• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG SENGKETA EKONOMI SYARIAH

B. Pandangan Umum Arbitrase

Arbitrase, merupakan cara penyelesaian sengketa diluar peradilan, berdasarkan

pada perjanjian arbitrase yang dibuat oleh para pihak dan dilakukan oleh arbiter yang

dipilih dan diberi kewenangan mengambil keputusan.17 Menurut Black’s Law

Dictionary , arbitration adalah “a method of dispute resolution involving one or more neutral third parties who are agreed to by disputing parties and whose decision is

binding”. Menurut kamus istilah hukum Fockema Andreae: Belanda-Indonesia,

bahwa “arbitrage” adalah “penyelesaian suatu perselisihan oleh seorang atau lebih juru pisah yang harus memutus menurut hukum yang berlaku atau berdasar keadilan ”. Sedangkan menurut pasal 1 ayat 1 undang-undang No.30 tahun 1999, arbitrase atau wasit adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata diluar peradilan umum yang

didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak

yang bersengketa. Arbitrase digunakan untuk mengantisipasi perselisihan yang

mungkin terjadi maupun yang sedang mengalami perselisihan yang tidak dapat

16

Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian

Sengketa Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). H 12

17

Nurnaningsih Amriani, Mediasi Alternatif Penyelesaian Sengketa Perdata di Pengadilan,

31

diselesaikan secara negosiasi/konsultasi maupun melalui pihak ketiga serta untuk

menghindari penyelesaian sengketa melalui badan peradilan yang selama ini

dirasakan memerlukan waktu yang lama. arbitrase sangat berbeda dengan mediasi

(konsiliasi). Perbedaan pokoknya terletak pada fungsi dan kewenangannya, yakni :

a. Arbiter diberi kewenangan penuh oleh para pihak untuk menyelesaikan

sengketa.

b. Untuk itu arbiter (arbitral tribunal) berwenang mengambil putusan yang

lazim disebut award.

c. Sifat putusan langsung final and binding (final dan mengikat) kepada para

pihak.18

Hakikat dari arbitrase adalah masalah yuridiksi. Manakala para pihak telah

memilih tatacara arbitarase untuk menyelesaikan perselisihan mereka maka

pengadilan negeri tidak lagi memiliki yuridiksi untuk menangani perkara itu. Melalui

arbitrase, para pihak mempercayakan penyelesaian perselisihan mereka kepada suatu

badan yang bersifat independen yang memiliki wewenang untuk menjatuhkan suatu

putusan yang harus ditaati oleh pihak-pihak yang bersengketa. Keputusan yang

bersifat pasti dan tetap. Dengan demikian, terhadap keputusan arbitrase tidak

mungkin lagi dilawan dengan upaya hukum banding, kasasi, atau peninjauan

kembali. Alasan utama para pihak memilih cara arbitrase untuk menyelesaikan

perselisihan bukanlah sekedar karena cepatnya proses atau murahnya biaya yang

18

32

harus dikeluarkan, yang banyak tergantung dari rumit tidaknya perkara, tetapi dari

kecakapan dan keahlian para arbiternya, terutama dalam menangani perkara-perkara

yang memerlukan pengetahuan teknis yang bersifat khusus. Arbiter yang

bersangkutan sepenuhnya menguasai permasalahan yang menjadi sengketa.19

2. Sejarah Arbitrase

Pada masa pra Islam hakam atau juru damai itu harus memenuhi beberapa

kualifikasi. Diantara syarat yang terpenting bagi mereka adalah harus cakap dan

memiliki kekuatan supranatural dan adrikodrati. Berdasarkan persyaratan ini, pada

umumnya para hakam itu adalah ahli nujum. Karena itu, dalam pemeriksaan dan

penyeleseaian persengketaan dikalangan mereka, hakam lebih banyak menggunakan

kekuatan firasatdari pada menghadirkan alat-alat bukti, seperti saksi atau pengakuan,

para arbiter saat itu berpraktek ditempat yang sangat sederhana. Mereka

menyelenggarakan sidang dibawah pohon atau kemah-kemah yang didirikan. Baru

setelah dibangun sebuah gedung yang terkenal di Mekkah, daru al-„adawah, mereka

berpraktek di tempat itu. Dalam sejarah, gedung itu didirikan oleh Qusay ibn Ka’ab. Pintu gedung ini sengaja diarahkan ke Ka’bah. Kelihatannya fungsi gedung itu

berubah setelah masa awal Islam, diman tempat ini dijadikan sebagai tempat para

khalifah dan amir-amirnya di musim haji. Namun akhirnya gedung itu terpaksa

19

Krisna Harahap, Hukum Acara Perdata Mediasi Class Action Arbitrase dan Alternatif,

33

dihancurkan pada masa khalifah Mu’tadlid, salah seorang khalifah Bani Abbas,

karena perluasan Masjidil Haram.20

Pada masa kepemimpinan Umar bin Khattab mulailah dirasakan perlunya

pelimpahan wewenang di bidang peradilan kepada pihak lain yang punya otoritas

untuk itu. Secara tidak langsung Umar telah mengarah pada usaha untuk

“memisahkan kekuasaan eksekutif dengan kekuasaan yudikatif. Ia tidak berhenti

sampai disitu, melainkan berusaha untuk menata lembaga peradilan sehingga dapat

memenuhi rasa keadilan bagi para pencari keadilan. Untuk maksud tersebut ia

membuat semacam “pokok pedoman beracara” di pengadilan. Dalam sejarah aturan itu dikenal dengan istilah “risalat al-qadla”. Surat ini ditujukan kepada Abu Musa

al-Asy’ari, salah seorang qadli pada masa pemerintahan umar. Salah satu prinsip yang

dimuat dalam risalat al-qadla, yang ada hubungannya dengan tahkim (arbitrase)

adalah pernyataan. لا ا ح ﺃ اآح ح ح ص اإ ي س لا يب زئ ج ح صلا ﺃ اآح ح ط ش اإ ط ش ع س ا ح لحﺃ ف ع ب ع ع تلا ها .

Artinya: Perdamaian dapat dilakukan diantara kaum muslimin kecuali perdamaian yang mengharamkan yang halal atau menghalalkan yang haram dan kaum muslimin terkait dengan syarat-syarat mereka kecuali syarat yang mengharamkan yang halal atau mengharamkan yang halal. (HR. Tirmidzi

dari „Amr bin „Auf).21

20

Faturrahman Djamil, Arbitrase dalam Perspektif Sejarah Islam, (Jakarta: BAMUI Bekerja Sama dengan Bank Muamalat Indonesia, 1994).h 30

21 Abu „Isa Muhammad At-Tirmidzi, Al-Jami’Al-Shahih, (Beirut: Darul Kutub , t.t ) Jilid III, h 257

34

Proses atau tata cara penyelesaian sengketa melalui arbitrase ini, dalam

praktiknya sudah lama dikenal di Indonesia . Bahkan, sebelum kemerdekaan pun

penyelesaian sengketa lewat arbitrase ini sudah lama dikenal, misalnya dalam bidang

perburuhan dikenal penyelesaian perselisishan perburuhan lewat arbitrase. Dalam

bidang perdagangan, setelah kemerdekaan ada beberapa badan arbitrase tetap yang

didirikan oleh berbagai perkumpulan organisasi perdagangan Indonesia yang

sekarang tentu saja tidak aktif lagi. Badan-badan arbitrase yang dimaksudkan itu

adalah badan arbitrase yang didirikan oleh :

a. Organisasi Eksportir Hasil Bumi Indonesia, di Jakarta.

b. Organisasi Asuransi Kebakaran Indonesia, di Jakarta.

c. Organisassi Kecelakaan Indonesia, di Jakarta.22

3. Dasar Hukum Arbitrase

Janggal rasanya membicarakan permasalahan arbitrase tanpa mengetahui

sumber hukum yang mengatur keberadaan arbitrase itu sendiri dalam system tata

hukum Indonesia. Oleh karena itu, secara ringkas perlu dijelaskan sumbernya lebih

dulu, agar tahu persis landasan titik tolak jika seseorang berbicara tentang arbitrase.

Hal itu didasarkan pada suatu asumsi, bahwa dikalangan praktisi hukum, apalagi

dikalangan masyarakat awam, masih banyak yang belum tahu tempat rujukan

ketentuan yang menyangkut arbitrase dalam kehidupan tata hukum Indonesia. Itu

22

Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian

35

sebabnya sering ditemukan sikap dan perilaku yang memperlihatkan keraguan dan

ketidakpastian dalam menerapkan ketentuan yang berkenaan dengan kasus arbitrase.

Pasal 337 HIR menjadi landasan titik tolak keberadaan arbitrase dalam kehidupan dan

praktek hukum. Pasal ini menegaskan kebolehan para pihak yang bersengketa :

a. Menyelesaikan sengketa melalui “juru pisah” atau “arbitrase”.

b. Dalam arbitrase diberi fungsi dan kewenangan untuk menyelesaikannya

dalam bentuk “keputusan”.

c. Untuk itu, baik para pihak maupun arbitrator atau arbiter, “wajib” tunduk

menuruti peraturan hukum acara yang berlaku bagi bangsa atau golongan

eropa.23

Dengan mengkaji dasar-dasar hukum arbitarse, dasar hukum yang digunakan

untuk berarbitrase baik dalam kerangka arbitrase nasional maupun internasional,

adalah :

a. UU No.30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian sengketa

umum.

b. UU No.5 tahun 1968 tentang persetujuan atas konvensi tentang penyelesaian

perselisihan antara negara dan warga negara asing mengenai pananaman

modal.

c. Keptusan presiden nomor 34 tahun 1981 tentang pengesahan konvensi new

york 1958.

23

36

d. Peraturan mahkamah agung No.1 tahun 1990 mengenai peraturan lebih lanjut

pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing.24

Perkara-perkara ekonomi syariah yang terjadi diantara para pihak, posisi

fatwa DSN tidak menjadi prioritas karena anggapan sifatnya yang tidak megikat.

Baik hakim, arbiter, maupun pengacara tetap memposisikan peraturan

perundang-undangan yang bersifat mengikat berada pada posisi diatas dibandingkan fatwa DSN.

Pandangan perlunya DSN untuk menjadi lembaga Negara menjadi sesuatu hal yang

penting. Bilamana menjadi lembaga Negara, fatwa yang dihasilkan akan menjadi

suatu peraturan yang bersifat mengikat.25

4. Mekanisme Arbitrase

Mekanisme arbitrase yang seharusnya ditetapkan di Indonesia tidak mungkin

dilepaskan dari tiga kriteria dibawah ini :

1. Para arbiter yang ditugaskan untuk menangani suatu sengketa seyogyanya

mempertemukan kepentingan para pihak secara proporsional, berimbang dan

tidak merugikan (menguntungkan) salah satu pihak saja. Dengan kata lain

para arbiter mengupayakan untuk menegakkan keadilan yang hakiki sesuai

dengan ajaran al-qur’an dan sunnah rasulullah.

24

Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian

Sengketa Bisnis, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004). h 58-59

25

Yeni salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum

Nasional di Indonesia , (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementrian Agama RI, 2010, Cetakan

37

2. Nilai-nilai keadilan yang tercermin dalam pancasila harus dijadikan sebagai

salah satu acuan pokok didalam menyelesaikan sengketa melalui arbitrase

islam.

3. Baik arbitrase nasional (BANI) maupun arbitrase islam (BAMUI) yang

dikenal di Indonesia ditinjau dari sudut tata hukum Indonesia, mempunyai

kedudukan yang sama dalam arti kedua lembaga itu harus diakui oleh

pemerintahan republic Indonesia.26

Penyelesaian melalui arbitrase umumnya dipilih untuk sengketa kontraktual

(baik yang bersifat sederhana maupun kompleks) yang dapat digolongkan menjadi :

a. Quality arbitration, yang menyangkut permasalahan kontraktula (quistion of

fact) yang dengan sendirinya memerlukan para arbitrator dengan kualifikasi

teknis yang tinggi.

b. Technical Arbitration, yang tidak menyangkut permasalahan faktual

sebagaimana halnya dengan masalah yang timbul dalam penyusunan

dokumen (contruction of document) atau aplikasi ketentuan-ketentuan

kontrak.

c. Mixed Arbitration, sengketa baiak mengenal permasalahan faktual maupun

hukum (quistion of fact and law).

26

M. Thahir Azhary, Islam Hukum Islam dan Eksistensi Arbitrase Islam di Indonesia,

38

Selanjutnya, perbedaan antara konsiliasi, negosiasi, mediasi, dan arbitrase

dapat dibedakan dalam bentuk tabel sebagai berikut :27

KONSILIASI NEGOSIASI MEDIASI ARBITRASE

Para pihak secara sukarela

berkehendak menyelesaikan sengketa.

Para pihak secara sukarela

berkehendak menyelesaikan sengketa.

Para pihak secara sukarela

berkehendak menyelesaikan sengketa.

Para pihak secara sukarela berkehendak menyelesaikan sengketa. Yang memutus sengketa para pihak. Yang memutus sengketa para pihak. Yang memutus sengketa para pihak.

Yang memutus sengketa para pihak.

Keterlibatan pihak ketiga dikehendaki oleh para pihak.

Tidak ada pihak ketiga. Keterlibatan pihak ketiga dikehendaki sebagai penengah karena keahliannya dibidang yang disengketakan. Keterlibatan pihak ketiga dikehendaki sebagai pemutus masalah yang disengketakan karena arbiter yang dipilih memang ahli dalam bidang yang bersangkutan. Aturan pembuktian tidak ada. Aturan pembuktian tidak ada. Aturan pembuktian tidak ada. Aturan pembuktian sifatnya informal. 27

Sudiarto dan Zaeni Asyhadie, Mengenal Arbitrase Salah Satu Alternatif Penyelesaian

39

BAB III

PROFIL BASYARNAS

A. Sejarah BASYARNAS dan Dasar Hukum BASYARNAS

Badan Arbitrase Syariah Nasional adalah perubahan dari Badan Arbitrase

Muamalah Indonesia (BAMUI) yang merupakan salah satu wujud arbitarse Islam

yang pertama kali didirikan di Indonesia. Pendiriannya diprakarsai oleh Majelis

Ulama Indonesia (MUI) pada tanggal 05 Jumadil awal 1414 H atau bertepatan

dengan tanggal 21 Oktober 1993 M. Badan Arbitrase Muamalah Indonesia (BAMUI)

didirikan dalam bentuk badan hukum yayasan sesuai dengan akta notaries Yudho

Paripurna, S.H nomor 175 tanggal 21 Oktober 1993.

Kehadiran Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sangat diharapkan

oleh umat Islam, bukan saja dilatarbelakangi oleh kesadaran dan kepentingan umat

untuk melaksanakan Syari’at Islam, melainkan lebih dari itu adalah menjadi

kebutuhan riil sejalan dengan perkembangan kehidupan ekonomi dan keuangan

dikalangan masyarakat akhir-akhir ini. Oleh karena itu, tujuan didirikan Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) sebagai badan permanen independen yang

berfungsi menyelesaikan sengketa yang timbul dari hubungan perdagangan, industri

keuangan, jasa, dan lain-lain dikalangan umat Islam. Sejarah lahirnya Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) tidak terlepas dari perkembangan kehidupan

40

(Basyarnas) jelas memiliki hubungan dengan pendirian Bank Muamalat Indonesia

dan Bank Perkreditan Rakyat (BPR) yang berdasarkan syariah, serta Asuransi

Takaful yang telah lebih dahulu lahir.1

Dalam rapat kerja MUI seindonesia pada tanggal 24-27 november 1992,

rencana pembentukan arbitarase Islam menjadi agenda utama. Pada tanggal 29

Desember 1992 kelompok kerja pembentukan arbitrase hukum islam memberikan

laporan hasil kerja timnya, dihadapan para praktisi jajaran peradilan/hukum yang

terkenal yaitu H. Bismar Siregar dan H.M Yahya Harahap. Pada prinsipnya majelis

berpendapat bahwa kelompok kerja telah dapat melaksankan tugasnya sesuai dengan

harapan. Namun masih diperlukan penyempurnaan-penyempurnaan khususnya

dalam segi struktur organisasi dan proedur beracara. Setelah diadakan

penyempurnaan-penyempurnaan terhdap rancangan yang ada, sebagai tindak lanjut

dari pertemuan sebelumnya, dewan pimpinan MUI mengeluarkan SK baru tentang

panitia persiapan dan peresmian badan arbitrase muamalat Indonesia yang bertugas

untuk mempersiapkan peresmian berdirinya BAMUI.2 Badan Arbitrase Syariah

Nasional (Basyarnas) berdiri secara otonom dan independen sebagai salah satu

instrument hukum yang menyelesaikan perselisihan para pihak, baik yang dating dari

lingkungan bank syariah, maupun pihak lain yang memerlukannya. Bahkan dari

kalangan non muslim pun dapat memanfaatkan Badan Arbitrase Syariah Nasional

1

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Hukum

Nasional (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009, Cetakan ke-1).h 357-359

2

Warkum Sumitro, Asas-asas Perbankan Islam & Lembaga-lembaga Terkait BAMUI,

TAKAFUL dan Pasar Modal Syariah di Indonesia, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2004, cetakan

41

(Basyarnas) sangat tepat, karena melalui Badan Arbitrase Syariah Nasional

(Basyarnas), sengketa bisnis yang operasionalnya menggunakan hukum Islam dapat

diselesaikan dengan menggunakan hukum Islam pula.3

Sebenarnya sampai dengan tahun 2013 Basyarnas telah menangani kasus

sengketa ekonomi sebanyak 19 kasus. Dari 19 kasus tersebut terdapat lima putusan

yang ditetapkan sebelum adanya fatwa DSN, sebelum 1 April 2000, yaitu :

1. Putusan No. 01/Tahun 1997/BAMUI/Put/Ka.Jak

2. Putusan No. 02/Tahun 1998/BAMUI/Put/Ka.Jak

3. Putusan No. 03/Tahun 1998/BAMUI/Put/Ka.Jak

4. Putusan No. 04/Tahun 1999/BAMUI/Put/Ka.Jak

5. Putusan No. 05/Tahun 1999/BAMUI/Put/Ka.Jak

Putusan yang diuraikan hanya delapan putusan yaitu putusan yang ditetapkan

setelah adanya fatwa DSN yang pertama kali diterapkan pada tahun 2000 karena

dalam uraiannya akan dikaitkan dengan fatwa DSN.

6. Putusan No. 06/Tahun 2000/BAMUI/Put/Ka.Jak

7. Putusan No. 07/Tahun 2001/BAMUI/Put/Ka.Jak

8. Putusan No. 08/Tahun 2001/BAMUI/Put/Ka.Jak

9. Putusan No. 09/Tahun 2002/BAMUI/Put/Ka.Jak

10.Putusan No. 10/Tahun 2002/BAMUI/Put/Ka.Jak

3

Syahrizal Abbas, Mediasi dalam Perspektif Hukum Syariah Hukum Adat dan Hukum

42

11.Putusan No. 11/Tahun 2002/BAMUI/Put/Ka.Jak

12.Putusan No. 12/Tahun 2002/BAMUI/Put/Ka.Jak

13.Putusan No. 13/Tahun 2007/BASYARNAS/Put/Ka.Jak4

DASAR HUKUM BASYARNAS 1. Al-Qur’an

a. Surat An-Nisa ayat 35

                              

Artinya: Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, Maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. jika kedua orang hakam itu bermaksud Mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui lagi Maha Mengenal.

b. Surat Al-Hujurat ayat 9

                                           

Artinya: Dan kalau ada dua golongan dari mereka yang beriman itu berperang hendaklah kamu damaikan antara keduanya, tapi kalau yang satu melanggar perjanjian terhadap yang lain, hendaklah yang melanggar perjanjian itu kamu perangi sampai surut kembali pada perintah Allah. kalau Dia telah surut, damaikanlah antara keduanya menurut keadilan, dan hendaklah kamu berlaku adil, Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang berlaku adil.

4

Yeni Salma Barlinti, Kedudukan Fatwa Dewan Syariah Nasional dalam Sistem Hukum

Nasional di Indonesia, (Jakarta: Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI, 2010, Cetakan

43 2. As-Sunnah ص ها س قف ة يب يب سيل تس ق يب ث ا ف صت آج ء ج تل ق ﺃ ة س ﺃ ع ضقﺃ إ ضعب تجحب حلﺃ ضعب لعل شب ﺃ إ ها س لإ صت ت إ : س ي ع ها يخﺃ قح ل تيضق ف ع سﺃ ح ع يب آج لا بف . لا ةعطق ل عطقﺃ إف ه خ آف يش ث تسا ث قحلا يخ ت ث سقت ف ب ف قف ا إ ﺃ : س ها س قف خ قح حا لك ق . س بلا ها . بح ص حا لك ل حيل 5

Artinya: Dari ummu salamah, ia berkata: telah datang dua orang laki-laki yang bersengketa tentang harta warisan kepada Rasulullah keduanya tidak dapat mengajukan bukti. Rasulullah berkata kepada mereka: sesungguhnya kalian telah mengadu kepada Rasulullah, padahal saya ini manusia biasa, barangkali sebahagian dari kamu adda yang lebih baik berargumentasi dari yang lainnya. Aku akan memutuskan perkara sesuai dengan apa yang aku dengar, siapa yang telah ditetapkan baginya hak orang lain maka janganlah diambil, karena aku telah memberikan padanya potongan api neraka. Maka menangislah kedua orang tersebut dan masing-masing berkata kepada yang lainnya, bagianku untuk saudaraku. Kemudian Rasulullah bersabda: kalau begitu, sekarang bangunlah kalian dan pergilah, bagilah harta warisan itu dan perhatikanlah hak kemudian tentukanlah porsinya dan saling menghalalkan satu sama lainnya.

3. Ijma’ لإ ق ل ﺃ ئ يبا ع ئ ب ح ش ع ح ش ب ا ق لا با ز ث ح ق ةبيتق بخﺃ ع س ي ع ها ص ها س ها إ ل قف س ي ع ها ص ها س ه ع ف حلا بﺃ آك ض ف يب ت حف تﺃ ء ش ف ا ف تخا ا إ ق إ قف حلا بﺃ ت ف حلا يلإ حلا بكﺃ ف ق س ها بع ح ش ل ق ل لا كل ف ا سحﺃ ق يق فلا ت ف ح ش ق ئ س لا ها .ه ل ل ع ف ح ش بﺃ 6

Artinya: Sesungguhnya hakam itu adalah allah dan hanya kepadanyalah dimintakan putusan hukum. Mengapa kamu dipanggil abu hakam, abu syuraih menjawab: bahwa sesungguhnya kaumku bila bertengkarakan datang kepadaku minta penyelesaian, dan kedua belah pihak akan rela dengan keputusanku. Mendengar jawaban abu syuraih itu, Rasulullah shollollhu

„alaihi wasallam lalu berkomentar: alangkah baiknya perbuatanmu itu,

apakah kamu mempunyai anak? Abu syuraih menjawab: ya, saya punya anak, yaitu syuraih, Abdullah, dan massalam. Lalu Rasulullah bertanya,

5

Al-Shan’ani, Subulu Al-Salam, (Kairo: Al-Masyhad Al-Husaini, t.t) h.121

6

Ahmad bin Syuaib Abu Abdurrahman al-Nasai, Sunan al-Nasai, (Kairo:Maktab

44

siapa yang tua? Abu syuraih menjawab: yang paling tua adalah syuraih. Kemudian Rasulullah berkata: kalau begitu, engkaulah adalah abu hakam, lalu Rasulullah memanggil anaknya tersebut yang bernama syuraih (HR. An-nasai).

4. Undang-Undang No.30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa

Arbitrase menurut Undang-Undang No.30 Tahun 1999 adalah cara

penyelesaian sengketa perdata diluar peradilan umum, sedangkan lembaga arbitrase

adalah badan yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa untuk memberikan

putusan mengenai sengketa tertentu. Badan Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas)

adalah lembaga arbitrase sebagaimana dimaksud UU No. 30 Tahun 1999. Sebelum

UU 30 Tahun 1999 diundangkan, maka dasar hukum berlakunya arbitrase adalah :

a. Reglemen Acara Perdata (Rv. S. 1847 : 52) Pasal 615 sampai dengan 651,

Reglemen Indonesia yang Diperbaharui (HIR. S.1941 : 44) Pasal 377 dan

Reglemen Acara untuk Daerah Luar Jawa dan Madura (RBg S.1927 : 227)

Pasal 705.

b. UU 14 Tahun 1970 tentang Ketentuan-ketentuan Pokok Kekuasaan

Kehakiman : Penjelasan Pasal 3 ayat 1.

c. Yurisprudensi tetap Mahkamah Agung RI.

45

5. SK MUI

SK Dewan Pimpinan MUI No.Kep-09/MUI/XII/2003 tanggal 30 Syawal

1424 (24 Desember 2003) tentang Badan Arbitrase Syariah Nasional. Badan

Arbitrase Syariah Nasional (Basyarnas) adalah lembaga hakam (arbitrase syariah)

satu-satunya di Indonesia yang berwenang memeriksa dan memutus sengketa

muamalah yang timbul dalam bidang perdagangan, keuangan, perdagangan, industri,

jasa dan lain-lain.7

6. Fatwa DSN-MUI

Semua fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI)

perihal hubungan muamalah (perdata) senantiasa diakhiri dengan ketentuan : “Jika

salah satu pihak tidak menunaikan kewajibannya atau jika terjadi perselisihan

diantara kedua belah pihak, maka penyelesaiannya dilakukan melalui Badan

Arbitrase Syariah setelah tidak tercapai kesepakatan melalui musyawarah”. (Lihat Fatwa No.05 tentang Jual Beli Saham, Fatwa No.06 tentang Jual Beli Istishna’,

Fatwa No.07 tentang Pembiayaan Mudharabah, Fatwa No.08 tentang Pembiayaan

Musyarakah, dan seterusnya).8

7

Badan Arbitrase Syariah Nasional, Profil dan Prosedur Badan Arbitrase Syariah

Nasional, (Jakarta: BASYARNAS, 2003). h 6

7

46

B. Prosedur Arbitrase di BASYARNAS

Menurut Basyarnas langkah-langkah yang harus ditempuh dalam berperkara

adalah :

1. Persetujuan arbitrase harus dilakukan secara tertulis dan ditandatangani kedua

belah pihak.

2. Jumlah wasit harus ganjil. Arbiter yang menerima penunjukan tidak boleh

mengundurkan diri.

3. Pengajuan permohonan arbitrase harus secara tertulis sekurang-kurangnya

harus memuat; nama lengkap dan tempat atau kedudukan para pihak; uraian

singkat tentang duduk sengketa; apa yang dituntut pada surat permohonan

harus dilampirkan salinan dari naskah perjanjian yang memuat perjanjian

arbitrase, Apabila permohonan diajukan oleh seorang kuasa, maka surat

permohonan selain harus dilampirkan salinan surat diatas juga harus

melampirkan surat kuasa khusus.

4. Apabila pemohon pada sidang pertama tidak hadir sedangkan ia telah

dipanggil sepatutnya, maka permohonan pemohon digugurkan. Bila pada

sidang pertama termohon tidak hadir sedangkan ia telah dipanggil sepatutnya,

maka arbiter/majelis arbiter akan memerintahkan agar termohon dipanggil

sekali lagi untuk terakhir kali menghadap dimuka siding selambat-lambatnya

dalam waktu 14 hari. Apabila termohon masih tetap tidak hadir, maka

47

5. Keputusan harus memuat alasan-alasan kecuali bila disepakati.

6. Keputusan harus diambil berdasarkan kepatutan dan keadilan yang sesuai

dengan ketentuan hukum yang berlaku bagi perjanjian yang menimbulkan

sengketa yang disepakati para pihak.

7. Putusan bersifat final and binding.

8. Dalam hal putusan tidak ditaati secara sukarela, maka putusan diajukan

menurut ketentuan dalam RV.

Prosedur beracara maupun pelaksanaan putusannya yang dimulai dari

pendaftaran, pemeriksaan, sampai putusan sebagaimana diuraikan diatas adalah

mengacu pada UU. No.30 tahun 1999 tentang arbitrase dan alternatif penyelesaian

sengketa. Untuk biaya perkara, pihak yang bersengketa dikenakan biaya pendaftaran,

biaya pemeriksaan, dan honor arbiter. Apabila ada pihak yang tidak mau

melaksanakan putusan secara sukarela, Basyarnas akan mendaftarkan eksekusi ke

ketua pengadilan.9

9

Ahmad Mujahidin, Prosedur Penyelesaian Sengketa Ekonomi Syariah di Indonesia,

48

Biaya Arbitrase di BASYARNAS PENETAPAN

NO. 01/BASYARNAS/9/4/2005

Tentang

BIAYA ARBITRASE

Biaya pencantuman klausula Arbitrase Rp.20.000,-

A. Biaya pendaftaran Konpensi / Rekonpensi yang dihitung sebagai berikut : Tuntutan sampai dengan Rp. 100.000.000,- Rp. 100.000,-

Rp.100.000.001,- s/d Rp. 200.000.000,- Rp. 200.000,- Rp.300.000.001,- s/d Rp. 500.000.000,- Rp. 300.000,-

Rp.500.000.001,- s/d Rp.1.000.000.000,- Rp. 400.000,-

Lebih dari Rp. 1.000.000.000,- Rp. 500.000,-

B. Biaya administrasi/ pemeriksaan Konpensi / Rekonpensi yang dihitung sebagai berikut :

Tuntutan sampai dengan Rp. 100.000.000,- Rp. 500.000,- Rp. 100.000.001,- s/d Rp. 500.000.000,- Rp. 1.000.000,- Rp. 500.000.001,- s/d Rp.1.000.000.000,- Rp. 1.500.000,-

Lebih dari Rp.1.000.000.000,- Rp. 2.000.000,-

C. Biaya Arbiter :

Tuntutan sampai dengan

Rp. 100.000.000,- s/d Rp. 500.000.000,- 7 % Rp. 500.000.001,- s/d Rp. 2.000.000.000,- 6 % Rp. 2.000.000.001,- s/d Rp. 5.000.000.000,- 5 % Rp. 5.000.000.001,- s/d Rp. 7.000.000.000,- 4 % Rp. 7.000.000.001,- s/d Rp. 9.000.000.000,- 3 % Rp. 9.000.000.001,- s/d Rp.10.000.000.000,- 2 %

Dokumen terkait