• Tidak ada hasil yang ditemukan

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

Dalam dokumen LAPORAN KEUANGAN AUDITOR INDEPENDEN (Halaman 101-109)

LAPORAN KEUANGAN AUDITOR INDEPENDEN

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

31 Desember 2013 dan 2012

(Disajikan dalam Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain) 46. PENGELOLAAN RISIKO (lanjutan)

d. Pengelolaan Risiko Operasional (lanjutan)

Pengendalian risiko operasional perlu dilakukan untuk memitigasi risiko operasional. Pengendalian risiko dilakukan melalui pemisahan tugas dan tanggung jawab, mekanisme dual control/dual custody dalam pelaksanaan transaksi, fungsi override/otorisasi, pembatasan wewenang akses sistem, pendidikan karyawan secara berkelanjutan, dan proses penilaian dan pelaksanaan fungsi internal audit.

Langkah-langkah yang dilakukan Bank untuk meminimalkan risiko operasional adalah: 1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko operasional.

2) Menetapkan dan me-review limit transaksi operasional cabang dan unit kerja operasional di kantor pusat.

3) Menggunakan aplikasi Operational Risk Management Information System (ORMIS) untuk mengidentifikasi, memantau, dan memitigasi kejadian risiko/kerugian operasional yang dialami oleh Bank.

4) Menerapkan risk tools/model risk and control self assessment (RCSA) untuk menilai dan memitigasi risiko operasional yang dilakukan secara mandiri oleh unit kerja.

5) Mengembangkan risk tools/model key risk indicator (KRI) untuk mengetahui secara dini potensi kejadian risiko sehingga dapat dilakukan langkah mitigasi yang cepat dan tepat waktu. 6) Memberikan kajian/opini risiko atas setiap usulan produk dan atau aktivitas baru yang akan

diluncurkan oleh Bank.

7) Mengembangkan kebijakan business continuity management untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan (disaster) guna melindungi kepentingan stakeholders.

8) Menerapkan manajemen risiko teknologi informasi melalui:

a) mengembangkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko teknologi informasi yang terkait dengan standardisasi perangkat jaringan komunikasi data dan software, pengelolaan kewenangan akses sistem, pengembangan layanan perbankan elektronik dari segi keamanan aksesibilitas, dan Disaster Recovery Plan;

b) melaksanakan User Acceptance Test (UAT) atas setiap pembuatan dan pengembangan sistem aplikasi baru untuk meminimalisasi potensi kegagalan sistem aplikasi.

9) Memiliki tim khusus audit investigasi kecurangan. Pada tahun 2013 Bank menemukan beberapa kasus kecurangan di beberapa cabang dengan total potensi kerugian Rp270.384.565.234 per 31 Desember 2013. Bank telah membentuk penyisihan atas potensi kerugian dari kasus kecurangan tersebut sebesar Rp175.325.158.977 setelah dikurangi agunan yang tersedia sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia. Bank telah membentuk task force dalam upaya penyelesaian kasus-kasus kecurangan tersebut. Sebagai antisipasi atas risiko berulangnya peristiwa tersebut dimasa yang akan datang, maka Bank telah melakukan beberapa hal diantaranya:

a) Memisahkan proses pencairan pembiayaan dari cabang dengan mendirikan Financing Operation Center;

b) Menguatkan four eyes principles terutama pada proses pencairan pembiayaan. PT BANK SYARIAH MANDIRI

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

31 Desember 2013 dan 2012

(Disajikan dalam Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain) 46. PENGELOLAAN RISIKO (lanjutan)

b. Pengelolaan Risiko Pasar (lanjutan)

Bank menerapkan pemisahan fungsi yang jelas antara front office, middle office, dan back office. Unit bisnis sebagai front office berfungsi untuk melaksanakan transaksi tresuri dan investasi. Unit manajemen risiko sebagai middle office berfungsi untuk mengusulkan sistem limit dan memantau risiko pasar. Unit kerja operasional berfungsi untuk melakukan settlement transaksi.

Langkah-langkah yang dilakukan Bank untuk meminimalkan risiko pasar adalah: 1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko pasar.

2) Menetapkan limit risiko pasar antara lain Posisi Devisa Neto (PDN) dan limit bank notes. 3) Mengukur risiko pasar menggunakan standardize model dan internal model.

4) Memantau pergerakan eksposur risiko pasar secara rutin.

5) Menganalisa risiko pasar yang melekat pada produk dan aktivitas baru. 6) Melaksanakan stress test risiko pasar.

c. Pengelolaan Risiko Likuiditas

Risiko likuiditas adalah risiko akibat ketidakmampuan Bank untuk memenuhi liabilitas yang jatuh tempo dari sumber pendanaan arus kas dan/atau aset likuid berkualitas tinggi yang dapat diagunkan, likuiditas bank dipengaruhi oleh struktur dana, likuiditas aset, dan komitmen pembiayaan kepada debitur.

Langkah-langkah yang dilakukan Bank untuk meminimalkan risiko likuiditas adalah: 1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko likuiditas.

2) Menetapkan limit risiko likuiditas antara lain: limit Giro Wajib Minimum (GWM), limit saldo kas minimum di cabang, limit Secondary reserve, dan limit deposan.

3) Mengukur kecukupan likuiditas Bank melalui penyusunan proyeksi cash flow dan liquidity gap. 4) Menjaga akses Bank ke pasar uang antar bank syariah melalui perolehan dan pemberian

credit line dari dan untuk bank lain.

5) Memantau rasio likuiditas antara lain monitoring rasio pembiayaan terhadap dana pihak ketiga, rasio liabilitas antar bank, dan rasio kas terhadap dana pihak ketiga.

6) Melaksanakan stress test risiko likuiditas secara berkala.

Giro Wajib Minimum (GWM) dan analisa jatuh tempo aset, liabilitas dan dana syirkah temporer berdasarkan jangka waktu kontrak yang tersisa telah dilakukan pada bagian lain dari catatan atas laporan keuangan.

d. Pengelolaan Risiko Operasional

Risiko operasional adalah risiko yang timbul karena kurang memadainya proses internal, kegagalan sistem, manusia, dan kejadian eksternal yang mempengaruhi operasional bank. Risiko operasional merupakan risiko terbesar yang perlu dikelola secara hati-hati karena dampak risiko operasional yang dapat mempengaruhi kelangsungan usaha bank.

d. Pengelolaan Risiko Operasional (lanjutan)

Pengendalian risiko operasional perlu dilakukan untuk memitigasi risiko operasional. Pengendalian risiko dilakukan melalui pemisahan tugas dan tanggung jawab, mekanisme dual control/dual custody dalam pelaksanaan transaksi, fungsi override/otorisasi, pembatasan wewenang akses sistem, pendidikan karyawan secara berkelanjutan, dan proses penilaian dan pelaksanaan fungsi internal audit.

Langkah-langkah yang dilakukan Bank untuk meminimalkan risiko operasional adalah: 1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko operasional.

2) Menetapkan dan me-review limit transaksi operasional cabang dan unit kerja operasional di kantor pusat.

3) Menggunakan aplikasi Operational Risk Management Information System (ORMIS) untuk mengidentifikasi, memantau, dan memitigasi kejadian risiko/kerugian operasional yang dialami oleh Bank.

4) Menerapkan risk tools/model risk and control self assessment (RCSA) untuk menilai dan memitigasi risiko operasional yang dilakukan secara mandiri oleh unit kerja.

5) Mengembangkan risk tools/model key risk indicator (KRI) untuk mengetahui secara dini potensi kejadian risiko sehingga dapat dilakukan langkah mitigasi yang cepat dan tepat waktu. 6) Memberikan kajian/opini risiko atas setiap usulan produk dan atau aktivitas baru yang akan

diluncurkan oleh Bank.

7) Mengembangkan kebijakan business continuity management untuk menjamin kegiatan operasional Bank tetap dapat berfungsi walaupun terdapat gangguan (disaster) guna melindungi kepentingan stakeholders.

8) Menerapkan manajemen risiko teknologi informasi melalui:

a) mengembangkan kebijakan dan prosedur manajemen risiko teknologi informasi yang terkait dengan standardisasi perangkat jaringan komunikasi data dan software, pengelolaan kewenangan akses sistem, pengembangan layanan perbankan elektronik dari segi keamanan aksesibilitas, dan Disaster Recovery Plan;

b) melaksanakan User Acceptance Test (UAT) atas setiap pembuatan dan pengembangan sistem aplikasi baru untuk meminimalisasi potensi kegagalan sistem aplikasi.

9) Memiliki tim khusus audit investigasi kecurangan. Pada tahun 2013 Bank menemukan beberapa kasus kecurangan di beberapa cabang dengan total potensi kerugian Rp270.384.565.234 per 31 Desember 2013. Bank telah membentuk penyisihan atas potensi kerugian dari kasus kecurangan tersebut sebesar Rp175.325.158.977 setelah dikurangi agunan yang tersedia sesuai dengan Peraturan Bank Indonesia. Bank telah membentuk task force dalam upaya penyelesaian kasus-kasus kecurangan tersebut. Sebagai antisipasi atas risiko berulangnya peristiwa tersebut dimasa yang akan datang, maka Bank telah melakukan beberapa hal diantaranya:

a) Memisahkan proses pencairan pembiayaan dari cabang dengan mendirikan Financing Operation Center;

LAPORAN KEUANGAN AUDITOR INDEPENDEN

PT BANK SYARIAH MANDIRI CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

31 Desember 2013 dan 2012

(Disajikan dalam Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain) 46. PENGELOLAAN RISIKO (lanjutan)

f. Pengelolaan Risiko Reputasi (lanjutan)

Adapun metode untuk memitigasi risiko reputasi yang telah dilakukan oleh Bank selama ini adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko reputasi. 2) Menyusun inisiatif strategis komunikasi pemasaran.

3) Melakukan redesign iklan baik pada tingkat Bank maupun produk, melaksanakan iklan dengan skala nasional dan lokal.

4) Melaksanakan program pada acara-acara khusus.

5) Menetapkan standar kualitas layanan melalui inisiatif Syariah Service Champion.

6) Memantau eksposur risiko reputasi melalui laporan publisitas, Complaint Management System, dan Electronic Banking Information System.

g. Pengelolaan Risiko Strategis

Risiko strategis adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Bank telah menetapkan rencana strategis dan rencana bisnis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang hal ini menjadi mutlak untuk dilakukan, mengingat Bank sebagai bank syariah terbesar di Indonesia senantiasa ditantang dan dipacu untuk selalu berdiri di posisi terdepan. Adapun metode untuk memitigasi risiko strategis yang telah dilakukan oleh Bank selama ini adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko strategis.

2) Menyusun Rencana Bisnis Bank (RBB) yang berisi sasaran dan inisiatif strategis Bank. RBB juga berfungsi sebagai pedoman mengendalikan risiko khususnya risiko strategis.

3) Menyusun target bisnis kantor wilayah berdasarkan RBB.

4) Melakukan sosialisasi penetapan target usaha ke seluruh wilayah usaha.

5) Memantau kinerja seluruh unit kerja melalui perhitungan Key Performance Indicator dengan metode balance scorecard.

6) Menyusun rencana inti untuk strategi usaha jangka panjang yang mencakup seluruh unit kerja, dengan mengundang konsultan bisnis eksternal.

h. Pengelolaan Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan merupakan risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan RI dan ketentuan yang berlaku bagi bank syariah. Dalam menjalankan kegiatan usaha pada industri perbankan, Bank diwajibkan untuk selalu tunduk terhadap peraturan perbankan yang diterbitkan baik oleh Pemerintah, Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.

Pada umumnya, risiko kepatuhan melekat pada sebuah perseroan terbatas yang terkait erat pada peraturan perundang-undangan RI dan ketentuan lain yang berlaku, yang mengatur kewajiban Bank sebagai sebuah lembaga perbankan syariah, seperti: risiko kredit terkait dengan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); Kualitas Aset Produktif; Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP); Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); penerapan tata kelola yang baik (GCG); risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), serta risiko strategis terkait dengan ketentuan Rencana Bisnis Bank (RBB), Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu. Ketidakmampuan Bank untuk mengikuti dan mematuhi seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan kegiatan usaha perbankan dapat berdampak terhadap kelangsungan usaha Bank. PT BANK SYARIAH MANDIRI

CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

31 Desember 2013 dan 2012

(Disajikan dalam Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain) 46. PENGELOLAAN RISIKO (lanjutan)

e. Pengelolaan Risiko Hukum

Risiko hukum adalah risiko yang disebabkan oleh adanya kelemahan aspek yuridis yang antara lain disebabkan adanya tuntutan hukum, keadaan peraturan perundang-undangan yang mendukung atau kelemahan perikatan seperti tidak dipenuhinya syarat sahnya kontrak dan pengikatan agunan yang tidak sempurna.

Sebagai sebuah perusahaan yang berdiri dalam yuridiksi hukum Indonesia, Bank harus selalu tunduk terhadap segala peraturan hukum yang dikeluarkan oleh Bank Indonesia selaku regulator industri perbankan di Indonesia. Selain itu, Bank juga harus mengikuti segala bentuk peraturan perundangan yang berlaku di masyarakat baik yang terkait secara langsung maupun tidak langsung dengan kegiatan usaha Bank. Kegagalan Bank dalam mengikuti peraturan hukum yang berlaku dapat mengakibatkan pada timbulnya tuntutan hukum yang akan ditujukan kepada Bank. Apabila tuntutan-tuntutan hukum yang diajukan kepada Bank memiliki nilai yang material, maka hal tersebut dapat memberikan dampak secara langsung terhadap kinerja keuangan Bank.

Dalam mengelola risiko hukum, Bank melakukan langkah-langkah sebagai berikut: 1) Membangun organisasi legal yang kuat.

2) Memberikan perlindungan hukum seluruh jajaran Bank.

3) Melakukan review dan mitigasi atas produk Bank (dana, jasa dan pembiayaan) sesuai dengan peraturan yang berlaku.

4) Melakukan review dan mitigasi hubungan hukum Bank dengan pihak ketiga guna memberikan posisi hukum Bank yang kuat.

5) Melakukan penanganan proses litigasi sesuai peraturan yang berlaku.

6) Memberikan kajian dan/atau legal opinion terhadap permasalahan hukum yang diajukan. 7) Melakukan mitigasi hukum dalam Corporate Action.

8) Melakukan upaya-upaya peningkatan legal awareness pegawai Bank. 9) Mengembangkan Legal Risk Profile.

10) Membantu Manajemen dengan cara memastikan kecukupan dokumentasi hukum, manajemen risiko hukum dan melaksanakan dukungan dalam segi hukum setiap operasional di seluruh unit kerja dan jajaran Bank Syariah Mandiri dalam mengendalikan risiko hukum yang wajar. f. Pengelolaan Risiko Reputasi

Risiko reputasi adalah risiko akibat menurunnya tingkat kepercayaan stakeholder yang bersumber dari persepsi negatif terhadap Bank. Risiko ini melekat dalam setiap kegiatan yang dilakukan oleh Bank. Kegagalan Bank dalam menjaga reputasinya di mata masyarakat dapat menimbulkan pandangan maupun persepsi negatif masyarakat terhadap Bank. Apabila risiko ini dihadapi oleh Bank, maka dalam waktu singkat dapat terjadi penurunan atau hilangnya kepercayaan nasabah terhadap Bank yang pada akhirnya akan memberikan dampak negatif terhadap pendapatan dan volume aktivitas Bank.

f. Pengelolaan Risiko Reputasi (lanjutan)

Adapun metode untuk memitigasi risiko reputasi yang telah dilakukan oleh Bank selama ini adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko reputasi. 2) Menyusun inisiatif strategis komunikasi pemasaran.

3) Melakukan redesign iklan baik pada tingkat Bank maupun produk, melaksanakan iklan dengan skala nasional dan lokal.

4) Melaksanakan program pada acara-acara khusus.

5) Menetapkan standar kualitas layanan melalui inisiatif Syariah Service Champion.

6) Memantau eksposur risiko reputasi melalui laporan publisitas, Complaint Management System, dan Electronic Banking Information System.

g. Pengelolaan Risiko Strategis

Risiko strategis adalah risiko akibat ketidaktepatan dalam pengambilan dan/atau pelaksanaan suatu keputusan strategis serta kegagalan dalam mengantisipasi perubahan lingkungan bisnis. Bank telah menetapkan rencana strategis dan rencana bisnis baik dalam jangka pendek maupun jangka panjang hal ini menjadi mutlak untuk dilakukan, mengingat Bank sebagai bank syariah terbesar di Indonesia senantiasa ditantang dan dipacu untuk selalu berdiri di posisi terdepan. Adapun metode untuk memitigasi risiko strategis yang telah dilakukan oleh Bank selama ini adalah sebagai berikut:

1) Menetapkan dan me-review kebijakan manajemen risiko strategis.

2) Menyusun Rencana Bisnis Bank (RBB) yang berisi sasaran dan inisiatif strategis Bank. RBB juga berfungsi sebagai pedoman mengendalikan risiko khususnya risiko strategis.

3) Menyusun target bisnis kantor wilayah berdasarkan RBB.

4) Melakukan sosialisasi penetapan target usaha ke seluruh wilayah usaha.

5) Memantau kinerja seluruh unit kerja melalui perhitungan Key Performance Indicator dengan metode balance scorecard.

6) Menyusun rencana inti untuk strategi usaha jangka panjang yang mencakup seluruh unit kerja, dengan mengundang konsultan bisnis eksternal.

h. Pengelolaan Risiko Kepatuhan

Risiko kepatuhan merupakan risiko akibat Bank tidak mematuhi dan/atau tidak melaksanakan peraturan perundang-undangan RI dan ketentuan yang berlaku bagi bank syariah. Dalam menjalankan kegiatan usaha pada industri perbankan, Bank diwajibkan untuk selalu tunduk terhadap peraturan perbankan yang diterbitkan baik oleh Pemerintah, Bank Indonesia dan Dewan Syariah Nasional.

Pada umumnya, risiko kepatuhan melekat pada sebuah perseroan terbatas yang terkait erat pada peraturan perundang-undangan RI dan ketentuan lain yang berlaku, yang mengatur kewajiban Bank sebagai sebuah lembaga perbankan syariah, seperti: risiko kredit terkait dengan ketentuan Kewajiban Penyediaan Modal Minimum (KPMM); Kualitas Aset Produktif; Pembentukan Penyisihan Penghapusan Aset Produktif (PPAP); Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK); penerapan tata kelola yang baik (GCG); risiko pasar terkait dengan ketentuan Posisi Devisa Neto (PDN), serta risiko strategis terkait dengan ketentuan Rencana Bisnis Bank (RBB), Rencana Kerja Anggaran Tahunan (RKAT) dan risiko lain yang terkait dengan ketentuan tertentu. Ketidakmampuan Bank untuk mengikuti dan mematuhi seluruh peraturan perundangan yang terkait dengan kegiatan usaha perbankan dapat berdampak terhadap kelangsungan usaha Bank.

LAPORAN KEUANGAN AUDITOR INDEPENDEN

PT BANK SYARIAH MANDIRI CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

31 Desember 2013 dan 2012

(Disajikan dalam Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain) 47. INFORMASI PENTING LAINNYA (lanjutan)

d. Dalam laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember 2013 tidak terdapat piutang dan pembiayaan yang melampaui atau melanggar ketentuan BMPK.

e. Permasalahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembiayaan murabahah.

Pada tahun 2004 dan 2005 kantor pusat dan beberapa kantor cabang Bank telah menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2003 dari Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan jumlah sebesar Rp37.649.329.708, sehubungan Bank dalam melaksanakan fungsi intermediasi-nya telah menyalurkan dana berdasarkan prinsip syariah dalam bentuk pembiayaan murabahah. Rincian SKPKB dan STP tersebut adalah sebagai berikut: kantor pusat di Jakarta sebesar Rp25.542.431.822, kantor cabang di Jambi sebesar Rp1.588.713.232, kantor cabang di Solo sebesar Rp5.830.767.262, kantor cabang di Bandar Lampung sebesar Rp2.377.922.133 dan kantor cabang di Pekalongan sebesar Rp2.309.495.259.

Terhadap SKPKB dan STP tersebut di atas, Bank tidak bersedia melaksanakan pembayaran dengan alasan terdapat permasalahan status hukum perpajakan dari transaksi pembiayaan murabahah, yang saat itu berlaku belum secara spesifik dan eksplisit mengatur kegiatan usaha bank syariah khususnya pembiayaan murabahah sehingga diperlukan proses penafsiran.

Bank berpendapat bahwa pembiayaan murabahah adalah jasa perbankan sebagaimana diatur dalam UU No. 7 Tahun 1992 tentang Perbankan yang telah diubah dengan UU No. 10 Tahun 1998 dan UU No. 21 Tahun 2008 tentang Perbankan Syariah, dengan demikian pembiayaan murabahah dikecualikan dari pengenaan PPN. Hal ini sesuai dengan UU No. 8 Tahun 1983 yang telah diubah dengan UU No. 18 Tahun 2000 tentang PPN barang dan jasa dan penjualan atas barang mewah.

Dirjen Pajak berpendapat bahwa kegiatan transaksi murabahah yang dilakukan oleh Bank terutang PPN karena kegiatan tersebut dilakukan dengan berdasarkan prinsip jual beli barang dan kegiatan transaksi murabahah tidak termasuk jenis jasa di bidang perbankan.

Selanjutnya pada tahun 2010, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang Republik Indonesia No. 2 Tahun 2010 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI No. 47 Tahun 2009 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2010 yang berlaku sejak tanggal 25 Mei 2010. Pada pasal 3 ayat 2 poin b dari undang-undang tersebut dan paragraf penjelasannya disebutkan bahwa pengenaan PPN atas transaksi murabahah terhadap beberapa bank syariah tertentu ditanggung oleh pemerintah. Berdasarkan paragraf penjelasan dari pasal 3 ayat 2 tersebut jumlah PPN Bank yang ditanggung oleh pemerintah adalah sebesar Rp25.542.431.822 dari jumlah SKPKB dan STP yang diterima Bank sebesar Rp37.649.329.708 sebagaimana dijelaskan dalam paragraf sebelumnya.

Manajemen berkeyakinan bahwa selisih antara jumlah PPN yang ditanggung oleh pemerintah dan jumlah SKPKB dan STP yang diterima oleh Bank tidak akan ditagihkan kepada Bank sesuai maksud dan tujuan dari Undang-Undang tersebut.

Pada tanggal 15 Oktober 2009, pemerintah telah menerbitkan Undang-Undang RI No.42 tahun 2009 tentang Perubahan Ketiga atas Undang-Undang RI No. 8 tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah yang berlaku mulai tanggal 1 April 2010. Undang-Undang RI tersebut menegaskan bahwa jasa pembiayaan berdasarkan prinsip syariah termasuk kelompok jasa yang tidak dikenai PPN.

PT BANK SYARIAH MANDIRI CATATAN ATAS LAPORAN KEUANGAN Tahun yang berakhir pada tanggal-tanggal

31 Desember 2013 dan 2012

(Disajikan dalam Rupiah penuh kecuali dinyatakan lain) 46. PENGELOLAAN RISIKO (lanjutan)

h. Pengelolaan Risiko Kepatuhan (lanjutan)

Dalam mengelola risiko kepatuhan, Bank melakukan langkah-langkah sebagai berikut:

1) Bekerjasama dengan Dewan Pengawas Syariah dalam mengawal kepatuhan operasional Bank sesuai prinsip syariah.

2) Peningkatan pemahaman ketentuan Good Corporate Governance (GCG) dan Code of Conduct (CoC) pada jajaran manajemen Bank melalui:

a) sosialisasi kepada pengurus;

b) sosialisasi kepada divisi kantor pusat; c) workshop dengan kantor wilayah.

3) Penguatan penerapan GCG dan memastikan bahwa semua nasabah pembiayaan memenuhi seluruh persyaratan pembiayaan.

4) Pembuatan pelaporan action plan dari GCG ke Bank Indonesia, antara lain: a) penyusunan laporan rencana kegiatan pengkinian data nasabah;

b) penguatan fungsi corporate secretary dan human capital sebagai unit kerja khusus penerapan GCG dan CoC.

5) Penyempurnaan ketentuan Know Your Customer (KYC), Anti Pencucian Uang (APU) dan Pencegahan Pendanaan Terorisme (PPT):

a) pedoman APU dan PPT;

b) pengukuran index KYC, APU dan PPT;

c) penetapan petugas Unit Kepatuhan dan Pengenalan Nasabah (UKPN) di unit kerja; d) kelengkapan data nasabah;

e) kewaspadaan terhadap Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU); f) melaksanakan penerapan APU dan PPT ke cabang.

6) Merevisi dan melengkapi tools Compliance Procedure dengan menyediakan checksheet. 7) Meningkatkan pelaksanaan pengujian sertifikat kepatuhan (Compliance Certificate).

8) Memberdayakan Sharia Compliance Officer untuk mengkaji dan menganalisa kesesuaian Syariah dari suatu produk/aktivitas Bank.

47. INFORMASI PENTING LAINNYA

a. Berdasarkan perhitungan manajemen pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012 Bank memiliki rasio kecukupan penyediaan modal minimum (KPMM) masing-masing sebesar 14,10% dan 13,82%.

b. Pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012 Bank memiliki rasio Aset Produktif yang Diklasifikasikan (APYD) terhadap jumlah aset produktif masing-masing sebesar 0,96 dan 0,97. c. Pada tanggal 31 Desember 2013 dan 2012, rasio piutang, pinjaman qardh dan pembiayaan yang

non-performing (gross) terhadap jumlah piutang, pinjaman qardh dan pembiayaan adalah masing-masing sebesar 4,33% dan 2,82% sedangkan rasio piutang, pinjaman qardh dan pembiayaan yang non-performing (net) terhadap jumlah piutang, pinjaman qardh dan pembiayaan adalah masing-masing sebesar 2,29% dan 1,14%.

d. Dalam laporan Batas Maksimum Pemberian Kredit (BMPK) yang disampaikan Bank kepada Bank Indonesia pada tanggal 31 Desember 2013 tidak terdapat piutang dan pembiayaan yang melampaui atau melanggar ketentuan BMPK.

e. Permasalahan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) atas pembiayaan murabahah.

Pada tahun 2004 dan 2005 kantor pusat dan beberapa kantor cabang Bank telah menerima Surat Ketetapan Pajak Kurang Bayar (SKPKB) dan Surat Tagihan Pajak (STP) atas Pajak Pertambahan Nilai (PPN) untuk masa pajak Januari sampai dengan Desember 2003 dari Direktorat Jenderal Pajak (Dirjen Pajak) dengan jumlah sebesar Rp37.649.329.708, sehubungan Bank dalam melaksanakan fungsi intermediasi-nya telah menyalurkan dana berdasarkan prinsip syariah dalam

Dalam dokumen LAPORAN KEUANGAN AUDITOR INDEPENDEN (Halaman 101-109)