BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG SENGKETA EKONOMI SYARIAH
2. Cara Penyelesaian Sengketa
Banyak para pihak mengakui bahwa mediasi adalah proses untuk
menyelesaikan sengketa dengan bantuan pihak ketiga. Peranan pihak ketiga tersebut
adalah dengan melibatkan diri untuk membantu para pihak mengidentifikasi
masalah-masalah yang disengketakan dan mengembangkan sebuah proposal. Proposal tersebut
diharapkan dapat digunakan sebagai acuan untuk menyelesaikan sengketa tersebut.
Dalam PERMA No. 02/2003, pengertian mediasi disebutkan pada pasal 1 butir 6,
yaitu “Mediasi adalah penyelsaian sengketa melalui proses perundingan para pihak
dengan dibantu oleh Mediator”. Disini disebutkan kata mediator, yang harus mencari
berbagai kemungkinan penyelesaian sengketa yang diterima para pihak.7
6
Hukum Online, “Litigasi dan Alternatif Penyelesaian Sengketa di Luar Pengadilan” artikel
diakses pada tanggal 19 April 2014 jam 16:38 dari http://www.hukumonline.com/klinik/detail/lt52897351a003f/litigasi-dan-alternatif-penyelesaian-sengketa-di-luar-pengadilan.
7
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka, 2006). h.119
23
Tujuan mediasi adalah untuk mencapai atau menghasilkan kesepakatan yang
dapat diterima pihak-pihak yang bersengketa guna mengakhiri sengketa.8 Dalam
mediasi, penyelesaian perselisihan atau sengketa lebih banyak muncul dari keinginan
dan inisiatif para pihak, sehingga mediator berperan membantu mereka mencapai
kesepakatan-kesepakatan. Dalam membantu, pihak yang bersengketa, mediator
bersifta imparsial atau tidak memihak. Kedudukan mediator seperti ini amat penting,
karena akan membunuhkan kepercayaan yang memudahkan mediator melakukan
kegiatan mediasi. Kedudukan mediator yang tidak netral, tidak hanya menyulitkan
kegiatan mediasi tetapi dapat membawa kegagalan.9
Seperti dimaklumi, mediasi merupakan salah satu proses peneyelesaian
sengketa yang lebih cepat dan murah serta dapat memberikan akses yang lebih besar
kepada para pihak untuk menemukan penyelesaian yang memuaskan dan memenuhi
rasa keadilan. Pengintegrasian mediasi kedalam proses beracara di pengadilan dapat
menjadi salah satu instrument efektif dalam mengatasi masalah penumpikan perkara
di pengadilan serta memperkuat dan memaksimalkan fungsi lembaga pengadilan
yang bersifat memutus (ajudikatif). Betapa pentingnya prosedur mediasi, pasal 2 ayat
3 peraturan mahkamah agung No.01 tahun 2008 denga tegas menyatakan bahwa tidak
menempuh mediasi, merupakan pelanggaran terhadap ketentuan pasal 130 HIR dan
atau pasal 154 Rbg yang mengakibatkan putusan batal demi hukum. Kemudian dalam
8
Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian
Sengketa Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). h.16-17
9
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Hukum
24
pertimbangan putusan perkara, hakim wajib menyebutkan telah diupayakan
perdamaian melalui mediasi dengan menyebutkan nama mediatornya.10 Walaupun
sudah diatur dalam UU, mediasi yang dilakukan tanpa adanya kesepakatan para pihak
harus diperketat dalam konteks sumber daya manusianya. Lembaga mediasi adalah
tingkat awal dalam alternative dispute resolution untuk menyelsaikan suatu sengketa
dimana kedua pihak dihadirkan. Yang menjadi catatan penting, di dalam lembaga
mediasi, mediator tidak proaktif. Mediator hanya membantu merumuskan upaya
penyelesaian masalah. Tugas mediator hanya merumuskan, memberikan masukan
bukti, memberi kesimpulan awal dan diberikan kepada kedua pihak. Finalnya mediasi
dilakukan oleh kedua pihak.11
Mediasi yang dilakukan di pengadilan pada kenyataan praktik yang dihadapi,
jarang dijumpai putusan perdamaian. Produk yang dihasilkan peradilan dalam
penyelesaian perkara yang diajukan kepadanya, hampir 100 % berupa putusan
konvensional yang bercorak menang atau kalah. Jarang ditemukan penyelesaian
berdasarkan konsep sama-sama menang. Berdasarkan fakta ini, kesungguhan,
kemampuan dan dedikasi hakim untuk mendamaikan boleh dikatakan sangat mandul.
Akibatnya, keberadaan pasal 130 HIR, pasal 154 RBG dalam hukum acara, tidak
lebih dari hiasan belaka atau rumusan mati. Tidak berperan sama sekali berbagai
landasan hukum menyelesaikan perkara melalui perdamaian. Ada yang berpendapat,
10
Pusat Pengembangan Hukum Islam dan Masyarakat Madani, Mimbar Hukum dan
Peradilan,(Jakarta: PPHIMM, 2009)h.62-63
11
Jayadi Manik, Modul Pelatihan Mediasi Berperspektif HAM, (Jakarta: Komnas Nasional Hak Asasi Manusia, 2005).h 17
25
kemandulan itu bukan semata-mata disebabkan faktor kurangnya kemampuan,
kecakapan dan dedikasi hakim, tetapi lebih didominasi motivasi dan peran advokat
atau kuasa hukum. Mereka lebih cenderung mengarahkan proses litigasi berjalan
terus mulai dari pengadilan tingkat pertama sampai peninjauan kembali, demi
mengejar professional fee yang besar dan berlanjut.
Namun terlepas dari pendapat itu, Mahkamah Agung sendiri mensinyalir
adanya gejala perilaku hakim yang tidak sunguh-sungguh memberdayakan pasal 130
HIR untuk mendamaikan para pihak yang bersengketa.Pada umumnya sikap dan
perilaku hakim menerapkan pasal 130 HIR, hanya bersifat formalitas. Kalau begitu,
kemandulan peradilan menghasilkan penyelesaian melalui perdamaian bukan karena
distorsi pihak advokat atau kuasa hukum, tetapi melekat pada diri para hakim yang
lebih mengedepankan sikap formalitas daripada panggilan dedikasi dan seruan moral
sesuai dengan ungkapan yang mengatakan :keadilan yang hakiki diperoleh pihak
yang bersengketa melalui perdamaian.12
Musyawarah dalam upaya perdamaian terhadap sengketa antara orang-orang
muslim disyariatkan dalam ajaran Islam, sebagaimana tercantum dalam al-quran
surah al-Hujarat ayat 9 yang berbunyi sebagai berikut :
12
M. Yahya Harahap, Hukum Acara Perdata Tentang Gugatan Persidangan Penyitaan dan
26
Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya. tapi kalau yang satu melanggar Perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar Perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu Berlaku adil; Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang Berlaku adil.
Mediasi pada umumnya dilakukan melalui suatu proses secara sukarela, atau
mungkin didasarkan pada perjanjian atau pelaksanaan kewajiban atau perintah
pengadilan. Untuk proses mediasi di pengadilan, ketentuan dalam pasal 7 Perma
No.02/2003 mengatakan bahwa “Mediator dan para pihak wajib mengikuti prosedur
penyelesaian sengketa melalui mediasi dalam peraturan Mahkamah Agung ini”.
Namun demikian, dengan cara apa pun pembentukan mediasi dilakukan, apabila
mediasi telah diterima, maka seluruh proses mediasi harus dilakukan secara sukarela
sampai berakhirnya mediasi. Demikian pula, proses mediasi melalui pengadilan
dilakukakn secara rahasia (tertutup). Masalah kerahasiaan proses mediasi di
pengadilan secara tegas ditetapkan dalam Perma No.01/2003, pasal 14 ayat 1, yaitu”
proses mediasi pada dasarnya tidak bersifat terbuka untuk umum, kecuali para pihak
menghendaki lain”.13
Proses mediasi dapat di lihat pada lampiran dibawah ini:
13
Gatot Soemartono, Arbitrase dan Mediasi di Indonesia, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2006) h.141
27
AKTA PERDAMAIAN
Para pihak melengkapi fotokopi dokumen dan surat-surat Proses Mediasi Berlangsung (negosiasi, pemanggilan saksi,dll)
Kesepakatan Tercapai Penunjukan Mediator Siding hari pertama, Majelis Hakim
mengupayakan perdamaian Ketua pengadilan negeri menunjuk Majelis Hakim Penggugat mengajukan dan
28
b. Negosiasi
Negosiasi menurut Ficher dan Ury merupakan komunikasi dua arah yang
dirancang untuk mencapai kesepakatan pada saat kedua belah pihak memiliki
berbagai kepentingan yang sama maupun yang berbeda. Negosiasi merupakan sarana
bagi pihak-pihak yang mengalami sengketa untuk mendiskusikan penyelesaiannya
tanpa keterlibatan pihak ketiga penengah yang tidak berwenang mengambil
keputusan (mediasi), maupun pihak ketiga pengambilan keputusan (arbitrase dan
litigasi). Dalam konteks bisnis, negosiasi adalah hal yang selalu dilakukan. Negosiasi
biasanya dilakukan sebelum pihak-pihak yang ingin berbisnis mengikatkan diri dalam
suatu kontrak, maupun jika terjadi sengketa mengenai pelaksanaan kontrak tersebut
dikemudian hari. Penyelesaian sengketa melali negosiasi sudah lazim dan merupakan
langkah awal yang dilakukan oleh para pelaku bisnis. Hal ini biasanya dicantumkan
dalam klausula kontrak, yang menyatakan bahwa jika terjadi sengketa mengenai
pelaksanaan kontrak tersebut dikemudian hari langkah penyelesaian pertama yang
dilakukan adalah melalui negosiasi atau musyawarah.14
Negosiasi adalah salah satu strategi penyelesaian sengketa, dimana para pihak
setuju untuk menyelesaikan persoalan mereka melalui proses musyawarah,
perundingan atau urung rembuk. Proses ini tidak melibatkan pihak ketiga, karena para
pihak atau wakilnya berinisiatif sendiri menyelesaiakan sengketa mereka. para pihak
terlibat secara langsung dalam dialog dan prosesnya. Meskipun demikian, ketika
14
Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,
29
konfrontasi meningkat antara para pihak, sehingga sulit melakukan negosiasi, maka
penyelesaian sengketa dapat ditempuh melalui alternative lain, seperti fasilitasi dan
mediasi. Fasilitator dan mediator dapat berperan untuk memperlancar proses
negosiasi yang sudah tertunda diantara para pihak yang bersengketa.
Agar negosiasi dapat berjalan lancar, maka keterampilan komunikasi dan
wawancara para pihak sangat menentukan, terutama dalam menyampaikan
kepentingan dan keinginan diri atau pihaknya, serta mendengarkan tuntutan dan
kepentingan pihak lain. Komunikasi yang baik adalah komunikasi yang tidak agresif,
dan tidak pula pasif, tetapi lebih bersifat asertif. Orang asertif berkomunikasi
seperlunya, secara bijaksana, dan tepat sasaran, sehingga menguntungkan dirinya dan
orang lain. Sebaliknya, orang agresif cenderung berbicara berlebihan sehingga
merugikan pihak lain, sementara orang pasif cenderung tidak bicara sehingga
merugikan diri sendiri.15 Teknik negosiasi kompetitif dikenal sebagai teknik negosiasi
yang bersifat alot. Unsur-unsur yang menjadi ciri negosiasi kompetitif adalah antara
lain :
1. Mengajukan permintaan awal yang tinggi diawal negosiasi.
2. Menjaga tuntutan agar tetap tinggi sepanjang poses negosiasi dilangsungkan.
3. Konsesi yang diberikan sangat langka atau terbatas.
15
Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Hukum
30
4. Secara psikologis, perunding yang menggunakan teknik ini menganggap
perinding lain sebagai musuh atau lawan.
5. Menggunakan cara-cara yang berlebihan dan melemparkan tuduhan-tuduhan
dengan tujuan menciptakan ketegangan dan tekanan terhadap pihak lawan.16
B. Pandangan Umum Arbitrase