• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pengaruh Penambahan Abu Cangkang Sawit Terhadap Daya Dukung Dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dari Uji UCT Dan CBR Laboratorium

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pengaruh Penambahan Abu Cangkang Sawit Terhadap Daya Dukung Dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dari Uji UCT Dan CBR Laboratorium"

Copied!
136
0
0

Teks penuh

(1)

PENGARUH PENAMBAHAN ABU CANGKANG SAWIT

TERHADAP DAYA DUKUNG DAN KUAT TEKAN PADA

TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI UJI UCT DAN CBR

LABOARATORIUM

T E S I S

Oleh

DEBBY ENDRIANI 097 016 013/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(2)

PENGARUH PENAMBAHAN ABU CANGKANG SAWIT

TERHADAP DAYA DUKUNG DAN KUAT TEKAN PADA

TANAH LEMPUNG DITINJAU DARI UJI UCT DAN CBR

LABOARATORIUM

T E S I S

Untuk Memperoleh Gelar Magister Teknik dalam Program Studi Teknik Sipil

pada Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara

Oleh

DEBBY ENDRIANI 097 016 013/TS

FAKULTAS TEKNIK

UNIVERSITAS SUMATERA UTARA

MEDAN

(3)

Telah diuji pada

Tanggal 11 Februari 2012

PANITIA PENGUJI TESIS

KETUA : Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE.

ANGGOTA : Dr. Ir. M. Sofian Asmirza Silalahi, M.Sc. Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan

(4)

PERNYATAAN MENGENAI TESIS DAN SUMBER INFORMASI

Dengan ini saya menyatakan bahwa tesis ” Pengaruh Penambahan Abu Cangkang

Sawit Terhadap Daya Dukung Dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dari Uji UCT Dan CBR Laboaratorium” adalah karya saya dan belum pernah diajukan dalam bentuk apa pun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi

yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari

penulis lain telah disebutkan dalam tesis ini dan dicantumkan dalam daftar pustaka.

Medan, Februari 2012

(5)

ABSTRAK

Stabilisasi tanah lempung sampai saat ini selalu diupayakan baik menyangkut bahan stabilisator maupun teknologi perbaikan tanah tersebut. Bahan-bahan untuk stabilisasi tanah lempung yang saat ini sering digunakan antara lain: GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, kapur, abu terbang, yang dahulu merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi.

Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu pemanfaatan abu cangkang sawit yang berasal dari limbah padat Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang jumlahnya terus meningkatdan belum termanfaatkan dengan baik. Pengujian yang dilakukan adalah : batas-batas konsistensi tanah lempung sebelum dan setelah dicampur dengan abu cangkang sawit. Pengujian pemadatan tanah asli dan tanah yang sudah distabilisasi, serta pengujian kuat tekan bebas tanah asli dan tanah yang sudah distabilisasi dengan abu cangkang sawit, juga pengujian kuat dukung tanah lempung yang diuji dengan pengujian CBR Unsoaked dan Soaked. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penambahan abu cangkang sawit pada tanah lempung menurunkan tekanan dan potensi pengembangan. Potensi pengembangan turun dari 2% pada tanah asli menjadi 0,89% pada tanah dengan kadar abu cangkang sawit 6%. Dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar abu cangknag sawit 6%. Dengan naiknya kadar abu cangkang sawit, kuat tekan bebas naik sampai dengan kadar 6% dengan nilai 0,43 kg/cm2 menjadi 0,87 kg/cm2 kemudian menurun pada kadar abu yang lebih tinggi 9% yaitu dengan nilai 0,49 kg/cm2 . Begitu juga dengan pengujian

CBR, nilai CBR mengalami kenaikan dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit pada 6% dengan nilai 4,77% dari nilai CBR tanah asli sebesar 2,27% dan kembali mengalami penurunan pada kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi pada 9% nilai CBR turun menjadi 4,20%.

(6)

ABSTRACT

Clay stabilization process either the material of its stabilisator or the technology for its improvement is up to now always implemented. The materials for clay

stabilization currently used are, among other things, GEOSTA which is still imported and its price is relatively expensive, and flying ashes which used to be a waste is currently used for pozolan in concrete mixture and soil stabilization that its economic value becomes higher.

This study looked for an alternative material for soil stabilization through the ashes of oil-palm shells from the solid waste of palm oil mills. The tests done were the consistency limits of clay before and after being mixed with the ashes of oil-palm shells. The tests on the compaction of native soil and stabilized soil and the free pressed power of native soil and the soil stabilized with ashes of oil-palm shells as well as the carrying capacity of clay tested using Unsoaked and soaked CBR.

The result of this study showed that the mixture of the ashes of oil-palm shells into the clay decreased the pressure and potential of development. The potential of development decreased from 2% in native soil to 0.89% in the soil with the content of ashes of oil-palm shells 6%. With the increase of the content of ashes of oil-palm shells, the maximum density increased and the maximum value of oil-palm shell ashes content of 6% was achieved, the free pressed power increased up to the content of 6%

from the value of 0.43 kg/cm2 to 0.87 kg/cm2, then at the content of ashes higher than

9% decreased with the value of 0.49 kg/cm2. The result of CBR test showed that the

value of CBR increased in line with the increase of the content of ashes of oil-palm shell at 6% with the value of 4.77% from the value of CBR of native soil for 2.27% and then at the content of ashes higher than 9%, the value of CBR decreased to 4.20%.

(7)

KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim. Puji dan Syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT, karena berkat rahmat dan karunia-Nya yang telah memberikan segala petunjuk, kesehatan, kemampuan dan keterampilan sehingga penulis dapat menyelesaikan tesis ini. Tesis ini disusun sebagai salah satu persyaratan untuk tercapainya penyelesaian pendidikan pada Program Studi Magister Teknik Sipil, Konsentrasi Bidang Geoteknik di Universitas Sumatera Utara.

Tesis ini bejudul “Pengaruh Penambahan Abu Cangkang Sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung Ditinjau Dan Uji UCT Dan CBR Laboratorium.” Tesis ini membahas tentang pemanfaatan limbah padat dari Pabrik Kelapa Sawit berupa abu cangkang sawit sebagai bahan alternatif pengganti additive yang akan digunakan sebagai stabilisasi jalan yang rusak akibat tanah dasar yang tidak baik dan dilakukan uji daya dukung menggunakan CBR

(Caljfornia Bearing Ratio) dan uji kuat tekan dengan menggunakan UCT

(Unconfined Compression Test).

Dalam proses penelitian serta penyusunan tesis ini penulis banyak mendapatkan bantuan dan berbagai pihak dan pada kesempatan ini, dengan segala kerendahan hati saya mengucapakan terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada:

Bapak Prof. Dr. Ir. Roesyanto, MSCE, sebagai Ketua Program Studi Magister Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Sumatera Utara dan juga dosen pembimbing I serta Bapak Dr. Ir. Sofian A. Silalahi, M.Sc, sebagai dosen pembimbing II yang telah banyak memberikan bimbingan serta masukan kepada penulis dalam penyelesaian tesis ini.

Bapak Prof. Dr. Ing. Johannes Tarigan, Bapak Dr. Ir. A. Perwira Mulia Tarigan, M.Sc, Bapak Ir. Rudi Iskandar, MT sebagai Dosen Pembanding dan Penguji yang telah memberi masukan dan saran demi perbaikan tesis ini, serta seluruh dosen-dosen di Magister Teknik Sipil Universitas Sumatera Utara.

Almarhum Papa Saya, khusus buat Mama yang penuh kasih sayang, serta suami dan anak-anakku tercinta yang selama proses belajar di Magister Teknik Sipil selalu memberikan dorongan dan motivasi kepada saya.

Teman-teman seperjuangan di Magister Teknik Sipil USU bidang Geoteknik angkatan 2008 dan 2009, khususnya buat Rasdinanta, Bang Semangat, Azka dan Nova yang banyak memberikan masukan, diskusi dan tukar pikiran selama ini.

Rekan-rekan mahasiswa di Magister Teknik Sipil USU serta Pak Yun sebagai pegawai administrasi Magister Teknik Sipil USU yang telah banyak membantu kelancaran administrasi selama penulis menempuh pendidikan hingga selesai.

(8)

Terimakasih disampaikan juga kepada Departemen Pendidikan Tinggi atas bantuan Beasiswa Pendidikan Pasca Sarjana (BPPS) yang diterima selama pendidikan Program Magister ini.

Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu, yang telah mendukung hingga terselesaikan penulisan tesis ini.

Mudah-mudahan Allah SWT dapat memberikan keridhoan-Nya dan akan membalas segala budi baik mereka. Harapan Saya, tesis ini dapat dijadikan sebagai bahan referensi kepada pada peneliti lanjutan, sehingga diperoleh hasil yang dapat dijadikan referensi pada stabilisasi tanah dengan material alternatif seperti abu cangkang sawit dan bahan adittif lainnya.

Penulis menyadari bahwa tulisan ini masih banyak kekurangan, namun penulis juga berharap semoga tulisan ini dapat bermanfaat untuk penulis dan bagi pembaca yang mendalami bidang Teknik Sipil, khususnya bidang Geoteknik. Kritik dan saran mengenai tulisan ini akan diterima dengan ikhlas dan tangan terbuka. Akhir kata semoga tesis ini bermanfaat bagi pengembangan ilmu geoteknik.

Medan, Februari 2012

Penulis

(9)

DAFTAR ISI

2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO... 14

2.3Karakteristik Fisik Tanah Lempung ... 16

2.3.1 Identifikasi Tanah Lempung ... 19

2.3.1.1 Specivic Gravity (Gs)... 20

2.3.1.2 Batas Konsistensi (Atterberg)... 22

2.4Struktur Komposisi Mineral Dalam Tanah Lempung ... 27

2.5Interaksi Air Dan Mineral Dalam Tanah Lempung ... 32

2.6Stabilisasi Tanah Lempung... 34

2.6.1 Modifikasi Tanah ... 34

2.6.2 Stabilisasi Tanah Lempung ... 34

2.7Limbang Pengolahan Kepala Sawit... 36

2.7.1 Pemanfaatan Abu Cangkang Sawit ... 39

2.7.2 Material Alternatif Abu Cangkang Sawit ... 40

2.8Stabilisasi Tanah Lempung dengan Abu Cangkang Sawit... 44

2.8.1 Proses Kimia Pada Stabilisasi Tanah ... 45

2.9Pengujian Pemadatan Tanah (Proctor Standard) ... 49

2.9.1 Penentuan Kadar Air Optimum... 52

(10)

2.11 Uji Tekan Bebas (UCT)... 56

BAB III METODOLOGI PENELITIAN 3.1Kegiatan Penelitian ... 59

3.2Pelaksanaan Penelitian... 59

3.3Tahapan Persiapan ... 60

3.4Prosedur Test dan Variasi Campuran... 61

3.4.1Prosedur Test... 61

3.4.2Variasi Campuran dan pembuatan Benda Uji... 61

3.5Pengujian Identifikasi Tanah Lempung ... 64

3.6Pengujian Utama ... 70

3.7Diagram Alir Penelitian ... 74

BAB IV HASIL PENELITIAN 4.1Identifikasi Tanah Lempung dan Uji Indeks Tanah... 82

4.1.1Uji Mineral Lempung... 75

4.1.2Uji Indeks Tanah... 76

4.1.2.1Menurut USCS... 77

4.1.2.2Menurut AASHTO ... 78

4.2Hasil Pengujian Atterberg ... 80

4.3Hasil Pengujian Analisa Saringan ... 81

4.4Hasil Pengujian Specific Gravity ... 83

4.5Hasil Pengujian Pemadatan Tanah ... 84

4.6Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas (Unconfined Compression Test) ... 85

4.7Hasil Pengujian CBR ... 86

BAB V ANALISIS DAN PEMBAHASAN 5.1Analisa Mineralogi ... 89

5.1.A Analisa Minerologi dan Kimia Tanah Lempung... 89

5.1.B Analisa Hasil SEM ... 95

5.1.C Analisa Unsur Kimia ... 99

5.2 Klasifikasi Tanah ... 99

5.2.1 Klasifikasi Tanah Pulau Sicanang... 99

5.2 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Batas Konsistensi ... 102

5.3 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Specific Gravity... 105

5.4 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Gradasi Butiran... 106

5.5 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Compaction ... 106

5.6 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap Kuat Tekan ... 107

5.7 Pengaruh Abu Cangkang Sawit Terhadap CBR Unsoaked dan Soaked... 108

5.8Pelaksanaan Stabilisasi Tanah Dilapangan... 109

5.8.1Pencampuran Tanah dan Abu Cangkang Sawit... 110

(11)

BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN

6.2Kesimpulan ... 114 6.3Saran... 116

(12)

DAFTAR GAMBAR

No Judul Gambar Halaman

2.1 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi USCS ... 13

2.2 Grafik Plastisitas Untuk Klasifikasi Sistem AASHTO ... 15

2.3 Gambar Uji Batas Cair ... 23

2.4 Batas Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung ... 23

2.4 Batas Kurva Pada Penentuan Batas Cair Tanah Lempung ... 23

2.5 Variasi Volme dan Kadar Air Pada Kedudukan Batas Cair, Batas Plastis, Batas Susut ... 26

2.6 Mineral-mineral Lempung ... 28

2.7 Diagram skematik struktur Kaolinite ... 28

2.8 Diagram skematik struktur Montmorrilonite ... 30

2.9 Diagram Skematik Struktur Illite ... 31

2.10 Data luas area kelapa sawit dan produksi CPO Indonesia dari Dirjenbun. 36

2.11 Pengolahan Kelapa Sawit ... 37

2.12 Penggunaan cangkang dan fiber sawit sebagai Boiler ... 38

2.13 Abu Cangkang sawit... 39

2.14 Kurva hubungan kadar air dengan berat volume kering ... 53

2.15 Skema uji tekan bebas ... 57

4.1 Klasifikasi Tanah berdasarkan USCS ... 77

4.2 Klasifikasi Tanah berdasarkan AASHTO ... 79

4.3 Grafik Hubungan Batas Atterberg dan Persentase Abu Cangkang Sawit . 81 4.4 Hubungan Persentase Abu Cangkang Sawit dengan Persentase Lolos No. 200 ... 82

4.5 Grafik Hubungan Persentase ACS dengan Berat Jenis ... 83

4.6 Grafik Hubungan Persentase ACS dengan Kadar Air Optimum ... 84

4.7 Grafik Hubungan Persentase ACS dengan Berat Isi kering ... 85

4.8 Grafik Hasil Pengujian Kuat Tekan Bebas ... 86

4.9 Grafik hasil Pengujian CBR Tidak Terendam ... 87

4.10 Grafik hasil Pengujian CBR Terendam ... 87

4.11 GrafikPengembanganuntuk4hariPerendaman ... 88

(13)

5.1 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah lempung ... 90 5.2 Grafik parameter hasil uji Difraksi sinar X untuk tanah lempung

(14)

DAFTAR TABEL

No Judul Tabel Halaman

2.1 Nilai-nilai dari khas aktivitas ... 17

2.2 Specific Gravity mineral-mineral penting pada tanah... 21

2.3 Specific Gravity Tanah... 21

2.4 Nilai Indeks plastisitas dan macam tanah ... 24

2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung ... 25

2.6 Kisaran Kapasitas Tukar Kation (Chen, 1975) ... 32

2.7 Komposisi Unsur Kimia pada Tanah Lempung... 36

2.8 Komposisi Unsur Kimia Abu Cangkang Sawit ... 40

2.9 Data Pemakaian Fiber dan Cangkang ... 41

2.10 Jumlah Pabrik dan kapasitas PKS di Indonesia ... 42

2.11 Produksi TBS Perkebunan Kelapa Sawit di Indonesia ... 42

2.12 Produksi TBS Kelapa Sawit di Sumatera Utara... 43

2.13 Komposisi Unsur Kimia Tanah Lempung dan Abu Cangkang sawit ... 45

2.14 Hubungan Kuat Tekan Bebas dengan Konsistensinya... 57

3.1. Sampel Pengujian Untuk Tanah Asli ... 62

3.2 Sampel Pengujian Untuk Campuran Tanah Asli + Abu Cangkan Sawit .. 63

4.1 Hasil Uji Mineral pada Tanah Lempung... 75

4.2 Hasil Uji Mineral pada Tanah Lempung + Abu Cangkang Sawit ... 75

4.3 Hasil Uji Komposisi Kimia Abu Cangkang Sawit... 75

4.4 Hasil Uji Komposisi Kimia Tanah Lempung Pulau Sicanang... 76

4.5 Klasifikasi Tanah menurut USCS ... 77

4.6 Klasifikasi Tanah USCS Pada Variasi Campuran... 78

4.7 Klasifikasi Tanah menurut AASHTO ... 79

4.8 Klasifikasi Tanah AASHTO Pada Variasi Campuran ... 80

4.9 Hasil Uji Atterberg Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit ... 81

4.10 Hasil Uji Analisa Saringan Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit 82 4.11 Hasil Uji Specivic Gravity Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit 83 4.12 Hasil Uji Pemadatan Terhadap Penambahan Abu Cangkang Sawit ... 84

4.13 Hasil Pengujian Kuat tekan tanah lempung ... 85

4.14 Nilai CBR Unsoaked dan Soaked ... 86

(15)

DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli

Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 3% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 12% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Atterberg Tanah Asli + 15% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli

Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 3% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli + 12% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Specific Gravity Tanah Asli +15% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli

Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 3% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 12% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Pemadatan Tanah Asli + 15% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Kuatan Tekan Tanah Asli

Lampiran Hasil uji Kuatan Tekan Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji Kuatan Tekan Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji CBR Langsung Tanah Asli

Lampiran Hasil uji CBR Langsung Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji CBR Langsung Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji CBR Terendam Tanah Asli

Lampiran Hasil uji CBR Terendam Tanah Asli + 6% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji CBR Terendam Tanah Asli + 9% Abu Cangkang Sawit Lampiran Hasil uji XRD Tanah Lempung

Lampiran Grafik Pengujian XRD Tanah Lempung

Lampiran Foto Scanning Electron Microskopic Tanah Lempung Lampiran Hasil uji XRD Tanah Lempung + 9% Abu Cangkang Sawit

Lampiran Grafik Pengujian XRD Tanah Lempung + 9% Abu Cangkang Sawi Lampiran Foto Scanning Electron Microskopic Tanah Lempung + 9% Abu

Cangkang Sawit

(16)

DAFTAR NOTASI

Gs = specific gravity pada temperatur 4° C

Ws = berat butiran padat (gr)

Vs = volume butir padat (cm3)

YS - = berat volume butiran padat (gr/cm3)

PI = Plastisitas Index (%) LL = Liquid Limit ( % ) PL = PlastisLimit (%) SL = Shrinkage Limit

W = berat total butiran tanah (gr) V = volume total butiran tanah (cm3) Yd = berat volume kering (gr/cm3) Yb = berat volume basah (gr/cm3) w = kadar air (%)

CBR = California Bearing Ratio (%)

UCT = Unconfmed Compression Test (kg/cm2) XRD = X Ray Difraction

(17)

ABSTRAK

Stabilisasi tanah lempung sampai saat ini selalu diupayakan baik menyangkut bahan stabilisator maupun teknologi perbaikan tanah tersebut. Bahan-bahan untuk stabilisasi tanah lempung yang saat ini sering digunakan antara lain: GEOSTA yang masih diimpor dan harganya relatif mahal, kapur, abu terbang, yang dahulu merupakan limbah saat ini dimanfaatkan untuk pozzolan pada adukan beton maupun stabilisasi tanah, sehingga nilai ekonomisnya menjadi tinggi.

Dalam penelitian ini akan dicari bahan alternatif untuk stabilisasi tanah yaitu pemanfaatan abu cangkang sawit yang berasal dari limbah padat Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit yang jumlahnya terus meningkatdan belum termanfaatkan dengan baik. Pengujian yang dilakukan adalah : batas-batas konsistensi tanah lempung sebelum dan setelah dicampur dengan abu cangkang sawit. Pengujian pemadatan tanah asli dan tanah yang sudah distabilisasi, serta pengujian kuat tekan bebas tanah asli dan tanah yang sudah distabilisasi dengan abu cangkang sawit, juga pengujian kuat dukung tanah lempung yang diuji dengan pengujian CBR Unsoaked dan Soaked. Hasil penelitian menunjukkan bahwa : penambahan abu cangkang sawit pada tanah lempung menurunkan tekanan dan potensi pengembangan. Potensi pengembangan turun dari 2% pada tanah asli menjadi 0,89% pada tanah dengan kadar abu cangkang sawit 6%. Dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit, kepadatan maksimum meningkat dan dicapai nilai maksimum pada kadar abu cangknag sawit 6%. Dengan naiknya kadar abu cangkang sawit, kuat tekan bebas naik sampai dengan kadar 6% dengan nilai 0,43 kg/cm2 menjadi 0,87 kg/cm2 kemudian menurun pada kadar abu yang lebih tinggi 9% yaitu dengan nilai 0,49 kg/cm2 . Begitu juga dengan pengujian

CBR, nilai CBR mengalami kenaikan dengan bertambahnya kadar abu cangkang sawit pada 6% dengan nilai 4,77% dari nilai CBR tanah asli sebesar 2,27% dan kembali mengalami penurunan pada kadar abu cangkang sawit yang lebih tinggi pada 9% nilai CBR turun menjadi 4,20%.

(18)

ABSTRACT

Clay stabilization process either the material of its stabilisator or the technology for its improvement is up to now always implemented. The materials for clay

stabilization currently used are, among other things, GEOSTA which is still imported and its price is relatively expensive, and flying ashes which used to be a waste is currently used for pozolan in concrete mixture and soil stabilization that its economic value becomes higher.

This study looked for an alternative material for soil stabilization through the ashes of oil-palm shells from the solid waste of palm oil mills. The tests done were the consistency limits of clay before and after being mixed with the ashes of oil-palm shells. The tests on the compaction of native soil and stabilized soil and the free pressed power of native soil and the soil stabilized with ashes of oil-palm shells as well as the carrying capacity of clay tested using Unsoaked and soaked CBR.

The result of this study showed that the mixture of the ashes of oil-palm shells into the clay decreased the pressure and potential of development. The potential of development decreased from 2% in native soil to 0.89% in the soil with the content of ashes of oil-palm shells 6%. With the increase of the content of ashes of oil-palm shells, the maximum density increased and the maximum value of oil-palm shell ashes content of 6% was achieved, the free pressed power increased up to the content of 6%

from the value of 0.43 kg/cm2 to 0.87 kg/cm2, then at the content of ashes higher than

9% decreased with the value of 0.49 kg/cm2. The result of CBR test showed that the

value of CBR increased in line with the increase of the content of ashes of oil-palm shell at 6% with the value of 4.77% from the value of CBR of native soil for 2.27% and then at the content of ashes higher than 9%, the value of CBR decreased to 4.20%.

(19)

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Umum

Dalam membangun suatu jalan, tanah dasar merupakan bagian yang sangat

penting, karena tanah dasar akan mendukung seluruh beban lalulintas atau beban

konstruksi diatasnya. Jika tanah dasar yang ada berupa tanah lempung yang

mempunyai daya dukung rendah, maka bangunan yang ada sering mengalami

kerusakan yang diakibatkan oleh kondisi tanah. Salah satu penyebabnya adalah

kembang susut yang tinggi dan kurang baik kemampuan daya dukungnya. Tanah

dengan nilai kembang susut yang tinggi, air sangat berpengaruh sekali terhadap

perilaku fisis dan mekanis tanah (Das, 1994). Secara fisis dalam pengertian teknik

adalah sebagai material yang terdiri dari agregat (butiran) mineral-mineral yang tidak

tersedimentasi (terikat secara kimia) satu sama lain. Tanah berguna sebagai bahan

bangunan pada berbagai macam pekerjaan teknik sipil, disamping itu tanah berfungsi

juga sebagai pendukung pondasi dan bangunan. Umumnya sebagian besar wilayah

Indonesia ini diliputi oleh tanah lempung dengan pengembangan yang cukup besar

(plastisitas tinggi), Sifat inilah yang menyebabkan kerusakan-kerusakan pada

konstruksi, khususnya pada bagian pondasi yang merupakan konstruksi pada

bangunan yang menghubungkan bangunan dengan tanah.

Kondisi tanah yang sering dijumpai sangat bervariasi dan segi kemampuan

(20)

tanah dasar lunak adalah gaya gesernya yang kecil, kemampatan yang besar dan

koefisien permeabilitasnya kecil. Bilamana pembebanan konstruksi melampaui daya

dukung kritis maka akan terjadi kerusakan tanah, khususnya tanah pondasi.

Salah satu cara yang terbaik adalah mengganti tanah dasar tersebut dengan

tanah yang cukup baik, tetapi hal ini biasanya membutuhkan biaya yang cukup besar.

Para ahli geoteknik mencoba mengatasi dengan cara merubah sifat-sifat fisik

tanahnya untuk menekan biaya. Perbaikan sifat-sifat fisik dan tanah kurang baik

menjadi tanah yang baik dibidang rekayasa Teknik Sipil disebut sebagai

STABILISASI TANAH.

Studi penelitian mengenai stabilisasi pada tanah lempung telah banyak

dilakukan sebelumnya sebagai upaya untuk melakukan perbaikan pada tanah.

Campuran bahan yang digunakan pun bermacam-macam antara lain: kapur, semen,

flay ash, bubuk batu merah, abu ampas tebu, abu sekam padi, dan bahan kimia

lainnya. Hasilnya menunjukkan perbaikan pada kondisi tanah lempung baik sifat fisis

maupun sifat mekanisnya.

Pada penelitian Tesis ini dicoba untuk menggunakan abu cangkang sawit

sebagai alternatjf lain bahan pencampur guna menstabilkan tanah lempung yang

diharapkan mampu meningkatkan mutu tanah.

Dalam penelitian ini digunakan tanah lempung dari Pulau Sicanang yang

terletak di Daerah Belawan, kondisi tanah di Pulau Sicanang Belawan sebagian besar

tanah lempung dengan sifat kembang susut yang tinggi, indeks konsistensi tinggi,

(21)

dinding retak, jalan retak-retak dan berlubang. Untuk itu tanah didaerah Pulau

Sicanang harus distabilisasi sebelum digunakan untuk mendirikan konstruksi

bangunan diatasnya. Sedangkan abu cangkang sawit diperoleh dan Pabrik Pengolahan

Minyak Sawit Bakrie Plantations yang terletak di daerah Kisaran.

Penelitian ini akan mencari jawaban dan masalah-masalah yang dihadapi pada

stabilisasi tanah lempung, terhadap parameter kuat geser tanah, kadar air optimum,

mencari daya dukung tanah, batas konsitensi dan kadar abu cangkang sawit optimum

untuk memperoleh kuat tekan bebas (UCT) dan CBR laboratorium. Dan hasil

penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi pengembangan ilmu dalam rekayasa

geoteknik.

1.2 Latar Belakang

Tanah berbutir halus pada umumnya mempunyai kekuatan geser lebih rendah

dari tanah berbutir kasar. Kondisi seperti ini sangat tidak menguntungkan bila tanah

lempung digunakan sebagai pendukung pondasi dan bangunan. Banyak kerugian-

kerugian yang akan ditimbulkan antara lain kerusakan pada tanah maupun konstruksi

bangunan itu sendiri. Meskipun kerusakan yang diakibatkan tidak bersifat mendadak

dan langsung namun kerugian secara materi yang diakibatkan akan cukup besar, oleh

karena itu perlu diadakannya perbaikan tanah ataupun stabilisasi.

Stabilisasi tanah umumnya berkaitan dengan bahan campunan yang digunakan.

Dalam penelitian yang akan dilakukan ini dicoba menggunakan stabilisasi

(22)

padat pabrik pengolahan kelapa sawit yang kurang termanfaatkan. Seiring dengan

tersebut, sektor agribisnis kelapa sawit di Indonesia tercatat memiliki perkembangan

yang sangat pesat. Hal ini terlihat dan luas areal kelapa sawit dan produksi minyak

sawit mentah (Crude Palm Oil) yang terus mengalami peningkatan sejak tahun 1968

sampai tahun 1997. Pada periode 1968-1997 tersebut, luas areal kelapa sawit

meningkat hampir 21 kali lipat, yaitu dan 120.000 Ha pada tahun 1968 menjadi 2,5

juta Ha pada tahun 1997. Pertumbuhan luas areal yang pesat kembali terjadi pada

lima tahun terakhir, yakni pada tahun 2006 berkembang menjadi 5,97 juta Ha

setidaknya merupakan gambaran keberhasilan kebijakan pemerintah dalam

percepatan pembangunan kelapa sawit di Indonesia. Oil World memproyeksikan

bahwa produksi CPO Indonesia menyamai Malaysia pada tahun 2007 dan selanjutnya

Indonesia akan menjadi produsen nomor satu dunia.

Perkembangan industri sawit yang terus meningkat berdampak pada limbah

padat yang dihasilkan dan pengolahan tandan buah segar (TBS). Limbah ini adalah

sisa produksi sawit kasar tandan kosong, sabut dan cangkang (batok) sawit. Limbah

padat berupa cangkang digunakan sebagai bahan bakar ketel (boiler) untuk

menghasilkan energi mekanik dan panas. Masalah yang kemudian timbul adalah dan

sisa pembakaran pada ketel (boiler) berupa abu cangkang dengan jumlah yang terus

meningkat sepanjang tahun yang sampai sekarang masih kurang termanfaatkan.

Perlu adanya upaya dalam memanfaatkan limbah tersebut dengan cara

melakukan penelitian di laboratorium. Penelitian yang dilakukan adalah metode

(23)

Pada penelitian ini bahan yang digunakan adalah abu cangkang sawit dengan

variasi 3%, 6%, 9%, 12% dan 15%, terhadap berat sampel tanah dan menggunakan

pemeraman 1 hari.

1.3 Perumusan Masalah

Permasalahan tanah yang digunakan sebagai pondasi suatu konstruksi

bangunan dan jalan di Desa Pulau Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara

adanya kerusakan pada bangunan di Pulau Sicanang seperti dinding retak, jalan retak

retak dan berlubang. Kerusakan permukaan aspal, lendutan dan gesemya badan jalan

umumnya terjadi pada musim hujan, sedang kerusakan retak memanjang terjadi pada

musim kemarau.

Penanganan yang telah dilakukan antara lain memperbaiki saluran drainase,

mengganti dan memperbaiki material base dan sub base, hal ini ternyata tidak

bertahan lama.

Berdasarkan permasalahan tersebut diatas, maka untuk mengatasinya dapat

dirumuskan sebagai berikut:

1. Diperlukan penelitian yang lebih mendalam tentang sifat-sifat fisik dan mekanis

tanah di Pulau Sicanang guna mencari solusi perbaikannya.

2. Diperlukan penelitian tentang stabilisasi tanah dengan cara memperbaiki daya

dukung dan kuat tekan, yaitu dengan mencampur tanah asli dengan bahan

alternatif material pengganti dalam hal ini pemanfaat limbah abu cangkang sawit

(24)

3. Adakah perubahan yang dialami oleh tanah lempungterhadap nilai batas-batas

konsistensi, berat jenis tanah asli maupun yang distabilisasi, nilai kuat dukung

tanah ash maupun yang telah distabilisasi, dan kuat tekan tanah ash dan yang

telah distabilisasi dengan abu cangkang sawit.

1.4 Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk:

1. Untuk mengetahui jenis tanah yang berasal dan Pulau Sicanang, Belawan.

2. Mengetahui mineral lempung tanah dan unsur-unsur kimia yang

terkandung didalam lempung dan abu cangkang sawit, diharapkan dapat

diketahui bagaimana senyawa kimia yang terdapat didalam tanah lempung

bereaksi dengan senyawa yang terdapat pada abu cangkang sawit sebingga

dapat mengurangi kadar air didalam tanah lempung sehingga tanah yang

lunak bisa menjadi baik.

3. Mencari kadar persentase yang efektif dengan penambahan abu cangkang

sawit terhadap daya dukung dan kuat tekan tanah.

4. Untuk mengetahui daya dukung tanah dengan pengujian CBR

laboratorium sebelum dan setelah distabilisasi dengan abu cangkang

sawit, serta kuat tekan tanah asli dan setelah distabilisasi diharapkan akan

(25)

1.5 Batasan Masalah

Masalah yang akan dibahas yaitu penelitian laboratorium, untuk melihat

kondisi tanah berbutir halus bila dicampur abu cangkang sawit dengan menggunakan

interval 3% untuk 0% ,3%, 6%, 9%, 12% dan 15% dalam hal pengujian sifat fisis

tanah lempung. Sedangkan untuk pengujian mekanis digunakan persentase abu

cangkang sawit yang paling optimum dari hasil uji pemadatan tanah pada setiap

persentase abu cangkang sawit (0% ,3%, 6%, 9%, 12% dan 15%) yang digunakan

dengan waktu pemeraman 1 hari. Untuk uji CBR yang diharapkan dapat diketahui

daya dukung dari tanah lempung, sedangkan untuk mengetahui kuat geser tanah diuji

dengan kuat tekan tanah lempung (UCT). Sampel tidak terganggu (undisturbed)

diambil untuk uji kuat tekan tanah asli, sedangkan sampel tanah terganggu

(disturbed) diambil untuk uji indeks properties tanah, dan daya dukung tanah asli dan

tanah yang telah dicampur abu cangkang sawit. Pengujian dilakukan adalah sebagai

beñkut:

1. Pengujian pada tanah asli:

a. Uji kadar air, specific gravity, batas-batas konsistensi (batas cair, batas plastis

dan batas susut), distribusi ukuran partikel.

b. Uji kepadatan tanah (proctor standard).

c. Uji ketahanan tanali (CBR) laboratorium.

(26)

2. Pengujian pada tanah yang telah distabilisasi:

a. Uji specific gravity masing-masing variasi campuran, distribusi ukuran partikel.

b. Uji batas konsistensi (batas cair, batas plastis dan batas susut).

c. Uji pemadatan dengan penambahan variasi abu cangkang sawit sehingga didapat persentase optimum yang akan digunakan untuk pengujian mekanis lanjutan.

d. Uji ketahanan tanah (CBR) laboratorium meliputi CBR tidak terendam dan CBR terendam.

e. Uji kuat tekan bebas (Unconfined Compression Test)

3. Pengujian pendahuluan terhadap komposisi unsur kimia yang terdapat pada material yang akan digunakan sebagai bahan penelitian dalam hal ini penelitian terhadap tanah lempung dan abu cangkang sawit. Pengujian mineralogi tanah lempung ash dan tanah lempung ditambah abu cangkang sawit.

1.6 Lokasi penelitian

Lokasi pengambilan sampel tanah untuk penelitian adalah di daerah Pulau

Sicanang, Belawan, Deli Serdang, Sumatera Utara. Dan lokasi pengambilan sampel

abu cangkang sawit di Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit PT. Bakrie Plantations, Tbk.

Kisaran Sumatera Utara. Sedangkan lokasi pengujian unsur kimia dan sampel

dilakukan di Laboratorium Kimia Analitik FMIPA Universitas Sumatera Utara, dan

uji mineralogi sampel dilakukan di Laboratorium Pusat Survey Geologi Bandung.

Dan untuk uji sifat fisis dan mekanis dan sampel dilakukan di Laboratorium

(27)

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tanah Lempung

Tanah lempung dan mineral lempung adalah tanah yang memiliki

partikel-partikel mineral tertentu yang “menghasilkan sifat-sifat plastis pada tanah bila

dicampur dengna air” (Grim, 1953). Partikel-partikel tanah berukuran yang lebih

kecil dari 2 mikron (=2µ), atau <5 mikron menurut sistem klasifikasi yang lain,

disebut saja sebagai partikel berukuran lempung daripada disebut lempung saja.

Partikel-partikel dari mineral lempung umumnya berukuran koloid (<1µ) dan ukuran

2µ merupakan batas atas (paling besar) dari ukuran partikel mineral lempung.

Untuk menentukan jenis lempung tidak cukup hanya dilihat dari ukuran

butirannya saja tetapi perlu diketahui mineral yang terkandung didalamnya. ASTM

D-653 memberikan batasan bahwa secara fisik ukuran lempung adalah partikel yang

berukuran antara 0,002 mm samapi 0,005 mm.

Sifat-sifat yang dimiliki tanah lempung (Hardiyatmo, 1999) adalah sebagai

berikut:

1. Ukuran butir halus, kurang dari 0,002 mm 2. Permeabilitas rendah

3. Kenaikan air kapiler tinggi 4. Bersifat sangat kohesif

(28)

Kebanyakan jenis tanah terdiri dari banyak campuran atau lebih dari satu

macam ukuran partikel. Tanah lempung belum tentu terdiri dari partikel lempung

saja, akan tetapi dapat bercampur butir-butiran ukuran lanau maupun pasir dan

mungkin juga terdapat campuran bahan organik.

Guna menunjang pengkajian dan penelitian terhadap ”Pengaruh Penambahan

Abu Caangkang sawit Terhadap Daya Dukung dan Kuat Tekan Pada Tanah Lempung

Ditinjau Dari Uji UCT dan CBR Laboratorium“, maka dibutuhkan pengetahuan serta

pemahaman yang baik tentang sifat-sifat tanah berdasarkan teori yang ada terdiri dari

sifat fisik (Index Properties) dan sifat keteknikan (Enginering Properties),

pemahaman kedua sifat ini sangatlah penting untuk diketahui sebagai dasar dalam

mengambil suatu keputusan yang berkaitan dengan perekayasaan pondasi (jalan,

jembatan, bendungan dan lainnya).

Sifat fisik dan sifat keteknikan tanah, lebih ditentukan oleh jenis dari

klasifikasi tanah itu sendiri. Pengklasifikasian tanah dimaksudkan untuk

mempermudah pengelompokkan berbagai jenis tanah ke dalam kelompok tanah yang

sesuai dengan sifat teknik dan karakteristiknya. Pengelompokkan tanah menempatkan

tanah dalam 3 kelompok, tanah berbutir kasar, tanah berbutir halus dan tanah organis.

Berdasarkan USCS tanah berbutir kasar adalah yang mempunyai

persentase lolos saringan nomor 200<50%, dan tanah berbutir halus (lanau/lempung)

jika lebih dari 50% lolos saringan nomor 200. Tanah ini dibagi dalam 2 kelompok

(29)

Tanah berbutir halus dibagi dalam Lanau (M), Lempung (C) yang didasarkan

pada batas cair dan indeks plastisitasnya. Tanah Organis juga termasuk dalam

kelompok tanah berbutir halus.

Konsistensi dari tanah lempung dan tanah kohesif lainnya sangat dipengaruhi

oleh kadar air. Indeks plastisitas dan batas cair dapat digunakan untuk menentukan

karateristik pengembangan. Karakteristik pengembangan hanya dapat diperkirakan

dengan menggunakan indeks plastisitas, ( Holtz dan Gibbs, 1962 ).

Dikarenakan sifat plastis dari suatu tanah adalah disebabkan oleh air yang

terserap disekeliling permukaan partikel lempung, maka dapat diharapkan bahwa tipe

dan jumlah mineral lempung yang dikandung didalam suatu tanah akan

mempengaruhi batas plastis dan batas cair tanah yang bersangkutan.

2.2 Sistem Klasifikasi Tanah

Sistem klasifikasi tanah dibuat pada dasarnya untuk memberikan informasi

tentang karakteristik dan sifat-sifat fisis tanah. Karena variasi sifat dan perilaku tanah

yang begitu beragam, sistem klasifikasi secara umum mengelompokan tanah ke

dalam kategori yang umum dimana tanah memiliki kesamaan sifat fisis. Sistem

klasifikasi bukan merupakan sistem identifikasi untuk menentukan sifat-sifat mekanis

dan geoteknis tanah. Karenanya, klasifikasi tanah bukanlah satu-satunya cara yang

digunakan sebagai dasar untuk perencanaan dan perancangan konstruksi. Pada

awalnya, metode klasfikasi yang banyak digunakan adalah pengamatan secara

(30)

butiran tanah dan plastisitas digunakan untuk identifikasi jenis tanah. Karakteristik

tersebut digunakan untuk menentukan kelompok klasifikasinya. Sistem klasifikasi

tanah yang umum digunakan untuk mengelompokan tanah adalah Unfied Soil

Clasification System (USCS). Sistem ini didasarkan pada sifat-sifat indek tanah yang

sederhana seperti distribusi ukuran butiran, batas cair dan indek plastisitasnya.

Disamping itu, terdapat sistem lainnya yang juga dapat digunakan dalam identifikasi

tanah seperti yang dibuat oleh American Association of State Highway and

Transportation Officials Classfication (AASHTO), British Soil Classification System

(BSCS), dan United State Department of Agriculture (USDA). Dalam penelitian ini

digunakan klasifikasi tanah berdasarkan USCS dan AASHTO.

2.2.1 Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USCS

Klasifikasi tanah sistem ini diajukan pertama kali oleh Casagrande dan

selanjutnya dikembangkan oleh United State Bureau of Reclamation (USBR) dan

United State Army Corps of Engineer (USACE). Kemudian American Society for

Testing and Materials (ASTM) telah memakai USCS sebagai metode standar guna

mengklasifikasikan tanah. Dalam bentuk yang sekarang, sistem ini banyak digunakan

dalam berbagai pekerjaan geoteknik. Dalam USCS seperti pada Gambar 2.1 suatu

tanah diklasifikasikan ke dalam dua kategori utama yaitu:

1. Tanah berbutir kasar (coarse-grained soils) yang terdiri atas kerikil dan pasir

yang mana kurang dari 50% tanah yang lolos saringan No. 200 (F200 < 50).

(31)

berkerikil (gravelly soil) atau S untuk pasir (sand) atau tanah berpasir (sandy

digunakan untuk gambut (peat), dan tanah dengan kandungan organik tinggi

.Simbol lain yang digunakan untuk klasifikasi adalah W untuk gradasi baik

(well graded), P gradasi buruk (poorly graded), L plastisitas rendah (low

plasticity) dan H plastisitas tinggi (high plasticity).

IN

Gambar.2.1 Grafik plastisitas untuk klasifikasi USCS (Das,194)

Lanau adalah tanah berbutir halus yang mempunyai batas cair dan indeks

plastisitas terletak dibawah garis A dan lempung berada diatas garis A. Lempung

(32)

plastisitasnnya berada dibawah garis A. Lanau, lempung dan tanah organis dibagi lagi

menjadi batas cair yang rendah (L) dan tinggi (H). Garis pembagi antara batas cair

yang rendah dan tinggi ditentukan pada angka 50 seperti:

1. Kelompok ML dan MH adalah tanah yang diklasifikasikan sebagai lanau pasir,

lanau lempung atau lanau organis dengan plastisitas relatif rendah. Juga

termasuk tanah jenis butiran lepas, tanah yang mengandung mika juga beberapa

jenis lempung kaolinite dan illite.

2. Kelompok CH dan CL terutama adalah lempung organik. Kelompok CH adalah

lempung dengan plastisitas sedang sampai tinggi mencakup lempung gemuk.

Lempung dengan plastisitas rendah yang dikalsifikasikan CL biasanya adalah

lempung kurus, lempung kepasiran atau lempung lanau.

3. Kelompok OL dan OH adalah tanah yang ditunjukkan sifat-sifatnya dengan

adanya bahan organik. Lempung dan lanau organik termasuk dalam kelompok

ini dan mereka mempunyai plastisitas pada kelompok ML dan MH.

2.2.2 Sistem Klasifikasi Tanah AASHTO

Sistem klasifikasi AASHTO berguna untuk menentukan kualitas tanah guna

pekerjaan jalan yaitu lapis dasar (subbase) dan tanah dasar (subgrade). Karena sistem

ini ditujukan untuk pekerjaan jalan tersebut, maka penggunaan sistem ini dalam

prakteknya harus dipertimbangkan terhadap maksud aslinya. Sistem ini membagi

tanah ke dalam 7 kelompok utama yaitu A-1 sampai dengan A-7. Tanah yang

(33)

memiliki partikel yang lolos saringan No. 200 kurang dari 35%. Tanah yang lolos

saringan No. 200 lebih dari 35% diklasifikasikan dalam kelompok A-4, A-5, A-6, dan

A-7. Tanah-tanah dalam kelompok ini biasanya merupakan jenis tanah lanau dan

lempung. Sistem klasifikasi menurut AASHTO disajikan yang mana didasarkan pada

kriteria sebagai berikut:

1. Ukuran partikel

a. Kerikil: fraksi yang lolos saringan ukuran 75 mm (3 in) dan tertahan pada saringan No. 10.

b. Pasir: fraksi yang lolos saringan No. 10 (2 mm) dan tertahan pada saringan No. 200 (0,075 mm).

c. Lanau dan lempung: fraksi yang lolos saringan No. 200.

2. Plastisitas: tanah berbutir halus digolongkan lanau bila memiliki indek plastisitas,

PI ≤ 10 dan dikategorikan sebagai lempung bila mempunyai indek plastisitas, PI ≥ 11 Gambar 2.2 memberikan grafik plastisitas untuk klasifikasi tanah kelompok

A-2, A-4, A-5, A-6, dan A-7.

(34)

2.3 Karakteristik Fisik Tanah Lempung Lunak

Menurut Bowles (1989), mineral-mineral pada tanah lempung umumnya

memiliki sifat-sifat:

1. Hidrasi.

Partikel mineral lempung biasanya bermuatan negatif sehingga partikel

lempung hampir selalu mengalami hidrasi, yaitu dikelilingi oleh

lapisan-lapisan molekul air yang disebut sebagai air teradsorbsi. Lapisan ini pada

umumnya mempunyai tebal dua molekul karena itu disebut sebagai lapisan

difusi ganda atau lapisan ganda. Lapisan difusi ganda adalah lapisan yang

dapat menarik molekul air atau kation disekitarnya. Lapisan ini akan hilang

pada temperatur yang lebih tinggi dari 600 sampai 1000C dan akan

mengurangi plasitisitas alamiah, tetapi sebagian air juga dapat menghilang

cukup dengan pengeringan udara saja.

2. Aktivitas.

Hasil pengujian index properties dapat digunakan untuk mengidentifikasi

tanah ekspansif. Hardiyatmo (2006) merujuk pada Skempton (1953)

mendefinisikan aktivitas tanah lempung sebagai perbandingan antara Indeks

Plastisitas (IP) dengan prosentase butiran yang lebih kecil dari 0,002 mm

yang dinotasikan dengan huruf C, disederhanakan dalam persamaan:

(35)

Untuk nilai A>1,25 digolongkan aktif dan sifatnya ekspansif. Nilai A

1,25<A<A<0,75 digolongkan normal sedangkan nilai A<0,75 digolongkan

tidak aktif. Aktivitas juga berhubungan dengan kadar air potensial relatif.

Nilai-nilai khas dari aktivitas dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Aktivitas tanah lempung (Skempton, 1953)

Minerologi tanah lempung Nilai Aktivitas

Kaolinite

Illite

montmorillonite

0,4 – 0,5

0,5 – 1,0

1,0 – 7,0

3. Flokulasi dan Dispersi.

Apabila mineral lempung terkontaminasi dengan substansi yang tidak

mempunyai bentuk tertentu atau tidak berkristal maka daya negatif netto,

ion- ion H+ dari air gaya Van der Waals dan partikel berukuran kecil akan

bersama-sama tertarik dan bersinggungan atau bertabrakan di dalam larutan

tanah dan air. Beberapa partikel yang tertarik akan membentuk flok (flock)

yang berorientasi secara acak atau struktur yang berukuran lebih besar akan

turun dari larutan itu dengan cepatnya membentuk sedimen yang lepas.

Flokulasi adalah peristiwa penggumpalan partikel lempung di dalam larutan

air akibat mineral lempung umumnya mempunyai pH>7. Flokulasi larutan

dapat dinetralisir dengan menambahkan bahan-bahan yang mengandung asam

(36)

flokulasi. Untuk menghindari flokulasi larutan air dapat ditambahkan zat

asam.

4. Pengaruh Zat cair

Fase air yang berada di dalam struktur tanah lempung adalah air yang tidak

murni secara kimiawi. Pada pengujian di laboratorium untuk batas Atterberg,

ASTM menentukan bahwa air suling ditambahkan sesuai dengan keperluan.

Pemakaian air suling yang relatif bebas ion dapat membuat hasil yang cukup

berbeda dari apa yang didapatkan dari tanah di lapangan dengan air yang telah

terkontaminasi.

Air yang berfungsi sebagai penentu sifat plastisitas dari lempung. Satu

molekul air memiliki muatan positif dan muatan negative pada ujung yang

berbeda (dipolar). Fenomena hanya terjadi pada air yang molekulnya dipolar

dan tidak terjadi pada cairan yang tidak dipolar seperti karbon tetrakolrida

(Ccl4) yang jika dicampur lempung tidak akan terjadi apapun.

5. Sifat kembang susut (swelling potensial)

Plastisitas yang tinggi terjadi akibat adanya perubahan syistem tanah dengan

air yang mengakibatkan terganggunya keseimbangan gaya-gaya didalam

struktur tanah. Gaya tarik yang bekerja pada partikel yang berdekatan yang

terdiri dari gaya elektrostatis yang bergantung pada komposisi mineral, serta

gaya van der Walls yang bergantung pada jarak antar permukaan partikel.

Partikel lempung pada umumnya berbentuk pelat pipih dengan permukaan

(37)

negatif ini diseimbangkan oleh kation air tanah yang terikat pada permukaan pelat

oleh suatu gaya listrik. Sistem gaya internal kimia-listrik ini harus dalam keadaan

seimbang antara gaya luar dan hisapan matrik. Apabila susunan kimia air tanah

berubah sebagai akibat adanya perubahan komposisi maupun keluar masuknya air

tanah, keseimbangan gaya–gaya dan jarak antar partikel akan membentuk

keseimbangna baru. Perubahan jarak antar partikel ini disebut sebagai proses

kembang susut.

Tanah-tanah yang banyak mengandung lempung mengalami perubahan

volume ketika kadar air berubah. Perubahan itulah yang membahayakan bagunan.

Tingkat pengembangan secara umum bergantung pada beberapa faktor yaitu:

1. Tipe dan jumlah mineral yang ada di dalam tanah. 2. Kadar air.

3. Susunan tanah.

4. Konsentrasi garam dalam air pori. 5. Sementasi.

6. Adanya bahan organik, dll.

2.3.1 Identifikasi Tanah Lempung Lunak

Menurut Chen (1975), cara-cara yang bisa digunakan untuk mengidentifikasi

tanah ekspansif dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu:

1. Identifikasi mineralogi

(38)

1. Identifikasi minerallogi

Analisa Minerologi sangat berguna untuk mengidentifikasi potensi kembang

susut suatu tanah lempung. Identifikasi dilakukan dengan cara:

- Difraksi sinar X (X-Ray Diffraction).

- Difraksi sinar X (X-Ray Fluorescence)

- Analisi Kimia (Chemical Analysis)

- Mikroskop Elektron (Scanning Electron Microscope).

2. Cara tidak langsung (single index method)

Hasil uji sejumlah indeks dasar tanah dapat digunakan untuk evaluasi berpotensi

ekspansif atau tidak pada suatu contoh tanah. Uji indeks dasar adalah uji

batas-batas Atterberg, linear shrinkage test (uji susut linear), uji mengembang bebas.

Untuk melengkapi data dari contoh tanah yang digunakan dalam penelitian

ini, dilakukan beberapa pengujian pendahuluan. Pengujian tersebut meliputi uji

sifat-sifat fisis tanah.

2.3.1.1 Specific Gravity ( Gs )

Harga secific gravity (Gs) dari butiran tanah sangat berperan penting dalam

bermacam-macam keperluan perhitungan mekanika tanah. Harga-harga itu dapat

ditentukan secara akurat dilaboraturium. Tabel 2.4 menunjukan harga-harga specific

(39)

Tabel 2.2 Specific gravity mineral-mineral penting pada tanah (Das, 1994)

Sebagian dari mineral – mineral tersebut mempunyai specific gravity berkisar

antara 2,6 sampai dengan 2,9. Specific gravity dari bagian padat tanah pasir yang

berwarna terang, umumnya sebagian besar terdiri dari quartz, dapat diperkirakan

sebesar 2,65 untuk tanah lempung atau berlanau, harga tersebut berkisar antara 2,6 –

2,9 dengan persamaan seperti dibawah ini:

Gs = (2.2)

Nilai-nilai specific grafity untuk berbagai jenis tanah dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Tabel 2.3 Specific gravity tanah (Hardiyatmo, 2006)

(40)

Berat isi dalam tanah didefenisikan sebagai rasio antara berat jenis zat pada

partikel tanah dengan berat isi air seperti yang ditunjukkan pada persamaan:

Gs= (2.3)

Dimana Gs = specific gravity

s = berat volume air pada temperatur 40C (gr/cm3)

w = berat volume butiran padat (gr/cm3)

Wiqoyah (2006), telah melakukan penelitian tentang pengaruh kadar kapur,

waktu perawatan dan perendaman terhadap kuat dukung tanah lempung. Hasil uji

specific gravity (Gs) dengan penambahan 2,5% , 5% dan 7,5% kapur menunjukkan

adanya kecenderungan penurunan nilai specific gravity seiring dengan bertambah

besarnya persentase kapur. Besarnya penurunan maksimum adalah 0,03%.

2.3.1.2 Batas Konsistensi (Atterberg)

Kedudukan fisik tanah berbutir halus pada kadar air tertentu disebut

konsistensi. Menurut Atterberg batas-batas konsistensi tanah berbutir halus

tersebut adalah batas cair, batas plastis, batas susut. Batas konsistensi tanah ini

didasarkan kepada kadar air yaitu:

a. Batas Cair (Liquid Limit)

Batas cair adalah kadar air tanah pada batas antara keadaan cair dan keadaan

plastis. Alat uji batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.3 dan kurva penentuan

batas cair dapat dilihat pada Gambar 2.4.

(41)

kadar air yang bervariasi yang dinyatakan dalam batas cair, batas plastis, dan batas susut.

Gambar 2.4 Skema uji batas cair

(42)

b. Batas Plastis ( Plastic Limit )

Pengertian batas plastisitas adalah sifat tanah dalam keadaan konsistensi, yaitu

cair, plastis, semi padat, atau padat bergantung pada kadar airnya. Kebanyakan dari

tanah lempung atau tanah berbutir halus yang ada dialam dalam keadaan plastis.

Secara umum semakin besar plastisitas tanah, yaitu semakin besar rentang kadar air

daerah plastis maka tanah tersebut akan semakin berkurang kekuatan dan mempunyai

kembang susut yang semakin besar.

Indeks plastisitas adalah selisih batas cair dan batas plastis ( Interval kadar air

pada kondisi tanah masih bersifat plastis ), karena itu menunjukkan sifat keplastisan

tanah.

Batasan mengenai indeks plastisitas, sifat, macam tanah, dapat dilihat pada Tabel 2.4

Tabel 2.4 Nilai indeks plastisitas dan macam tanah (Chen, 1975)

(43)

c. Batas Susut (Shrinkage Limit)

Suatu tanah akan mengalami penyusutan bila kadar air secara perlahan–lahan

hilang dari dalam tanah. Dengan hilangnya air terus menerus akan mencapai suatu

tingkat keseimbangan, dimana penambahan kehilangan air tidak akan menyebabkan

perubahan volume tanah.

Batas susut dapat dinyatakan dalam persamaan:

SL = x100%

Semakin besar kandungan mineral montmorillonite semakin besar batas cair dan

indeks plastisitas serta semakin kecil nilai batas susut dan batas plastisnya

(Hardiyatmo, 2006).

Angka-angka batasan Atterberg untuk bermacam-macam mineral lempung

menurut Mitchell (1976) dapat dilihat pada Tabel 2.5.

Tabel 2.5 Harga-harga batasan atterberg untuk mineral lempung (Mitchell, 1976)

Mineral Batas Cair Batas Plastis Batas Susut

(44)

Gambar 2.5 Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas cair, batas plastis, dan batas susut

Kadar air dapat mempengaruhi perubahan volume tanah seperti yang terlihat

dalam Gambar 2.5 diatas. Hal tersebut juga dapat mempengaruhi jenis tanahnya

seperti tanah kohesif ataupun non kohesif. Kesimpulan adalah tanah kohesif seperti

lempung memiliki perbedaan dengan tanah non kohesif seperti pasir. Perbedaan

tersebut adalah:

1. Tahanan friksi tanah kohesif < tanah non kohesif.

2. Kohesi Lempung > tanah granular.

3. Permeability lempung < tanah berpasir.

4. Pengaliran air pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah berpasir.

5. Perubahan volum pada lempung lebih lambat dibandingkan pada tanah

(45)

2.4 Struktur Komposisi Mineral Lempung

Mineral lempung merupakan pelapukan akibat reaksi kimia yang

menghasilkan susunan kelompok partikel berukuran koloid dengan diameter butiran

lebih kecil dari 0,002 mm. Menurut Holtz & Kovacs (1981) satuan struktur dasar

dari mineral lempung terdiri dari Silica Tetrahedron dan Alumina Oktahedron.

Satuan-satuan dasar tersebut bersatu membentuk struktur lembaran . Jenis-jenis

mineral lempung tergantung dari kombinasi susunan satuan struktur dasar atau

tumpukan lembaran serta macam ikatan antara masing-masing lembaran.

Susunan pada kebanyakan tanah lempung terdiri dari silika tetrahedra dan

alumunium okthedra (Gambar 2-7). Silika Tetrahedron pada dasarnya merupakan

kombinasi dari satuan Silika Tetrahedron yang terdiri dari satu atom silicon yang

dikelilingi pada sudutnya oleh empat buah atom Oksigen. Sedangkan Aluminium

Oktahedron merupakan kombinasi dari satuan yang terdiri dari satu atom Alumina

yang dikelilingi oleh atom Hidroksil pada keenam sisinya.

Silika dan aluminium secara parsial dapat digantikan oleh elemen yang lain

dalam kesatuannya, keadaan ini dikenal sebagai substansi isomorf. Kombinasi dari

susunan kesatuan dalam bentuk susunan lempeng terbentuk oleh kombinasi

tumpukan dari susunan lempeng dasarnya dengan bentuk yang berbeda-beda.

Kaolinite merupakan mineral dari kelompok kaolin, terdiri dari susunan

satu lembaran silika tetrahedra dengan lembaran aluminium oktahedra, dengan satuan

susunan setebal 7,2 Å (Gambar 2-7a). Kedua lembaran terikat bersama-sama,

(46)

oktahedra membentuk sebuah lapisan tunggal. Dalam kombinasi lembaran silika dan

aluminium, keduanya terikat oleh ikatan hidrogen (Gambar 2-7b). Pada keadaan

tertentu, partikel kaolinite mungkin lebih dari seratus tumpukan yang sukar

dipisahkan. Karena itu, mineral ini stabil dan air tidak dapat masuk di antara

lempengannya untuk menghasilkan pengembangan atau penyusutan pada sel

satuannya.

Gambar 2.6 Mineral - mineral lempung

7,2 A

Gambar 2.7 (a) Diagram skematik struktur kaolinite (Lambe, 1953)

(47)

Halloysite, hampir sama dengan kaolinite, tetapi kesatuan yang berturutan

lebih acak ikatannya dan dapat dipisahkan oleh lapisan tunggal molekul air. Jika

lapisan tunggal air menghilang oleh karena proses penguapan, mineral ini akan

berkelakuan lain. Maka, sifat tanah berbutir halus yang mengandung halloysite akan

berubah secara tajam jika tanah dipanasi sampai menghilangkan lapisan tunggal

molekul airnya. Sifat khusus lainnya adalah bahwa bentuk partikelnya menyerupai

silinder-silinder memanjang, tidak seperti kaolinite yang berbentuk pelat-pelat.

Montmorillonite, disebut juga dengan smectit, adalah mineral yang dibentuk

oleh dua buah lembaran silika dan satu lembaran aluminium (gibbsite) (Gambar

2.8a). lembaran oktahedra terletak di antara dua lembaran silika dengan ujung

tetrahedra tercampur dengan hidroksil dari lembaran oktahedra untuk membentuk

satu lapisan tunggal (Gambar 2.8b). Dalam lembaran oktahedra terdapat substitusi

parsial aluminium oleh magnesium. Karena adanya gaya ikatan van der Waals yang

lemah di antara ujung lembaran silica dan terdapat kekurangan muatan negatif dalam

lembaran oktahedra, air dan ion-ion yang berpindah-pindah dapat masuk dan

memisahkan lapisannya. Jadi, kristal montmorillonite sangat kecil, tapi pada waktu

tertentu mempunyai gaya tarik yang kuat terhadap air. Tanah-tanah yang

mengandung montmorillonite sangat mudah mengembang oleh tambahan kadar air,

yang selanjutnya tekanan pengembangannya dapat merusak struktur ringan dan

(48)

aluminium

Lapisan-lapisan nH2O dan kation-kation yang dapat bertukar

(b)

(a)

Gambar 2.8 (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe, 1953) (b) Struktur atom montmorrilonite (Grim, 1959)

Illite adalah bentuk mineral lempung yang terdiri dari mineral-mineral

kelompok illite. Bentuk susunan dasarnya terdiri dari sebuah lembaran

aluminium oktahedra yang terikat di antara dua lembaran silika tetrahedra.

Dalam lembaran oktahedra, terdapat substitusi parsial aluminium oleh

magnesium dan besi, dan dalam lembaran tetrahedra terdapat pula substitusi

silikon oleh aluminium (Gambar 2-9). Lembaran-lembaran terikat

besama-sama oleh ikatan lemah ion-ion kalium yang terdapat di antara

lembaran-lembarannya. Ikatan-ikatan dengan ion kalium (K+) lebih lemah daripada

ikatan hidrogen yang mengikat satuan kristal kaolinite, tapi sangat lebih kuat

daripada ikatan ionik yang membentuk kristal montmorillonite. Susunan Illite

(49)

K

Gambar 2.9 Diagram skematik struktur illite (Lambe, 1953).

Air biasanya tidak banyak mempengaruhi kelakuan tanah nonkohesif.

Sebagai contoh, kuat geser tanah pasir mendekati sama pada kondisi kering

maupun jenuh air. Tetapi, jika air berada pada lapisan pasir yang tidak padat,

beban dinamis seperti gempa bumi dan getaran lainnya sangat mempengaruhi

kuat gesernya. Sebaliknya, tanah butiran halus khususnya tanah lempung akan

banyak dipengaruhi oleh air. Karena pada tanah berbutir halus, luas

permukaan spesifik menjadi lebih besar, variasi kadar air akan mempengaruhi

plastisitas tanahnya. Distribusi ukuran butiran jarang-jarang sebagai faktor

yang mempengaruhi kelakuan tanah butiran halus. Batas-batas Atterberg

(50)

2.5 Interaksi Air dan Mineral Dalam Fenomena Tanah Lempung

Permukaan mineral lempung tanah biasanya mengandung muatan elektro

negatif yang memungkinkan terjadinya reaksi pertukaran kation, muatan ini

merupakan hasil satu atau beberapa lebih dari reaksi yang berbeda.

Tabel 2.6 Kisaran kapasitas tukar kation (Chen, 1975)

Kaolinite Illite Montmorillonite Particle thickness

Pada mineral lempung kering, muatan negatif pada permukaan akan

dinegralkan oleh kation-kation lain yang mengelilingi partikel tersebut secara

exchange able cation akibat adanya perbedaan kekuatan muatan dan gaya

tarik-menarik elektrostatik Van der Waals. Karenanya perbedaan kekuatan muatan

dimungkinkan antar yang ada di sekeliling partikel lempung bisa saling mendesak

posisi atau bertukar.

Kemampuan mendesak dari kation-kation dapat dilihat dari besarnya potensi

mendesak sesuai urutan berikut:

Al3+>Ca2+>Mg2+≥NH4+>K+>H+>Na+Li+

Kation Li+ tidak dapat mendesak kation lain yang berada dikirinya (Kim. H. Tan,

(51)

Molekul air merupakan molekul dipolar karena atom Hidrogen tidak tersusun

simetris disekitar atom oksigen, melainkan membentuk sudut ikatan 105o akibatnya

molekul-molekul air berperilaku seperti batang-batang kecil yang mempunyai muatan

positif disatu sisi dan muatan negatif disisi lain.

Interaksi antara molekul-molekul air dengan partikel lempung dapat melalui

tiga proses. Pertama, kutub positif molekul dipolar air akan saling menarik dengan

muatan negatif permukaan partikel lempung. Kedua, molekul air diikat oleh partikel

lempung melalui ikatan Hidrogen (Hidrogen air ditarik oksigen atau hidroksil lain

yang ada pada permukaan partikel lempung). Proses ketiga, penarikan molekul air

oleh muatan negatif permukaan lempung secara berantai melalui kation yang

mengapung dalam larutan air. Faktor paling dominan adalah proses ikatan hidrogen.

Menurut Mitchell (1976) molekul air dekat permukaan akan memiliki sifat

kelistrikan dan termodinamika yang berbeda dengan molekul air bebas yang sangat

jauh dari daerah ikatan. Jumlah molekul air yang berinteraksi dengan permukaan

lempung akan sangat dipengaruhi oleh jenis mineral yang ada yaitu pada nilai luasan

permukaan spesifiknya (specific surface). Luas permukaan lempung merupakan

faktor utama yang mempengaruhi besarnya molekul air yang ditarik untuk

membentuk lapisan Rangkap (Diffuse Double Layer). Fenomena ini

mengidentifikasikan kemampuan mineral lempung menarik molekul air atau

(52)

2.6 Stabilisasi Tanah 2.6.1 Modifikasi Tanah

Istilah modifikasi digunakan untuk menggambarkan suatu proses stabilisasi

yang hanya ditujukan untuk perbaikan sifat-sifat tanah, tapi tidak ditujukan untuk

menambah kekuatan maupun keawetan tanah. Tujuan dilakukan modifikasi tanah

dasar adalah untuk menciptakan landasan kerja bagi alat berat, dengan tanpa

memperhatikan pengaruh modifikasi tanah tersebut terhadap hitungan perancangan

perkerasan. Walaupun sebenarnya modifikasi tanah juga menunjukkan proses

stabilisasi, namun tujuan utamanya lebih mengarah untuk perbaikan sifat-sifat teknis

tanah, misalnya mereduksi plastisitas, mempertinggi kemudahan dikerjakan dan

mengurangi potensi pengembangan.

2.6.2 Stabilisasi Tanah Lempung

Maksud dari stabilisasi tanah adalah untuk menambah kapasitas dukung tanah

dan kenaikan kekuatan yang akan diperhitungkan pada proses perancangan tebal

perkerasan. Karena itu, stabilisasi tanah membutuhkan metode perancangan dan

pelaksanaan yang lebih teliti dibandingkan dengan modifikasi tanah.

Banyak material tanah di lapangan tidak dapat digunakan sebagai bahan dasar

dalam pengerjaan konstruksi. Kondisi material tanah yang tidak memenuhi syarat ini

dapat diperbaiki sifat teknisnya sehingga kekuatannya meningkat. Memperbaiki

(53)

mencampur dengan tanah lain, mencampur dengan semen, kapur atau belerang

(secara kimiawi), pemanasan dengan temperatur tinggi, dan lain sebagainya.

Usaha-usaha stabilisasi tanah telah lama dilakukan penelitian dan pelaksanaan

baik secara tradisional maupun dengan beberapa teknologi. Stabilisasi tanah biasanya

dilakukan untuk perbaikan lapisan tanah lantai kerja, badan jalan, bendungan,

konstruksi timbunan dan sebagainya.

Prinsip usaha stabilisasi tanah ialah menambah kekuatan lapisan tanah

sehingga bahaya keruntuhan diperkecil. Peningkatan kekuatan ini dikaji dari

perubahan tegangan. Menurut Ingels dan Metcalf (1972), sifat-sifat tanah yang

diperbaiki dengan stabilisasi dapat meliputi : kestabilan volume, kekuatan/daya

dukung, permeabilitas, dan kekekalan/keawetan. Dan menurut Ingles dan Metcalf

(1972) stabilisasi kapur dapat mengubah tanah menjadi gumpalan-gumpalan partikel.

Banyaknya kapur yang digunakan berkisar antara 5-10%, yang menghasilkan

konsentrasi ion kalsium lebih besar dari yang diperlukan sebenarnya.

Sedangkan pada penelitian ini pada abu cangkang sawit terdapat unsur CaO

yang kadar kapurnya sebesar 1,54%, sedangkan pencampuran lempung dan abu

cangkang sawit memiliki kadar CaO sebesar 1,74% ini menunjukkan kenaikan yang

hanya sedikit sekitar 20%.

Metode atau cara memperbaiki sifat-sifat tanah ini juga sangat bergantung

pada lama waktu pemeraman, hal ini disebabkan karena didalam proses perbaikan

sifat-sifat tanah terjadi proses kimia yang dimana memerlukan waktu untuk zat kimia

(54)

melakukan stabilisasi tanah dengan menggunakan bahan aditif yaitu abu cangkang

sawit dimana komposisi kimia yang terkandung dalam abu cangkang sawit salah

satunya silika (SiO2) yang merupakan unsure pembentuk utama dalam pembuatan

semen. Hasil penelitian unsur kimia yang terdapat didalam tanah lempung dapat

dilihat pada Tabel 2.7.

Tabel 2.7 Komposisi unsur kimia pada tanah lempung (Lab kimia FMIPA USU,2011)

Unsur/senyawa Lempung (%)

Silica (SiO2)

Kalsium Oksida (CaO) Magnesium Oksida (MgO) Besi Oksida (Fe2O3)

Aluminium Karbonat (Al2O3)

75,40 0,70 0,71 0,01 14,10

2.7 Limbah Pengolahan Kelapa Sawit

Luas area kelapa sawit dan produksi minyak sawit mentah CPO (Crude Palm

Oil), di Indonesia berkembang dengan sangat pesat. Data luas area kelapa sawit dan

produksi CPO di Indonesia dapat dilihat pada Gambar 2.10.

Gambar

Gambar 2.4 Kurva pada penentuan batas cair tanah lempung
Gambar 2.5    Variasi volume dan kadar air pada kedudukan batas   cair,        batas plastis, dan batas susut
Gambar 2.6  Mineral - mineral lempung
Gambar 2.8    (a) Diagram skematik struktur montmorrilonite (Lambe,  1953)
+7

Referensi

Dokumen terkait

terminology fiqih adalah perikatan antara ijab (penawaran) dengan kabul (penerimaan) secara yang dibenarkan syara.. Produk-produk yang diterbitkan oleh lembaga keuangan

Penelitian dengan menggunakan strategi pemetaan pikiran untuk meningkatkan kemampuan berbicara ini dinyatakan berhasil jika: (1) keterlaksanaan pembelajaran yang

Apabila gugatan tersebut tidak memenuhi syarat-syarat formil sebuah gugatan, maka akibat hukumnya adalah gugatan tersebut akan dinyatakan tidak dapat diterima ( Niet

Pendapat di atas dapat kita simpulkan bahwa administrasi adalah rangkaian kegiatan bersama sekelompok manusia secara sistematis untuk menjalankan suatu usaha agar

Selanjutnya pada bagian jari tengah memegang pangkal atau tepian dari ujung tali bagian belakang lembing yaitu dengan cara melingkarkan, ditopang dengan ibu jari berada di tepi

Berdasarkan metode-metode penjadwalan yang digunakan dalam penelitian ini, untuk menghitung nilai makespan (waktu proses secara keseluruhan) yang paling minimum, maka

Berdasarkan data realisasi penyerapan DIPA Pusat Penelitian Biologi per-jenis belanja sebagaimana yang dapat dilihat pada Tabel 17, penyerapan anggaran tahun 2015 mengalami

6 JAMES ABRAHAMSZ UNIVERSITAS PATTIMURA Model Pengembangan Ekonomi Kawasan Industri Perikanan Terpadu Berbasis Pengolahan Ikan Tradisional di Kota Ambon. 7