• Tidak ada hasil yang ditemukan

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

2. Sistem Klasifikasi AASHTO

5.9.2. Cara Pelaksanaan Dilapangan

Sebelum penghamparan abu cangkang sawit, area harus diratakan guna memberikan penyebaran abu cangkang sawit yang seragam. Abu cangkang ssawit dapat diangkut kelokasi proyek dengan menggunakan truk (dump truck) dan harus diangkut sedemikian hingga tidak ada material hilang selama proses pengangkutan. Sebelum melakukan penghamparan abu cangkang sawit terlebih dahulu harus disiapkan tanah yang akan distabilisasi dengan menggemburkan tanah yang akan distabilisasi, abu cangkang sawit dihamparkan dengan merata kemudian tanah dan abu cangkang sawit diaduk dnegna rata, proses pemberian air kedalam campuran merupakan hal yang penting. Banyaknya air yang digunakan harus mengacu pada kadar air optimum yang didasrkan pada hasil pemadatan campuran guna mencapai

Kepadatan yang memuaskan saat dilakukan pemadatan. Di antara waktu penghamparan abu cangkang sawit dan proses pencampuran awal, stabilisasi tanah dan abu cangkang sawit dapat dilakukan dengan cara bertahap dikarenakan reaksi tanah dan abu cangkangs awit yang relatif lambat.

Pencampuran abu cangkang sawit dengan tanah menghasilkan kekuatan tanah yang lebih tinggi, pengurangan potensi pengembangan dan dapat menaikkan daya dukung tanah. Untuk maksud ini, maka campuran harus dipadatkan dan diberikan waktu untuk terjadinya reaksi kimia yang menghasilkan bahan campuran dengan sementasi tinggi. Pemadatan dilakukan dengan menggunakan pemadat roda karet dan sejenisnya. Pemadatan dilakukan seperti prosedur pemadatan dilapangan yang sudah sering dilakukan. Setelah selesai pemadatan dapat diperiksa kepadatan tanah campuran, dan juga dapat dilakukan pengendalian mutu atau kontrol kualitas selama pekerjaan berlangsung. Pengamatan kelembaban dilakukan guna menentukan efektifitas cara perawatan yang digunakan.

Hal ini disebabkan penggunaan stabilisasi tanah dan abu cangkang sawit tetap memerlukan perawatan sebagaimana perawatan jalan aspal beton dan sebagainya. Perawatan ini bertujuan untuk keseragaman pencampuran, kadar abu cangkang sawit, rangkaian waktu pelaksanaan, dan pemadatan. Bila diperlukan permukaan material yang telah distabilisasi ditutup dengan aspal emulsi atau aspal cutback.

Dalam operasi dilapangan stabilisasi tanah dan abu cangkangs aiwt dapat dilakukan dnegna cara bertahap dikarenakan reaksi tanah dan abu cangkang saiwt relatif lambat, maka campuran tanah dan abu cangkang sawit dapat dibiarkan satu

atau dua hari sesudah pencampuran awal, yaitu untuk mengijinkan adanya penyatuan dan penggumpalan material stabililisasi lebih besar.

Penambahan air dapat dilakukan setelah abu cangkang sawit dicampur dengan tanah. Ferguson dan Laverson (1999) melaporkan bahw ametode yang lebih efektif untuk mengontrol air dalam campuran adalah dengan cara menambahkan air ke dalam drum pencampur dari mesin pencampur/penghancur (pulvamixer) yang dilengkapi dengan penyemprot air didalam drum pencampurnya.

BAB VI PENUTUP

6.1 KESIMPULAN

Berdasarkan hasil penelitian dan pembahasan, dapat diambil kesimpulan sebagai berikut:

1. Sample tanah yang diambil dari Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara bahwa tanah tergolong tanah berbutir halus (kadar lempung 45%). Nilai aktivitas tanah Ac = 0,43<0,75 berdasarkan sistem USCS adalah kelompok CL dan berdasarkan AASHTO termasuk kelompok A-7-6 yang mempunyai nilai CBR 2,27% dan nilai UCS sebesar 0,43 kg/cm2.

2. Dengan bertambahnya persentase abu cangkang sawit maka klasifikasi tanah mengalami perubahan dimulai ari kadar abu cangkang sawit 6% yaitu berdasarkan USCS tanah termasuk kelompok ML dan berdasarkan AASHTO termasuk kelompok A-6.

3. Antara tanah dengan abu cangkang sawit, mempunyai kandungan kimia yang hampir sama, diantaranya adalah unsur SiO2 (tanah 75,40% dan abu cangkang sawit 67,40%) dan Al2O3 (tanah 14,10% dan abu cangkang sawit 10,10%). Oleh karena itu tambahan campuran abu cangkang sawit terhadap tanah mengalami perubahan yang tidak signifikan, dari hasil pengujian bahwa abu cangkang sawit lebih banyak memperngaruhi campuran terhadap perubahan fisik tanah dari pada mekanisnya.

4. Campuran tanah dengan penambahan abu cangkang sawit yang divariasikan mengalami perubahan untuk sifat fisik (index properties) untuk kadar abu

cangkang sawit 6%, specific grafity dari 2,65 menhadi 2,61, LL fari 41,98% menjadi 39,36%, SL dari 41,19% menjadi 12,05% dan PI dari 19,32% menjadi 12,05%.

5. Penambahan abu cangkang sawit juga mempengruhi perubahan mekanisnya

(engineering properties) potensi pengembangna dari 2% menjadi 0,89% nilai

UCS dari 0,43 kg/cm2 , nilai CBR dari 2,27% m3njadi 4,77% dan berat isi kering dari 1,38 gr/cm3 menjadi 1,44 gr/cm3.

6. Hasil uji CBR unsoaked dan soaked 4 hari menunjukkan peningkatan nilai CBR seiring penambahan abu cangkang sawit. Peningkatan maksimum 1 hari pemeraman maupun perendaman 4 hari terjadi pada penambahan 6% abu cangkang sawit. Besarnya peningkatan masing-masinguntuk uji CBR langsung sebesar: 4,77% dari tanah asli yang memiliki nilai CBR 2,27%, kenaikan ini memnah kuran signifikan dan nilai CBR untuk terendam terjadi penurunan nilai CBR dari kondisi langsung untuk 6% abu cangkang sawit penurunan terjadi dari 4,77% menjadi 2,40% hal ini dikarenakan diasumsikan kondisi terendam air.

6.2. SARAN

1. Perlu dilakukan pemeraman lebih lama untuk pengujian Unconfined dan CBR agar reaksi pertukaran ion-ion positif yang terdapat didalam abu

cangkang sawit dan tanah lempung dapat lebih bereaksi dalam kurun waktu yang lebih lama disbanding dengan pemeraman 1 hari.

2. Terjadinya reaksi pozzolanic, hidrat-hidrat berbentuk gel dapat mengeras dengan kurun waktu tertentu dan akan dapat menaikkan kuat tekan dan CBR lebih signifikan dengna waktu pemeraman lebih lama.

3. Perlu adanya pengujian lanjutan untuk pengujian UCT dan CBR dengan waktu pemeraman yang lebih divariasikan sehingga sehingga dapat diketahui pemeraman berapa hari yang lebih mampu meningkatkan kuat tekan dan daya dukung.

4. Perlu adanya pengujian kuat dukung dan kuat tekan dengna penambahan bahan additive lain seperti abu cangkang sawit+ kapur dan abu cangkang sawit+spent catalyst yang kemudian hasilnya ini akan dibandingkan mana yang paling efektif sebagai bahan alternatif pengganti material stabilisasi, yang pasti harus memiliki nilai ekonomis yang rendah dengan hasil yang maksimal.

Dokumen terkait