiliki sifat seperti modal), pinjaman subordinasi (pinjaman antar bank
dengan persetujuan BI dengan jangka waktu min. 5 tahun dan bila
pelunasan sebelum jatuh tempo harus persetujuan BI).
Pokok-pokok pengaturan dalam PBI nomor 10/15/PBI/2008 tentang
Kewajiban Penyediaan Modal Minimum bank meliputi antara lain:
I. kewajiban penyediaan modal minimum.
1.Bank wajib menyediakan modal minimum sebesar 8% dari Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR). Kewajiban tersebut berlaku bagi Bank secara individu maupun Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
2.Untuk mengantisipasi potensi kerugian sesuai profil risiko Bank, Bank Indonesia dapat mewajibkan Bank untuk menyediakan modal minimum lebih besar dari 8%.
menghitung risiko pasar) setelah memperhitungkan faktor-faktor tertentu yang menjadi pengurang modal.
II. Modal Inti (tier 1)
1.Bank wajib menyediakan tier 1 paling kurang 5 persen dari ATMR baik bagi Bank secara individu maupun bagi Bank secara konsolidasi dengan Perusahaan Anak.
2.Tier 1 selain mencakup modal disetor dan cadangan tambahan modal (antara lain cadangan modal, laba tahun lalu dan tahun berjalan) juga termasuk modal inovatif.
3.Modal inovatif adalah instrumen utang yang memiliki karakteristik modal (instrumen hybrid). Contoh modal inovatif: perpetual non cummulative subordinated debt dan instrumen hybrid lainnya yang bersifat perpetual dan non cumulative.
4.Modal inovatif harus ≤ 10% dari tier 1. III. Modal Pelengkap (tier 2)
1.Tier 2 terdiri dari modal pelengkap level atas (upper tier 2) dan modal pelengkap level bawah (lower tier 2).
2.Tier 2 ≤100% tier 1, dan lower tier 2 ≤50% dari tier 1.
3.Upper tier 2 mencakup instrumen modal dalam bentuk saham atau instrumen modal lainnya yang memenuhi persyaratan tertentu, revaluasi aset tetap, cadangan umum aset produktif, dan pendapatan komprehensif lainnya.
4.Persyaratan tertentu upper tier 2 yang berbentuk saham atau instrumen modal lainnya antara lain dapat bersifat cummulative dan dapat berupa instrumen dengan call option yang hanya dapat dieksekusi paling kurang 10 tahun setelah instrumen diterbitkan dan setelah mendapat persetujuan BI. Untuk instrumen yang mempunyai fitur step-up diatur persyaratan lain seperti besarnya fitur step-up yang dibatasi maksimal 100 basis point (bp) atau 50% dari marjin (credit spread) awal.
5.Lower tier 2 mencakup saham preferen yang dapat ditarik kembali setelah jangka waktu tertentu (redeemable preference shares) dan/atau pinjaman atau obligasi subordinasi yang memenuhi persyaratan tertentu.
6.Persyaratan tertentu lower tier 2 antara lain instrumen berjangka waktu minimal 5 tahun termasuk untuk instrumen yang mempunyai fitur call option yang hanya dapat dieksekusi paling kurang 5 tahun setelah instrumen diterbitkan dengan mendapat persetujuan BI. Untuk instrumen yang mempunyai fitur step-up persyaratannya sama dengan fitur step up untuk instrumen upper tier 2.
IV. Modal Pelengkap Tambahan (Tier 3)
2.Limit tier 3 ≤ 250% dari bagian tier 1 yang dialokasikan untuk menghitung Risiko Pasar dan tier 2 + tier 3 ≤ tier 1. 3.Komponen tier 3 mencakup pinjaman subordinasi jangka
pendek, bagian dari pinjaman subordinasi dalam tier 2 yang melebihi batas maksimum 50% dari tier 2, dan tier 2 yang tidak digunakan dengan memenuhi persyaratan tertentu. 4.Persyaratan tertentu pinjaman subordinasi jangka pendek
yang menjadi komponen tier 3 antara lain minimal berjangka waktu 2 tahun.
V. Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR) ATMR diperhitungkan sebagai berikut:
1.bagi semua bank mencakup ATMR untuk Risiko Kredit dan ATMR untuk Risiko Operasional
2.bagi bank yang memenuhi kriteria tertentu ditambah ATMR untuk Risiko Pasar.
Besar kecilnya kecukupan modal suatu bank menurut Abdullah (2005 :
67) dipengaruhi oleh:
a. tingkat kualitas manajemen bank, b. tingkat likuiditas yang dimilikinya, c. tingkat kualitas dari aset,
d. struktur deposito,
e. tingkat kualitas dari sistem dan prosedurnya, f. tingkat kualitas dan karakter para pemilik saham,
g. kapasitas untuk memenuhi kebutuhan keuangan jangka pendek maupun jangka panjang,
h. riwayat pemupukan modal dan peraturan pembagian laba yang diperolehnya.
CAR merupakan salah satu indikator kesehatan permodalan bank
untuk mengukur kecukupan modal yang dimiliki bank untuk menunjang
aktiva yang mengandung atau menghasilkan resiko misalnya kredit yang
diberikan. Penilaian permodalan merupakan penilaian terhadap
kecukupan modal bank untuk mengcover eksposur risiko saat ini dan mengantisipasi eksposur risiko dimasa mendatang. CAR menunjukkan
dasar untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. Semakin besar CAR maka akan semakin besar daya tahan bank yang
bersangkutan dalam menghadapi penyusutan nilai harta bank yang
timbul karena adanya harta bermasalah. Sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia Nomor 6/10/PBI/2004 tanggal 12 April 2004 tentang Sistem
Penilaian Tingkat Kesehatan Bank Umum, semakin tinggi nilai CAR
menunjukkan semakin sehat bank tersebut.
b. Aktiva Tertimbang Menurut Resiko (ATMR)
Menurut Ali (2004:450) ”perhitungan besaran ATMR dilakukan
dengan menghitung jumlah nilai aktiva tertimbang dimana sebagai faktor
penimbang digunakan perkiraan besarnya resiko yang melekat pada
masing – masing unsur aktiva bank tersebut.”
Menurut Siamat (2005:253), ATMR terdiri atas:
1) aktiva neraca yang diberikan bobot sesuai kadar resiko kredit yang melekat pada setiap pos aktiva,
2) beberapa pos dalam daftar kewajiban komitmen dan kontijensi (off balance sheet account) yang diberikan bobot dan sesuai dengan kadar resiko kredit yang melekat pada setiap pos, setelah terlebih dahulu diperhitungkan dengan bobot faktor konversi.
Aktiva tertimbang menurut resiko adalah ukuran jumlah dari aset bank,
disesuaikan dengan risiko. Aktiva tertimbang menurut resiko mencakup
baik aktiva yang tercantum dalam neraca maupun aktiva yang bersifat
bersifat kontingen dan atau komitmen yang disediakan oleh bank bagi
pihak ketiga (Abdullah, 2005 : 60).
Sifat dari bisnis bank biasanya hampir semua aset bank akan terdiri
dari kredit kepada nasabah. Membandingkan jumlah modal bank dengan
jumlah aset memberikan ukuran bagaimana bank dapat menyerap
kerugian. Jika modal adalah 10% dari aset, maka bisa kehilangan 10%
dari aktivanya tanpa menjadi bangkrut. Menyesuaikan jumlah perkiraan
resiko pada setiap pinjaman dapat mengubah persentase ini menjadi
ukuran kasar stabilitas keuangan bank. Ini bukan ukuran yang akurat,
terutama karena kesulitan dalam memperkirakan risiko ini. Beberapa
aset, yakni surat hutang, yang memiliki risiko yang lebih tinggi daripada
yang lain, seperti uang tunai atau pemerintah efek / obligasi.
Dalam Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor
31/146/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Perubahan Surat
Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 26/20/KEP/DIR tanggal 29 Mei
1993 tentang Kewajiban Penyediaan Modal Minimum, terdapat perubahan
pengaturan mengenai komponen modal pelengkap yang bersumber dari
Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif (PPAP). Perubahan dalam
ketentuan tersebut menyatakan bahwa komponen modal pelengkap yang
berasal dari PPAP hanya cadangan umum PPAP. Sedangkan cadangan
khusus PPAP dikeluarkan dari komponen modal pelengkap. Selain itu,
berdasarkan standar internasional sebagaimana ditetapkan oleh Bank for
International Settlements (BIS), cadangan khusus PPAP yang dikeluarkan
pengurang pada nilai aktiva produktif yang bersangkutan dalam
penghitungan Aktiva Tertimbang Menurut Risiko (ATMR).
Dalam perhitungan kecukupan permodalan bank, bobot kategori
risiko (ATMR) berperan dalam menentukan jumlah minimum
permodalan yg harus dimiliki oleh bank (Capital Adequacy Ratio) yaitu sebesar 8% dari total ATMR. Perhitungan ATMR berdasarkan Surat
Edaran Nomor 2/12/DPNP:
1. aktiva produktif dengan kualitas Dalam Perhatian Khusus, Kurang Lancar, Diragukan atau Macet dalam penghitungan ATMR dinilai sebesar nilai buku. Nilai buku adalah nilai Aktiva Produktif setelah dikurangi dengan cadangan khusus PPAP yang dibentuk. Khusus terhadap kredit yang direstrukturisasi, penghitungan nilai buku tersebut dilakukan setelah memperhitungkan cadangan restrukturisasi kredit,
2. ketentuan mengenai Aktiva Produktif dan PPAP didasarkan pada Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/147/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Kualitas Aktiva Produktif dan Surat Keputusan Direksi Bank Indonesia Nomor 31/148/KEP/DIR tanggal 12 November 1998 tentang Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aktiva Produktif,
3. dalam penghitungan ATMR, bobot risiko Aktiva Produktif bank yang memperoleh jaminan dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) disetarakan dengan bobot risiko Aktiva Produktif yang dijamin oleh Pemerintah Pusat, yaitu dengan bobot risiko sebesar 0% (nol perseratus) sebesar bagian yang dijamin oleh BPPN,
4. agar dapat disetarakan dengan jaminan dari Pemerintah Pusat maka jaminan dari BPPN sebagaimana dimaksud dalam butir 3, wajib memenuhi persyaratan :
a. bersifat irrevocable yaitu jaminan dengan kondisi tidak dapat diubah dan atau ditarik kembali atau dibatalkan tanpa persetujuan Bank dan BPPN;
b. harus dapat dicairkan selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak diajukannya klaim; dan
B. Tinjauan Penelitian Terdahulu
No Peneliti Judul Penelitian Variabel Penelitian terhadap tingkat CAR dan
C. Kerangka Konseptual dan Hipotesis 1. Kerangka Konseptual
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.1
Skema Kerangka Konseptual
Modal merupakan faktor yang sangat penting dalam rangka
pengembangan usaha dan untuk menampung risiko kerugiannya. Modal juga
berfungsi untuk membiayai operasi, sebagai instrument untuk
mengantisipasi rasio, dan sebagai alat untuk ekspansi usaha. Kredit menjadi
komponen yang perlu mendapatkan perhatian khusus dalam penilaian
tingkat kesehatan suatu bank. Pembiayaan memiliki risiko kredit tertentu.
jumlah pembiayaan sesuai dengan jangka waktu yang telah ditentukan.
Risiko ini lebih dikenal dengan nama kredit bermasalah.
Melalui tingkat penyaluran kredit yang tinggi, bank juga akan
memperoleh tingkat pengembalian yang tinggi melalui pendapatan bunga
dari penyaluran kredit. Akan tetapi, jika tidak diikuti dengan perolehan
pendapatan yang sama, justru menimbulkan tingkat beban yang tinggi,
termasuk untuk membiayai beban kredit bemasalah tersebut, sehingga modal
menurun. Lambatnya laju pertumbuhan kredit yang terjadi juga dapat
mempengaruhi pendapatan, sehingga berkurangnya pendapatan, yang
menyebabkan kredit bemasalah membengkak, menurunnya interest margin
sehingga modal dan laba mengalami penurunan.
Tingkat kecukupan modal (CAR) mempengaruhi kebutuhan dana bank,
dan mempengaruhi keputusan manajemen dalam pencapaian laba /
timbulnya resiko. Modal yang terlalu besar dapat mempengaruhi jumlah
perolehan laba bank. Sebaliknya, modal yang terlalu kecil membatasi
kemampuan ekspansi bank, mempengaruhi penilaian khusus para deposan /
debitur / pemegang saham. Semakin banyak kredit yang disalurkan maka
akan semakin tidak likuid dan semakin besar pula resiko yang akan diterima
oleh bank. Dari segi pemamfatan aset dalam memperoleh laba, jika bank
tidak mampu mempunyai earning aset yang memadai apalagi merugi maka akan ada kemungkinan pula modalnya akan terkikis sedikit demi sedikit dan
2. Hipotesis
Berdasarkan tinjauan pustaka dan kerangka konseptual yang telah
diuraikan sebelumnya, maka peneliti menetapkan hipotesis atas
permasalahan yang akan diteliti adalah “LDR (Loan to Deposit Ratio), NPL (Non Performing Loan) ROA (Return On Asset) dan BOPO (Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional) berpengaruh secara parsial
dan simultan terhadap Kecukupan Modal Perbankan Pada Bank Yang
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN A. Desain Penelitian
Penelitian yang dilakukan menggunakan penelitian asosiatif, yakni
penelitian yang bertujuan untuk mengetahui hubungan antara 2 (dua) variabel atau
lebih (Sugiyono, 2006 : 11). Menurut Umar (2003) ”penelitian asosiatif kausal
merupakan penelitian yang bertujuan untuk menganalisis hubungan antara satu
variabel dengan variabel lainnya atau bagaimana suatu variabel mempengaruhi
variabel yang lainnya.”
B. Populasi dan Sampel Penelitian
Populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas objek / subjek yang
mempunyai kuantitas dan karakteristik tertentu yang ditetapkan oleh peneliti
untuk dipelajari dan kemudian ditarik kesimpulan (Sugiyono, 2006 : 56). Populasi
yang digunakan dalam penelitian ini adalah perusahaan perbankan yang terdaftar
di Bursa Efek Indonesia (BEI) sebanyak 30 perusahaan. Populasi data yang
digunakan sesuai tahun pengamatan berjumlah 120 perusahaan.
Sampel adalah sebagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh
populasi tersebut (Sugiyono, 2006 : 56). Sampel yang digunakan dalam
penelitian ini ditentukan dengan menggunakan purposive sampling atau pengambilan sampel bertujuan, atau menurut Jogiyanto (2004 : 79) ”teknik
pengambilan sampel yaitu dilakukan dengan mengambil sampel dari populasi
yaitu perusahaan perbankan yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia dan yang telah
menerbitkan serta mempublikasikan laporan keuangan yang telah diaudit pada
periode 2005 – 2008. Berdasarkan kriteria penarikan sampel yang telah dilakukan
terdapat 19 perusahaan perbankan yang dapat dijadikan sampel dalam penelitian
ini.
C. Jenis dan Sumber Data
Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yaitu data
yang telah dikumpulkan oleh lembaga pengumpul data dan dipublikasikan kepada
masyarakat pengguna data. Menurut Umar (2003:60), ”data sekunder merupakan
data primer yang telah diolah lebih lanjut, misalnya dalam bentuk tabel, grafik,
diagram dan sebagainyasehingga lebih informatif jika digunakan oleh pihak lain.”
Data sekunder untuk penelitian ini diperoleh dari situs Bursa Efek Indonesia,
yaitu
ICMD (Indonesian Capital Market Directory). Data tersebut dikumpul secara time series (runtut waktu) yaitu data yang secara kronologis disusun menurut waktu pada suatu variabel tertentu, dan secara cross section (silang tempat) yaitu data yang dikumpulkan pada satu titik tertentu yang disebut dengan pooling data
D. Teknik Pengumpulan Data
Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan melalui dua teknik.
Pertama, studi pustaka yaitu melalui jurnal akuntansi atau buletin akuntansi, buku
yang berkaitan dengan masalah yang diteliti, dan dokumentasi hasil penelitian
terdahulu sebagai referensi. Kedua, teknik pengumpulan data dari basis data yang
diperoleh melalui internet dengan mendownload data yang dibutuhkan melalui
websit
E. Defenisi Operasional dan Pengukuran Variabel
Variabel penelitian pada dasarnya adalah sesuatu hal yang berbentuk apa
saja yang ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari sehingga diperoleh informasi
tentang hal tersebut, kemudian ditarik kesimpulannya (Jogiyanto,2004:31).
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
1. Variabel Independen atau bebas (X), adalah variabel yang menjadi sebab
timbulnya atau berubahnya variabel dependen (variabel terikat) (Sugiyono,
2006 : 3). Variabel independen yang digunakan dalam penelitian ini
adalah:
a. Loan to Deposit Ratio (LDR)
Rasio ini menunjukan seberapa jauh kemampuan bank dalam
membayar kembali penarikan dana yang dilakukan deposan dengan
mengandalkan kredit yang diberikan sebagai sumber likuiditasnya
loans bersih sedangkan total dana masyarakat (deposits) terdiri dari giro, tabungan, dan deposito berjangka ( Sawir, 2005 : 30).
x 100%
b. Non Performing Loan (NPL)
Rasio ini menunjukan perbandingan antara jumlah kredit yang
bermasalah dengan total kredit bank.
x 100%
c. Return On Asset (ROA)
Rasio ini digunakan untuk mengukur seberapa besar laba yang dapat
diperoleh dari seluruh kekayaan yang dimiliki perusahaan.
x 100%
d. Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO)
Rasio yang sering disebut rasio efisiensi ini digunakan untuk
mengukur kemampuan manajemen bank dalam mengendalikan biaya
opeasional terhadap pendapatan operasional.
x 100%
2. Variabel Dependen atau terikat (Y), adalah variabel yang dipengaruhi atau
yang menjadi akibat, karena adanya variabel bebas. Variabel dependen
atau terikat yang digunakan pada penelitian ini adalah kecukupan modal
kesehatan permodalan bank. CAR menunjukkan seberapa besar modal
bank telah memadai untuk menunjang kebutuhannya dan sebagai dasar
untuk menilai prospek kelanjutan usaha bank bersangkutan. CAR
dipergunakan untuk mengukur kecukupan modal guna menutupi
kemungkinan kegagalan dalam pemberian kredit (Abdullah, 2005 : 125).
x 100%
Adapun operasionalisasi variabel terdapat pada tabel berikut:
Independen
Metode analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode
analisis statistik dengan menggunakan program SPSS. Peneliti terlebih dahulu
melakukan uji asumsi klasik sebelum melakukan pengujian hipotesis. Menurut
Ghozali (2005 : 123) asumsi klasik yang harus dipenuhi adalah:
a) berdistribusi normal,
b) non-multikolinearitas, artinya antara variabel independen dalam model regresi tidak memiliki korelasi atau hubungan secara sempurna atau mendekati sempurna,
c) non-autokorelasi, artinya kesalahan pengganggu dalam model regresi tidak saling berkorelasi,
1. Pengujian asumsi klasik
a. Uji Normalitas Data
Uji normalitas data bertujuan untuk menguji apakah dalam sebuah
model regresi, variabel pengganggu atau residual mempunyai distribusi
normal atau tidak. Pengujian ini diperlukan karena untuk melakukan uji t
dan uji F mengasumsikan bahwa nilai residual mengikuti distribusi
normal (Erlina, 2007:103). Menurut Ghozali (2005:110) cara yang
digunakan untuk mendeteksi apakah residual berdistribusi normal atau
tidak adalah dengan:
1. analisis grafik
Salah satu cara termudah untuk melihat normalitas residual adalah dengan melihat grafik histogramnya yang membandingkan antara data observasi dengan distribusi yang mendekati distribusi normal. Metode yang lebih handal adalah dengan melihat normal probability plot yang membandingkan distribusi kumulatif dari distribusi normal. Distribusi normal akan membentuk satu garis lurus diagonal dan plotnya data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika distribusi data normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya akan mengikuti garis diagonalnya
2. analisis statistik
Uji statistik sederhana dapat dilakukan dengan melihat nilai kurtosis dan nilai Z-Skewness. Uji satitik lain yang dapat dilakuka n untuk menguji normalitas resida adalah uji statistik non-parametrik Kolmogorov-Smirnov (K-S).
Pedoman pengambilan keputusan tentang data tersebut mendekati
atau merupakan distribusi normal berdasarkan uji Kolmogorov-Smirnov
dapat dilakukan dengan membuat hipotesis:
Ho : data residual berdistribusi normal (nilai Sig. > 0,05)
Distribusi yang melanggar asumsi normalitas dapat dijadikan menjadi
bentuk normal dengan beberapa cara sebagai berikut:
1. Transformasi data
Transformasi data dapat dilakukan dengan logaritma natural (ln),
log 10, maupun akar kuadrat. Jika ada data yang bernilai negatif,
transformasi data dengan logaritma akan menghilangkannyasehingga
jumlah sampel (n) akan berkurang.
2. Trimming
Trimming adalah memangkas (membuang) observasi yang bersifat outlier, yaitu yang nilainya lebih kecil dari µ-2σ atau lebih besar dari µ+2σ. Metode ini juga mengecilkan jumlah sampelnya.
3. Winzorising
Winzorising mengubah nilai – nilai outliers menjadi nilai – nilai minimum atau maksimum yang diizinkan supaya distribusi menjadi
normal. Nilai – nilia observasi yang lebih kecil dari µ-2σ akan diubah
nilainya menjadi µ-2σ dan nilai – nilai yang lebih besar dari µ+2σ akan
diubah nilainya menjadi µ+2σ .
b. Uji Multikolinearitas
Uji multikolinearitas bertujuan untuk menguji apakah model regresi
mempunyai korelasi antar variabel bebas. Model regresi yang baik
seharusnya tidak terjadi korelasi diantara variabel independen.
Multikolinearitas adalah situasi adanya korelasi variabel – variabel
variabel – variabel bebas ini tidak ortogonal. Variabel – variabel bebas
yang bersifat ortogonal adalah variabel bebas yang memiliki nilai
korelasi diantara sesamanya sama dengan nol.
Jika terjadi korelasi sempurna diantara sesama variabel bebas, maka
konsekuensinya adalah:
a. koefisien – koefisien regresi menjadi tidak dapat ditaksir,
b. nilai standar error setiap koefisien regresi menjadi tak terhingga. Menurut Ghozali (2005:91), untuk mendeteksi ada tidaknya
multikolinearitas di dalam model regresi adalah sebagai berikut:
1.nilai R2 yang dihasilkan oleh suatu estimasi model regresi empiris sangat tinggi, tetapi secara individual variabel – variabel independennya banyak yang tidak signifikan mempengaruhi variabel dependen,
2.menganalisis matrik korelasi variabel – variabel independen. Jika antar variabel independen ada korelasi yang cukup tinggi (umumnya diatas 0.90), maka hal ini merupakan indikasi adanya multikolinearitas. Tidak adanya korelasi yang tinggi antar variabel independen tidak berarti bebas dari multikolinearitas. Multikolinearitas dapat disebabkan karena adanya efek kombinasi dua atau lebih variabel independen,
Cara yang dapat dilakukan untuk mengatasi masalah multikolinearitas :
1) mengeluarkan satu atau lebih variabel independen yang
mempunyai korelasi tinggi dari model regresi dan identifikasikan
variabel independen lainnya untuk membantu prediksi,
2) menggabungkan data cross section dan time series (pooling data) 3) menambah data penelitian.
c. Uji Heterokedastisitas
Uji heterokedastisitas bertujuan untuk menguji apakah dalam model
regresi terjadi ketidaksamaan variance dari residual satu pengamatan ke
pengamatan yang lain.Jika residual dari satu pengamatan ke pengamatan
lain tetap, maka disebut homoskedastisitas dan jika berbeda disebut
heteroskedastisitas (Erlina, 2007:108). Deteksi ada tidaknya gejala
heterokedastisitas adalah dengan melihat ada tidaknya pola tertentu. Jika
membentuk pola tertentu maka telah terjadi gejala heterokedastisitas.
Uji ini biasa dilakukan pada penelitian yang menggunakan data cross
section. Caranya adalah dengan melihat grafik scatterplot antara variabel dependen yaitu ZPRED dengan residualnya SRESID. Dasar analisis:
a. jika ada pola tertentu, seperti titik – titik yang ada membentuk pola
tertentu yang teratur (bergelombang, melebar kemudian menyempit),
maka diindikasikan telah terjadi heterokedastisitas,
b. jika tidak ada pola yang jelas, serta titik – titik menyebar diatas dan di
Tindakan perbaikan yang dapat dilakukan jika terjadi heterokedastisitas
adalah:
1) transformasi dalam bentuk model regresi dengan membagi model
regresi dengan salah satu variabel independen yang digunakan
dalam model tersebut,
2) transformasi logaritma.
d. Uji Autokorelasi
Uji autokorelasi menurut Ghozali (2005:95) bertujuan untuk menguji
apakah dalam suatu model regresi linear ada korelasi antara kesalahan
pengganggu pada periode t dengan kesalahan pengganggu pada periode t
– 1 (sebelumnya). Autokorelasi muncul karena observasi yang berurutan
sepanjang waktu berkaian satu sama lain. Masalah ini timbul karena
residual atau kesalahan pengganggu tidak bebas dari satu observasi ke
observasi lainnya. Hal ini sering ditemukan pada data runtut waktu atau
time series karena ”gangguan” pada seorang individu / kelompok cenderung mempengaruhi ”gangguan” pada individu / kelompok yang
sama pada periode berikutnya. Model regresi yang baik adalah regresi
yang bebas dari autokorelasi (Erlina, 2007:109).
Uji autokorelasi dalam penelitian ini dilakukan dengan uji
Durbin-Watson (DW). Pedoman untuk mendeteksi ada tidaknya autokorelasi
menurut Ghozali (2005:96) adalah sebagai berikut:
2. bila nilai DW berada di antara DL dan batas atas / Upper Bound (DU), tidak dapat diputuskan ada korelasi positif atau tidak, 3. bila nilai DW berada di antara 4-DL dan 4 berarti ada autokrelasi
negatif,
4. bila nilai DW berada di antara 4-DU dan 4-DL, tidak dapat diputuskan ada autokorelasi negatif atau tidak,
5. bila nilai DW berada di antara DU dan 4-DU, berarti tidak ada autokorelasi positif maupun negatif.
Tabel 3.4
Pengambilan keputusan ada tidaknya autokorelasi
Hipotesis nol Keputusan Jika
Tidak ada autokorelasi
Jika terjadi autokorelasi, maka dapat diatasi dengan cara:
1) melakukan transformasi data,
2) mengubah model regresi ke dalam bentuk persamaan beda umum
(generalized difference equation),
3) memasukkan variabel Lag dari variabel terikatnya menjadi salah satu
variabel bebas, sehingga data observasi menjadi berkurang 1,
2. Pengujian Hipotesis
Hipotesis diuji dengan menggunakan analisis regresi linear berganda.
Analisis ini digunakan untuk mengetahui apakah semua variabel independen
mempunyai pengaruh terhadap variabel dependen. Pengujian hipotesis
secara statistik dilakukan dengan menggunakan:
a. koefisien determinasi (R2 )
Koefisien determinasi digunakan untuk mengukur proporsi
(persentase) sumbangan variabel independen (bebas) yang diteliti
terhadap variasi naik turunnya variabel dependen. Koefisien determinan
berkisar antara nol sampai satu (0 ≤ R2≤ 1). Nilai R2 = nol menunjukan
tidak adanya pengaruh antara variabel independen terhadap variabel
dependen, bila R2 semakin besar mendekati 1 menunjukan semakin
kuatnya pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen dan
bila R2 semakin kecil mendekati nol maka dapat dikatakan semakin
kecil pengaruh variabel independen terhadap variabel dependen.
b. uji statistik ”F”
Uji statistik ”F” atau uji signifikan simultan; untuk menunjukan
apakah semua variabel independen yang dimasukan dalam model
mempunyai pengaruh secara bersama – sama terhadap variabel dependen
(Ghozali, 2005 : 84). Uji ini digunakan untuk menguji pengaruh variabel
independen yaitu LDR, NPL, ROA, dan BOPO terhadap variabel
Ho : ß1 = ß2 = ß3 = ß4 = 0, artinya LDR, NPL, ROA, dan BOPO secara
simultan tidak berpengaruh terhadap kecukupan modal (CAR).
Ha : ß1 ≠ ß2 ≠ ß3 ≠ ß4 ≠ 0, artinya LDR, NPL, ROA, dan BOPO secara
simultan berpengaruh terhadap kecukupan modal (CAR).
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
•apabila nilai Sig < 5%, maka Ha diterima dan atau Ho ditolak.
•apabila nilai Sig > 5%, maka Ho diterima dan atau Ha ditolak.
c. uji statistik ”t”
Uji statistik ”t” atau uji signifikan parameter individual atau uji
parsial yaitu untuk menunjukan seberapa jauh pengaruh satu variabel
penjelas/independen secara individual dalam menerangkan variasi
variabel dependen (Ghozali, 2005 : 84). Uji ini digunakan untuk menguji
pengaruh variabel independen yaitu LDR, NPL, ROA, dan BOPO
terhadap variabel dependen yaitu CAR secara parsial.
Ho : ß1, ß2 , ß3, ß4 = 0, artinya LDR, NPL, ROA, dan BOPO secara parsial
tidak berpengaruh terhadap kecukupan modal (CAR).
Ha : ß1, ß2 , ß3, ß4 ≠ 0, artinya LDR, NPL, ROA, dan BOPO secara parsial
berpengaruh terhadap kecukupan modal (CAR).
Kriteria pengambilan keputusan adalah:
•apabila nilai Sig < 5%, maka Ha diterima dan atau Ho ditolak.
Model regresi untuk menguji hipotesis tersebut adalah sebagai berikut:
Y = a + ß1X1 + ß2X2 + ß3X3 + ß4X4 + e,
Dimana:
Y = Capital Adequacy Ratio (CAR), dalam satuan %
a = konstanta
ß1, ß2 , ß3, ß4 = koefisien regresi variabel
X1 = Loan to Deposit Ratio (LDR), dalam satuan %
X2 = Non Performing Loan (NPL), dalam satuan %
X3 = Return On Assets (ROA), dalam satuan %
X4 = Biaya Operasional terhadap Pendapatan Operasional (BOPO),
dalam satuan %
G. Jadwal Penelitian
Jadwal penelitian direncanakan dimulai pada bulan November 2009
sampai Juni 2010, dimulai dari pengajuan judul, penyelesaian proposal seminar,
pengumpulan data, bimbingan proposal, seminar proposal, bimbingan skripsi,
BAB IV
ANALISIS HASIL PENELITIAN
A. Hasil Penelitian 1. Data Penelitian
Penelitian ini menggunakan data sekunder yang diperoleh dari situs
Bursa Efek Indonesi
data laporan keuangan publikasi yang sudah diaudit selama periode 2005 –
2008.
2. Statistik Deskriptif
Statistik deskriptif ini memberikan gambaran mengenai nilai minimum,
nilai maksimum, nilai rata – rata, variance serta standar deviasi data yang
digunakan dalam penelitian. Statistik data penelitian disajikan dalam tabel
4.1 berikut:
Tabel 4.1 Statistik Deskriptif
Sumber: hasil pengolahan data dengan SPSS, 2010 Descriptive Statistics
N Range Minimum Maximum Mean Std. Deviation Variance
Statistic Statistic Statistic Statistic Statistic Std. Error Statistic Statistic
LDR 76 .9260 .2030 1.1290 .680763 .0220230 .1919916 .037
NPL 76 .1603 .0014 .1617 .035722 .0040601 .0353953 .001
ROA 76 .5704 -.5200 .0504 .006601 .0071672 .0624822 .004
BOPO 76 .9926 .6423 1.6349 .897201 .0177584 .1548138 .024
CAR 76 .5547 -.2220 .3327 .162446 .0081516 .0710636 .005
1. Variabel independen pertama yaitu Loan to Deposit Ratio (LDR), pada sampel penelitian berjumlah 76, mempunyai nilai terendah yaitu
0,2030 dan nilai tertinggi adalah 1,1290, dengan nilai rata – rata adalah
0,680763. Hal ini menunjukkan bahwa bank – bank yang menjadi
sampel mempunyai nilai LDR bernilai positif. Artinya, tidak ada satu
sampel pun pada penelitian ini, yang nilai LDR-nya bernilai negatif.
Nilai maksimum rasio ini sebesar 1,1290 menunjukkan bahwa pada
penelitian ini, seluruh sampel yang diamati mempunyai nilai total
simpanan (deposit) yang lebih besar daripada nilai pinjaman (kredit
yang diberikan) yang dimilikinya. Nilai standar deviasi sebesar
0,1919916 menunjukkan bahwa tidak terdapat sampel yang
mempunyai nilai rasio LDR yang bersifat ekstrim, dan tidak terdapat
data yang outlier. Rentang nilai (range), senilai 0,9260 menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat heterogen,
karena adanya perbedaan nilai antara nilai maksimum dan nilai
minimum.
2. Variabel independen kedua yaitu Non Performing Loan (NPL), pada sampel penelitian berjumlah 76, mempunyai nilai terendah yaitu
0,0014 dan nilai tertinggi adalah 0,1617, dengan nilai rata – rata adalah
0,035722. Hal ini menunjukkan bahwa bank – bank yang menjadi
sampel mempunyai nilai NPL bernilai positif. Artinya, tidak ada satu
sampel pun pada penelitian ini, yang nilai NPL-nya bernilai negatif.
penelitian ini, seluruh sampel yang diamati mempunyai nilai total
kredit yang lebih besar daripada nilai kredit bermasalah yang
dimilikinya. Nilai standar deviasi sebesar 0,0353953 menunjukkan
bahwa tidak terdapat sampel yang mempunyai nilai rasio NPL yang
bersifat ekstrim, dan tidak terdapat data yang outlier. Rentang nilai
(range), senilai 0,1603 menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat heterogen, karena adanya perbedaan nilai
antara nilai maksimum dan nilai minimum.
3. Variabel independen ketiga yaitu Return On Assets (ROA), sampel penelitian berjumlah 76, mempunyai nilai terendah yaitu -0,5200 dan
nilai tertinggi adalah 0,0504, dengan nilai rata – rata adalah 0,006601.
Hal ini menunjukkan bahwa bank – bank yang menjadi sampel
mempunyai nilai ROA yang bernilai positif dan negatif. Artinya, ada
beberapa sampel pada penelitian ini, yang mempunyai laba bersih
negatif pada periode pengamatan. Nilai maksimum rasio ini sebesar
0,0504 menunjukkan bahwa pada penelitian ini, seluruh sampel yang
diamati mempunyai nilai total aset yang lebih besar daripada laba
bersih yang dihasilkan. Nilai standar deviasi sebesar 0,0624822
menunjukkan bahwa tidak terdapat sampel yang mempunyai nilai rasio
ROA yang bersifat ekstrim, dan tidak terdapat data yang outlier.
Rentang nilai (range), senilai 0,5704 menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat heterogen, karena adanya
4. Variabel independen keempat yaitu Biaya Operasional terhadap
Pendapatan Operasional (BOPO), pada sampel penelitian berjumlah
76, mempunyai nilai terendah yaitu 0,6423 dan nilai tertinggi adalah
1,6349, dengan nilai rata – rata adalah 0,897201. Hal ini menunjukkan
bahwa bank – bank yang menjadi sampel mempunyai nilai BOPO
bernilai positif. Artinya, tidak ada satu sampel pun pada penelitian ini,
yang nilai BOPO-nya bernilai negatif. Nilai maksimum rasio ini
sebesar 1,6349 menunjukkan bahwa pada penelitian ini, seluruh
sampel yang diamati mempunyai nilai total pendapatan operasional
yang lebih besar daripada biaya operasional yang dimilikinya. Nilai
standar deviasi sebesar 0,1548138 menunjukkan bahwa tidak terdapat
sampel yang mempunyai nilai rasio BOPO yang bersifat ekstrim, dan
tidak terdapat data yang outlier. Rentang nilai (range), senilai 0,9926 menunjukkan bahwa data yang digunakan dalam penelitian ini bersifat
heterogen, karena adanya perbedaan nilai antara nilai maksimum dan
nilai minimum.
5. Variabel dependen, yaitu Capital Adequacy Ratio (CAR), pada sampel penelitian berjumlah 76, mempunyai nilai terendah yaitu -0,2220 dan
nilai tertinggi adalah 0,3327, dengan nilai rata – rata adalah 0,162446.
Hal ini menunjukkan bahwa bank – bank yang menjadi sampel
mempunyai nilai CAR yang bernilai positif dan negatif. Artinya, ada
beberapa sampel pada penelitian ini, yang mempunyai kecukupan