• Tidak ada hasil yang ditemukan

CCCXI. CCCXII

Dalam dokumen case referat hepatitis b dalam kehamilan (Halaman 32-37)

CCCXI. CCCXII. CCCXIII. CCCXIV. BAB IV CCCXV. PEMBAHASAN CCCXVI. 4.1. Hasil Pemeriksaan Fisik

CCCXVII. Pasien datang dengan keluhan mata yang berwarna kuning sejak + 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan urinnya berwarna seperti teh pekat. Kuning atau ikterik atau jaundice dapat muncul pada fase ikterik dan akan jelas nampak secara klinis bila kadar bilirubin total mencapai 20 hingga 40 mg/l. Ikterik ini dapat disertai dengan hepatomegali atau splenomegali. Fase ikterik biasanya mulai dalam 10 hari Sekitar 4 hingga 12 minggu kemudian, ikterik akan menghilang.(15)

CCCXVIII.

4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (HBsAg, SGOT, SGPT)

CCCXIX. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil HBsAg pada pasien ini positif. HBsAg mendeteksi protein pada permukaan virus hepatitis B. Jika hasilnya positif, mengindikasikan bahwa orang tersebut terinfeksi virus hepatitis B (akut atau kronis). Selain itu, didapatkan SGOT pada pasien ini sebesar 91 U/L dan SGPT pada pasien ini sebesar 95 U/L. Dengan hasil pemeriksaan sebesar ini, mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan sel hepar (hepatocellular damage). Saat terjadi kerusakan pada sel-sel hati, maka

SGPT akan dilepaskan ke aliran darah dan sebagai tandanya, akan ditemukan kadar yang melebihi normal yaitu 10-32 U/L (pada perempuan sekitar 9-24 U/L). (15)

4.2. Penatalaksanaan

CCCXX. Pasien ini baru mengeluhkan gejala matanya berwarna kuning + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Diketahui juga tidak ada riwayat penyakit dahulu. Bagi penderita hepatitis B yang akut tidak ada terapi khusus dan spesifik. Pemberian terapi kortikosteroid (dalam kasus ini adalah dexamethasone) hanya dapat digunakan untuk pasien dengan hepatitis kronik aktif yang simptomatis, HBsAg negatif, dan memiliki lesi yang cukup besar dari pemeriksaan histopatologi. Pada pasien, ini diberikan dexamethasone bertujuan untuk pematangan paru janin, mengingat usia kehamilan yang baru 31-32 minggu. Terapi untuk hepatitis B akut cukup dengan terapi suportif yaitu dengan keseimbangan nutrisi yang cukup. Obat antiviral yang spesifik seperti lamivudine, dapat diberikan namun obat ini belum dievaluasi untuk pengobatan hepatitis B akut. (15) Pada pasien ini, hanya diberikan dexamethasone 2 x 6 mg. Pasien juga dikonsulkan ke ahli penyakit dalam namun belum ada jawaban. Setelah beberapa hari dirawat di ruang rawat inap kelas 3, pasien diperbolehkan pulang untuk rawat jalan dan nanti akan dikonsulkan ke bagian penyakit dalam melalui poliklinik. Setelah dua hari pasien di rumah, pasien datang lagi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah. Di ruang rawat inap, pasien mengalami pecah ketuban dan kemudian dibawa ke ruang bersalin dan partus spontan

(hasil USG plasenta previa totalis  kesalahan pembacaan). Lahir bayi perempuan dengan BB 1900 gram, panjang badan 36 cm, A/S 8/9, bayi dirawat di NHCU karena BBLR.

CCCXXI. Perhatikan hal-hal berikut pada pasien yang hamil dengan infeksi hepatitis:

 Persalinan pervaginam diusahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam (spesialis hepatologi).

Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG atau lamivudin pada 1 – 2 bulan sebelum persalinan. Mengenai hal ini masih ada beberapa pendapat yang menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi, tetapi ada yang masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.

 Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnya pada ibu dengan HbsAg positif. (Wong menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan Surya menyatakan persalinan berlangsung lebih dar 16 jam) jika berlangsung lama maka dapat meningkatkan kemungkinan penularan VHB intrauterin.

 Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg positif, lebih baik seksio sesarea. Demikian juga jika persalinan yang lebih dari 16 jam pada pasien pengidap HbsAg positif. (16)

CCCXXII. Pada masa nifas, menyusui bayi bukan merupakan masalah. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari penularan parenteral.(13)

CCCXXIII. Untuk bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV, penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, sebaiknya dokter spesialis anak mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat juga memberikan imunisasi yang diperlukan. Ibu yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B pada bayinya.

 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.

 Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).

CCCXXIV. Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian,

pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

 Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan (Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.

CCCXXV. Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun.

Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir

Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis.

Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG

hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan VHB-DNA setiap 1-2 tahun.

Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.

Dalam dokumen case referat hepatitis b dalam kehamilan (Halaman 32-37)

Dokumen terkait