• Tidak ada hasil yang ditemukan

case referat hepatitis b dalam kehamilan

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "case referat hepatitis b dalam kehamilan"

Copied!
40
0
0

Teks penuh

(1)

CASE REFERAT

HEPATITIS B DALAM KEHAMILAN

Oleh:

Lewis Richart Adson Nggeolima, S.Ked

1008012038

(2)

PEMBIMBING:

dr. Hendriette Irene Mamo, SpOG

BAGIAN/ SMF OBSTETRI DAN GINEKOLOGI

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF. DR. W. Z. JOHANNES KUPANG

2015

HALAMAN PENGESAHAN

Case Referat ini diajukan oleh:

Nama : Lewis Richart Adson Nggeolima, S.Ked

Fakultas : Kedokteran Universitas Nusa Cendana Kupang

Bagian : Obstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang

Referat ini telah disusun dan dilaporkan dalam rangka memenuhi salah satu syarat Kepaniteraan Klinik di Bagian/SMFObstetri dan Ginekologi RSUD Prof. Dr. W. Z. Johannes Kupang.

(3)

PEMBIMBING KLINIK

1. dr. Hendriette Irene Mamo, Sp. OG………

Ditetapkan di : Kupang

(4)

I. BAB I

II. PENDAHULUAN

III. Infeksi virus hepatitis B (HBV) merupakan masalah kesehatan dunia. Organisasi kesehatan dunia atau WHO memperkirakan bahwa lebih dari 2 miliar orang di dunia terinfeksi HBV atau pernah terinfeksi HBV dan 350 juta orang di dunia menderita hepatitis kronis oleh karena infeksi HBV ini, dan 1 juta orang diantaranya meninggal setiap tahunnya akibat penyakit hati yang berkaitan dengan infeksi HBV. Penyebaran infeksi HBV kronis sangat bervariasi secara global, di Asia misalnya, terutama negara-negara di Asia Tenggara prevalensinya mencapai 8-15% dari populasi. Ini berarti di Asia Tenggara memiliki endemisitas yang cukup tinggi terhadap hepatitis B. Sebagian besar penyebaran infeksi HBV terkait dengan usia pada saat terinfeksi, yang berbanding terbalik dengan risiko kronisitas.(1,2)

(5)

IV.

(6)

VI.

VII. Gambar 2. Prevalensi infeksi hepatitis B pada orang dewasa 19-49 tahun (2005) (5)

(7)

IX.

X. Gambar 3. Infeksi hepatitis B berdasarkan usia (5)

XI. Di daerah endemik, infeksi HBV dominan pada periode perinatal atau pada anak usia dini. Infeksi kronis jauh lebih mungkin terjadi pada pasien bayi (90%)

(8)

dan anak-anak (30%) sedangkan tingkat infeksi akut lebih sering ditemukan pada orang dewasa, namun tingkat pengembangan dari infeksi akut menjadi infeksi kronis kurang dari 5% untuk pasien dewasa yang terinfeksi HBV.(1,2,5)

XII. Resiko penularan infeksi HBV dari ibu ke bayi berhubungan dengan status replikasi dari virus itu sendiri yang dapat diihat dari adanya HBeAg pada ibu. Pada ibu dengan HBeAg positif, 90% mereka menularkan infeksi HBV pada anak mereka dibandingkan dengan anak dari ibu dengan HBeAg negatif yang jumlahnya hanya sekitar 10-20% .(1)

XIII. Penularan infeksi dari ibu ke anak dikenal sebagai infeksi perinatal (periode perinatal dimulai dari 28 minggu kehamilan dan berakhir pada 28 hari setelah melahirkan). Oleh karena itu, istilah "transmisi perinatal" tidak benar-benar termasuk infeksi dan dengan demikian dapat diganti dengan istilah "penularan ibu ke anak (MTCT/mother to child transmission)" yang mempertimbangkan semua infeksi HBV baik sebelum lahir, pada saat lahir dan pada anak usia dini. Untuk bayi baru lahir yang ibunya positif (HBsAg dan HBeAg) dengan tidak diberikannya imunisasi setelah lahir, risiko untuk infeksi HBV kronis adalah 70% hingga 90% pada usia 6 bulan. Vaksinasi HBV dapat mencegah 70% -95% dari infeksi HBV pada bayi yang lahir dari ibu HBeAg dan HBsAg positif. (1)

XIV. XV.

XVI. BAB II

(9)

2.1. Pengertian

XVIII. Hepatitis adalah inflamasi dari hepar yang dapat disebabkan oleh terpaparnya hepar dengan bahan kimia tertentu, penyakit autoimun, atau infeksi bakteri tetapi paling sering disebabkan oleh beberapa virus.(3)

XIX. Seorang ibu dikatakan mengidap atau menderita hepatitis B kronik apabila :

1. Bila ibu mengidap HBsAg positif untuk jangka waktu lebih dari 6 bulan dan tetap positif selama masa kehamilan dan melahirkan.

2. Bila status HbsAg positif tidak disertai dengan peningkatan SGOT/PT maka, status ibu adalah pengidap hepatitis B.

3. Bila disertai dengan peningkatan SGOT/PT pada lebih dari 3 kali pemeriksaan dengan interval pemeriksaan setiap 2-3 bulan, maka status ibu adalah penderita hepatitis B kronik.

4. Status HbsAg positif tersebut dapat disertai dengan atau tanpa HBeAg positif. (4)

2.2. Etiologi dan Faktor Risiko

XX. Infeksi hepatitis B disebabkan oleh virus hepatitis B virus (HBV), sebuah virus DNA berkapsul yang dapat menginfeksi hepar dan menyebabkan nekrosis hepatoselular dan inflamasi. HBV adalah salah satu virus terkecil yang diketahui dapat menginfeksi manusia, dan masih termasuk ke dalam famili hepadnavirus. HBV juga dikenal sebagai virus onkogenik karena merupakan salah satu fator resiko terbesar untuk terjadinya hepatoseluler karsinoma. Virus ini dapat bersirkulasi dalam serum manusia (berukuran 42 nm), double-shelled particle, dengan HBsAg yang merupakan komponen diluar kapsul dan komponen didalam

(10)

nukleokapsul adalah hepatitis B core antigen (HBcAg). HBV DNA dapat dideteksi dalam serum dan dapat digunakan untuk memonitor replikasi virus. (5)

2.3. Patogenesis

XXI. Infeksi virus HBV biasanya ditularkan melalui perkutaneus atau mukosa yang terpapar dengan darah yang terinfeksi dan berbagai cairan tubuh lainnya, termasuk saliva, darah menstruasi, cairan vagina, dan cairan mani.(5) Menurut teori, ada tiga rute yang mungkin untuk transmisi HBV dari ibu yang terinfeksi kepada bayinya (1):

1. Transmisi transplasental dalam rahim.

a. Melewati barrier plasenta: darah ibu yang mengandung HbeAg positif dapat melewati plasenta yang dapat diinduksi oleh kontraksi uterus selama kehamilan dan gangguan barrier plasenta (seperti persalinan prematur atau abortus spontan).

b. Penelitian lain juga menyebutkan bahwa HBV- DNA ada pada oosit wanita yang terinfeksi dan sperma dari pria yang terinfeksi. Oleh karena itu, janin dapat terinfeksi HBV sejak konsepsi jika salah satu pasangan terinfeksi HBV.

c. Kemungkinan lain transmisi intrauterin selain melalui darah ibu adalah melalui sekret vagina yang mengandung virus.(1)

2. Transmisi saat melahirkan.

XXII. Transmisi HBV dari ibu ke janin saat persalinan dipercaya karena akibat dari terpaparnya janin dengan sekret serviks dan darah yang terinfeksi saat persalinan.(1)

3. Transmisi postnatal selama perawatan atau melalui ASI.

XXIII. Infeksi HBV dapat terjadi postnatal, bukan hanya karena transmisi dari ibu ke bayi namun dapat pula antar anggota keluarga yang terinfeksi ke bayi. Selain itu, meskipun HBV-DNA ada pada ASI ibu yang terinfeksi, menyusui bayi mereka bukan merupakan resiko tambahan untuk transmisi HBV asalkan

(11)

sudah diberikan imunoprofilaksis atau imunisasi sesaat setelah lahir dan diberikan sesuai jadwal. Tidak perlu menunda menyusui hingga bayi tersebut divaksin lengkap sesuai usia. (1,5)

2.4. Gejala Klinik 2.4.1 Fase Akut

XXIV.

Fase pre-ikterik atau fase prodormal dari gejala awal sampai fase ikterik biasanya berkisar antara 3 hingga 10 hari. Fase ini biasanya tidak memiliki gejala spesifik, namun biasanya pasien merasa tidak enak badan, anorexia, mual, muntah, nyeri perut pada kuadran kanan atas, demam, sakit kepala, myalgia, rash pada kulit, arthralgia dan arthritis, dan urin berwarna gelap, gejala-gejala ini dapat terjadi 1 sampai 2 hari sebelum fase ikterik. Fase ikterik biasanya terjadi selama 1 hingga 3 minggu dan ditandai dengan ikterik, feses yang berwarna pucat atau keabu-abuan, dan hepatomegali (splenomegali jarang terjadi). (6)

XXV. Hepatitis B akut terdiri dari fase ikterik dan fase resolusi. Fase ikterik ditandai dengan sklera menjadi kuning dengan waktu rata-rata 90 hari sejak terinfeksi sampai menjadi kuning. Pada pasien dengan bilirubin lebih dari 10 mg/dL, keluhan lemas dan kuning biasanya berat dan keluhan dapat bertahan sampai beberapa bulan sebelum resolusi sempurna. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik. (7) McMahon dkk, melaporkan hanya sekitar 30-50% orang dewasa mengalami fase ikterik pada hepatitis B akut, sedangkan pada bayi dan anak-anak lebih

(12)

jarang terjadi ikterik pada hepatitis B akut. Resolusi dari hepatitis B akut berhubungan dengan eliminasi virus dari darah dan munculnya anti-HBs.(8) Pasien hepatitis B akut dengan sistem imun yang baik dapat sembuh spontan pada lebih dari 95% pasien, sedangkan sisanya dapat berkembang menjadi infeksi hepatitis B kronik atau hepatitis fulminan walaupun jarang terjadi. (9) XXVI. 2.4.2 Fase Kronik

XXVII. Secara sederhana manifestasi klinis Hepatitis B Kronik dapat dikelompokkan menjadi 2 yaitu :

1 Hepatitis B kronik aktif. HbsAg positif dengan DNA VHB lebih dari 105 IU/ml didapatkan kenaikkan ALT (alanin aminotransferase) yang menetap atau intermiten. Pada pasien sering didapatkan tanda-tanda penyakit hati kronis. Pada biopsi hati didapatkan gambaran peradangan yang aktif. Menurut status HBeAg pasien dikelompokkan menjadi Hepatitis B Kronik HbeAg positif dan Hepatitis B Kronik HBeAg negatif.

2 Carrier VHB Inaktif ( Inactive HBV Carrier State). Pada kelompok ini HBsAg positif dengan titer DNA VHB yang rendah yaitu kurang dari 105 IU/ml. Pasien menunjukkan kadar ALT normal dan tidak didapatkan keluhan.

XXVIII. Pada hepatitis B tidak semua orang memiliki gejala dan tidak mengetahui dirinya telah terinfeksi, khususnya pada anak-anak. Kebanyakan pada orang dewasa gejalanya terjadi setelah 3 bulan paparan. Jika telah kronis akan memunculkan gejala yang sama dengan infeksi akut setelah bertahun-tahun.(10)

(13)

XXIX. Masa Inkubasi infeksi hepatitis B adalah 90 hari (rata-rata 60-150 hari). Onset penyakit ini sering tersembunyi dengan gejala klinik yang tergantung usia penderita. Kasus yang fatal dilaporkan di USA sebesar 0,5-1 %. Sebagian infeksi akut VHB pada orang dewasa menghasilkan penyembuhan yang sempurna dengan pengeluaran HBsAg dari darah dan produksi anti HBs yang dapat memberikan imunitas untuk infeksi berikutnya. Diperkirakan 2-10 % infeksi VHB menjadi kronis dan sering bersifat asimptomatik dimana 15-25 % meninggal sebelum munculnya sirosis hepatis atau kanker hati. Gejala akut dapat berupa mual, muntah, nafsu makan menurun, demam, nyeri perut dan ikterik. (7)

XXX.

XXXI. 2.4.3 Laboratorium (11)

XXXII. Hepatitis B surface antigen 

XXXIII. (HBsAg) XXXIV.permukaan virus hepatitis B. Jika Mendeteksi protein pada  hasilnya positif, mengindikasikan  bahwa orang tersebut terinfeksi  virus hepatitis B (akut atau  kronis).  XXXV. Hepatitis B e­antigen  XXXVI. (HBeAg) XXXVII. Menggambarkan replikasi dari virus hepatitis B. Beberapa pasien bisa saja tidak terdeteksi memiliki HBeAg tapi positif terinfeksi virus ini.

XXXVIII. Hepatitis   B   surface antibody 

XXXIX. (Anti HBs)

XL. Menggambarkan   imunitas   atau

kekebalan   tubuh   seseorang terhadap   HBsAg,   baik   karena infeksi  yang  dialami  atau karena vaksinasi. 

(14)

XLI. Hepatitis B e antibody 

XLII. (Anti HBe) XLIII. Menunjukkan  imunitas   seseorangyang   berespon   terhadap   virus yang bereplikasi.

XLIV. Hepatitis B core antibody 

XLV. (Anti HBC)

XLVI. Menggambarkan sudah

terinfeksi hepatitis B.

XLVII. Bisa   terdapat  IgG  dan/atau  IgM. IgM menggambarkan infeksi akut dan dapat menghilang jika infeksi sudah   lama.  Anti­HBc   (total) menggambarkan   infeksi   yang akut,   kronis   atau   sudah   pernah terinfeksi sebelumnya.

XLVIII.Hepatitis B virus DNA load 

XLIX. (HBV DNA) L. Mengukur   jumlah   virus   dalamdarah   dan   sebagai   indikator

seberapa   aktifnya   virus   tersebut bereplikasi. 

LI. 2.5 Penatalaksanaan

LII. 2.5.1 Pada saat kehamilan

LIII. Profilaksis pada wanita hamil yang telah tereksposure dan rentan terinfeksi adalah sebagai berikut:

LIV. 1. Ketika kontak seksual dengan penderita hepatitis B terjadi dalam 14 hari

 Berikan vaksin VHB ke dalam musculus deltoideus. Tersedia 2 monovalen vaksin VHB untuk imunisasi pre-post eksposure yaitu Recombivax HB dan Engerix-B. Dosis HBIg yang diberikan 0,06 ml/kgBB IM pada lengan kontralateral.

(15)

 Untuk profilaksis setelah tereksposure melalui perkutan atau luka mukosa, dosis kedua HBIg dapat diberikan 1 bulan kemudian.

LV.2. Ketika tereksposure dengan penderita kronis VHB

LVI. Pada kontak seksual, jarum suntik dan kontak nonseksual dalam rumah dengan penderita kronis VHB dapat diberikan profilaksis post eksposure dengan vaksin hepatitis B dengan dosis tunggal.(12)

LVII. Wanita hamil dengan carrier VHB dianjurkan memperhatikan hal-hal sebagai berikut:

 Tidak mengkonsumsi alkohol dan obat-obatan hepatotoksik seperti

asetaminophen

 Jangan mendonorkan darah, organ tubuh, jaringan tubuh lain atau semen

 Tidak memakai bersama alat-alat yang dapat terkontaminasi darah seperti sikat gigi, alat cukur dan sebagainya.

 Memberikan informasi pada ahli anak, kebidanan dan laboratorium bahwa dirinya penderita hepatitis B carrier.

 Pastikan bayinya mendapatkan HBIg saat lahir, vaksin hepatitis B dalam 1 minggu setelah lahir, 1 bulan dan 6 bulan kemudian.(12)

LVIII. Beberapa obat antiviral Hepatitis B yang direkomendasikan pada ibu hamil menurut American Association for the Study of Liver Disease Practice Guidelines Committee ditampilkan pada tabel berikut.

(16)

LX. LXI.

LXII.

LXIII.

LXIV. 2.5.2 Pada Saat Persalinan

LXV. Persalinan pengidap VHB tanpa infeksi akut tidak berbeda dengan penanganan persalinan umumnya.(13)

 Pada infeksi akut VHB dan adanya hepatitis fulminan persalinan pervaginam usahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam (spesialis hepatologi). Gejala hepatitis fulminan antara lain sangat ikterik, nyeri perut kanan atas, kesadaran menurun, dan hasil pemeriksaan urin; warna seperti teh pekat, urobilin dan bilirubin positif, pada pemeriksaan darah selain urobilin dan bilirubin positif, SGOT dan SGPT sangat tinggi biasanya diatas 1000.

Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG atau lamivudin pada 1 – 2 bulan sebelum persalinan. Mengenai hal ini masih ada beberapa pendapat yang menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi, tetapi ada yang masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.

(17)

 Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnya pada ibu dengan HbsAg positif. Wong menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan Surya menyatakan persalinan berlangsung lebih dar 16 jam, sudah meningkatkan kemungkinan penularan VHB intrauterin. Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg positif, lebih baik seksio sesarea. Demikian juga jika persalinan yang lebih dari 16 jam pada pasien pengidap HbsAg positif.(13)

LXVI. 2.5.3 Pada Masa Nifas

LXVII. Menyusui bayi tidak merupakan masalah. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari penularan parenteral.(13)

LXVIII. 2.5.4 Pada Neonatus

LXIX. Indonesia masih merupakan negara endemis tinggi untuk Hepatitis B, di dalam populasi, angka prevalensi berkisar 7-10%. Pada ibu hamil yang menderita Hepatitis B, transmisi vertikal dari ibu ke bayinya sangat mungkin terjadi, apalagi dengan hasil pemeriksaan darah HbsAg positif untuk jangka waktu 6 bulan, atau tetap positif selama kehamilan dan pada saat proses persalinan, maka risiko mendapat infeksi hepatitis kronis pada bayinya sebesar 80 sampai 95%. Perlu adanya komunikasi aktif antara

(18)

ibu, dengan dokter kandungan, dokter anak, atau dengan bidan penolong agar memanajemen terhadap BBL dapat segera dimulai. (14)

LXX. Penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, dokter spesialis anak mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat juga memberikan imunisasi yang diperlukan. Ibu yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B pada bayinya. (14)

 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.

 Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).

LXXI. Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian, pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

(19)

 Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan (Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI. (14)

LXXII.Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

LXXIII. a. Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7 bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun.

1) Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

2) Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan dosis vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir a.

3) Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg tetap negatif, bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis. 4) Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif, dilakukan

pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan VHB-DNA setiap 1-2 tahun.

(20)

b. Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus. (14)

2.6 Pengaruh Terhadap Kehamilan dan Bayi

LXXIV. Dilaporkan 10-20 % ibu hamil dengan HBsAg positif yang tidak mendapatkan imunoprofilaksis menularkan virus pada neonatusnya dan ± 90 % wanita hamil dengan seropositif untuk HBsAg dan HBeAg menularkan virus secara vertikel kepada janinnya dengan insiden ± 10 % pada trimester I dan 80-90% pada trimester III. Adapun faktor predisposisi terjadinya transmisi vertikal adalah:

LXXV.1. Titer DNA VHB yang tinggi

LXXVI. 2. Terjadinya infeksi akut pada trimester III

LXXVII. 3. Pada partus memanjang yaitu lebih dari 9 jam(14)

LXXVIII. Sedangkan ± 90 % janin yang terinfeksi akan menjadi kronis dan mempunyai risiko kematian akibat sirosis atau kanker hati sebesar 15-25 % pada usia dewasa nantinya. Infeksi VHB tidak menunjukkan efek teratogenik tapi mengakibatkan insiden Berat Badan Lahir Rendah ( BBLR ) dan Prematuritas yang lebih tinggi diantara ibu hamil yang terkena infeksi akut selama kehamilan. Dalam suatu studi pada infeksi hepatitis akut pada ibu hamil (tipe B atau non B) menunjukkan tidak ada pengaruh terhadap kejadian

(21)

malformasi kongenital, lahir mati atau stillbirth, abortus, ataupun malnutrisi intrauterine. Pada wanita dengan karier VHB tidak akan mempengaruhi janinnya, tapi bayi dapat terinfeksi pada saat persalinan (baik pervaginam maupun perabdominal) atau melalui ASI atau kontak dengan karier pada tahun pertama dan kedua kehidupannya. Pada bayi yang tidak divaksinasi dengan ibu karier mempunyai kesempatan sampai 40 % terinfeksi VHB selama 18 bulan pertama kehidupannya dan sampai 40% menjadi karier jangka panjang dengan risiko sirosis dan kanker hepar dikemudian harinya. (14) LXXIX. Ibu hamil yang karier VHB dianjurkan untuk memberikan bayinya Imunoglobulin Hepatitis B (HBIg) sesegera mungkin setelah lahir dalam waktu 12 jam sebelum disusui untuk pertama kalinya dan sebaiknya vaksinasi VHB diberikan dalam 7 hari setelah lahir. Imunoglobulin merupakan produk darah yang diambil dari darah donor yang memberikan imunitas sementara terhadap VHB sampai vaksinasi VHB memberikan efek. Vaksin hepatitis B kedua diberikan sekitar 1 bulan kemudian dan vaksinasi ketiga setelah 6 bulan dari vaksinasi pertama.(14)

LXXX. Tes hepatitis B terhadap HBsAg dianjurkan pada semua wanita hamil pada saat kunjungan antenatal pertama atau pada wanita yang akan melahirkan tapi belum pernah diperiksa HbsAg-nya. Lebih dari 90 % wanita ditemukan HbsAg positif pada skreening rutin yang menjadi karier VHB. Tetapi pemeriksaan rutin wanita hamil tua untuk skreening tidak dianjurkan

(22)

kecuali pada kasus-kasus tertentu seperti pernah menderita hepatitis akut, riwayat tereksposure dengan hepatitis, atau mempunyai kebiasaan yang berisiko tinggi untuk tertular seperti penyalahgunaan obat-obatan parenteral selama hamil, maka test HbsAg dapat dilakukan pada trimester III kehamilan. HbsAg yang positif tanpa IgM anti HBc menunjukkan infeksi kronis sehingga bayinya harus mendapat HBIg dan vaksin VHB.(14)

LXXXI. LXXXII. LXXXIII. LXXXIV.

LXXXV. BAB III LXXXVI. LAPORAN KASUS I. Identitas

LXXXVII. Nama : Ny. Yuna Ataupah LXXXVIII.Umur : 32 Tahun

LXXXIX. Agama : Kristen Protestan XC. Alamat : Soe

XCI. Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga XCII. MRS : 10 Juli 2015 Pkl. 23.58 WITA XCIII.

II. Anamnesis

XCIV. Keluhan Utama : mata kuning

XCV. Riwayat penyakit sekarang : Pasien datang ke RSUD Prof. W.Z Yohanes melalui triase membawa rujukan dari RSUD Soe dengan diagnosa G3P2A0 AH2, 32-33 minggu, J/T/H + hiperbilirubinemia ec. Hepatitis B Viral Infection.

(23)

XCVI. Pasien mengaku awalnya mata pasien berwarna kuning secara tiba-tiba sejak + 1 minggu SMRS yang disertai dengan demam. Selain itu, pasien juga merasa badannya lemas serta kedua kakinya membengkak. Pasien juga mengaku saat BAK, urinnya berwarna kuning pekat seperti warna teh, sedangkan BAB-nya normal seperti biasa.

XCVII. Riwayat penyakit dahulu : -XCVIII.

XCIX. Riwayat Obstetri :

C. HPHT : 3-10-2014

CI. TP : 10-07-2015

CII. UK : 40-41 minggu

CIII. Riwayat ANC : 2 Kali di Pustu CIV. Riwayat persalinan :

1. Tunggal : Aterm/Spontan/Rumah/Dukun/Laki-laki/2010/BB?gram/Sehat 2. Gemeli :

 Rumah/ dukun/ 2011/ Aterm/ Spontan /Laki-laki /BB?gram / Meninggal

 Rumah sakit/ bidan/ 2011/ Aterm/ Spontan /Laki-laki /1900gram/Sehat CV.

III. Pemeriksaan Fisik

CVI. Kesadaran : Compos Mentis CVII. TD : 110/ 70 mmHg

CVIII. N : 88 x/menit

CIX. S : 36,8

CX. RR : 19 x/menit

CXI. Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+ CXII. Leher : struma (-), pembesaran KGB (-) CXIII. Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

CXIV. Pulmo : BN Vesiculer +/+, rhonki , wheezing

-/-CXV. Abd :

CXVI. L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm) CXVII. L2 : punggung kanan CXVIII. L3 : Letak kepala

(24)

CXIX. L4 : kepala belum masuk pintu atas panggul CXX. DJJ : 135 x/menit

CXXI. Ekstremitas : akral hangat, edema +/+ pada ekstremitas bawah

CXXII. VT : V/V tidak ada kelainan, portio tebal, pembukaan negatif, kantong ketuban utuh.

IV. Pemeriksaan Penunjang

CXXIII. CXXIV. 11/0 7/2015 CXXV. 0 3/0 8/2 015 CXXVI. ( kon trol poli ) CXXVII. Darah Lengkap CXXVIII. CXXIX. CXXX. R BC CXXXI. 4,37 x 106/uL CXXXII. 4 ,57 x 106/ uL CXXXIII. H GB CXXXIV. 9,8 g/dL CXXXV. 1 2,0 g/d L CXXXVI. H CT CXXXVII.31,7 % CXXXVIII. 37,7 % CXXXIX. M CV CXL. 72,5 fl CXLI. 82, 5 fl

(25)

CXLII. M CH CXLIII. 22,4 pg CXLIV. 2 6,3 pg CXLV. W BC CXLVI. 12,1 3 x 103/uL CXLVII. 5 ,94 x 103/ uL CXLVIII. PL T CXLIX. 247 x 103/uL CL. 355 x 103/ uL

CLI. Kimia Darah CLII. CLIII.

CLIV. Cl CLV. 111 mmol/L CLVI. CLVII. Al bumin CLVIII. 2,3 mg/L CLIX. CLX. SG PT

CLXI. 95 U/L CLXII. CLXIII. SG

OT

CLXIV. 91 U/L

CLXV.

CLXVI. HbSAg CLXVII. Posi

tif CLXVIII. CLXIX. Kimia Urin Lengkap CLXX. CLXXI. CLXXII. Berat Jenis CLXXIII. 1.02 5 CLXXIV. CLXXV. pH CLXXVI. 6.0 CLXXVII. CLXXVIII. Le ukosit CLXXIX. Neg atif CLXXX.

(26)

tif CLXXXIV. Pr otein CLXXXV. (+) 1 CLXXXVI. CLXXXVII. Gl ukosa CLXXXVIII. Negatif CLXXXIX.

CXC. Keton CXCI. Negatif CXCII.

CXCIII. Urobilino gen

CXCIV. Neg atif

CXCV. CXCVI. Bilirubin CXCVII. (+)

3

CXCVIII.

CXCIX. Eritrosit CC. Negatif CCI.

CCII. CCIII. CCIV. CCV. CCVI. CCVII. CCVIII. CCIX. CCX. CCXI. CCXII.

CCXIII. USG tgl 13 Juli 2015

CCXIV.

CCXV. Hasil :

 Janin tunggal hidup

(27)

 Plasenta menutupi OUI

 Usia gestasi 31 minggu

CCXVI. Kesimpulan : Plasenta Previa Totalis V. Diagnosa

CCXVII. G3P2A0 AH2, 31-32 minggu, J/T/H + plasenta previa totalis + Hepatitis B Viral Infection

CCXVIII. CCXIX. CCXX. CCXXI.

VI. Penatalaksanaan Selama Perawatan di RS CCXXII.

Tangga l

(28)

CCXXV. 11/07/1

5 CCXXVI.

CCXXVII. S/ mata kuning, kaki bengkak, urin warna teh pekat, rasa panas dalam.

CCXXVIII. O/ Kesadaran : Compos Mentis

CCXXIX. TD : 110/60 mmHg CCXXX. N : 80 x/menit CCXXXI. S : 36,5 CCXXXII.RR : 24 x/menit

CCXXXIII. Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+

CCXXXIV. Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

CCXXXV.Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing

-/-CCXXXVI. Abd : cembung, striae (+)

CCXXXVII. L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

CCXXXVIII. L2 : punggung kanan CCXXXIX. L3 : Letak kepala CCXL.L4 : kepala belum masuk pintu atas panggul

CCXLI. DJJ : 135 x/menit

CCXLII. Ekstremitas = edema pada tungkai bawah +/+

CCXLIII. A/ G3P2A0 AH2, 31-32 minggu,

CCXLIV. P/ CCXLV. Observasi CCXLVI. Rencana USG CCXLVII. Dexa 2 x 6 mg (2 hari) CCXLVIII. Ko nsul interna

(29)

J/T/H + Hepatitis B Viral Infection CCXLIX. 12/07/ 1 5 CCL.

CCLI. S/ nyeri kepala, nyeri pinggang, urin warna teh pekat

CCLII. O/ Kesadaran : Compos Mentis CCLIII. TD : 130/ 90 mmHg CCLIV. N : 81 x/menit CCLV. S : 36,7

CCLVI. RR : 20 x/menit

CCLVII. Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+

CCLVIII. Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

CCLIX. Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing

-/-CCLX.Abd : cembung, striae (+) CCLXI. L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

CCLXII. L2 : punggung kanan CCLXIII. L3 : Letak kepala CCLXIV. L4 : kepala belum masuk PAP

CCLXV. Ektremitas bawah edema +/+ CCLXVI. A/ G3P2A0 AH2, 31-32 minggu,

J/T/H + Hepatitis B Viral Infection

CCLXVII. P/

CCLXVIII. De

xa 2 x 6 mg (hari II) CCLXIX. Pro USG

(30)

CCLXX. 13/07/

1 5

CCLXXI. S/ nyeri pinggang, BAK cokelat tua

CCLXXII. O/ Kesadaran : Compos Mentis CCLXXIII. TD : 130/ 90 mmHg CCLXXIV. N : 86 x/menit CCLXXV. S : 36,4

CCLXXVI. RR : 20 x/menit

CCLXXVII. Mata : Conjungtiva pucat -/-, Sklera ikterik +/+

CCLXXVIII. Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

CCLXXIX. Pulmo : BN Ves +/+, rhonki , wheezing

-/-CCLXXX. Abd : Abd : cembung, striae (+)

CCLXXXI. L1 : TFU 2 jari bpx (29 cm)

CCLXXXII. L2 : punggung kanan CCLXXXIII. L3 : Letak kepala CCLXXXIV. L4 : kepala belum masuk PAP

CCLXXXV. Ektremitas bawah edema +/+

CCLXXXVI. A/ G3P2A0 AH2, 31-32 minggu, J/T/H + Hepatitis B Viral

CCLXXXVII. P/ CCLXXXVIII. De xa 2 x 6 mg (hari III) CCLXXXIX. US G hari ini

(31)

Infection CCXC.1 8 / 0 7 / 2 0 1 5

CCXCI. S/ Pasien partus spontan di ruang bersalin.

CCXCII. Lahir bayi perempuan dengan BB 1900 gram, panjang badan 36 cm, A/S 8/9, bayi dirawat di NHCU karena BBLR.

CCXCIII. CCXCIV. 01/08/ 2 0 1 5 CCXCV. (Kontr o l P o l i k l i

CCXCVI. S/ tidak ada keluhan

CCXCVII. O/ Kesadaran : Compos Mentis CCXCVIII. TD : 100/ 70 mmHg CCXCIX. N : 78 x/menit

CCC. S : 36,7 CCCI. RR : 20 x/menit

CCCII.Mata : Conjungtiva pucat-/-, Sklera ikterik +/+

CCCIII. Cor : S1S2 reg, murmur(-), gallop (-)

CCCIV. Pulmo : BN Ves +/+, rhonki -/- , wheezing

-/-CCCV.Abd : TFU 2 jari atas simpisis CCCVI. A/ post partum spontan H-14 +

Hepatitis B Viral infection. CCCVII.

CCCVIII.

CCCIX. P/ CCCX.Konsul

(32)

n i k ) CCCXI. CCCXII. CCCXIII. CCCXIV. BAB IV CCCXV. PEMBAHASAN CCCXVI. 4.1. Hasil Pemeriksaan Fisik

CCCXVII. Pasien datang dengan keluhan mata yang berwarna kuning sejak + 1 minggu SMRS. Pasien juga mengeluhkan urinnya berwarna seperti teh pekat. Kuning atau ikterik atau jaundice dapat muncul pada fase ikterik dan akan jelas nampak secara klinis bila kadar bilirubin total mencapai 20 hingga 40 mg/l. Ikterik ini dapat disertai dengan hepatomegali atau splenomegali. Fase ikterik biasanya mulai dalam 10 hari Sekitar 4 hingga 12 minggu kemudian, ikterik akan menghilang.(15)

CCCXVIII.

4.2 Hasil Pemeriksaan Laboratorium (HBsAg, SGOT, SGPT)

CCCXIX. Pada pemeriksaan laboratorium, didapatkan hasil HBsAg pada pasien ini positif. HBsAg mendeteksi protein pada permukaan virus hepatitis B. Jika hasilnya positif, mengindikasikan bahwa orang tersebut terinfeksi virus hepatitis B (akut atau kronis). Selain itu, didapatkan SGOT pada pasien ini sebesar 91 U/L dan SGPT pada pasien ini sebesar 95 U/L. Dengan hasil pemeriksaan sebesar ini, mengindikasikan bahwa telah terjadi kerusakan sel hepar (hepatocellular damage). Saat terjadi kerusakan pada sel-sel hati, maka

(33)

SGPT akan dilepaskan ke aliran darah dan sebagai tandanya, akan ditemukan kadar yang melebihi normal yaitu 10-32 U/L (pada perempuan sekitar 9-24 U/L). (15)

4.2. Penatalaksanaan

CCCXX. Pasien ini baru mengeluhkan gejala matanya berwarna kuning + 1 minggu sebelum masuk rumah sakit. Diketahui juga tidak ada riwayat penyakit dahulu. Bagi penderita hepatitis B yang akut tidak ada terapi khusus dan spesifik. Pemberian terapi kortikosteroid (dalam kasus ini adalah dexamethasone) hanya dapat digunakan untuk pasien dengan hepatitis kronik aktif yang simptomatis, HBsAg negatif, dan memiliki lesi yang cukup besar dari pemeriksaan histopatologi. Pada pasien, ini diberikan dexamethasone bertujuan untuk pematangan paru janin, mengingat usia kehamilan yang baru 31-32 minggu. Terapi untuk hepatitis B akut cukup dengan terapi suportif yaitu dengan keseimbangan nutrisi yang cukup. Obat antiviral yang spesifik seperti lamivudine, dapat diberikan namun obat ini belum dievaluasi untuk pengobatan hepatitis B akut. (15) Pada pasien ini, hanya diberikan dexamethasone 2 x 6 mg. Pasien juga dikonsulkan ke ahli penyakit dalam namun belum ada jawaban. Setelah beberapa hari dirawat di ruang rawat inap kelas 3, pasien diperbolehkan pulang untuk rawat jalan dan nanti akan dikonsulkan ke bagian penyakit dalam melalui poliklinik. Setelah dua hari pasien di rumah, pasien datang lagi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah. Di ruang rawat inap, pasien mengalami pecah ketuban dan kemudian dibawa ke ruang bersalin dan partus spontan

(34)

(hasil USG plasenta previa totalis  kesalahan pembacaan). Lahir bayi perempuan dengan BB 1900 gram, panjang badan 36 cm, A/S 8/9, bayi dirawat di NHCU karena BBLR.

CCCXXI. Perhatikan hal-hal berikut pada pasien yang hamil dengan infeksi hepatitis:

 Persalinan pervaginam diusahakan dengan trauma sekecil mungkin dan rawat bersama dengan spesialis penyakit dalam (spesialis hepatologi).

Pada ibu hamil dengan Viral Load tinggi dapat dipertimbangkan pemberian HBIG atau lamivudin pada 1 – 2 bulan sebelum persalinan. Mengenai hal ini masih ada beberapa pendapat yang menyatakan lamivudin tidak ada pengaruh pada bayi, tetapi ada yang masih mengkhawatirkan pengaruh teratogenik obat tersebut.

 Persalinan sebaiknya jangan dibiarkan berlangsung lama, khususnya pada ibu dengan HbsAg positif. (Wong menyatakan persalinan berlangsung lebih dari 9 jam, sedangkan Surya menyatakan persalinan berlangsung lebih dar 16 jam) jika berlangsung lama maka dapat meningkatkan kemungkinan penularan VHB intrauterin.

 Persalinan pada ibu hamil dengan titer VHB tinggi (3,5 pg/ml) atau HbsAg positif, lebih baik seksio sesarea. Demikian juga jika persalinan yang lebih dari 16 jam pada pasien pengidap HbsAg positif. (16)

(35)

CCCXXII. Pada masa nifas, menyusui bayi bukan merupakan masalah. Pada penelitian telah dibuktikan bahwa penularan melalui saluran cerna membutuhkan titer virus yang jauh lebih tinggi dari penularan parenteral.(13)

CCCXXIII. Untuk bayi yang lahir dari ibu dengan infeksi HBV, penanganan secara multidisipliner antara dokter spesialis penyakit dalam, spesialis kebidanan & kandungan dan spesialis anak. Satu minggu sebelum taksiran partus, sebaiknya dokter spesialis anak mengusahakan vaksin hepatitis B rekombinan dan imunoglobulin hepatitis B. Pada saat partus, dokter spesialis anak ikut mendampingi, apabila ibu hamil ingin persalinan diltolong bidan, hendaknya bidan diberitahukan masalah ibu tersebut, agar bidan dapat juga memberikan imunisasi yang diperlukan. Ibu yang menderita hepatitis akut atau test serologis HBsAg positif, dapat menularkan hepatitis B pada bayinya.

 Berikan dosis awal Vaksin Hepatitis B (VHB) 0,5 ml segera setelah lahir, seyogyanya dalam 12 jam sesudah lahir disusul dosis ke-2, dan ke-3 sesuai dengan jadwal imunisasi hepatitis.

 Bila tersedia pada saat yang sama beri Imunoglobulin Hepatitis B 200 IU IM (0,5 ml) disuntikkan pada paha yang lainnya, dalam waktu 24 jam sesudah lahir (sebaiknya dalam waktu 12 jam setelah bayi lahir).

CCCXXIV. Mengingat mahalnya harga immunoglobulin hepatitis B, maka bila orang tua tidak mempunyai biaya, dilandaskan pada beberapa penelitian,

(36)

pembelian HBIg tersebut tidak dipaksakan. Dengan catatan, imunisai aktif hepatitis B tetap diberikan secepatnya.

 Yakinkan ibu untuk tetap menyusui dengan ASI, apabila vaksin diatas sudah diberikan (Rekomendasi CDC), tapi apabila ada luka pada puting susu dan ibu mengalami Hepatitis Akut, sebaiknya tidak diberikan ASI.

CCCXXV. Tatalaksana khusus sesudah periode perinatal :

Dilakukan pemeriksaan anti HBs dan HBsAg berkala pada usia 7

bulan (satu bulan setelah penyuntikan vaksin hepatitis B ketiga) 1, 3, 5 tahun dan selanjutnya setiap 1 tahun.

Bila pada usia 7 bulan tersebut anti HBs positif, dilakukan

pemeriksaan ulang anti HBs dan HBsAg pada usia 1, 3, 5 dan 10 tahun.

Bila anti HBs dan HBsAg negatif, diberikan satu kali tambahan

dosis vaksinasi dan satu bulan kemudian diulang pemeriksaan anti HBs. Bila anti HBs positif, dilakukan pemeriksaan yang sama pada usia 1, 3, dan 5 tahun seperti pada butir

Bila pasca vaksinasi tambahan tersebut anti HBs dan HBsAg

tetap negatif, bayi dinyatakan sebagai non responders dan memerlukan pemeriksaan lanjutan yang tidak akan dibahas pada makalah ini karena terlalu teknis.

Bila pada usia 7 bulan anti HBs negatif dan HBsAg positif,

dilakukan pemeriksaan HBsAg ulangan 6 bulan kemudian. Bila masih positif, dianggap sebagai hepatitis kronis dan dilakukan pemeriksaan SGOT/PT, USG

(37)

hati, alfa feto protein, dan HBsAg, idealnya disertai dengan pemeriksaan VHB-DNA setiap 1-2 tahun.

Bila HBsAg positif selama 6 bulan, dilakukan pemeriksaan

SGOT/PT setiap 2-3 bulan. Bila SGOT/PT meningkat pada lebih dari 2 kali pemeriksaan dengan interval waktu 2-3 bulan, pertimbangkan terapi anti virus.

CCCXXVI. CCCXXVII. CCCXXVIII. CCCXXIX. CCCXXX. CCCXXXI. CCCXXXII. CCCXXXIII. CCCXXXIV. CCCXXXV. CCCXXXVI. CCCXXXVII. CCCXXXVIII. CCCXXXIX. CCCXL. CCCXLI. CCCXLII. BAB V CCCXLIII. KESIMPULAN CCCXLIV.

CCCXLV. Seorang wanita 32 tahun datang ke RS membawa rujukan dari RSUD Soe dengan diagnosa G3P2A0 AH2, 32-33 minggu, J/T/H + hiperbilirubinemia ec. Hepatitis B Viral Infection. Pasien mengaku awalnya mata pasien berwarna kuning secara tiba-tiba sejak + 1 minggu SMRS yang disertai dengan demam.

(38)

CCCXLVI. Pada pemeriksaan fisik ditemukan sklera ikterik dan pasien dalam keadaan hamil anak ketiga dengan tinggi fundus uteri sebesar 29 cm dan kepala janin belum masuk pintu atas panggul.

CCCXLVII. Selama dirawat di RS, pasien mendapatkan penanganan yang

kurang sesuai. Pasien juga dikonsulkan ke bagian penyakit dalam untuk ditangani lebih lanjut, namun belum ada jawaban. Setelah beberapa hari dirawat di ruang rawat inap kelas 3, pasien diperbolehkan pulang untuk rawat jalan dan nanti akan dikonsulkan ke bagian penyakit dalam melalui poliklinik. Setelah dua hari pasien di rumah, pasien datang lagi dengan keluhan nyeri perut bagian bawah. Di ruang rawat inap, pasien mengalami pecah ketuban dan kemudian dibawa ke ruang bersalin dan partus spontan (hasil USG plasenta previa totalis  kesalahan pembacaan). Lahir bayi perempuan dengan BB 1900 gram, panjang badan 36 cm, A/S 8/9, bayi dirawat di NHCU karena BBLR.

CCCXLVIII. CCCXLIX.

CCCL. DAFTAR PUSTAKA

CCCLI.

1. Navabaksh B. Hepatitis B Virus Infection During Pregnancy : Transmission

and Prevention. Iran: Midle East Journal of Digestive Diseases; 2011. p.

92-102. CCCLII.

2. Khakhkhar Vipul. Sero-Prevalence of Hepatitis B Amongst Pregnant Women

Attending the Antenatal Clinic of a Tertiary Care Hospital, Jamnagar (Gujarat).Jamnagar: National Journal of Medical Research; 2012. p. 362-65.

CCCLIII. CCCLIV.

(39)

3. Olaitan AO. Prevalence of Hepatitis B Virus and Hepatitis C Virus in

ante-natal patients in Gwagwalada-Abuja, Nigeria. Nigeria: Deprtment of

Biological Sciences; 2010. p. 48-50 CCCLV.

4. Indarso F. Penatalaksanaan Bayi Baru Lahir yang Bermasalah. Surabaya; 2011.

CCCLVI. CCCLVII.

5. Guidelines for the Prevention, Care and Treatment of Persons with Chronic

Hepatitis B Infection. World Health Organization. 2015.

CCCLVIII.

6. Epidemiology and Prevention of Vaccine-Preventable Diseases. Centers for

Disease Control and Prevention. 2015. 13th edition. p. 149-74

CCCLIX. CCCLX.

7. Gerberding JL, Snider DE, Popovic T. A Comprehensive Immunization

Strategy to Eliminate Transmission of Hepatitis B Virus Infection in the United States. Cent. Dis. Control Prev. 2005;54

8. Shiffman ML. Management of Acute Hepatitis B. Clin. Liver Dis. 2010;14:75–91

CCCLXI.

9. Tillmann HL, Zachou K, Dalekos GN. Management of Severe Acute to

Fulminant Hepatitis. Liver Int. 2011;1–10

CCCLXII.

10. Department of Health & Human Service. Center for Disease Control and Prevention, Hepatitis B General Information. Cent. Dis. Control. 2010

CCCLXIII.

11. Government of Western Australia. Department of Health. Women and Newborn Health Service. King Edward Memorial Hospital. Antenatal Care

Hepatitis B in Pregnancy. Australia. 2015

CCCLXIV.

12. Apuzzio J, Block JM, Cullison S, Cohen C, Leong SL, London WT, et al. Chronic Hepatitis B in Pregnancy. Female Patient (Parsippany). 2012;37(April)

(40)

13. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Jakarta: Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo; 2014. p. 906 – 907

CCCLXVI.

14. Shiffman ML. Management of Acute Hepatitis B. Clin. Liver Dis. 2010;14:75–91

CCCLXVII.

15. World Health Organization. Hepatitis B. 2002;2. CCCLXVIII.

16.Giles ML, Grace R, Tai A, Michalak K, Walker SP. Prevention of Mother to Child Transmission of Hepatitis B Virus During Pregnancy and The Puerperium. Aust. New Zeal. J. Obstet. Gynaecol. 2013

Referensi

Garis besar

Dokumen terkait

Keterlaksanaan pembelajaran dengan model pembelajaran inkuiri terbimbing berbasis pendekatan saintifik pada materi laju reaksi sudah terlaksana dengan sangat baik dan

Berbagai aspek teknologi modern juga dipakai dalam komplek Bangunan Sekolah Tinggi Ilmu Pariwisata ini, teknologi teknologi yang digunakan adalah teknologi yang

Sentuhan dengan benda umumnya memberi dampak kehilangan suhu yang kecil karena dua mekanisme, yaitu kecenderungan tubuh untuk terpapar langsung dengan benda relative jauh lebih

Bahan organik tanah selain sebagai sumber hara tanah, juga merupakan salah satu bahan pembentuk agregat tanah yang berperan sebagai bahan perekat antar partikel tanah untuk

Gambar yang lebih terang pada permukaan drum akan mengakibatkan elektron- elektron muncul dan menetralkan ion-ion positif yang dihasilkan oleh kawat pijar (corona

Program Kurikulum Berbasis Kompetensi tahun 2004, merupakan salah satu usaha pengembangan kurikulum yang mencoba meningkatkan kualitas Pendidikan nasional

kebut butuha uhan n tra transp nspor or pa pasie sien n dan memastikan pasien mendapat  dan memastikan pasien mendapat transportasi aman. Tergantung dari kebijakan RS dan

Pada contoh yang pertama yang menjadi key performance indicator (KPI) adalah pengurangan dari unit cost. Ini adalah pengukuran penjumlahan dari pencapaian goal atau tujuan