• Tidak ada hasil yang ditemukan

CATATAN AKHIR

Dalam dokumen A G N U D LIN PER G N A U (Halaman 67-72)

U A N G P ER LI N D U N G A

Mas forestry menandatangani kontrak $2,6 juta’ siaran Pers 28 agustus 2006 www.eijournal.com/cat_content. asp?contentid=1558&catid=163

61 Balitbang fORDa (2009): 13 dan kementrian LH (2009): 28 62 Website unfCCC ‘Panen produk kayu’: ‘CO2 dilepas pada saat panen

dan manufaktur produk kayu dan penggunaan dan dibuangnya kayu. Dalam pendekatan default iPCC yang direkomendasikan (Pedoman iPCC yang direvisi 1996), semua CO2 emisi dan pemindahan yang terkait dengan penebangan hutan dan oksidasi produk kayu dihitung oleh negara terkait pada tahun panen (pemindahan). Metode yang diusulkan merekomendasikan penyimpanan karbon dalam produk kehutanan disertakan dalam inventaris nasional hanya pada kasus dimana sebuah negara dapat mendokumentasikan stok produk hutan jangka panjangnya benar-benar meningkat. Produk kayu yang dipanen menurut pedoman praktik baik iPCC (2003) termasuk produk kayu dan kertas. tidak termasuk karon yang pada pohon yang ditebang dan ditinggalkan di lokasi penebangan. Metodologi dan praktik baik untuk memperkirakan dan melaporkan emisi dan pemindahan produk kayu yang dipanen dapat ditemukan di apendiks 3a.1 dalam pedoman praktik baik iPCC untuk LuLuCf (2003). sumber: http:// unfccc.int/methods_and_science/lulucf/items/4015.php diakses 22 Oktober 2009

63 DnPi (2010a): 23 menyatakan rehabilitasi hutan oleh perkebunan pada rotasi 35-tahun.

64 misalnya DnPi/Pemda kalimantan timur (2010): 13

65 misalnya DnPi/Pemda kalimantan tengah (2010) dan DnPi/Pemda Jambi (2010): tampilan a4

66 DnPi/Pemda Jambi (2010): 23 67 Belford (2010)

68 Maplecroft (2010)

69 misalnyathompson et al (2009), Locatelli et al (2008), Mackey (2008), Cotter et al (2010).

70 misalnya seppälä et al (2009) dan Robledo et al (2005) 71 misalnya Locatelli et al (2008)

72 misalnya Cotter et al (2010); iiED (2009)

73 misalnya Cotter et al (2010), Mackey (2008), thompson et al (2009) 74 Lahan untuk pembangunan rendah karbon mempunyai <35tC/

ha; lahan dengan potensi menyimpan >100tC/ha harus dilindungi. sumber: BaPPEnas/un-REDD (2010): 41

75 Menurut Wardoyo dan sugardiman (2009): pada tutupan tajuk 10%, tergantung pada diameter tajuk, volume stok berdiri kayu komersial berkisar antara 75–150m³/ha. untuk mengkonversi volume stok berdiri menjadi stok karbon atas tanah, dua metode digunakan: 1) Mengasumsikan data kemenhut tentang stok karbon atas tanah

untuk hutan sekunder (di sini diasumsikan merepresentasi tingkat tutupan tajuk dari 10–60%) sebesar 200tC/ha, faktor rata-rata untuk mengkonversi stok berdiri kayu komersial menjadi stok karbon atas tanah adalah 3,6. ini menghasilkan totak stok karbon atas tanah total sebanyak 93tC/ha.

2) Menggunakan faktor konversi iPCC (2006) untuk volume stok berdiri yang berbeda menghasilkan total stok karbon atas tanah sebesar 77tC/ha pada tutupan tajuk 10% di indonesia (kisaran bergantung pada diameter tajuk: 63–96tC/ha). sumber: tabel Pedoman iPCC 2006 4.5; dibagi menjadi 2 untuk mengkonversi biomassa atas tanah (agB) menjadi to total stok karbon. 76 Dephut (2009f)

77 total kawasan hutan – 137 juta ha. kawasan hutan yang dapat dikonversi menjadi Hutan Produksi (lahan yang dizonakan untuk konversi dari kawasan hutan menjadi tataguna ‘non-hutan’ – misalnya kelapa sawit) – 22,8 juta ha; Hutan Produksi terbatas – 22,5 juta ha; Hutan Produksi Permanen – 36,7 juta ha. subtotal = 60% (sumber: Dephut (2008): tabel i.1.1.)

78 Dephut (2009c)

79 Berdasarkan analisis unit Pemetaan greenpeace terhadap peta-peta Departemen kehutanan. sumber: Dephut (2010c). 80 Perkiraan greenpeace berdasarkan Dephut (2010b,c) dan

Wahyunto et al (2003, 2004, 2006). Dalam zona aPL, terdapat 17,5 juta ha yang tidak diidentifikasi tataguna lahannya. Wilayah ini diantaranya termasuk lahan gambut dan hutan tinggi karbon. 81 DnPi/unfCCC (2009): 33 82 Dephut (2007a) 83 Borhan (2010) 84 DnPi (2010a): 19 85 DnPi (2010a): 22 Media indonesia (2010) 86 Pemerintah indonesia (2009): 12–13 87 DnPi (2010a): 19 88 DnPi (2010a): 25 89 DnPi (2010a): 25 90 Legowo (2007): 21 91 DnPi (2010a): 4

92 Pemerintah norwegia dan Pemerintah indonesia (2010) 93 DnPi (2010a): 19

94 DnPi (2010a): 18

95 asumsi dalam DnPi dikaitkan dengan pembangunan hutan yang diproyeksi, bukan permintaan total tataguna lahan. selanjutnya, dalam hal kebutuhan sektor, banyak angka-angka resmi atau

kebijakan muncul dalam kaitannya untuk asumsi wilayah tanaman dan tidak termasuk pembangunan prasarana, konservasi lahan dan lahan masyarakat minimum. Dalam perkebunan kayu misalnya, aPP berasumsi ini berarti 30% sampai 40% wilayah konsesi bruto – misalnya aPP (2007); Dokumen sinar Mas rahasia (2007), salinannya dimiliki oleh greenpeace international (bagi yang berminat dapat menghubungi greenpeace untuk mendapatkan salinan dokumen ini jika tidak dapat memperolehnya langsung dari aPP). Demi kepentingan analisis ini digunakan nilai yang lebih konservatif sebesar 30%.

96 DnPi/Pemda kalimantan timur (2010)

97 DnPi/unfCCC (2009): 33 dan Dephut (2007a): 11. Berdasarkan tingkat produksi 2007 sebesar 5,7 juta ton, yaitu, peningkatan sekitar 18,5 juta ton produksi pulp tiap tahun.

98 DnPi (2010a): 19

99 Verchot et al (2010): 5 melaporkan ‘total kapasitas produksi baru sebesar kurang lebih 8 juta ton pulp’; Harahap (2010) mengutip Menteri industri M.s. Hidayat: kapasitas produksi 2009 7,9 juta ton. 100 DnPi/Pemda kalimantan timur (2010): 13, 56

101 Menurut kementerian industri, mulai tahun 2009 produksi tahunan pulp indonesia adalah sebesar 6,52jt ton (sumber: Harahap (2010)). Dephut (2008) tabel iV 2.2.a menyatakan produksi Hti adalah sebesar 22.321.885m3, yang cukup untuk memasok hanya 4,65 juta ton pulp dengan faktor konversi 4,8m3/ton pulp, artinya 1,87 juta ton serat (29%) dipastikan berasal dari sumber-sumber lainnya, atas dasar asumsi produksi Hti 2009 menyamai tahun 2008. 102 75% sk Definitif Hti adalah untuk kayu bahan baku pulp, menurut

Dephut (2007b) (angka yang terkait dalam laporan tahun berikutnya tidak tersedia).

103 termasuk ijin-ijin sk Definitif, sk sementara dan sk Pencadangan. sumber: Dephut (2009a)

104 Dephut (2009c)

105 Barr (2008); Verchot et al (2010): 5

106 Dephut (2009c) tabel iV 2.2.a menyatakan produksi Hti tahun 2008 adalah sebesar 22.321.885m3, Bab iV hal3 menyatakan wilayah Hti yang ditanami seluas 4,31 juta ha. Dari ini, greenpeace memperkirakan perkebunan pulp adalah seluas 2,4 juta ha (proyeksi dari angka terakhir yang tersedia pada tahun 2006 sebesar 1,9 juta ha). Dengan asumsi – walau kecil kemungkinannya, yang akhirnya memberikan hasil yang mendukung – bahwa semua hasil Hti pada tahun 2008 berasal dari konsesi Hti pulp, dan tidak ada yang berasal dari perkebunan kayu, hasil panen seharusnya sebesar 58m³/ha. Bahkan angka ini patut dipertanyakan. angka ini diperoleh berdasarkan angka yang mengklaim bahwa hasil panen Hti total kurang lebih meningkat tiga kali lipat dalam kurun waktu lima tahun sampai 2008, walaupun terdapat penurunan wilayah penanaman pada tahun yang seharusnya diperolehnya hasil panen ini. CifOR

U A N G P ER LI N D U N G A

menyarankan bahwa kesenjangan ini mungkin diakibatkan oleh panen dini Hti, yang berarti hasil panen berikutnya akan menurun. sumber-sumber: Dephut (2009c) tabel iV 1.4; Verchot et al (2010). angka-angka yang diberikan dalam laporan DnPi/Pemda kalimantan timur (2010) menyatakan hasil panen mendekati 30m3/ha.

107 Dalam CsR 2007, aPP berasumsi pertumbuhan tahunan rata-rata (Mai, mean annual increment) sebesar 21m³/ha, tanpa memperhitungkan kerugian, atau panen sebesar 147m³ (siklus rotasi 7-tahun). kalau termasuk kerugian, yang diasumsikan 30%, panen akan sebesar 116m³/ha.

108 saat ini hanya 165.000 ha yang benar-benar ditanami, sementara wilayah sisanya terdegradasi dan menganggur. Produktivitas rendah, dan tingkat penanaman yang rendah berarti panen tahunan kalimantan timur hanya 0,7 juta meter kubik.’ sumber: DnPi/ Pemda kalimantan timur (2010): 17. Dengan asumsi rotasi tujuh tahun, 700.000/165.000 x 7 = 30m3/ha.

109 18,5 juta ton pulp memerlukan 88,8 juta m3 kayu pulp (faktor konversi 4,8). Dengan panen sebesar 60m³/ha dalam siklus rotasi tujuh tahun, diperlukan 10,3 juta ha perkebunan yang berkembang penuh.

saat ini, hanya terdapat 4,31 juta ha Hti yang ditanami, dimana perkiraan greenpeace 2,4 juta telah didedikasikan untuk kayu pulp. sumber: Dephut (2009c): Bab iV hal3

Dengan demikian, rencana ini memerlukan penambahan sekitar 7,6 juta ha di atas tingkat saat ini untuk mencapai 10,3 juta ha. angka ini tidak termasuk kerugian pra-panen, diasumsikan oleh aPP sebesar 20%. sumber: aPP (2007). Jadi, total wilayah yang ditanami memerlukan 12,9 juta ha (10,3 juta/0.8).

angka ini tidak termasuk pembangunan prasarana, wilayah konservasi legal minimum dan perkampungan, yang mencakup 30–40% dari wilayah konsesi bruto. sumber: lihat misalnya aPP (2007)

Dengan demikian, wilayah konsesi bruto diperlukan sekitar 19 juta ha (12,9/0,6 = 21 juta ha dan 12,9/0,7 = 18,4 juta ha). 110 Jakarta Post (2010a), Jakarta Post (2010b)

111 yaitu peningkatan sampai 13 juta ton pulp. Hidayat mengatakan pada tahun 2009, indonesia mempunyai 14 perusahaan pulp dan 81 perusahaan kertas dengan kapasitas masing-masing 7,9 juta ton dan 12,17 juta ton per tahun. ‘tapi realisasinya hanya 6,52 juta ton dan 9,31 juta ton’. sumber: Harahap (2010)

112 Jakarta Post (2010a) 113 Jakarta Post (2010b)

114 6,5 juta ton pulp x 4.8m3 serat = 31,2 juta m3 serat. Wilayah yang diperlukan dengan pembagi m3/ha. 50m3 = 637.000ha. sumber: dokumen rahasia sinar Mas forestry 2007. 100m3 = 318.500ha. sumber: ifCa (2007): 3–4

115 industri-industri kayulapis, veneer dan block board: 23 juta m³; industri kayu gergajian: 21 juta m³. sumber: Dephut /faO (2009) 116 Dephut (2009c): tabel iV.2.2.a

117 Dephut /faO (2009): 3 gambar 2 118 Dephut /faO (2009) 119 santosa (2009)

120 Persediaan tahun 2005 mencapai 12,5 juta m3 (lihat Dephut (2009a). Lihat juga catatan akhir 117. greenpeace memperkirakan konsumsi kayu bulat, berdasarkan statistik Dephut (2009a), adalah 17,8 juta ton (faktor konversi dari m³ produk ke m³ RWE gunakan: kayu gergajian: 1,8; kayu lapis :2,55; joinery: 3; block board: 2,55; veneer: 2,14)

121 DnPi (2010a): 18 122 DnPi (2010a): 19

123 Walaupun Balitbang Dephut (2009) memberikan batas perkiraan 2025–2050, laporan sintesis iCCsR dari Maret 2010 berasumsi ‘usaha konstan perkebunan baru sebesar 1,4 juta ha per tahun’ sampai dengan 2029 dan menyesuaikan tingkat perluasan perkebunan untuk mencapai skema penuh pada periode tersebut. sumber: BaPPEnas (2010)

124 Dephut (2007a): 88

125 untuk mengatasi defisit pasokan sektor pemrosesan kayu dan mendukung ‘revitalisasi sektor kehutanan’, Pemerintah indonesia mengusulkan untuk mengembangkan perkebunan bersama industri dan masyarakat (Hutan tanaman Rakyat/HtR). Program ini awalnya ditujukan untuk membuka 5,4 juta ha perkebunan pada hutan produksi terdegradasi antara tahun 2007–2016. sumber: Dephut /faO (2009)

Pada tahun 2009, Direktur Jenderal Rehabilitasi Lahan dan Perhutanan sosial, Bambang Jaka Wibawa, menekankan kembali ambisi untuk memperluas wilayah HtR untuk menutup defisit materi bahan baku kayu untuk sektor kehutanan. http://nasional.kontan. co.id/v2/read/nasional/23065/Pemerintah-kembangkan-Hutan-Rakyat-kemitraan

126 Dephut (2010d)

127 Dephut (2007a): 88 and Dephut /faO (2010) profil negara indonesia: ‘People forest is forest plantation on private land or non forestland, mainly planted with fast growing hardwood species.’ 128 Media indonesia (2010)

129 Wilayah yang ditanami 2008: 7,9 juta ha. Panen tahun 2008: 19 juta ton. sumber: Jakarta Post (2009). total wilayah yang perlu ditanami 40 juta ha: 16,5 juta ha (rasio antara total wilayah tanam dan panen pada tahun 2008: 2,43). sumber: Deptan (2010)

130 DnPi (2010a): 19 gambar 9 131 DnPi (2010a): 23

132 Pemerintah indonesia (2009): 12–13 133 faOstat (2010)

134 indonesia today (2010), franken (2010) 135 Ekawati dan al ahzari (2010), franken (2010) 136 indonesia today (2010) 137 faOstat (2010) 138 DnPi (2010a): 19 139 Bappenas–un-REDD (2010): 27 140 DnPi (2010a): 25 141 DnPi (2010a): 25 142 DnPi (2010a): 27 143 grup Bank Dunia (2010a): 10 144 Legowo (2007): 21

145 total seluas 5,25 juta ha akan dialokasikan untuk mengembangkan tanaman ini: 1,5 juta ha untuk kelapa sawit, 1,5 juta ha untuk singkong, 1,5 juta ha untuk jatropha dan 750.000 ha untuk tebu. sumber: Legowo (2007): 20

146 ghani (2007) 147 Legowo (2007): 21 148 DnPi (2010a): 19 149 DnPi (2010a): 30

150 1,5 juta ha kelapa sawit didedikasikan pada tahun 2010 dan

selanjutnya 2,5 juta ha kelapa sawit. sumber: Legowo (2007): 20, 21

151 Produksi hampir berlipat tiga sejak 2000 (77jt ton) sampai 2007 (217jt ton). sumber: CDi-ERM (2008)

152 DnPi/Pemda kalimantan timur (2010): 66–68 153 DnPi (2010a): 5

154 Dana investasi iklim (2010): 14–15 mengutip BPPt (2010) 155 535.211 ha perjanjian karya pengusahaan pertambangan batubara

(PkP2B). analisis greenpeace berdasarkan Dephut (2010b) dan Petromindo-aPBi (2009)

156 analisis greenpeace berdasarkan Dephut (2010c) dan Petromindo-aPBi (2009)

157 sumber: Dephut (2010e), Down to Earth (2010), simomara (2010b) 158 DnPi/unfCCC (2009): 31–34

159 analisis kesempatan efisiensi energi industri pulp dan kertas didasari data yang diberikan oleh Pt Pindo Deli, salah satu perusahaan pulp dan kertas terbesar di indonesia.’ sumber: DnPi/ unfCCC (2009): 31. Pt Pindo Deli adalah bagian dari divisi pulp dan kertas aPP dari grup sinar Mas. sumber: antara lain www. sinarmas.com/en/business-units/

160 Pada 2009, pabrik pulp aPP mengkonsumsi 14,3 juta m³ serat dari perkebunan dan hutan alam, setara dengan produksi pulp sekitar 2,9 juta ton. sumber: Dephut (2010a)

161 ‘Jejak karbon berkisar antara minimum 0,79tCO2/t-kertas di Pindo Deli 2 ke maksimum 2,32tCO2/t-kertas di ikPP Perawang dengan rata-rata tertimbang 1,56tCO2/t-kertas untuk kelompok aPP.’ tetapi, ‘Jejak karbon aPP pada tahun 2006, dengan pengikat karbon oleh perkebunan, mengurangi rata-rata tertimbang jejak karbon jauh menjadi 0,03tCO2e/t-kertas. Pengurangan jejak ini karena penyerapan CO2 oleh perkebunan-perkebunan aPP.’ sumber: ERM (2008): 5, 7

162 aPP/ERM (2008) 163 DnPi/unfCCC (2009): 31 164 DnPi/unfCCC (2009): 31 165 investor Daily (2009) 166 investor Daily (2009)

167 spesifikasi produk yang diberikan oleh sinar Mas Mining menyatakan kandungan karbon batubara mereka sebesar 55–72%; dengan demikian, konversi menjadi CO2 (faktor 3,667) menghasilkan 20,2–26,5MtCO2 dari penggunaan batubara aPP saat ini. sumber: ‘Pt Bumi kencana Eka sakti’ www.sinarmasmining.com diakses 28 Oktober 2010

168 Otoritas Pengendali Polusi norwegia (2009) menyatakan emisi gas rumahkaca 2007 sekitar 55MtCO2e tidak termasuk penyimpanan yang diklaim dari LuLuCf.

169 aPP (2007)

170 Produksi kertas pada tahun 2009 berjumlah 9,31 juta ton (sumber: Harahap (2010)). Emisi saat ini: 5,57tCO2/t produk (sumber: DnPi (2009)). Laporan nEEDs DnPi (2009) tidak menjelaskan tahapan produksi mana yang disertakan dalam kajian intensitas karbon per ton produk – yaitu, apakah pulp dan kertas dihitung secara terpisah atau tidak; namun, analisis greenpeace berasumsi angka yang terkait dengan seluruh proses yang terkait dalam produksi kertas. Diketahui bahwa 40% pulp indonesia diekspor, ini berarti sejumlah besar emisi sektor ini tidak dapat dikuantifikasi dari data yang ada.

171 55 juta ton, diantaranya 32 juta adalah kertas (berdasarkan rasio kertas dan pulp 2009). DnPi/unfCCC (2009): 43 menyatakan ‘intensitas emisi gas rumahkaca dalam ton CO2 per ton produk akan meningkat dari 5,57 menjadi 6,29 dalam skenario ‘kegiatan seperti biasa’. tapi jika

langkah-langkah efisiensi energi ditempuh, emisi gas rumahkaca akan dikurangi menjadi 5,19 ton CO2 per ton produk.’

172 DnPi (2010a): 25

173 Website ‘Mitos dan Realitas’ aPP: http://appmnr.app.co.id/env_app-mr_tst/index.php?option=com_content&view=section&layout=blog&id= 1&itemid=67&limitstart=3 174 Dephut (2009b) 175 Dephut (2009e) 176 Dephut (2010c) 177 Dephut (2010b) 178 Wahyunto et al (2003, 2004, 2006)

179 Ekosistem Penting sumatra dengan Peta Distribusi Harimau. Dari data riset institusi-institusi konservasi: Wildlife Conservation society (WCs), fauna and flora international (ffi), Yayasan Badak indonesia (YaBi), World Wildlife fund (WWf), zoological society of London (zsL) dan Leuser international foundation (Lif). sumber: Roosita dan sulistyawan (2010) dan website WWf/savesumatra. org: www.savesumatra.org/index.php/newspublications/map/0/ species%20Distribution%20Map downloaded May 2010 180 Meijaard et al (2004)

181 norwegia: 32,4 juta ha; Denmark: 4,3 juta ha. sumber: Cia World factbook www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/ rankorder/2147rank.html

182 BaPPEnas/un-REDD (2010): 41

183 Lahan untuk pembangunan rendah karbon seharusnya mempunyai <35tC/ha; lahan dengan potensi menyimpan >100tC/ha harus dilindungi. sumber: BaPPEnas/un-REDD (2010): 41

184 Menurut Wardoyo dan sugardiman (2009): pada tutupan tajuk 10%, tergantung pada diameter tajuk, volume stok berdiri kayu komersial berkisar antara 75–150m³/ha. untuk mengkonversi volume stok berdiri menjadi total stok karbon atas tanah, digunakan dua metode: 1) Mengasumsikan data kemenhut tentang stok karbon atas tanah untuk hutan sekunder (di sini diasumsikan merepresentasi tingkat tutupan tajuk dari 10–60%) sebesar 200tC/ha, faktor rata-rata untuk mengkonversi stok berdiri kayu komersial menjadi stok karbon atas tanah adalah 3,6. ini menghasilkan totak stok karbon atas tanah total sebanyak 93tC/ha.

2) Menggunakan faktor konversi iPCC (2006) untuk volume stok berdiri yang berbeda menghasilkan total stok karbon atas tanah sebesar 77tC/ha pada tutupan tajuk 10% di indonesia (kisaran bergantung pada diameter tajuk: 63–96tC/ha). sumber: tabel Pedoman iPCC 2006 4.5; dibagi menjadi 2 untuk mengkonversi biomassa atas tanah (agB) menjadi to total stok karbon. 185 analisis greenpeace berdasarkan Dephut (2010b), Wahyunto et al

(2003, 2004, 2006)

186 DnPi (2010a): 19 gambar 9, 21 gambar 12 187 DnPi (2010a): 4

188 misalnya ‘kelapa sawit adalah produk strategis untuk pertumbuhan dan pembangunan Indonesia dan untuk mengentasan kemiskinan.’ Sumber: SMART (2010); APP (2010); Ketua kelompok kerja perubahan iklim Kementerian Kehutanan: ‘Kami ingin mengelaborasi persyaratan moratorium kehutanan karena LoI bisa berbahaya untuk ekonomi Indonesia.’ Sumber: simamora (2010c) 189 DnPi (2010a): 14

190 amazon = 8.235.430km2, amerika serikat (termasuk alaska dan Hawaii) = 9.629.091 km2. Mongabay.com: http://rainforests. mongabay.com/amazon/

U A N G P ER LI N D U N G A www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/). Wilayah lahan gambut indonesia: 22 juta ha menurut Wetlands sebagaimana dikutip DnPi (2010a): 10

192 DnPi (2009a) melaporkan emisi dekomposisi gambut akibat pengeringan adalah 29,5% dari 1,03gtCO2 – 303MtCO2. 303MtCO2 dibagi oleh 73tCO2/ha/tahun (emisi yang digunakan di Dephut/ ifCa (2008)) = 4,15 juta ha. Walaupun tidak disertakan dalam perhitungan emisi nasional, DnPi (2009a) mengidentifikasi potensi penghematan emisi gambut sebesar 360MtCO2 terkait dengan rehabilitasi 5 juta ha lahan gambut yang ‘tidak signifikan secara komersial’. total: sekitar 10 juta ha.

193 DnPi (2010c): 5 menyatakan dekomposisi gambut sebesar 300Mt dan kebakaran gambut 550Mt pada tahun 2005. DnPi (2010a): 14, 19 menyatakan total yang sama tapi dibagi menjadi 772Mt gambut dan 838Mt dari sumber-sumber LuLuCf lainnya.

194 Emisi sementara Britania Raya 2009: 575MtCO2. sumber: Departemen Energi dan Perubahan iklim Britania Raya (2009) 195 Perhitungan greenpeace berdasarkan angka karbon dari DnPi

(2010a): 14 196 DnPi (2010a): 15 197 DnPi (2010a): 16 198 DnPi (2010a): 17

199 DnPi (2010a): 22. selanjutnya, dokumen rancangan nastra REDD+ Oktober 2010 menyatakan keputusan Presiden yang melindungi semua gambut dengan kedalaman >3 meter ‘tidak dapat diakomodasi dalam kebijakan kehutanan, sehingga lahan bergambut menjadi hutan produksi yang dapat digunakan untuk kepentingan ekonomi’. sumber: BaPPEnas/un-REDD (2010): 61 200 Muńoz (2009)

201 kementerian Lingkungan Hidup (2009): 28 tabel 6

202 norwegia: 32,4 juta ha; Denmark: 4,3 juta ha. sumber: Cia World factbook www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/ rankorder/2147rank.html

203 analisis greenpeace berdasarkan Dephut (2010b,c), Dephut (2009e), dan data kandungan karbon dari kementerian Lingkungan Hidup (2009): 28: 400tC/ha dalam hutan primer dan 200tC/ha dalam hutan sekunder.

204 DnPi (2010a): 19 gambar 9

205 Biaya yang diberikan pada kurva biaya adalah $28–29/ton CO2e, walau disederhanakan dalam teks menjadi $30/t (sumber: DnPi (2010a): 21 gambar 12). asumsi kurva biaya sebesar 192tC/ha hutan (bukan 200tC, sebagaimana digunakan dalam dokumen-dokumen kemenhut dan Pemerintah indonesia lainnya) adalah setara dengan 705tCO2e – memberikan biaya kesempatan sebesar $19.740–$20.445/ha. sumber asumsi karbon: DnPi (2010a): 22 206 DnPi (2010a): 21

207 DnPi (2010a): 21 208 DnPi (2010a): 22 209 DnPi/Pemda Jambi (2010): 23

210 Dihitung berdasarkan $28/tCO2e (kurva biaya DnPi agustus 2010 p21 gambar 12), dikalikan dengan 381,9MtCO2e perkiraan pengurangan emisi dari perkebunan REDD (sumber: DnPi (2010b): 4) = $10.69bn

211 misalnya BaPPEnas (2010)

212 lihat contohnya: Maplecroft (2010), thompson et al (2009), Locatelli et al (2008), Mackey (2008), Cotter et al (2010), seppälä et al (2009), Robledo et al (2005), iiED (2009)

213 see

www.wri.org/stories/2010/11/faq-indonesia-degraded-land-and-sustainable-palm-oil?utm_source=twitter.com&utm_ medium=worldresources&utm_campaign=twitterfeed 214 Edwards et al (2010)

215 DnPi/Pemda kalimantan tengah (2010): 54; DnPi-Pemda kalimantan timur (2010): 27

216 Dephut (2009c) 217 Dephut (2009c) 218 BaPPEnas (2010): 74 219 BaPPEnas/un-REDD (2010): 21

220 DnPi/Pemda kalimantan timur (2010): 89, gambar 62 221 faO (2006)

222 Berita antara (2010), lihat juga www.walhi.or.id/in/kampanye/ advokasi-kebijakan/54-uu-psda/825-pp-11-tahun-2010-tentang-penertiban-tanah-terlantar 223 Hasan (2010) 224 Dephut (2009f) 5 225 BaPPEnas/un-REDD (2010): 46 226 Dephut (2009d)

227 Pada tahun 2003, peraturan pemerintah yang dicabut mengenai volume stok berdiri maksimum, memungkinkan perusahaan membuka hutan apapun volume kayu berdirinya sampai dengan tahun 2009, untuk mempercepat penanaman perkebunan. Sumber: Keputusan Menteri Kehutanan SK Menhut no.162/Menhut -II/2003 Percepatan Pembangunan Hutan tanaman (Hti) untuk Pemenuhan Bahan Baku industri Pulp dan kertas dan keputusan Menteri kehutanan sk Menhut no.101/Menhut -ii/2004.

Pada tahun 2008, keputusan Menteri kehutanan no. P3/Menhut-ii/2008 tentang Deliniasi areal izin usaha Pemanfaatan Hasil Hutan Pada Hti mengganti keputusan tahun 2004, menghilangkan batas-batas wakti konversi hutan alam berapapun volume stok berdirinya dalam zona Produksi dan konversi (wilayah yang tersedia untuk pembangunan perkebunan kelapa sawit). Di awal 2009, Menteri kehutanan (Ms kaban) mengumumkan perluasan hanya sampai dengan 2014 (sumber: inilah (2009)), tetapi pernyataan ini tampaknya tidak didukung oleh keputusan resmi. konsekuensinya, batasan satu-satunya dalam pembukaan hutan dalam zona Produksi dan konversi hanya ada dalam pasal 9 keputusan Menteri kehutanan no.P3/Menhut-ii/2008 – yaitu HCVf, gambut dengan kedalaman >3 meter, pembangunan dalam jarak 100m dari aliran sungai, misalnya.

228 Dephut (2009d)

Peraturan Pemerintah (PP) no.7 tahun 1990 menyatakan bahwa wilayah hutan yang dapat dikembangkan menjadi perkebunan industri adalah hutan produksi yang tidak produktif (pasal 5, poin 1). -- surat keputusan (sk) Menteri kehutanan no.200/kpts-ii/1994 merinci kriteria Hutan Produksi yang tidak Produktif: terdapat kurang dari 25 hutan primer/hektar dengan diameter lebih dari 20 cm.

Pada tahun 1999, uu kehutanan no.41 tahun 1999 diberlakukan (peraturan-peraturan di atas berada di bawah uu kehutanan no.5 tahun 1967), jadi perubahan dalam peraturan-peraturan di bawahnya disesuaikan.

Menurut uu kehutanan no.41 tahun 1999, pembangunan perkebunan kayu diprioritaskan pada hutan produksi yang tidak produktif, untuk melindungi hutan alam.

surat keputusan (sk) Menteri kehutanan no.10.1/kpts-ii/2000 menyatakan bahwa kriteria Hutan Produksi untuk Hti adalah: --> dalam wilayah tutupan vegetasi non hutan (semak-semak, lapangan terbuka, atau rerumputan); atau

--> pada lahan yang habis ditebangi dengan potensi kayu bulat (diameter 10cm) tidak lebih dari 5m3/ha.

Peraturan Pemerintah (PP) no.34 tahun 2002 menyatakan bahwa: Hti dapat dikembangkan pada tanah terbuka, padang rumput, atau semak-semak yang terledak dalam kawasan Hutan Produksi. PP no.34 digantikan dengan PP no.6 tahun 2007, yang menyatakan bahwa: Hti dapat dibangun di ‘hutan produksi yang tidak produktif’. 229 Dephut (2009d)

230 kementrian LH (2009); Dephut/fORDa (2009) 231 aPki (2004)

232 Pemerintah norwegia dan Pemerintah indonesia (2009) 233 BaPPEnas/un-REDD (2010): 41

234 faO (2006): 169

235 Menurut Wardoyo dan sugardiman (2009): pada tutupan tajuk 10%, tergantung pada diameter tajuk, volume stok berdiri kayu komersial berkisar antara 75–150m³/ha. untuk mengkonversi volume stok berdiri menjadi total stok karbon atas tanah, digunakan dua metode: 1) Mengasumsikan data kemenhut tentang stok karbon atas tanah

untuk hutan sekunder (di sini diasumsikan merepresentasi tingkat tutupan tajuk dari 10–60%) sebesar 200tC/ha, faktor rata-rata untuk mengkonversi stok berdiri kayu komersial menjadi stok karbon atas tanah adalah 3,6. ini menghasilkan totak stok karbon atas tanah total sebanyak 93tC/ha.

2) Menggunakan faktor konversi iPCC (2006) untuk volume stok berdiri yang berbeda menghasilkan total stok karbon atas tanah sebesar 77tC/ha pada tutupan tajuk 10% di indonesia (kisaran bergantung pada diameter tajuk: 63–96tC/ha). sumber: tabel Pedoman iPCC 2006 4.5; dibagi menjadi 2 untuk mengkonversi biomassa atas tanah (agB) menjadi to total stok karbon. 236 analisis greenpeace berdasarkan Dephut (2010b,c), Dephut

(2009e) dan Wahyunto et al (2003, 2004, 2006) 237 analisis greenpeace berdasarkan Dephut (2010b,c), Dephut

(2009e) dan Wahyunto et al (2003, 2004, 2006) dan data MODis VCf diambil dari Hansen et al (2006)

238 Hooijer et al (2006): 6 239 kementrian LH (2009): 28 tabel 6 240 kementrian LH (2009): 28 tabel 6

241 Perkiraan greenpeace berdasarkan kemungkinan hasil panen maksimum tahun 2008 sebesar 60m³/ha/tahun, dengan asumsi

Dalam dokumen A G N U D LIN PER G N A U (Halaman 67-72)

Dokumen terkait