REFERAT HEPATITIS B
A. PENDAHULUAN
Hepatitis B adalah penyakit infeksi diserbabkan oleh virus hepatitis B yang dapat menimbulkan peradangan bahkan kerusakan sel –sel hati.
B. EPIDEMIOLOGI
Infeksi hepatitis virus hepatitis B merupakan suatu masalah kesehatan masyarakat yang cukup besar di Indonesia. Dan berbaagai penelitian yang ada, Frekuensi pengidap HBsAg berkisar antara 3-20%. Penelitian dari berbagai daerah di Indonesia menunjukkan angka yang sangat bervariasi bergantung pada tingkat endemisitas hepatitis B di tiap-tiap daerah, contoh: tingkat endemisitas daerah Indonesia bagian Timur lebih tinggi dibandingkan daerah Indonesia bagian Barat.
Infeksi hepatitis B kronik sedikitnya diderita oleh 300 juta orang di seluruh dunia. Di Eropa dan Amerika 15-25% penderita Hepatitis B kronik meninggal karena proses hati atau kanker hati primer. Penelitian yang dilakukan di Taiwan pada 3.654 pria Cina yang HBsAg positif bahkan mendapatkan angka yang lebih besar yaitu antara 40-50%.
Menurut tingginya, prevalensi infeksi virus hepatitis B, WHO membagi dunia menjadi 3 macam daerah yaitu daerah dengan endemitas tinggi, sedang dan rendah.
- Daerah endemisitas tinggi
Penularan utama terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak. Batas terendah frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 10-15%.
- Daerah endemisitas sedang
Penularan terjadi pada masa perinatal dan kanak-kanak jarang terjadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar 2-10%.
- daerah endemisitas rendah
Penularan utama terjadi pada masa dewasa, penularan pada masa perinatal dan kanak-kanak sanngat jarang tejadi. Frekuensi HBsAg dalam populasi berkisar kurang 2 %.
C. DEFENISI
Hepatitis B merupakan penyakit nekroinflamasi hepar yang disebabkan karena infeksi dari virus hepatitis B. virus hepatitis b menyerang hepar, masuk melalui darah ataupun cairan tubuh dari seseorang yang terinfeksi seperti halnya virus HIV. Virus hepatitis B adalah virus nonsitopatik, yang berarti virus tersebut tidak menyebabkan kerusakan langsung pada sel hepar. Sebaliknya, adalah reaksi yang bersifat menyerang sistem kekebalan tubuh yang biasanya menyebabkan radang dan kerusakan hepar.
D. ANATOMI DAN FISIOLOGI HEPAR
Anatomi Hepar
Hepar merupakan kelenjar yang terbesar dalam tubuh manusia. Hepar pada manusia terletak pada bagian atas cavum abdominis, di bawah diafragma, di kedua sisi kuadran atas, yang sebagian besar terdapat pada sebelah kanan. Beratnya 1200 – 1600 gram. Permukaan atas terletak bersentuhan di bawah diafragma, permukaan bawah terletak bersentuhan di atas organ-organ abdomen.
Hepar difiksasi secara erat oleh tekanan intraabdominal dan dibungkus oleh peritoneum kecuali di daerah posterior-superior yang berdekatan dengan v.cava inferior dan mengadakan kontak langsung dengan diafragma. Bagian yang tidak diliputi oleh peritoneum disebut bare area. Terdapat refleksi peritoneum dari dinding abdomen anterior, diafragma dan organ-organ abdomen ke hepar berupa ligamen.
Macam-macam ligamennya:
1. Ligamentum falciformis : Menghubungkan hepar ke dinding anterior abdomen dan terletak di antara umbilicus dan diafragma.
2. Ligamentum teres hepatis = round ligament : Merupakan bagian bawah lig. falciformis ; merupakan sisa-sisa peninggalan v.umbilicalis yg telah menetap.
3. Ligamentum gastrohepatica dan ligamentum hepatoduodenalis :Merupakan bagian dari omentum minus yg terbentang dari curvatura minor lambung dan duodenum sebelah proximal ke hepar. Di dalam ligamentum ini terdapat Aa.hepatica, v.porta dan duct.choledocus communis. Ligamen hepatoduodenale turut membentuk tepi anterior dari Foramen Wislow.
4. Ligamentum Coronaria Anterior kiri–kanan dan Lig coronaria posterior kiri-kanan : Merupakan refleksi peritoneum terbentang dari diafragma ke hepar.
5. Ligamentum triangularis kiri-kanan : Merupakan fusi dari ligamentum coronaria anterior dan posterior dan tepi lateral kiri kanan dari hepar.
Secara anatomis, organ hepar terletak di hipochondrium kanan dan epigastrium, dan melebar ke hipokondrium kiri. Hepar dikelilingi oleh cavum toraks dan bahkan pada orang normal tidak dapat dipalpasi (bila teraba berarti ada pembesaran hepar). Permukaan lobus kanan dpt mencapai sela iga 4/5 tepat di bawah
aerola mammae. Lig falciformis membagi hepar secara topografis bukan secara anatomis yaitu lobus kanan yang besar dan lobus kiri.
Hepar Secara Mikroskopis
Hepar dibungkus oleh simpai yg tebal, terdiri dari serabut kolagen dan jaringan elastis yg disebut Kapsul Glisson. Simpai ini akan masuk ke dalam parenchym hepar mengikuti pembuluh darah getah bening dan duktus biliaris.
Massa dari hepar seperti spons yg terdiri dari sel-sel yg disusun di dalam lempengan-lempengan/ plate dimana akan masuk ke dalamnya sistem pembuluh kapiler yang disebut sinusoid. Sinusoid-sinusoid tersebut berbeda dengan kapiler-kapiler di bagian tubuh yang lain, oleh karena lapisan endotel yang meliputinya terediri dari sel-sel fagosit yg disebut sel kupfer. Sel kupfer lebih permeabel yang artinya mudah dilalui oleh sel-sel makro dibandingkan kapiler-kapiler yang lain .
Lempengan sel-sel hepar tersebut tebalnya 1 sel dan punya hubungan erat dengan sinusoid. Pada pemantauan selanjutnya nampak parenkim tersusun dalam lobuli-lobuli. Di tengah-tengah lobuli terdapat 1 vena sentralis yg merupakan cabang dari vena-vena hepatika (vena yang menyalurkan darah keluar dari hepar). Di bagian tepi di antara lobuli-lobuli terhadap tumpukan jaringan ikat yang disebut traktus portalis/TRIAD yaitu traktus portalis yang mengandung cabang-cabang v.porta, A.hepatika, ductus biliaris. Cabang dari vena porta dan A.hepatika akan mengeluarkan isinya langsung ke dalam sinusoid setelah banyak percabangan
Sistem bilier dimulai dari canaliculi biliaris yang halus yg terletak di antara sel-sel hepar dan bahkan turut membentuk dinding sel. Canaliculi akan mengeluarkan isinya ke dalam intralobularis, dibawa ke dalam empedu yg lebih besar, air keluar dari saluran empedu menuju kandung empedu.
Fisiologi Hepar
Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi hati yaitu:
a. Fungsi hati sebagai metabolisme karbohidrat
Pembentukan, perubahan dan pemecahan karbohidrat, lemak dan protein saling berkaitan 1 sama lain. Hati mengubah pentosa dan heksosa yang diserap dari usus halus menjadi glikogen, mekanisme ini disebut glikogenesis. Glikogen lalu ditimbun di dalam hati kemudian hati akan memecahkan glikogen menjadi glukosa. Proses pemecahan glikogen menjadi glukosa disebut glikogenelisis. Karena proses-proses ini, hati merupakan sumber utama glukosa dalam tubuh, selanjutnya hati mengubah glukosa melalui heksosa monophosphat shunt dan terbentuklah pentosa. Pembentukan pentosa mempunyai beberapa tujuan: Menghasilkan energi, biosintesis dari nukleotida, nucleic acid dan ATP, dan membentuk/ biosintesis senyawa 3 karbon (3C) yaitu piruvic acid (asam piruvat diperlukan dalam siklus krebs).
b. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak
Hati tidak hanya membentuk/ mensintesis lemak tapi sekaligus mengadakan katabolisis asam lemak. Asam lemak dipecah menjadi beberapa komponen :
1. Senyawa 4 karbon – KETONE BODIES
2. Senyawa 2 karbon – ACTIVE ACETATE (dipecah menjadi asam lemak dan gliserol)
3. Pembentukan cholesterol
4. Pembentukan dan pemecahan fosfolipid
Hati merupakan pembentukan utama, sintesis, esterifikasi dan ekskresi kholesterol. Dimana serum Cholesterol menjadi standar pemeriksaan metabolisme lipid.
c. Fungsi hati sebagai metabolisme protein
Hati mensintesis banyak macam protein dari asam amino. Dengan proses deaminasi, hati juga mensintesis gula dari asam lemak dan asam amino. Dengan proses transaminasi, hati memproduksi asam amino dari bahan-bahan non nitrogen. Hati merupakan satu-satunya organ yg membentuk plasma albumin dan ∂ - globulin dan organ utama bagi produksi urea. Urea merupakan end product metabolisme protein. ∂ - globulin selain dibentuk di dalam hati, juga dibentuk di limpa dan sumsum tulang. β – globulin hanya dibentuk di dalam hati. Albumin mengandung ± 584 asam amino dengan BM 66.000.
d. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah
Hati merupakan organ penting bagi sintesis protein-protein yang berkaitan dengan koagulasi darah, misalnya: membentuk fibrinogen, protrombin, faktor V, VII, IX, X. Benda asing menusuk kena pembuluh darah – yang beraksi adalah faktor ekstrinsik, bila ada hubungan dengan katup jantung – yang beraksi adalah faktor intrinsik. Fibrin harus isomer biar kuat pembekuannya dan ditambah dengan faktor XIII, sedangakan Vit K dibutuhkan untuk pembentukan protrombin dan beberapa faktor koagulasi.
e. Fungsi hati sebagai metabolisme vitamin
f. Fungsi hati sebagai detoksikasi
Hati adalah pusat detoksikasi tubuh. Proses detoksikasi terjadi pada proses oksidasi, reduksi, metilasi, esterifikasi dan konjugasi terhadap berbagai macam bahan seperti zat racun, obat over dosis.
g. Fungsi hati sebagai fagositosis dan imunitas
Sel kupfer merupakan saringan penting bakteri, pigmen dan berbagai bahan melalui proses fagositosis. Selain itu sel kupfer juga ikut memproduksi ∂ - globulin sebagai imun livers mechanism.
h. Fungsi hemodinamik
Hati menerima ± 25% dari cardiac output, aliran darah hati yang normal ± 1500 cc/ menit atau 1000 – 1800 cc/ menit. Darah yang mengalir di dalam a.hepatica ± 25% dan di dalam v.porta 75% dari seluruh aliran darah ke hati. Aliran darah ke hepar dipengaruhi oleh faktor mekanis, pengaruh persarafan dan hormonal, aliran ini berubah cepat pada waktu exercise, terik matahari, shock.Hepar merupakan organ penting untuk mempertahankan aliran darah.
E. ETIOLOGI
Penyebab hepatitis B adalah virus DNA yang tergolong dalam kelas hepaDNA dan mempunyai masa inkubasi 1-6 bulan. Komponen lapisan luar pada hepatitis B disebut hepatitis B surface antigen (HbsAg) dalam inti terdapat genome dari HVB yaitu sebagian dari molekul tunggal dari DNA spesifik yang sirkuler dimana mengandung enzim yaitu DNA polymerase. Disamping itu juga ditemukan hepatitis Be Antigen (HBeAg). Antigen ini hanya ditemukan pada penderita dengan HBsAg positif. HBeAg positif pada penderita merupakan
pertanda serologis yang sensitif dan artinya derajat infektivitasnya tinggi, maka bila ditemukan HBsAg positif penting diperiksa HBeAg untuk menentukan prognosis penderita.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B ada dua, yaitu : penularan horizontal dan vertikal.
- Penularan horizontal terjadi dari seorang pengidap infeksi virus hepatitis B kepada individu yang masih rentan di sekelilingnya. Penularan horizontal dapat terjadi melalui kulit atau melalui selaput lendir,
- Penularan vertikal terjadi dari seorang pengidap yang hamil kepada bayi yang dilahirkan
Penularan melalui kulit, ada 2 macam yaitu disebabkan tusukan yang jelas (penularan parenteral), misal melalui suntikan, transfusi darah dan tato. Yang kedua adalah penularan melalui kulit tanpa tusukan yang jelas, misal masuk nya bahan infektif melalui goresan atau abrasi kulit dan radang kulit.
Penularan melalui selaput lendir : tempat masuk infeksi virus hepatitis B adalah selaput lendir mulut, mata, hidung, saluran makanan bagian bawah dan selaput lendir genetalia.
Penularan vertikal : dapat terjadi pada masa sebelum kelahiran atau prenatal (inutero), selama persalinan atau perinatal dan setelah persalinan atau post natal.
Cara utama penularan virus hepatitis B adalah melalui parenteral dan menembus membrane mukosa terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata sekitar 60-90 hari. HbsAg telah ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang yang terinfeksi yaitu darah, semen, saliva, air mata, asites, air susu ibu, urin, dan bahkan feses. Setidaknya sebagian cairan tuibuh ini(terutama darah, semen, dan saliva) telah terbukti bersifat infeksius.
Orang yang beresiko tinggi menderita hepatitis B: 1. Imigran dari daerah endemis HBV
2. Pengguna obat intravena yang sering bertukar jarum dan alat suntik 3. Pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang terinfeki
4. Pria homoseksual yang secara seksual aktif 5. Pasien rumah sakit jiwa
6. Narapidana pria
7. Pasien hemodialisis dan penderita hemofili yang menerima produk tertentu dari plasma
8. Kontak serumah dengan karier HBV
9. Pekerja sosial dibidang kesehatan terutama yang banyak kontak dengan darah
10. Bayi yang baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat pada saat atau segera setelah lahir.
Faktor -faktor yang mempengaruhi terjadinya hepatitis b 1. Faktor Host (Penjamu)
Adalah semua faktor yang terdapat pada diri manusia yang dapat
mempengaruhi timbul serta perjalanan penyakit hepatitis B. Faktor penjamu meliputi:
a. Umur
Hepatitis B dapat menyerang semua golongan umur. Paling sering pada bayi dan anak (25 -45,9 %) resiko untuk menjadi kronis, menurun dengan bertambahnya umur dimana pada anak bayi 90 % akan menjadi kronis, pada anak usia sekolah 23 -46 % dan pada orang dewasa 3-10% (Markum, 1997). Hal ini berkaitan dengan terbentuk antibodi dalam jumlah cukup untuk menjamin terhindar dari hepatitis kronis.
b. Jenis kelamin
Berdasarkan sex ratio, wanita 3x lebih sering terinfeksi hepatitis B dibanding pria.
c. Mekanisme pertahanan tubuh
Bayi baru lahir atau bayi 2 bulan pertama setelah lahir lebih sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang sering terinfeksi hepatitis B, terutama pada bayi yang belum mendapat imunisasi hepatitis B. Hal ini karena sistem imun belum berkembang sempurna.
Sebagian besar penularan pada masa remaja disebabkan karena aktivitas seksual dan gaya hidup seperti homoseksual, pecandu obat narkotika suntikan, pemakaian tatto, pemakaian akupuntur.
e. Pekerjaan
Kelompok resiko tinggi untuk mendapat infeksi hepatitis B adalah dokter, dokter bedah, dokter gigi, perawat, bidan, petugas kamar operasi, petugas laboratorium dimana mereka dalam pekerjaan sehari-hari kontak dengan penderita dan material manusia (darah, tinja, air kemih).
2. Faktor Agent
Penyebab Hepatitis B adalah virus hepatitis B termasuk DNA virus. Virus Hepatitis B terdiri atas 3 jenis antigen yakni HBsAg, HBcAg, dan HBeAg. Berdasarkan sifat imunologik protein pada HBsAg, virus dibagi atas 4 subtipe yaitu adw, adr, ayw, dan ayr yang menyebabkan perbedaan geografi dalam penyebarannya.Subtype adw terjadi di Eropah, Amerika dan Australia. Subtype ayw terjadi di Afrika Utara dan Selatan. Subtype adw dan adr terjadi di Malaysia, Thailand, Indonesia. Sedangkan subtype adr terjadi di Jepang dan China.
3. Faktor Lingkungan
Merupakan keseluruhan kondisi dan pengaruh luar yang mempengaruhi perkembangan hepatitis B. Yang termasuk faktor lingkungan adalah:
a) Lingkungan dengan sanitasi jelek
c) Daerah unit pembedahan: Ginekologi, gigi, mata. d) Daerah unit laboratorium
e) Daerah unit bank darah f) Daerah tempat pembersihan g) Daerah dialisa dan transplantasi. h) Daerah unit perawatan penyakit dalam Sumber dan cara penularan
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus hepatitis b berupa : a. Darah
b. Saliva
c. Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B d. Feces dan urine
e. Lain – lain : sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a. Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo. b. Non parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi menjadi 2 cara Sumber dan cara penularan
Dalam kepustakaan disebutkan sumber penularan virus hepatitis b berupa : a) Darah
b) Saliva
c) Kontak dengan mukosa penderita virus hepatitis B d) Feces dan urine
e) Lain – lain : sisir, pisau cukur, selimut, alat makan, alat kedokteran yang terkontaminasi virus hepatitis B. selain itu dicurigai penularan melalui nyamuk atau serangga penghisap darah.
Cara penularan infeksi virus hepatitis B melalui berbagai cara yaitu :
a) Parenteral : dimana terjadi penembusan kulit atau mukosa misalnya tusuk jarum atau benda yang sudah tercemar virus hepatitis B dan pembuatan tattoo.
b) Non parenteral : karena persentuhan yang erat dengan benda yang tercemar virus hepatitis B.
Secara epidemiologik penularan infeksi virus hepatitis B dibagi menjadi 2 cara penting yaitu :
a. Penularan vertikal ; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari ibu yang HBsAg positif kepada anak yang dilahirkan yang terjadi selama masa perinatal. Resiko terinfeksi pada bayi mencapai 50-60 % dan bervariasi antar negara satu dan lain berkaitan dengan kelompok etnik.
b. Penularan horizontal ; yaitu penularan infeksi virus hepatitis B dari seorang pengidap virus hepatitis B kepada orang lain disekitarnya, misalnya melaui hubungan seksual.
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibagi menjadi 2 yakni :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh hospes. Hepatits B akut terdiri atas yaitu :
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95% penderita dengan gambaran ikterus yang jelas. Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu :
1) Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali menigkat). 2) Fase ikterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali, timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. Setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. Pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, 50 % akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik, hepar menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia. 2. Hepatitis B kronis
Kira – kira 5 -10 % penderita hepatitis B akut akan mengalami hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang baik. Gejala tambahan dapat terjadi, terutama pada orang yang sudah lama mengalami hepatitis B kronis. Gejala ini termasuk ruam, urtikaria (rasa gatal yang berbintik – bintik merah dan bengkak), arthritis (peradangan sendi), dan polineuropati (kesemutan atau rasa terbakar pada lengan dan kaki).
F. PATOFISIOLOGI
Virus hepatitis B masuk ke dalam tubuh secara parenteral. Dari peredaran darah partikel Dane masuk ke dalam hati dan terjadi replica virus. Selanjutnya sel-sel hati akan memproduksi dan mensekresi partikel Dane utuh, partikel HBsAg bentuk bulat dan tubuler , dan HBeAg yang tidak ikut membentuk partikel virus. VHB akan
meransang respons imun tubuh, yang pertama kali diransang adalah respon imun nonspesifik (innate immune response) karena dapat teransang dalam waku pendek, dalam beberapa menit sampai beberapa jam. Proses eliminasi nonspesifik ini terjadi tanpa retriksi HLA, yaitu dengan memanfaatkan sel-sel NK dan NK-T.
Kemudian diperlukan respon imun spesifik yaitu dengan mengakstivasi sel limfosit T dan sel limfosit B. aktivasi sel T, CD8 + terjadi setelah kontak reseptor sel T dengan komplek peptide VHB-MHC kelas I yang ada pada permukaan dinding sel hati. Sel T CD8 + akan mengeliminasi virus yang ada di dalam sel hati terinfeksi. Proses eliminasi bisa terjadi dalam bentuk nekrosis sel hati yang akan menyebabkan meningkatnya ALT.
Aktivasi sel limfosit B dengan bantuan sel CD+ akan mengakibatkan produksi antibody antara lain anti-HBs, anti-HBc, anti-HBe. Fungsi anti-HBs adalah netralisasi partikel virus hepatitis B bebas dan mencegah masuknya virus ke dalam sel, dengan demikian anti-HBs akan mencegah penyebaran virus dari sel ke sel.
Bila proses eliminasi virus berlangsung efisien maka infeksi virus hepatitis B dapat diakhiri tetapi kalau proses tersebut kurang efisien maka terjadi infeksi virus hepatitis B yang menetap. Proses eliminsai virus hepatitis B oleh respon imun yang tidak efisien dapat disebabkan oleh faktor virus atau pun faktor pejamu.
Faktor virus antara lain : terjadinya imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B, hambatan terhadap CTL yang berfungsi melakukan lisis sel – sel terinfeksi, terjadinya mutan virus hepatitis B yang tidak memproduksi HBeAg, integarasi genom virus hepatitis B dalam genom sel hati
Faktor pejamu antara lain : faktor genetik, kurangnya produksi IFN, adanya antibodi terhadap antigen nukleokapsid, kelainan fungsi limfosit, respons antiidiotipe, faktor kelamin dan hormonal.
Salah satu contoh peran imunotoleransi terhadap produk virus hepatitis B dalam persistensi virus hepatitis B adalah mekanisme persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu HBsAg dan HBeAg posistif, diduga persistensi infeksi virus hepatitis B pada neonatus yang dilahirkan oleh ibu
HBeAg yang masuk ke dalam tubuh janin mendahului invasi virus hepatitis B, sedangkan persistensi pada usia dewasa diduga disebabkan oleh kelelahan sel T karena tingginya konsentrasi partikel virus. 1
Perjalanan klinis HBV umumnya dibagi menjadi 4 stadium :1 1. Stadium I
Bersifat imun toleran. Pada neonatus, stadium ini dapat berlangsung hanya 2-4 minggu saja. Pada periode ini, replikasi virus dapat terus berlangsung walaupun serum ALT hanya sedikit atau bahkan tidak meningkat sama sekali serta tidak menimbulkan gejala klinis.
2. Stadium II
Mulai muncul respons imun dan berkembang. Hal ini akan mengakibatkan stimulasi sitokin dan menyebabkan sitolisis hepatosit secara langsung dan terjadi proses inflamasi. Pada stadium ini HBeAg tetap diproduksi, tetapi serum DNA-VHB menurun jumlahnya karena sel yang terinfeksi juga menurun. Pada hepatitis B akut, stadium ini merupakan periode simtomatik dan umumnya berlangsung selama 3-4 minggu. Pada pasien dengan hepatitis kronis stadium ini dapat berlangsung selama 10 tahun atau lebih, yang kemudian akan melanjut sitosis dan komplikasinya.
3. Stadium III
Dimulai ketika pejamu mampu mempertahankan respons imunnya dan mampu mengeliminasi sel hepatosit yang terinfeksi sehingga sel yang terinfeksi menurun jumlahnya dan replikasi virus aktif berakhir. Pada stadium ini tidak terdapat lagi HBeAg dan kemudian muncul antibody terhadap HBeAg. Penurunan jumlah DNA virus yang bermakna ditemukan walaupun DNA-VHB pasien tetap positif.
4. Stadium IV
Hbsag menghilang dan timbul antibody terhadap HBsAg (anti-HBs). 3 Petanda Stadium I Stadium II Stadium III Stadium IV
HbsAg + + + _ Anti-HBs _ _ _ + DNA-VHB + kuat + _ _ Anti HBc + + + + HbeAg + + _ _ Anti Hbe _ _ + +
AST & ALT N meningkat N N
Faktor yang dapat berperan dalam evolusi ke 4 stadium di atas adalah :1 1. Predisposisi genetic (Ras Asia)
2. Adanya virus lain (virus hepatitis D, virus hepatitis C) 3. Pengobatan menggunakan imunosupresif
4. Jenis kelamin (lelaki lebih buruk disbanding perempuan) 5. Timbul HBV mutan
Berdasarkan gejala klinis dan petunjuk serologis, manifestasi klinis hepatitis B dibangi 2 yaitu :
1. Hepatitis B akut yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu yang sistem imunologinya matur sehingga berakhir dengan hilangnya virus hepatitis B dari tubuh kropes.
Hepatitis B akut terdiri atas 3 yaitu : a. Hepatitis B akut yang khas
b. Hepatitis Fulminan c. Hepatitis Subklinik
2. Hepatitis B kronis yaitu manifestasi infeksi virus hepatitis B terhadap individu dengan sistem imunologi kurang sempurna sehingga mekanisme, untuk menghilangkan VHB tidak efektif dan terjadi koeksistensi dengan VHB.
a. Hepatitis B akut yang khas
Bentuk hepatitis ini meliputi 95 % penderita dengan gambaran ikterus yang jelas.
Gejala klinis terdiri atas 3 fase yaitu : 1. Fase Praikterik (prodromal)
Gejala non spesifik, permulaan penyakit tidak jelas, demam tinggi, anoreksia, mual, nyeri didaerah hati disertai perubahan warna air kemih menjadi gelap. Pemeriksaan laboratorium mulai tampak kelainan hati (kadar bilirubin serum, SGOT dan SGPT, Fosfatose alkali, meningkat).
2. Fase lkterik
Gejala demam dan gastrointestinal tambah hebat disertai hepatomegali dan splenomegali. timbulnya ikterus makin hebat dengan puncak pada minggu kedua. setelah timbul ikterus, gejala menurun dan pemeriksaan laboratorium tes fungsi hati abnormal.
3. Fase Penyembuhan
Fase ini ditandai dengan menurunnya kadar enzim aminotransferase. pembesaran hati masih ada tetapi tidak terasa nyeri, pemeriksaan laboratorium menjadi normal.
b. Hepatitis Fulminan
Bentuk ini sekitar 1 % dengan gambaran sakit berat dan sebagian besar mempunyai prognosa buruk dalam 7-10 hari, lima puluh persen akan berakhir dengan kematian. Adakalanya penderita belum menunjukkan gejala ikterus yang berat, tetapi pemeriksaan SGOT memberikan hasil yang tinggi pada pemeriksaan fisik hati menjadi lebih kecil, kesadaran cepat menurun hingga koma, mual dan muntah yang hebat disertai gelisah, dapat terjadi gagal ginjal akut dengan anuria dan uremia.
c. Hepatitis Kronik
Kira-kira 5-10% penderita hepatitis B akut akan mengalami Hepatitis B kronik. Hepatitis ini terjadi jika setelah 6 bulan tidak menunjukkan perbaikan yang mantap
H. DIAGNOSIS
PEMERIKSAAN UMUM 1. Anamnesis
2. Pemeriksaan fisik 3. Pemeriksaan penunjang
Skrining untuk hepatitis B rutin memerlukan assay sekurang-kurangnya 2 pertanda serologis. HBsAg adalah pertanda serologis pertama infeksi yang muncul dan terdapat pada hampir semua orang yang terinfeksi; kenaikannya sangat bertepatan dengan mulainya gejala.
HBeAg sering muncul selama fase akut dan menunjukkan status yang sangat infeksius. Karena kadar HBsAg turun sebelum akhir gejala, antibody IgM terhadap antigen core hepatitis B (IgM anti HBcAg) juga diperlukan karena ia naik awal pasca infeksi dan menetap selama beberapa bulan sebelum diganti dengan IgG anti-HBcAg, yang menetap selama beberapa tahun. IgM anti-HBcAg biasanya tidak ada pada infeksi HBV perinatal. Anti-HBcAg adalah satu pertanda serologis infeksi HBV akut yang paling berharga karena ia muncul hampir seawal HBsAg dan terus kemudian dalam perjalanan penyakit bila HBsAg telah menghilang. Hanya anti-HBsAg yang ada pada orang-orang yang diimunisasi dengan vaksin hepatitis B, sedang anti-HBsAg dan anti-HBcAg terdeteksi pada orang dengan infeksi yang sembuh.3
Untuk mengetahui secara tepat stadium yang diderita maka dibutuhkan biopsi hati. Namun tindakan ini jarang dilakukan karena kebanyakan pasien menolak untuk di biopsi, kecuali atas indikasi yang jelas. Karena itu kita menggunakan pemeriksaan-pemeriksaan penunjang lainnya yaitu :
-pemeriksaan fungsi hati untuk mengetahui pasien sedang di dalam stadium yang bagaimana.
Dengan demikian kita dapat melakukan pengelolaan yang mendekati kebenaran.
I. PENATALAKSANAAN
-Penderita dan keluarga diberi penjelasan atau penyuluhan tentang cara penularan, infeksiositas penderita sebagai pengidap HBsAg, apalagi jika HBeAg positif, keluarga serumah dan yang menjalin hubungan intim / seksual perlu divaksinasi terhadap hepatitis B (perlu uji saring pra-vaksinasi atas HBsAg dan anti - HBs).
-Aktivitas pekerjaan sehari – hari seperti biasa disesuaikan dengan keluhan (aktivitas hepatitis), jangan sampai terlalu meletihkan, demikian juga dengan olahraga.
-Diet khusus tak diperlukan, namun harus pertahankan gizi baik dan tidur yang cukup.
-Terapi spesifik hingga sekarang masih dalam tahap ekperimental dan pola pemberian bermacam- macam.
Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis B kronik yaitu: I. Kelompok Imunomudulasi
• Interferon • Timosin alfa 1 • Vaksinasi alfa
II. Kelompok Terapi Antivirus • Lamivudin
• Adefovir Dipivoksil
Tujuan pengobatan hepatitis B kronik adalah untuk mencegah atau menghentikan progresi jejas hati (liver injury) dengan cara menekan repliakasi virus atau menghilangkan infeksi dalam pengobatan hepatitis B kronik, tujuan akhir yang sering dipakai adalah hilangnya pertanda replikasi virus yang aktif secara menetap (HBeAg dan DNA VHB) atau dengan kata lain mengontrol “viral load” serendah mungkin menjadi anti-HBe disertai dengan hilangnya DNA VHB dalam serum dan meredanya penyakit hati.
Pada kelompok pasien hepatitis B kronik HbeAg negatif, sero konvensi HBeAg tidak dapat dipakai sebagai titik akhir pengobatan dan respons pengobatan hanya dapat dinilai dengan pemeriksaan DNA VHB.
Terapi dengan Imunomodulator A. Interferon
Interferon (IFN) alfa adalah kelompok protein intraselular yang normal ada dalam tubuh, diproduksi oleh sel limfosit dan monosit. Produksinya dirangsang oleh berbagai macam stimulasi terutama infeksi virus. Interferon berkhasiat sebagai antivirus, imuno modulator, anti proliferatif dan anti fibrotik. Interferon tidak memiliki khasiat antivirus langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai khasiat antivirus. Pada hepatitis B kronik sering didapatkan penurunan IFN. Akibatnya terjadi gangguan penampilan molekul HLA kelas 1 pada membran hepatosit yang sangat diperlukan agar sel T sitotoksik dapat mengenali sel – sel hepatosit
yang terkena virus VHB. Sel – sel terssebut menampilkan antigen sasaran (target antigen) VHB pada membran hepatosit.
IFN adalah salah satu obat pilihan untuk pengobatan pasien hepatitis B kronik dengan HbeAg positif, dengan aktifitas penyakit ringan – sedang, yang belum mengalami sirois. IFN telah dilaporkan dapat mengurangi replikasi virus. Beberapa faktor yang dapat meramalkan keberhasilan IFN :
1. Konsentrasi ALT yang tinggi
• Konsentrasi DNA VHB yang rendah • Timbulnya flare up selama terapi • IgM anti HBc yang positif 2. Efek samping IFN :
• Gejala seperti flu
• Tanda – tanda supresi sumsum tulang • Flare Up
• Depresi
• Rambut rontok • Berat badan turun • Gangguan Fungsi tiroid
Dosis IFN yang dianjurkan untuk HBeAg (+) adalah 5- 10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu. Untuk HBeAg (-) ebaiknya sekurang – kurangnya diberikan selama 12 bulan.
Timosin Alfa
Adalah suatu jenis sitotoksin yang dalam keadaan alami ada dalam ekstrak pinus. Obat ini sudah dapat dipakai untuk terapi baik sebagai sediaan parenteral maupun oral. Timosin alfa merangsang fungsi sel limfosit. Pada hepatitis virus B, timosin alfa berfungsi menurunkan replikasi VHB dan menurunkan konsentrasi atau menghilangkan DNA VHB. Keunggulan obat ini adalah tidak ada efek samping seperti IFN, dengan kombinasi IFN obat ini dapat meningkatkan efektifitas IFN.
Vaksinasi terapi
Salah satu langkah maju dalam bidang vaksinasi hepatitis B adalah kemungkinan penggunaan vaksin hepatitis B untuk pengobatan infeksi VHB. Prinsip dasar vaksinasi terapi adalah fakta bahwa pengidap VHB tidak memberikan respons terhadap vaksin hepatitis B konvensional yang mengandung HBsAg karena individu – individu tersebut mengalami imunotoleransi terhadap HbsAg. Suatu vaksin terapi yang efektif adalah suatu vaksin yang kuat yang dapat mengatasi imunotoeransi tersebut. Salah satu dasar vaksinasi terapi untuk hepatitis B adalah penggunaan vaksin yang menyertakan epitop yang mampu merangsang sel T sitotoksik yang bersifat Human Leucocyte Antigen (HLA)- restricted, diharapkan sel T sitotoksik tersebut mampu menghancurkan sel – sel hati yang terinfeksi VHB. Salah satu strategi adalah penggunaan vaksin yang mengandung protein pre–s. Strategi kedua adalah menyertakan antigen kapsid yang spesifik untuk sel limfosit T sitotoksik (CTL). Strategi ketiga adalah vaksin DNA.
Golongan anti viral Lamivudin
Lamivudin adalah suatu enantiomer (-) dari 3’ tiasitidin yang merupakan suatu analog nukleosid. Nukleosid berfungsi sebagai bahan pembentuk pregenom, sehingga analog nukleosid bersaing dengan nukleosid asli. Lamivudin berkhasiat menghambat enzim reverse transkriptase yang berfungsi dalam transripsi balik dari RNA menjadi DNA yang terjadi dalam replikasi VHB. Lamivudin menghambat produksi VHB baru dan mencegah infeksi hepatosit sehat yang belum terinfeksi tetapi tidak mempengaruhi sel – sel yang telah terinfeksi, karena itu apabila obat dihentikan kkonsentrasi DNA akan naik kembali akibat diproduksinya virus – virus baru oleh sel – sel yang telah terinfeksi. Pemberian lamivudin 100 mg/hari selama 1 tahun dapat menekan HBV DNA, normalisasi ALT, serokonversi HbeAg dan mengurangi progresi fibrosis secara bermakna dibandingkan placebo. Khasiat lamivudin semakin meningkat bila diberikan dalam waktu yang lebih panjang. Karena itu strategi pengobatan yang tepat adalah pengobatan jangka panjang. Namun lamivudin memicu resistensi. Dilaporkan bahwa resistensi terhadap lamivudin sebesar lebih dari 32% setelah terapi selama satu tahun dan menjadi 57% setelah terapi selama 3 tahun. Risiko resistensi terhadap lamivudin meningkat dengan makin lamanya pemberian.
-Adefovir Dipivoksil
Adalah suatu nukleosid oral yang menghambat enzim reverse transcriptase. Mekanisme khasiat dan prinsip kerjanya sama dengan lamivudin. Umumnya digunakan pada kasus – kasus yang kebal terhadap lamivudin, dengan dosis 10 – 30 mg tiap hari selama 48 minggu. Salah satu hambatan utama dalam pemakaian adefovir adalah toksisitas pada ginjal yang sering dijumpai pada dosis >30 mg.
-Analog nukleosid yang lain
Berbagai macam analog nukleosid yang dapat dipakai pada hepatitis B kronik adalah Famciclovir dan emtericitabine (FTC).
J. DIAGNOSIS BANDING
Diagnosis banding hepatitis B kronis adalah hepatitis C, defisiensi α1-antitrypsin, tyrosinemia, cystic fibrosis, gangguan metabolism asam amino atau gangguan metabolisme karbohidrat atau gangguan oksidasi asam lemak. 3
K. KOMPLIKASI
Hepatitis fulminan akut terjadi lebih sering pada HBV daripada virus hepatitis lain, dan risiko hepatitis fulminan lebih lanjut naik bila ada infeksi bersama atau superinfeksi dengan HDV. Mortalitas hepatitis fulminan lebih besar dari 30%. Transplantasi hati adalah satu-satunya intervensi efektif; perawatan pendukung yang ditujukan untuk mempertahankan penderita sementara memberi waktu yang dibutuhkan untuk regenerasi sel hati adalah satu-satunya pilihan lain.3
Infeksi VHB juga dapat menyebabkan hepatitis kronis, yang dapat menyebabkan sirosis dan karsinoma hepatoseluler primer. Interferon alfa-2b tersedia untuk pengobatan hepatitis kronis pada orang-orang berumur 18 tahun atau lebih dengan penyakit hati kompensata dan replikasi HBV. Glomerulonefritis membranosa dengan pengendapan komplemen dan HBeAg pada kapiler glomerulus merupakan komplikasi infeksi HBV yang jarang.3
L. PENCEGAHAN
Dasar utama imunoprofilaksis adalah pemberian vaksin hepatitis B sebelum paparan. 1. Imunoprofilaksis vaksin hepatitis B sebelum paparan
a. Vaksin rekombinan ragi
• Mengandung HbsAg sebagai imunogen
• Sangat imunogenik, menginduksi konsentrasi proteksi anti HbsAg pada > 95% pasien dewasa muda sehat setelah pemberian komplit 3 dosis
• Efektivitas sebesar 85-95% dalam mencegah infeksi HBV
• Booster tidak direkomendasikan walaupun setelah 15 tahun imunisasi awal. Booster hanya untuk individu dengan imunokompromais jika titer dibawah 10mU/mL
b. Dosis dan jadwal vaksinasi HBV. Pemberian IM (deltoid) dosis dewasa untuk dewasa, untuk bayi, anak sampai umur 19 tahun dengan dosis anak (1/2 dosis dewasa), diulang pada 1 dan 6 bulan kemudian
c. Indikasi
• Imunisasi universal untuk bayi baru lahir
• Vaksinasi catch up untuk anak sampai umur 19 tahun, bila belum divaksinasi • Grup resiko tinggi :
Pasangan dan anggota keluarga yang kontak dengan karier hepatitis B
2. Imunoprofilaksis pasca paparan dengan( vaksin hepatitis B dan imunoglobulin hepatitis B (HBIG).)
• Dosis 0,04-0,07mL/kg HBIG sesegera mungkin setelah paparan
• Vaksin HBV pertama diberikan pada saat atau hari yang sama pada deltoid sisi lain
• Vaksin kedua dan ketiga diberikan 1 dan 6 bulan kemudian. • Neonatus dari ibu yang diketahui mengidap HbsAg positif :
0,5 ml HBIG diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir di bagian anterolateral otot paha atas
Vaksin HBV dengan dosis 5-10 ug, diberikan dalam waktu 12 jam pada sisi lain, diulang pada 1 dan 6 bulan.3
M. PROGNOSIS
Prognosis hepatitis B kronik dipengaruhi oleh berbagai faktor, yang paling utama adalah gambaran histology hati, respon imun tubuh penderita, dan lamanya terinfeksi hepatitis B, serta respon tubuh terhadap pengobatan.
LAPORAN KASUS A. Identitas Pasien
Nama : Agus salim
Umur : 31 tahun
Jenis kelamin : laki-laki
Tanggal pemeriksaan : 15 september 2012
Ruangan : Perawatan I kelas III B
Dokter penanggung jawab : dr. Zakaria Mustari , Sp.Pd
B. Anamnesis
Tipe anamnesis : autoanamnesis
Keluhan utama : nyeri perut sebelah kanan atas
Anamnesis terpimpin : dialami sejak ± 2 hari yang lalu yang disertai mual dan muntah. Lemas. Nafsu makan menurun. Nyeri ulu hati. Tidak ada demam, tidak nyeri kepala, tidak batuk. BAB lancer berwarna teh, dan BAB berwarna putih. Riwayat alcohol (+).
RPS : Riwayat Hepatitis B 8 bulan yang
lalu,
Riwayat Hipertensi (-),
Riwayat Diabetes mellitus (-) Riwayat asma (-)
Riwayat penyakit keluarga : ibu pasien menderita Hepatitis B
C. Status Present
Sakit sedang/Gizi cukup/ composmentis
Berat badan : -Tinggi badan : -IMT : -Tanda vital : Tensi : 100/70 Nadi : 80x menit
Pernapasan : 24x/menit Suhu : 37 oC D. pemeriksaan fisis Kepala Leher • Anemis (-) • Icterus(+) • Sianosis(-) • Edema(-) • Lidah normal • DVS R-4 cm • Pemeriksaaan kelenjar (-) • Pemeriksaan thyroid (-) • Deviasi trachea (-) Thorax Jantung
• Inspeksi : simetris kiri dan kanan
• Palpasi :
Nyeri tekan (-) Massa tumor (-) Krepitasi (-)
Vocal fremitus kiri=kanan • Perkusi : sonor kanan dan
kiri
Batas paru hepar ICS V • Auskultasi :
Wheezing (-) Ronchi(-)
• Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
• Palpasi : ictus cordis tidak teraba
• Perkusi :
Batas jantung kanan linea sternalis kanan
Batas jantung kiri
midclavicular kiri • Auskultasi :
Bunyi jantung 1 dan 2 murni
Abdomen Ekstremitas
• Inspeksi : bentuk abdomen datar. Acites (-). Massa tumor (-)
• Palpasi : nyeri tekan region hipokondrium kanan. Hepar dan lien tidak teraba.
• Edema :
Kanan (-), kiri(-) • Efloresensi :
Kanan normal Kiri normal
• Perkusi : timpani (+) • Auskultasi : peristaltic (+) kesan normal • Tanda perdarahan : Kanan (-) Kiri(-) Diagnosis sementara Hepatitis B Diagnosis banding • Sirosis hepatis
Penatalaksaanaan Pemeriksaan penunjang
• Darah rutin
•
E. Hasil Follow up
Tanggal/Jam Perjalanan Penyakit Instruksi dokter
15/09/2012 Nyeri perut kanan atas 2 hari
yang lalu , mual (+), muntah(+), demam (-). Riwayat hepatitis sebelumnya . sclera icterus(+)
TD: 100/70 mmHg , P : 24x/mnt , N : 80x/mnt, S:37oC
IVFD RL 28tetes/menit, Ranitidin amp/12 jam Curcuma 3xC1
16/09/2012 Nyeri perut kanan atas (+), mual(-) muntah(-) , demam(-) , sesak(-), BAB lancar, BAK warna teh. Sclera icterus(+) TD: 100/70 mmHg , P : 20x/mnt , N : 60x/mnt, S:37oC
Ranitidin amp/12jam Neurodex 2x1
17/09/2012 Nyeri perut kanan atas(+) , BAK berwarna the
TD : 100/70mmHg, N: 60x/menit, P:20x/menit, S: 36,5oC IVFD RL 24 tetes/menit Curcuma 3x1C Prodiva 1x1
mual(+) , Muntah(+). Nafsu makan baik, sclera icterus(+) , BAB lancar berwarna kuning, BAK lancer berwarna teh
TD: 110/70 mmHg, N :
68x/menit, S:36,5oC ,
P:20x/menit.
Ranitidin amp/12jam
19/09/2012 Nyeri perut kanan atas (+), mual(+) , Muntah(+).nyeri ulu hati(+), Nafsu makan baik, sclera icterus(+) , BAB lancar berwarna kuning, BAK lancer berwarna teh .
TD: 100/90 mmHg, N :
68x/menit, S:36,2oC ,
P:20x/menit.
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Curcuma 3x 1C
20/09/2012 Nyeri perut kanan atas (+),
mual(+) , Muntah(+).
Pusing(+), nyeri ulu hati (+),Nafsu makan baik, sclera icterus(+) , BAB kurang lancar, BAK lancer berwarna teh .
TD: 100/80 mmHg, N :
60x/menit, S:35,9oC ,
P:20x/menit.
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Sotatic amp/8jam
21/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang , Nafsu makan baik, sclera icterus(+) , BAB tidak lancar, BAK lancar berwarna teh .
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Sotatic amp/8jam
TD: 100/70 mmHg, N :
64x/menit, S:36,0oC ,
P:18x/menit.
22/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang , sclera icterus(+) , BAB tidak lancar, BAK lancar berwarna teh .
TD: 100/70 mmHg, N :
64x/menit, S:36,0oC ,
P:18x/menit.
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Sotatic amp/8jam
23/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang ,nafsu makan menurun, sclera icterus(+) , BAB warna putih, BAK lancar berwarna teh .
TD: 100/70 mmHg, N :
65x/menit, S:36,0oC ,
P:18x/menit.
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Sotatic amp/8jam
24/09/2012 Nyeri perut kanan atas(-),
Nafsu makan menurun, BAB berwarna putih, BAK berwarna teh, skelra icterus(+)
TD: 100/60 mmHg, N :
60x/menit, S:36,3oC ,
P:20x/menit.
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Curcuma 3x 1C
25/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang, Nafsu makan menurun, mual (+), BAB berwarna putih, BAK berwarna teh, sklera icterus(+)
TD: 100/70 mmHg, N :
60x/menit, S:36 oC ,
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Curcuma 3x 1C
P:20x/menit.
26/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang, mual(+),
muntah(+), nafsu makan menurun,BAB tidak berwarna putih, BAK berwarna teh, sclera icterus(+)
TD: 100/70 mmHg, N :
72x/menit, S:36,4oC ,
P:20x/menit
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Curcuma 3x 1C Proliva 2x1
27/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang, mual(-), muntah(+), demam kemarin siang(+), BAB tidak berwarna putih, BAK berwarna teh, sclera icterus(+) TD: 100/70 mmHg, N :
60x/menit, S:36,3oC ,
P:20x/menit
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam Prednox 3x1
28/09/2012 Nyeri perut kanan atas
berkurang, mual(+), muntah(-), Nafsu makan menurun, mual (+), BAB lancar, BAK berwarna teh, sklera icterus(+).
TD: 110/60 mmHg, N :
72x/menit, S:36,9oC ,
P:18x/menit.
IFVD RL 20 tetes/menit Ranitidin amp/12 jam PCT 3x1
Ceftriaxone
F. Hasil pemeriksaan
1. Tanggal 15/09/2012 dilakukan pemeriksaan lab dengan hasil Darah rutin :
• Hb :11,9 g/dl • Eritrosit : 4,28 x 106 /ul • Leukosit :6,7 x 103/ul • Platelet : 238 x 103/ul • Hbsag : positif Kimia klinik • SGOT : 600U/L • SGPT : 258 U/L • Ureum darah : 24mg/dl • Kreatinin darah : 0,8 mg/dl 2. Tanggal 25/09/2012
USG abdomen : didapatkan hasil hepar tidak membesar. Gallbladder didapatkan dinding menebal, berlapis hiperechloil, diameter 0,92 cm. Kesan kholesistitis
PEMBAHASAN
Pasien didiagnosis hepatitis B karena berdasarkan pemeriksaan serologi didapatkan HbsAg positif. Penyakit hepatitis memiliki gejala klinis seperti kulit dan sklera ikterik, demam, penurunan nafsu makan, mual , muntah penurunan berat badan terus menerus. Berasarkan gejala tersebut pasien mengidap hepatitis. Walaupun pada pasien ini hanya sclera yang ikterik. Infeksi oleh virus hepatitis menyebabkan inflamasi
hepar kemudian inflamasi yang terus menerus sehingga mengakibatkan kerusakan sel hati dan terjadinya peningkatan bilirubin kemudian menjadi ikterus pada kulit dan sklera. Peningkatan bilirubin juga berpengaruh pada sisstem eskresi, hal tersebut mengakibatkan urin menjadi gelap seperti teh.
Berdasarkan gejala di atas pasien didiagnosis hepatitis kronik ed causa virus hepatitis B karena pasien sudah mengidap hepatitis selama 8 bulan yang lalu dan berdasarkan pemeriksaan penunjang serologi didapatkan serum HbsAg positif.
Pemeriksaan penunjang lain yang disarankan adalah USG hepar . USG hepar digunakan untuk mengetahui gambaran hepar (sirosis atau tidak). Hasil gambaran USG pada pasien ini adalah tidak ada pembesaran pada hepar tapi ada peradangan pada Gallbladder atau khoelistitis.
Pada pengobatan diberikan obat simptomatik. Pada saat ini dikenal 2 kelompok terapi untuk hepatitis virus kronik yaitu: kelompok imunomodulator dan kelompok terapi antiviral. Untuk kelompok imunomodulator salah satunya yang sering dipakai adalah interferon (IFN). IFN adalah kelompok protein intra seluler yang normal ada dalam tubuh dan diproduksi oleh berbagai macam sel. Beberapa kasiat IFN adalah khasiat antiviral, imunomodulator, antiproliferatif dan anti fibrotik. IFN tidak memiliki khasiat antiviral langsung tetapi merangsang terbentuknya berbagai macam protein efektor yang mempunyai kasiat antiviral.1
Seharusnya pengobatan dilakukan dengan pemberian antiviral dan imunomodulator seperti PEG interferon alfa 80 mg/minggu, ribavirin 6 tablet/hari, 3TC 100 mg/hari. Akan tetapi pada pasien ini belum dilakukan pemeriksaan HBV DNA ,yang dimana merupakan indikasi dari pemberian antiviral.
Untuk kelompok terapi antiviral yang sering digunakan adalah golongan lamivudin. Terapi untuk hepatitis kronik B dengan antiviral hanya diberikan bila penderita menunjukkan HBeAg yang positif dan kadar VHB yang tinggi (diatas 105 kopi/ml). Indikasi terapi antivirus dianjurkan untuk pasien hepatitis B kronik dengan ALT≥ 2x nilai normal tertinggi dengan DNA VHB positif. Untuk ALT <2 x nilai normal tertinggi tidak perlu terapi antivirus.1
Secara umum pengobatan hepatitis kronik B dengan antiviral bertujuan untuk.
a. Menghentikan replikasi virus b. HBsAg dan HCV RNA yang negatif c. Keluhan yang menghilang
d. Proses peradangan hati yang membaik e. Tingkat penularan yang kurang
f. Mencegah terjadinya sirosis dan KHP g. Masa harapan hidup yang meningkat
Pemberian inter feron pada hepatitis kronik ditujukan untuk menghambat replikasi virus hepatitis B., menghambat nekrosis sel hati oleh karena reaksi radang dan mencegah transformasi maligna sel-sel hati. Diindikasikan untuk :
• Pasien dengan HBeAG dan HBV-DNA positif
• Dapat dipertimbangkan pemeberian interferon pada hepatitis fulminant akut meskipun belum banyak dilakukan penelitian pada bidang ini. 2
Dosis IFN yang dianjurkan untuk hepatitis B kronik dengan HBeAg positif adalah 5-10 MU 3x seminggu selama 16-24 minggu . Penelitian menunjukkan bahwa terapi IFN untuk hepatitis B kronik HBeAg negative sebaiknya diberikan sedikitnya selam 12 bulan.1
1. Soemohardjo S, Gunawan S. Hepatitis B Kronik. Dalam : Aru W.Sudoyo dkk, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta : Internal Publishing, 2009 ; 653 – 661
2. Kapita selekta
3. Dienstag, Jules L. Viral Hepatitis. Kasper, Braunwald, Fauci, et all. In Harrison’s : Principles of Internal Medicine : 1822-37. McGraw-Hill, Medical Publishing Division, 2005