• Tidak ada hasil yang ditemukan

HEPATITIS VIRUS AKUT. Definisi. Epidemiologi Hepatitis A I. PENDAHULUAN

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "HEPATITIS VIRUS AKUT. Definisi. Epidemiologi Hepatitis A I. PENDAHULUAN"

Copied!
57
0
0

Teks penuh

(1)

I. PENDAHULUAN

H e p a t i t i s v i r u s a k u t m e r u p a k a n i n f e k s i s i s t e m i k y a n g d o m i n a n m e n y e r a n g h a t i . Hampir semua kasus hepatitis akut disebabkan oleh salah satu dari lima jenis virus meliputi virus hepatitis A (HAV), v i r u s h e p a t i t i s B (HBV), virus hepatitis C (HCV), virus hepatitis D (HDV) dan virus hepatitis E (HEV). Jenis virus lain yang ditularkan pasca transfusi seperti virus hepatitis G dan virus TT telah dapat diidentifikasi akan tetapi tidak menyebabkan hepatitis. Semua jenis hepatitis virus yang menyerang manusia merupakan virus RNA kecuali virus hepatitis B, yang merupakan virus DNA. Walau virus-virus tersebut berbeda dalam sifat molecular dan antigen, akan tetapi semua jenis virus tersebut memperlihatkan kesamaan dalam perjalanan penyakitnya.

II.

HEPATITIS VIRUS AKUT

a. Hepatitis A

Definisi

Hepatitis A adalah infeksi sistemik akut yang mempengaruhi organ hati disebabkan oleh virus hepatitis A (HAV). Hepatitis A merupakan suatu penyakit self-limitting dengan kekebalan seumur hidup. Pada anak, infeksi HAV yang memberi gejala klinis (simtomatis) hanya 30% sedangkan 70% lainnya dalam bentuk sub-klinis (asimtomatis). Virus ini dapat ditemukan dalam tinja penderita hepatitis A. Hepatitis A ditularkan bila seseorang menaruh atau memakan sesuatu yang terkontaminasi oleh tinja penderita hepatitis A. Masa inkubasinya adalah 15-50 hari, rata-rata adalah 30 hari. Hepititis A merupakan penyakit non kronik.

(2)

Hepatitis A Distribution 2005 Hepatitis A Distribusi 2005

HAV ditemukan dalam tinja penderita hepatitis A. Hepatitis A cenderung mengenai orang-orang yang berada pada risiko tinggi termasuk wisatawan ke negara-negara berkembang di mana tingkat kebersihannya masih buruk, selain itu pada mereka yang memiliki kontak seksual, terutama pada kasus oral-sex. Terdapat 30.000 kasus hepatitis A dilaporkan kepada Center for Disease Control and Prevention (CDC) di Amerika Sserikat pada tahun 1997 dan diperkirakan bahwa terdapat sebanyak 270.000 kasus setiap tahun dari 1980 sampai 2000.

Di negara-negara berkembang, terutama di negara yang masih tertinggal dengan standar kebersihan yang buruk, angka kejadian infeksi virus ini tinggi dan kebanyakan menyerang anak-anak usia dini, dan penyakit ini tidak menimbulkan tanda-tanda infeksi dan gejala klinis pada lebih dari 90% anak-anak. Di Eropa, Amerika Serikat dan negara-negara industri lainnya, penyakit ini banyak menyerang anak usia remaja.

Hepatitis A hanya menimbulkan penyakit akut, tidak ada yang kronis dan tidak menyebabkan kerusakan hati yang permanen. Pada saat terjadi infeksi, maka sistem kekebalan membuat antibodi terhadap HAV yang memberikan kekebalan terhadap infeksi selanjutnya. Penyakit ini dapat dicegah dengan vaksinasi, yakni vaksin hepatitis A yang telah terbukti efektif dalam mengendalikan wabah di seluruh dunia.

Etiologi Hepatitis A

Hepatitis A disebabkan oleh Hepatitis A Virus ( HAV ), yang memiliki ciri-ciri :

(3)

 Diameter 27-28 nm dengan bentuk kubus simetrik

 Untai tunggal (single stranded), molekul RNA linier : 7,5 kb

 Pada manusia terdiri atas 1 serotipe, ≥ 3 genotipe

 Mengandung lokasi netralisasi imunodominan tunggal

 Mengandung 3/4 polipeptida virion di kapsomer

 Replikasi di sitoplasma hepatosit yang terinfeksi, tidak terdapat bukti yang nyata adanya replikasi di usus.

 Menyebar pada primata non manusia dan galur sel manusia.

 Tahan terhadap panas pada suhu 60C selama  1 jam

 Penularannya secara enterik mempunyai ciri : o Virus tanpa selubung

o Tahan terhadap cairan empedu o Ditemukan di tinja

o Tidak dihubungkan dengan penyakit hati kronik

o Tidak terjadi viremia yang berkepanjangan atau kondisi karier intestinal.

HAV dapat diinaktifasi dengan :  Sinar Ultraviolet

 Formalin 1 : 4000 selama 3 hari pada suhu 37C  Klorine 1-15 ppm selama 30 menit

 Sodium hipoklorit 0,5% selama 15 menit  Pemanasan kering selama 1 jam

 Otoklaf

Patogenesis Hepatitis A

Perjalaran virus ini dimulai pada saat menelan makanan atau minuman yang mengandung HAV. Kemudian virus akan memasuki aliran darah melalui epitel di orofaring atau usus. Darah yang membawa virus, akan masuk ke hati, yang merupakan target utama dan akan merusak hepatosit dan sel Kupffer, yang merupakan makrofag dari hati.

Perkembangan penelitian terakhir menyimpulkan adanya ikatan IgA-HAV untuk memfasilitasi masuknya virus ke dalam hepatosit melalui reseptor asialoglikoprotein (AGPR). Mekanisme kerusakan sel hati pada infeksi bukan

(4)

karena sifat sitopatik HAV tetapi oleh karena proses imuno-patogenik. Jadi diperkirakan terdapat reaksi sitotoksik sel-T melawan antigen virus khusus atau antigen membran sel yang diubah oleh virus untuk merusak sel-sel hati, sehinga hepatosit yang diselimuti antibodi mungkin dihancurkan oleh daya sitotoksik sel dari reaksi imunologi. Eliminasi virus dilakukan melalui sistem imun humoral dan seluler.

Virus hepatitis A dapat dideteksi di dalam feses pada akhir masa inkubasi dan fase preikterik. Sewaktu timbul ikterik, antibodi terhadap HAV (anti-HAV) telah dapat diukur di dalam serum. Awalnya kadar antibodi IgM anti-HAV meningkat tajam, sehingga memudahkan untuk mendiagnosis secara tepat adanya suatu infeksi HAV. Setelah masa akut, antibodi IgG anti-HAV menjadi dominan dan bertahan seterusnya sehingga keadaan ini menunjukkan bahwa penderita pernah mengalami infeksi HAV di masa lampau dan memiliki imunitas. Keadaan karier pada hepatitis A tidak pernah ditemukan.

Gejala Klinik Hepatitis A

Gejala awal infeksi hepatitis A mirip dengan gejala influenza, tetapi pada beberapa kasus, terutama anak-anak, penyakit ini dapat tidak menimbulkan gejala sama sekali (asimtomatis). Gejala biasanya muncul 2 sampai 6 minggu setelah awal infeksi.

Pada hepatitis A ini dibedakan menjadi 4 stadium, yaitu : 1. Masa inkubasi

Masa inkubasi dapat berlangsung selama 18-50 hari, rata-rata  28 hari.

2. Fase prodromal

Masa prodromal terjadi selama 4 hari sampai ≥1 minggu. Pada fase ini timbul gejala berupa fatigue, malaise, nafsu makan berkurang, mual, muntah, rasa tidak nyaman didaerah kanan atas, demam (biasanya <39°C), merasa dingin, sakit kepala, gejala seperti flu, nasal discharge, sakit tenggorok, dan batuk. Dapat ditemukan pula penurunan badan ringan, artralgia, atau mononeuritis cranial namun jarang. Tanda yang

(5)

ditemukan biasanya hepatomegali ringan dengan nyeri tekan (70%), manifestasi ekstrahepatik lain dapat ditemukan pada kulit, sendi, atau splenomegali (5-20%).

3. Fase ikterik

Fase ini dimulai dengan urin yang berwarna kuning tua, seperti teh atau gelap, diikuti oleh feses yang berwarna seperti dempul (clay-coloured faeces) kemudian warna sklera dan kulit perlahan-lahan menjadi kuning. Gejala anoreksia, lesu, lelah, mual, dan muntah bertambah berat untuk sementara waktu. Dengan bertambah berat ikterus gejala prodromal umunya berkuran. Pruritus mungkin timbulnya bersamaan dengan ikterus atau hanya beberapa hari sesudahnya. Didapatkan pula manifestasi ekstrahepatik seperti viskulitis kutaneus dan arthritis.

4. Fase penyembuhan

Ikterik menghilang dan warna feses kembali normal dalam 4 minggu setelah onset. Komplikasi yang sering terjadi pada sebagian kecil pasien adalah hepatitis yang fulminan (<1%) atau kolestasis yang memanjang (prolonged acute cholestasis),

Diagnosis Hepatitis A

A. Anamnesis

Anamnesis adalah wawancara yang dilakukan dokter kepada pasien untuk memperoleh informasi tentang keluhan dan gejala penyakit yang dirasakan pasien. Selain itu dokter juga dapat mengetahui informasi tentang hal yang diperkirakan sebagai penyebab penyakit hepatitis serta proses pengobatan yang pernah dilakukan oleh pasien.

Hal-hal yang perlu ditanyakan pada saat anamnesis : A. Identitas pasien yaitu : nama, umur, jenis kelamin, dll. B. Keluhan utama

Gejala prodromal (pra ikterik) seperti anoreksia, mual, muntah dan demam dalam beberapa hari sampai minggu timbul ikterus, tinja

(6)

pucat dan urin berwarna gelap. Pada saat timbul ikterus, gejala prodromal berkurang.

C. Riwayat perjalanan penyakit sekarang yaitu ditanyakan sejak kapan gejala ini timbul sehingga dapat diketahui berat ringannya gejala dan dapat ditentukan prognosisnya.

D. Riwayat kontak dengan penderita hepatitis sebelumnya

E. Riwayat penyakit terdahulu yaitu apakah sebelumnya sudah pernah mengalami gejala seperti sekarang. Jika perlu, ditanyakan penyebab timbulnya gejala yang sebelumnya sehingga lebih mengarahkan kita menemukan etiologinya.

E. Faktor lingkungan yaitu apakah pasien dengan keadaan higien perorangan yang kurang baik yang dapat mencetuskan tertularnya hepatitis A.

F. Riwayat pemakaian obat-obat hepatotoksik.

B. Pemeriksaan Fisik

a. Inspeksi

Didapatkan sklera, kulit, dan mukosa berwarna kuning pada masa ikterus

b. Palpasi

Nyeri tekan di daerah hati, hati teraba lunak dan kadang agak membesar. Splenomegali dan limfadenopati pada 15 – 20% pasien. c. Perkusi

Terdapat pekak hati meluas, luas daerah timpati berkurang. d. Auskultasi

Bising usus normal, bila ada gangguan saluran cerna didapatkan hipertimpani.

C. Pemeriksaan Penunjang

I. Pemeriksaan Laboratorium

Pemeriksaan laboratorium merupakan pemeriksaan sejumlah parameter zat-zat kimia maupun enzim yang dihasilkan jaringan hati

(7)

(liver). Dari tes biokimia hati inilah dapat diketahui derajat keparahan atau kerusakan sel dan selanjutnya fungsi organ hati dapat dinilai.  Tes serologi / darah adalah pemeriksaan kadar antigen maupun

antibodi terhadap virus penyebab hepatitis. Tes ini bertujuan untuk mengetahui jenis virus penyebab hepatitis. Tes serologi untuk mengetahui adanya immunoglobulin M (IgM) terhadap virus hepatitis A digunakan untuk mendiagnosa hepatitis A akut. IgM antivirus hepatitis A bernilai positif pada awal gejala. Keadaan ini biasanya disertai dengan peningkatan kadar serum alanin amintransferase (ALT/SGPT). Jika pasien telah sembuh, antibodi IgM akan menghilang dan sebaliknya antibodi IgG akan muncul. Adanya antibodi IgG menunjukan bahwa penderita pernah terkena hepatitis A.

Beberapa jenis parameter biokimia yang diperiksa juga adalah AST (aspartat aminotransferase), ALT (alanin aminotransferase), alkalin fosfate, bilirubin, albumin dan waktu protrombin. Pemeriksaan ini biasa dilakukan secara berkala untuk mengevaluasi perkembangan penyakit maupun perbaikan sel dan jaringan hati.

Salah satu jenis pemeriksaan yang sering dilakukan untuk mengetahui adanya kerusakan pada hati adalah pemeriksaan enzimatik. Enzim adalah protein yang dihasilkan oleh sel hidup dan umumnya terdapat di dalam sel. Dalam keadaan normal terdapat keseimbangan antara pembentukan enzim dengan penghancurannya. Apabila terjadi kerusakan sel atau peningkatan permeabilitas membran sel, enzim akan banyak keluar ke ruang ekstra sel dan ke dalam aliran darah sehingga dapat digunakan sebagai sarana untuk membantu diagnostik penyakit tertentu. Pemeriksaan enzim yang biasa dilakukan untuk diagnosa hepatitis antara lain:

1. Enzim yang berhubungan dengan kerusakan sel hati yaitu SGOT, SGPT, GLDH, dan LDH.

(8)

2. Enzim yang berhubungan dengan penanda adanya sumbatan pada kantung empedu (kolestasis) seperti gamma GT dan fosfatase alkali.

3. Enzim yang berhubungan dengan kapasitas pembentukan (sintesis) hati misalnya kolinestrase.

Hasil pemerikaan serologis pada seseorang terkena hepatitis A :  Serum IgM anti-HAV positif

 Tes fungsi hati : SGPT dan SGOT yang meningkat pada penderita hepatitis pada saat prodromal dan mencapai puncaknya saat timbul ikterus

 Bilirubin direk dan indirek meningkat  Hitung leukosit normal atau rendah

 Protein serum umumnya normal tetapi terjadi peningkatan fraksi gamma globulin (terutama IgG) menyatakan prognosis yang kurang baik

 Protrombin time (PT) mungkin memanjang dan ini menunjukan keparahan dan perluasan nekrosis hati, biopsi hati jarang dilakukan.

 Serum alkali fosfatase menaik tapi biasanya terdapat di bawah 30 KA unit per-100 ml

 Kadar besi yang meningkat

Urin

 Secara makroskopik berwarna seperi teh tua dan apabila dikocok memperlihatkan busa berwarna kuning kehijauan

 Bilirubinuria  Urobilinuria  Feses

 Tinja akholis

(9)

Interpretasi Uji Serologis Petanda Virus Hepatitis Uji Serologis Terhadap Serum Pasien Konklusi Hbs Ag

IgM anti

HAV IgM anti HBC

+ - + (>600) Hepatitis B akut aktif + (>6bulan) - - (titer rendah) Hepatitis B kronik + (>6bulan) - - (titer rendah)

Hepatitis A akut pada hepatitis B kronik

+ + + Hepatitis A dan B akut

- + - Hepatitis A akut

- + + Hepatitis A dan B akut

- - + Hepatitis B akut

- - - Hepatitis non A dan non B

II. Pemeriksaan Penunjang Lainnya

Pemeriksaan penunjang lainnya yang dapat dilakukan untuk membantu menegakkan diagnosis hepatitis A adalah virus marker seperti Imunodifusi radial (Ouchterlony), Counterimmunoelectrophoresis (CIEP), Passive hemagglutination (PHA), Reverse passive hemaglutination (RPHA), Enzyme immunoassay (EIA / ELISA), Radio immuno assay (RIA) ;USG(ultrasonografi) yaitu alat yang digunakan untuk mengetahui adanya kelainan pada organ dalam. USG hati (liver) dilakukan jika pemeriksaan fisik kurang mendukung diagnosis, sedangkan keluhan klinis pasien dan pemeriksaan laboratorium menunjukkan hal sebaliknya. Jadi pemeriksan USG dilakukan untuk memastikan diagnosis kelainan hati (liver). USG hanya dapat melihat kelainan pada hepatitis kronis atau sirosis. Pada hepatitis akut atau pada proses awal penyakit yang belum mengakibatkan kerusakan jaringan, pemeriksaan USG tidak akurat, sehingga pada hepatitis A USG jarang digunakan.untuk melihat ada tidaknya pembesaran hati ; atau biopsi hati.

(10)

Tidak ada tatalaksana yang khusus untuk HAV I. Perawatan Suportif

a. Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Aktivitas fisik yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.

b. Manajemen khusus untuk hati dapat dapat diberikan sistem dukungan untuk mempertahankan fungsi fisiologi seperti hemodialisis, transfusi tukar, extracorporeal liver perfusion, dan charcoal hemoperfusion.

c. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan dehidrasi sebaiknya diinfus.

Perawatan yang dapat dilakukan di rumah, yaitu :

 Tetap tenang, kurangi aktivitas dan banyak istirahat di rumah

 Minum banyak air putih untuk menghindari dehidrasi

 Hindari minum obat yang dapat melukai hati seperti asetaminofen dan obat yang mengandung asetaminofen

 Hindari minum minuman beralkohol

 Hindari olahraga yang berat sampai gejala-gejala membaik

II. Dietetik

a. Tidak ada rekomendasi diet khusus.

b. Selama fase akut diberikan asupan kalori dan cairan yang adekuat. Bila diperlukan dilakukan pemberian cairan dan elektrolit intravena. c. Menghindari obat-obatan yang di metabolisme di hati, konsumsi alkohol, makan-makanan yang dapat menimbulkan gangguan pencernaan, seperti makanan yang berlemak

III. Medikamentosa

a. Tidak ada pengobatan spesifik untuk hepatitis A.

b. Obat-obatan diberikan hanya untuk mengurangi gejala-gejala yang ditimbulkan, yaitu bila diperlukan diberikan obat-obatan yang bersifat melindungi hati, antiemetik golongan fenotiazin pada mual

(11)

dan muntah yang berat, serta vitamin K pada kasus yang kecenderungan untuk perdarahan.

Pencegahan Hepatitis A

A. Upaya Preventif umum

Upaya preventif umum ini mencakup upaya perbaikan sanitasi yang tampak sederhana, tetapi sering terlupakan. Namun demikian, upaya ini memberikan dampak epidemiologis yang positif karena terbukti sangat efektif dalam memotong rantai penularan hepatitis A.

a. Perbaikan hygiene makanan-minuman. Upaya ini mencakup memasak air dan makanan sampai mendidih selama minimal 10 menit, mencuci dan mengupas kulit makanan terutama yang tidak dimasak, serta meminum air dalam kemasan (kaleng / botol) bila kualitas air minum non kemasan tidak meyakinkan.

b. Perbaikan hygiene-sanitasi lingkungan-pribadi. Berlandaskan pada peran transmisi fekal-oral HAV. Faktor hygiene-sanitasi lingkungan yang berperan adalah perumahan, kepadatan, kualitas air minum, sistem limbah tinja, dan semua aspek higien lingkungan secara keseluruhan. Mencuci tangan dengan bersih (sesudah defekasi, sebelum makan, sesudah memegang popok-celana), ini semua sangat berperan dalam mencegah transmisi VHA.

c. Isolasi pasien. Mengacu pada peran transmisi kontrak antar individu. Pasien diisolasi segera setelah dinyatakan terinfeksi HAV. Anak dilarang datang ke sekolah atau ke tempat penitipan anak, sampai dengan dua minggu sesudah timbul gejala. Namun demikian, upaya ini sering tidak banyak menolong karena virus sudah menyebar jauh sebelum yang bersangkutan jatuh sakit.

B. Upaya Preventif Khusus

Upaya preventif khusus terhadap HVA mencakup upaya imunisasi pasien secara pasif dan aktif. Upaya preventif khusus ini dipengaruhi oleh faktor umur anak, tingkat sosial ekonomi yang bersangkutan, dan angka prevalensi setempat.

(12)

Imunisasi pasif

Normal Human Immune Globulin (NHIG) diberikan pada keadaan pra dan pasca paparan (pre-post exposure). Pada kondisi pra-pasca paparan tersebut NHIG dapat diberikan dengan atau tanpa vaksin HVA. Baik pada pra-maupun pasca paparan, kadar tertinggi antibodi akan dicapai dalam waktu 48 - 72 jam sesudah pemberian NHIG. Upaya profilaksis pasca paparan adalah upaya preventif (NHIG +/- vaksin HVA), terhadap individu kontak serumah, kontak seksual, staf institusi penitipan anak, pada epidemi.

Mekanisme kerja NHIG mengacu pada mekanisme netralisasi virus pada pemberian HBIg disebabkan beberapa faktor berikut. Pertama, neutralizing antibody akan mencegah perlekatan virus (attachment) di reseptor spesifik di permukaan hepatosit. Kedua, kompleks NHIG dengan virus akan menyebabkan agregasi virus dan berkurangnya derajat infektivitas virus. Ketiga, antibodi yang berkaitan dengan kapsid, akan mencegah proses pelepasan (uncoating) selubung virus, yang merupakan tahap awal proses invasi dan replikasi virus, satu atau lebih dari mekanisme tersebut akan berperan terhadap efektivitas NHIG dalam mencegah infeksi HVA pada kondisi pra paparan.

Pada pasca paparan, mekanisme kerja NHIG tidak begitu jelas, meskipun tidak senantiasa berhasil mencegah infeksi, NHIG terbukti efektif dalam memo-difikasi penyakit sehingga menjadi lebih ringan / asimtomatis. Diperkirakan, NHIG akan mencegah viremia sekunder dan mengurangi kemungkinan infeksi hati sekunder. NHIG hanya efektif bila diberikan dalam waktu < 2 minggu setelah terpapar. Sesudah 2 minggu, efektivitas NHIG akan sangat berkurang karena sudah terjadi viremia.

Imunisasi Aktif

Vaksin HAV yang saat ini beredar di Indonesia adalah vaksin inaktivasi dengan nama dagang Havrix. Tujuan dari imunisasi aktif adalah melindungi anak terhadap infeksi HAV dan terhadap kemungkinan timbulnya komplikasi HAV (fulminant, relapsing, prolong hepatitis) dan komplikasi gastro-intestinal yang berat. Upaya ini juga berdampak positif terhadap lingkungan akibat berkurangnya kemungkinan penyebaran infeksi terhadap penyebaran infeksi

(13)

terhadap anak besar, orang dewasa, serta populasi yang rentan HAV. Pada penderita penyakit hati kronik, imunisasi hepatitis A memberikan proteksi terhadap timbulnya hepatitis yang berat atau fulminan.

Sasaran imunisasi adalah kelompok resiko tinggi dan anak merupakan prioritas utama, yaitu :

a. Sasaran utama kelompok resiko tinggi adalah anak dan idealnya diberikan pada usia > 2 tahun. Bagi yang belum pernah memperoleh imunisasi di usia tersebut dapat diberikan pada usia pra sekolah atau pada usia pra pubertas

b. Sasaran kedua adalah kelompok resiko tinggi selain anak termasuk penderita penyakit hati kronik

c. Sasaran lainnya adalah kelompok rentan yaitu kelompok sosial ekonomi tinggi dengan tingkat seroprevalens HVA yang rendah.

Komplikasi Hepatitis A

 Berkembang menjadi penyakit fulminans ( jarang )

 Gagal hati akut (resiko meningkat pada > 40 tahun, riwayat penyakit hati sebelumnya)

 Tidak pernah kronik atau karier virus yang berkepanjangan

Prognosis Hepatitis A

The United States Centers for Disease Control and Prevention (CDC) pada tahun 1991 melaporkan bahwa tingkat kematian yang disebabkan oleh hepatitis A masih rendah, yakni dari 4 per 1000 kasus kematian untuk penduduk umumnya, namun lebih tinggi dari 17,5 per 1000, bagi mereka yang berusia di atas 50 tahun. Kematian biasanya terjadi jika pasien kontrak Hepatitis A sedangkan sudah menderita Hepatitis bentuk lain, seperti Hepatitis B atau Hepatitis C atau AIDS.

(14)

b. Hepatitis B

DEFINISI

Hepatitis B adalah penyakit yang disebabkan Hepatitis B Virus (HBV), menyebabkan inflamasi hepar yang disebut hepatitis. Hepatitis B akut menyebabkan inflamasi hepar, muntah, ikterus, dan dapat juga menimbulkan kematian, walaupun jarang. Hepatitis B kronik pada akhirnya dapat menyebabkan sirosis hepatis dan kanker hepar.

Infeksi HBV merupakan penyebab utama hepatitis akut, hepatitis kronik, sirosis dan kanker hati di seluruh dunia. Sekitar 25% dari carrier HBV akan berkembang menjadi hepatitis kronik aktif yang seringkali berlanjut menjadi sirosis. Resiko berkembangnya kanker primer hati juga meningkat secara bermakna pada carrier. Sekitar 25-40% penderita HBV akut sangat beresiko mengalami sirosis dan karsinoma hepatoselular.

EPIDEMIOLOGI

Sekitar sepertiga populasi dunia, atau lebih dari 2 miliar orang telah terkena HBV. Angka ini termasuk 350 juta penderita carrier kronik HBV.

(15)

- Prevalensi rendah terdapat di AS dan Eropa barat, kurang dari 2% populasi terkena infeksi HBV kronik, kebanyakan akibat injeksi obat-obat terlarang dan seks bebas.

- Prevalensi sedang terdapat di Eropa timur, Rusia, dan Jepang, 2-7% populasi terinfeksi HBV kronik.

- Prevalensi tinggi terdapat di Cina dan Asia Tenggara, sekitar 8% terkena HBV kronik kebanyakan akibat transmisi vertikal ketika melahirkan.

ETIOLOGI

HBV merupakan hepadnavirus: hepa dari hepatotropik dan dna karena virus berupa virus DNA. HBV merupakan virus DNA berselubung ganda berukuran 42 nm yang memiliki lapisan permukaan dan bagian inti. Virus rusak bila terpajan cairan empedu / detergen, tidak terdapat dalam tinja, menyebabkan penyakit hati kronik, dan viremia persisten.

Inti HBV menggandung, double stranded DNA partial (3,2 kb) dan:  Protein polymerase DNA dengan aktivasi reverse

transcriptase

 Antigen B core (HbcAg), merupakan protein struktural

 Antigen hepatitis B e (HbeAg), protein non-struktural yang berkorelasi secara tidak sempurna dengan replikasi aktif

Selubung lipoprotein HBV menggandung:

 Antigen permukaan hepatitis B (HbsAg), dengan tiga selubung protein: utama, besar dan menengah

 Lipid minor dan komponen karbohidrat

 HbsAg dalam bentuk partikel non infeksius dengan bentuk sferis 22 nm atau tubular

HBV terdiri atas 6 genotipe (A-H), satu serotipe utama dengan banyak subtipe berdasarkan keanekaragaman protein HbsAg.

TRANSMISI HBV

Transmisi HBV terjadi akibat terpajan darah yg terinfeksi atau cairan tubuh yang mengandung darah. Penularan hepatitis virus melalui darah dapat terjadi dengan cara parenteral seperti pada transfusi darah / produk darah berulang, penyalahgunaan obat secara intravena atau terpapar alat suntik yang terkontaminasi, secara seksual dan secara perinatal yaitu penularan

(16)

vertikal ibu ke bayi. Tanpa intervensi, ibu yang HbsAg positif memiliki faktor resiko 20% menularkan HBV ke anaknya pada saat melahirkan. Faktor resiko sebesar 90% jika ibu juga HbeAg positif. HBV dapat ditularkan antar anggota keluarga yang serumah, mungkin akibat kontak cairan tubuh seperti misalnya saliva yang mengandung HBV.

Kelompok resiko tinggi terkena HBV :  imigran dari daerah endemis HBV

 pengguna obat IV yang sering bertukar jarum dan alat suntik

 pelaku hubungan seksual dengan banyak orang atau dengan orang terinfeksi

 pria homoseksual yang secara seksual aktif  pasien rumah sakit jiwa

 pasien hemodialisis dan penderita hemofilia yang menerima produk tertentu dari plasma

 kontak serumah dengan carrier HBV

 pekerja sosial di bidang kesehatan, terutama yang banyak kontak dengan darah

 bayi baru lahir dari ibu terinfeksi, dapat terinfeksi pada saat atau segera setelah lahir.

PATOFISIOLOGI

Cara utama penularan HBV adalah melalui parenteral dan menembus membran mukosa, terutama melalui hubungan seksual. Masa inkubasi rata-rata sekitar 60-90 hari.

Penanda serologis pertama yang dipakai untuk identifikasi HBV adalah antigen permukaan (HBsAg), positif kira-kira 2 minggu sebelum timbulnya gejala klinis dan biasanya menghilang pada masa konvalesen dini,tetapi dapat pula bertahan 4-6 bulan. Penderita dengan HBsAg yang menetap selama lebih dari 6 bulan disebut carrier HBV. Adanya HBsAg menandakan bahwa penderita dapat menularkan HBV ke orang lain. HBs Ag dapat ditemukan pada hampir semua cairan tubuh orang yang terinfeksi : darah, semen, saliva, air mata, cairan asites, air susu ibu, urin, bahkan feses.

(17)

Penanda yang muncul berikutnya biasanya adalah antibodi terhadap antigen ini (anti-HBc) yang terdeteksi segera setelah timbul gambaran klinis hepatitis dan menetap untuk seterusnya, antibodi ini merupakan penanda kekebalan paling jelas dari infejsi HBV. IgM anti-HBc terlihat pada awal infeksi dan bertahaln lebih dari 6 bulan. Adanya predominasi antibodi IgG anti-HBc menunjukan kesembuhan dari HBV di masa lampau atau infeksi HBV kronis. Cara terbaik untuk menentukan kekebalan yang dihasilkan oleh infeksi spontan adalah dengan mengukur anti-HBc

Antibodi yang muncul berikutnya adalah antibodi terhadap antigen permukaan (anti-HBs) yang timbul setelah infeksi membaik dan berguna untuk memberikan kekebalan jangka panjang.

Antigen e (HBeAg) merupakan bagian dari HBV yang larut dan timbul bersamaan atau segera setelah HBsAg menghilang. HBeAg selalu ditemukan pada semua infeksi akut dan hal ini menunjukan adanya replikasi virus dan penderita dalam keadaan sangat menular. HBeAg yang menetap mungkin menunjukkan infeksi replikatif yang kronis. Antibodi terhadap HBeAg (anti-HBe) muncul pada hampir semua infeksi HBV dan berkaitan dengan hilangnya virus-virus yang bereplikasi dan menurunnya daya tular.

Carrier HBV merupakan individu yang hasil pemeriksaan HBsAg nya positif pada sedikitnya 2 kali pemeriksaan yang berjarak 6 bulan atau hasil pemeriksaan HBsAg nya positif tetapi IgM anti-HBc nya negatif dari 1 spesimen tunggal.

GEJALA KLINIS

Infeksi akut HBV diawali dengan gejala nonspesifik, misalnya hilang nafsu makan, mual, muntah, nyeri badan, demam ringan, urin gelap, dan selanjutnya berkembang menjadi ikterus. Bilirubin yang meningkat dalam tubuh menyebabkan pruritus atau gatal pada kulit. Gejala seperti ini bertahan selama beberapa minggu dan secara bertahap makin membaik pada sebagian besar orang. Sebagian penderita dapat menderita sakit yg lebih berat berupa gagal hati fulminan, yang menyebabkan kematian. Infeksi dapat asimtomatik.

Infeksi kronik HBV dapat asimtomatik atau berupa inflamasi hepar kronik, yang kemudian dapat berkembang menjadi sirosis hepatis dalam beberapa

(18)

tahun. Infeksi kronik juga dapat menyebabkan karsinoma hepatoselular. Carrier kronik dianjurkan untuk menghindari konsumsi alkohol karena dapat meningkatkan resiko sirosis hepatis dan kanker hepar.

Gejala klinik hepatitis dibagi menjadi 3 stadium berdasarkan gejala ikterus: a. Pre ikterus / prodromal (1-21 hari)

 Panas badan ringan : tidak enak badan dan mudah lelah

 Gejala saluran pernapasan : terdapat gejala seperti flu dan faringitis

 Gejala saluran pencernaan : abdominal discomfort / perut begah, mual, muntah, dan anoreksia berhubungan dengan perubahan penghidu dan rasa kecap

 Gejala konstitusional : arthralgia, mialgia, dan sakit kepala

 Nyeri abdomen : biasanya ringan dan menetap di kuadran kanan atas atau epigastrium

 Warna urin bertambah coklat gelap karena peningkatan bilirubin

 Warna tinja menjadi pucat karena sterkobilin menurun. b. Ikterus (1-4 minggu)

Jaundice pada sklera dan kulit, karena bilirubin berdifusi ke dalam jaringan.

 Pruritus

 Demam

 Penurunan berat badan

 Gejala saluran pernapasan, pencernaan, dan konstitusional berkurang sampai hilang.

 Hepar membesar, dapat dipalpasi dengan pinggiran yang lunak dan nyeri tekan pada 70 % pasien

 Urin berwarna gelap, seperti air teh pekat

 Feses berwarna dempul c. Post ikterus (2-4 bulan)

Jaundice dan gejala lain mulai berkurang

 Malaise

 Hepatomegali dan abnormalitas fungsi hati masih ada

(19)

 Biasanya akan makin membaik dalam 2-3 minggu DIAGNOSIS

Anamnesis

 Identitas pasien  Keluhan utama

- Timbulnya gejala non spesifik yaitu anoreksia, mual, muntah, demam dan nyeri abdomen ringan pada kuadran kanan atas atau epigastrium.

- Dalam beberapa hari atau minggu mulai timbul ikterus, tinja pucat, dan urin berwarna gelap (bilirubin direk) dan feses berwarna pucat (lebih sedikit sterkobilin).

- Ada rasa gatal atau pruritus yang bersifat menetap.  Riwayat kontak dengan pasien hepatitis

 Riwayat penyakit sebelumnya  Riwayat perjalanan penyakit  Riwayat penyakit keluarga

 Riwayat pemakaian obat hepatotoksik  Gaya hidup

Pemeriksaan Fisik

Didapatkan sklera dan kulit berwarna oranye-kuning muda atau tua, pada pemeriksaan palpasi ditemukan pembesaran hepar.

Pemeriksaan Penunjang

Pemerikasaan Laboratorium :

(20)

Hepatitis B didiagnosis dari hasil-hasil tes-tes darah spesifik virus hepatitis B (serologi) yang mencerminkan beragam komponen-komponen virus hepatitis B.

1) HBsAg

Diagnosis infeksi hepatitis B terutama dengan mendeteksi hepatitis B surface antigen (HBsAg) dalam darah. Kehadiran HBsAg berarti bahwa ada infeksi virus hepatitis B aktif.

Menyusul suatu paparan pada virus hepatitis B, HBsAg menjadi terdeteksi dalam darah dalam waktu empat minggu. Pada individu-individu yang sembuh dari infeksi virus hepatitis B akut, eliminasi atau pembersihan dari HBsAg terjadi dalam waktu empat bulan setelah timbulnya gejala-gejala.

Infeksi virus hepatitis B kronis didefinisikan sebagai HBsAg yang menetap lebih dari 6 bulan.

2) Anti-HBs

Setelah HBsAg dieliminasi dari tubuh, antibodi-antibodi terhadap HBsAg (anti-HBs) biasanya timbul. Anti-HBs ini menyediakan kekebalan pada infeksi virus hepatitis B yang berikutnya. Sama seperti individu-individu yang telah berhasil divaksinasi terhadap virus hepatitis B mempunyai anti-HBs yang dapat diukur dalam darah.

3) Anti-HBc

HBc hanya dapat ditemukan dalam hati dan tidak dapat terdeteksi dalam darah. Kehadiran dari jumlah-jumlah yang besar dari hepatitis B core antigen dalam hati mengindikasikan suatu reproduksi virus yang sedang berlangsung. Ini berarti bahwa virusnya aktif. Antibodi terhadap hepatitis B core antigen, dikenal sebagai antibodi hepatitis B core (anti-HBc), bagaimanapun, terdeteksi dalam darah.

(21)

Sebagai suatu kenyataan, dua tipe dari antibodi-antibodi anti-HBc (IgM dan IgG) dihasilkan.

IgM anti-HBc adalah suatu penanda/indikator (marker/indicator) spesifik untuk mendiagnosis suatu infeksi virus hepatitis B akut. IgM anti-HBc ditemukan dalam darah selama infeksi akut dan berlangsung sampai enam bulan setelah timbulnya gejala-gejala.

IgG anti-HBc berkembang selama perjalanan infeksi virus hepatitis B akut dan menetap seumur hidup, tidak perduli apakah individunya sembuh atau mengembangkan infeksi kronis.

4) HBeAg, anti-HBe,

HBeAg dan antibodi-antibodinya, anti-HBe, adalah penanda-penanda (markers) yang bermanfaat untuk menentukan kemungkinan penularan virus oleh seseorang yang menderita infeksi virus hepatitis B kronis. Mendeteksi keduanya HBeAg dan anti-HBe dalam darah biasanya adalah eksklusif satu sama lain.

Sesuai dengan itu, kehadiran HBeAg berarti aktivitas virus yang sedang berlangsung dan kemampuan menularkan pada yang lainnya, sedangkan kehadiran anti-HBe menandakan suatu keadaan yang lebih tidak aktif dari virus dan risiko penularan yang lebih kecil. 5) HBV-DNA

Penanda yang paling spesifik dari reproduksi/replikasi dan aktivitas virus hepatitis B adalah pengukuran dari hepatitis B virus DNA dalam darah. Metode yang dipakai ialah

PCR (polymerase chain reaction)

metode (assay) yang paling sensitif untuk menentukan tingkat hepatitis B virus DNA. Ini berarti bahwa PCR adalah metode yang terbaik untuk mendeteksi jumlah-jumlah yang sangat kecil dari

(22)

penanda virus hepatitis B. Metode ini bekerja dengan memperbesar material yang sedang diukur sampai semilyar kali untuk mendeteksinya. Metode PCR, oleh karenanya, dapat mengukur sekecil 50 sampai 100 kopi (partikel-partikel) dari virus hepatitis B per mililiter darah.

Tujuan mengukur hepatitis B virus DNA biasanya adalah untuk menentukan apakah infeksi virus hepatitis B aktif atau tidak aktif (diam). Perbedaan ini dapat dibuat berdasarkan jumlah hepatitis B virus DNA dalam darah. Tingkat-tngkat yang tinggi dari DNA mengindikasikan suatu infeksi yang aktif, dimana tingkat-tingkat yang rendah mengindikasikan suatu infeksi yang tidak aktif (tidur). Jadi, pasien-pasien dengan penyakit yang tidur (tidak aktif) mempunyai kira-kira satu juta partikel-partikel virus per mililiter darah, sedangkan pasien-pasien dengan penyakit yang aktif mempunyai beberapa milyar partikel-partikel per mililiter.

Oleh karenanya, siapa saja yang HBsAg positif, bahkan jika infeksi virus hepatitis B tidak aktif, akan mempunyai tingkat-tingkat hepatitis B virus DNA yang dapat terdeteksi dengan metode PCR karena ia begitu sensitif.

Metode hybridization

Suatu tes yang kurang sensitif daripada PCR. Tidak seperti metode PCR, metode hybridization mengukur material virus tanpa pembesaran. Sesuai dengan itu, tes ini dapat mendeteksi hepatitis B virus DNA hanya ketika banyak partikel-partikel virus hadir dalam darah, berarti bahwa infeksinya aktif. Dengan kata lain, dari sudut pandang yang praktis, jika hepatitis B virus DNA terdeteksi dengan suatu metode hybridization, ini berarti bahwa infeksi virus hepatitis B adalah aktif.

(23)

MARKER SIGNIFICANCE HBsAg Indicates infection with HBV

HBcAg Non detectable in serum, only on liver tissue HBeAg Indicates active HBV infection, HBV replication Anti HBs Indicates clinical recovery from HBV infection Anti HBc Indicates active HBV infection (acut and chronic) IgM anti HBc Early index of acute HBV infection

Anti HBe Seroconvertion indicates resolution in most case HBV DNA Indicates HBV replication

HBsAg Anti-HBs Anti-Hbc (total) Anti-HBc IgM HBeAg Anti-HBe HBV DNA Interpretasi

+ - + + + + + Tahap awal infeksi

akut - - + + - + - Tahap Kemudian infeksi akut - + + - - - - Kesembuhan dengan kekebalan - + - - - Vaksinasi yang sukses + - + - + - + Infeksi kronis dengan reproduksi aktif

+ - + - - + - Infeksi kronis dalam

tahap tidak aktif

+ - + - - + + Infeksi kronis dengan reproduksi aktif - - + - - + atau - - Kesembuhan, Hasil positif palsu, atau infeksi kronis

(24)

Diagnosis Hepatitis A dan Hepatitis B

HBs Ag IgM anti HAV IgM anti HBc Interpretasi Diagnostik

( Dienstag & Isselbacher, 1994 )

+ + + + - - - - - + + + + - + - - + - + + Hepatitis akut B Hepatitis kronis B

Hepatitis akut A superimposed on hepatitis kronis B

Hepatitis akut A dan B Hepatitis akut A

Hepatitis akut A dan B (HBs Ag dibawah ambang)

Hepatitis akut B ( HBs Ag dibawah ambang )

2. Tes Fungsi hati

- SGOT, SGPT sangat meningkat mulai dari masa prodromal dan mencapai puncaknya pada saat ikterus

- enzim aminotransferase, AF, & gama GT serum meningkat - hiperbilirubinemia (bilirubin total, bilirubin direk, dan bilirubin

indirek semuanya meningkat)

3. Tes Darah

a. Protrombin Time (PT) memanjang menunjukkan adanya gangguan sintesis berat, nekrosis hepatoseluler, dan prognosis buruk

b. hiperglobulinemia c. Albumin serum menurun

(25)

4. Pemerikasaan urin

a. bilirubinuria b. urobilinuria urin

5. Pemeriksaan tinja

Tinja akholis karena sterkobilin menurun.

6. USG

Hepatomegali

7. Virus Marker

a. Imunodifusi radial (Ouchterlony)

b. Counterimmunoelectrophoresis (CIEP) c. Passive hemagglutination (PHA)

d. Reverse passive hemaglutination (RPHA) e. Enzyme immunoassay (EIA / ELISA) f. Radio immuno assay (RIA)

8. Biopsi Hati pada Hepatitis B Kronis

Sayangnya, tes darah tidak dapat memberikan semua informasi tentang keadaan hati seseorang. Biopsi hati untuk menentukan apakah ada kerusakan, tingkat kerusakan. misalnya Peradangan dan luka parut (fibrosis) pada hepatitis kronis atau sirosis. Biopsi hati hanya diusulkan untuk pasien dengan viral load HBV yang tinggi (di atas 100.000 kopi) dan tingkat enzim hati yang tinggi.

TATA LAKSANA

Suportif

d. Pada periode akut dan dalam keadaan lemah diharuskan cukup istirahat. Aktivitas fisis yang berlebihan dan berkepanjangan harus dihindari.

(26)

e. Rawat jalan pasien, kecuali pasien dengan mual atau anoreksia berat yang akan menyebabkan dehidrasi.

Dietetik

d. Tidak ada rekomendasi diet khusus.

e. Selama fase akut cukup mempertahankan asupan kalori dan cairan yang adekuat.

f. Jika pasien mual, tidak nafsu makan atau mual-muntah, sebaiknya diberikan infus.

Medikamentosa

Hepatitis B akut biasanya tidak membutuhkan perawatan karena sebagian besar sembuh spontan. Pengobatan antivirus hanya diperlukan pada infeksi agresif (hepatitis fulminan) atau penderita yang immunocompromised.

Pengobatan infeksi kronik diperlukan untuk menurunkan resiko sirosis dan kanker hepar. Penderita HBV kronik dengan peningkatan alanin aminotransferase serum (penanda kerusakan hepar) dan peningkatan DNA HBV secara persisten harus diterapi.

a. Walau tidak ada obat yang benar-benar dapat memberantas infeksi, obat dapat menghentikan virus bereplikasi, meminimalisasi kerusakan hepar seperti sirosis dan kanker hepar. Sekarang ada tujuh obat yang direkomendasikan untuk mengobati infeksi VHB di AS, di antaranya antivirus seperti lamivudin (Epifir), adefovir (Hepsera), tenofovir (Viread), telbivudin (Tyzeka), dan entecavir (Baraclude) serta modulator sistem imun seperti interferon alfa-2a dan interferon alfa-2a pegylated (Pegasys). Kegunaan interferon, yang diinjeksi tiap hari atau seminggu tiga kali, telah digantikan dengan interferon pegylated long acting yang dapat diinjeksi hanya seminggu sekali. Beberapa penderita dapat merespons lebih baik daripada penderita lain, mungkin karena genotip virus yang menginfeksi atau status herediter pasien. Pengobatan bekerja dengan menurunkan viral load, yang kemudian menutunkan replikasi virus di hepar.

(27)

b. Kortikosteroid tidak diberikan bila untuk mempercepat penurunan bilirubin darah. Kortikosteroid dapat digunakan pada kolestasis yang berkepanjangan, di mana transaminase serum sudah kembali normal tetapi bilirubin masih tinggi.

c. Obat-obat yang tidak perlu harus dihentikan.

d. Vitamin K diberikan pada kasus dengan kecenderungan perdarahan. KOMPLIKASI  Karsinoma hepatoseluler  Gagal hati  Anemia aplastik  Sirosis hepatis  Hepatitis berat

 Nekrosis hepatik masif

 Status carrier ( infeksi virus persisten tanpa gejala )  Penyakit hati kronik

PROGNOSIS

Infeksi HBV dapat terjadi akut (self-limiting) atau kronik (long-standing). Penderita HBV akut dapat sembuh spontan dalam beberapa minggu atau bulan. Lebih dari 95% penderita dapat sembuh total dan memiliki imunitas yang melindungi tubuh dari virus. Pada neonatus, hanya 5% dari yang tertular HBV ketika dilahirkan dapat sembuh dari infeksi. Neonatus yang terkena memiliki resiko kematian akibat sirosis atau karsinoma hepatoseluler sebesar 40%. Pada anak yang terinfeksi ketika berumur 1 sampai 6 tahun, sekitar 70% dapat sembuh. Dengan berkembangnya alternatif pengobatan, maka diharapkan prognosis hepatitis B menjadi lebih baik.

PENCEGAHAN

Infeksi HBV dapat dicegah dengan vaksinasi. Bayi yang lahir dari ibu penderita hepatitis B dapat diterapi dengan antibodi HBV (HBIg). Jika vaksin

(28)

diberikan dalam waktu 12 jam setelah lahir, resiko terkena hepatitis B menurun sampai 95%. Terapi ini membuat ibu dapat menyusui anaknya dengan aman.

c. Hepatitis C DEFINISI

Hepatitis C adalah peradangan pada hati yang disebabkan oleh virus hepatitis C (VHC). Infeksi virus ini dapat menyebabkan peradangan hati yang bersifat asimptomatik (tidak bergejala), apabila infeksi berlanjut akan menyebabkan sirosis hati dan kanker hati. Masa inkubasi virus hepatitis C selama 14-182 hari, rata-rata 42-49 hari. Virus hepatitis C menyebar melalui kontak darah ke darah dari darah orang yang terinfeksi. Walaupun sudah ditemukan vaksin pada hepatitis A dan B, tidak ada vaksin yang dibuat untuk hepatitis C. Hepatitis C adalah penyakit yang diderita oleh 20% dari penderita hepatitis virus dan selebihnya pada kasus transfusi darah.

EPIDEMIOLOGI

Infeksi VHC terdapat diseluruh dunia. Menurut perkiraan oleh World Health Organization, 3% dari populasi dunia (sekitar antara 170 dan 200 juta orang) yang terinfeksi, dengan sekitar 4 juta sampai 5 juta US dan Eropa. Prevalensi yang bervariasi di antara negara-negara, tingkat pembangunan mereka, atau bahkan berbagai daerah dan kondisi saniter yang sama negara. Di Spanyol itu dianggap bahwa populasi yang terinfeksi adalah antara 2,5%. Sekitar 80% dari mereka yang terinfeksi akan menjadi kronis, 10-20% akan menjadi sirosis hepatis dalam jangka waktu 20 tahun dan setiap tahunnya sekitar 2% dari penderita berkembang menjadi kanker hati.

(29)

Mengutip data Badan Kesehatan Dunia (WHO), sekitar 7 juta orang Indonesia diduga mengidap virus Hepatitis C dan diperkirakan terdapat ribuan infeksi baru muncul setiap tahunnya. Sekitar 90 persen dari orang yang mengidap hepatitis C tidak sadar bahwa dirinya telah terinfeksi sampai gejala-gejalanya muncul beberapa tahun kemudian.

ETIOLOGI

(30)

VHC (Virus Hepatitis C) adalah virus RNA yang digolongkan dalam Flavivirus dimana umumnya virus ini masuk ke darah melalui transfusi atau kegiatan-kegiatan yang memungkinkan virus ini langsung terpapar ke sirkulasi darah. Target utama VHC adalah sel-sel hati dan mungkin juga sel limfosit B melalui reseptor yang mungkin sekali serupa dengan CD81 yang terdapat di sel-sel hati maupun limfosit sel B atau reseptor LDL (LDLR).

Struktur gen VHC adalah sebuah RNA untai tunggal, polaritas positif dan berdiameter 30-60 nm. Panjang genom berkisar 10.000 pasang basa dengan daerah open reading frame (ORF) diapit oleh susunan nukleotida yang tidak ditranslasikan (untranslated region atau UTR) pada masing-masing ujung 5’ dan 3’. Kedua ujung gen VHC yang tidak ditranslasikan ini diketahui sangat terpelihara (conserved) sehingga saat ini dipakai untuk identifikasi adanya infeksi VHC, terutamapada ujung 5’.

Daerah ORF akan menghasilkan satu poliprotein yang terdiri dari 3011 asam amino. Asam-asam amino akan diproses oleh peptidase sel-sel hati untuk protein-protein struktural VHC (3 macam protein struktural yang dikenal yakni core, envelope region 1 (E1) dan envelope region 2 (E2)) dan protease-protease yang dikode oleh VHC untuk protein-protein regulator dari regio non-struktural (NS region) yang saat ini telah dikenal 7 protein non-non-struktural yaitu : NS2, NS3, p7, NS4a, NS4b, NS5a, dan NS5b.

Virus ini bereplikasi sangat cepat (melebihi HIV maupun VHB) melalui RNA-dependent RNA polymerase yang menghasilkan salinan RNA virus tanpa mekanisme proof-reading (mekanisme yang akan menghancurkan salinan nukleotida yang tidak persis sama dengan asliya). Kondisi ini akan menyebabkan timbulnya banyak salinan-salinan RNA VHC yang sedikit berbeda namun masih berhubungan satu sama lain pada seorang pasien yang disebut sebagai quasispesies. Perbedaan nukleotida diantara quasispesies tidak lebih dari 10% namun menimbulkan masalah pada pengenalan sistem imunologik pasien terhadap virus ini karena perbedaan struktur antigen yang diekspresikan oleh VHC.

Susunan gen-gen yang berbeda pada regio 5’UTR, core maupun NS5b diketahui dapat menggolongkan VHC dalam beberapa genotipe dan subtipe. Saat ini telah diidentifikasi 6 genotipe dan lebih dari 50 subtipenya. Hal ini merupakan alasan mengapa tubuh tidak dapat melawan virus dengan efektif

(31)

dan penelitian belum dapat membuat vaksin melawan virus Hepatitis C. Lebih dari 60% diantara genotipe yang berhasil diidentifikasi pada beberapa studi di Indonesia merupakan genotipe 1a dan 1b.

Genotipe tidak menentukan seberapa parah dan seberapa cepat perkembangan penyakit Hepatitis C, akan tetapi genotipe tertentu mungkin tidak merespon sebaik yang lain dalam pengobatan (terapi dengan interferon).

CARA PENULARAN

Virus hepatitis C dapat menular melalui 2 cara yaitu : 1. Penularan horizontal

Penularan HCV terutama terjadi melalui parenteral, yaitu transfusi darah atau komponen produk darah, hemodialisa, penyuntikan obat melalui intravena, dan dapat juga akibat terpapar alat suntik yang terkontaminasi HCV.

Penularan secara seksual bisa terjadi, tetapi dianggap tidak efektif. Hal ini dikarenakan rendahnya titer virus dalam sebagian besar darah penderita dan virus sangat jarang ditemukan dalam sekret ataupun cairan tubuh.

2. Penularan vertikal

Penularan vertikal adalah penularan dari seorang ibu pengidap atau penderita hepatitis C kepada bayinya sebelum persalinan, pada saat persalinan atau beberapa saat setelah persalinan. Penularan vertikal dari ibu ke bayi dianggap tidak umum terjadi, kecuali jika ibu mengandung kadar viremia yang tinggi atau terdapat ko-infeksi dengan HIV.

PATOFISIOLOGI

Kerusakan sel hati akibat VHC atau paertikel virus secara langsung masih belum jelas. Namun beberapa bukti menunjukkan adanya mekanisme imunologis yang menyebabkan kerusakan sel hati.

Reaksi cytotoxic T-cell (CTL) spesifik yang kuat diperlukan untuk terjadinya eliminasi menyeluruh VHC pada infeksi akut. Pada infeksi kronik,

(32)

reaksi CTL yang relative lemah masih mampu merusak sel-sel hati dan melibatkan respon inflamasi di hati tetapi tidak bias menghilangkan virus sehingga kerusakan sel hati berjalan terus menerus.

Reaksi inflamasi yang dilibatkan melalui sitokin-sitokin pro-inflamasi seperti TNF-α, TGF-β1, akan menyebabkan rekrutmen sel-sel infalmasi lainnya dan menyebabkan aktivasi sel-sel stelata di ruang disse hati. Sel-sel ini akan berproliferasi dan menjadi aktif menjadi sel-sel miofibroblas yang dapat menghasilkan matriks kolagen sehingga terjadi fibrosis dan berperan aktif dalam menghasilkan sitokin-sitokin pro-inflamasi. Mekanisme ini berlangsung terus menerus sehingga fibrosis semakin meluas dan menimbulkan kerusakan sel hati lanjut hingga terjadi sirosis.

MANIFESTASI KLINIS

Gejala yang timbul dapat berat atau asimtomatik dan tidak terduga. Infeksi HVC akut cenderung menjadi hepatitis kronis. Hepatitis C kronis dapat ringan, asimtomatik selama berpuluh-puluh tahun dan tidak progresif, sehingga dapat tidak terdeteksi kecuali dilakukan pemeriksaan penyaring terhadap hepatitis C, dapat pula terjadi infeksi persisten seumur hidup yang menjadi hepatitis kronis aktif, sirosis, hipertensi porta, dan karsinoma hepatoseluler.

Manifestasi klinis Hepatitis C tidak berbeda dari infeksi hepatitis virus lainnya, biasanya subklinis. Hanya 25% pasien yang mengalami ikterik. Gejala pertama kali mungkin timbul berpuluh-puluh tahun kemudian dengan sekuele seperti sirosis atau karsinoma hepatoseluler. Bila penyakit ini timbul, onsetnya perlahan (insidious) dengan gejala yang tidak spesifik atau tanpa gejala. Malaise, anoreksta, mual, dan kadang-kadang nyeri di kuadran kanan atas perut dapat terjadi. Ikterik dapat berlangsung beberapa hari sampai beberapa bulan. Dapat pula timbul pruritus, steatore, dan penurunan berat badan ringan (2-5kg). Tanda fisik hepatitis C akut juga tidak jelas. Hanya pada sebagian kecil pasien dapat ditemukan hepatomegali dan splenomegali.

Pada pasien hepatitis C kronis yang simtomatik, fatigue merupakan keluhan yang paling sering. Banyak pasien yang tidak memiliki riwayat hepatitis akut atau ikterus. Pada keadaan yang berat, dapat ditemukan spider

(33)

angiomata dan hepatosplenomegali. Kurang lebih 20% pasien hepatitis C kronis akan menjadi sirosis dalam 10 tahun.

DIAGNOSIS

Anamnesa

Umumnya infeksi akut virus hepatitis C tidak memberi gejala atau hanya bergejala minimal. Dalam mendiagnosis penyakit yang dikeluhkan pasien,. Baiklah terlebih dahulu kita melakukan anamnesis terhadap pasien tersebut karena dapat diperoleh ketepatan diagnosa sebesar 60%-70%. Adapun yang harus kita tanyakan dalam kasus ini adalah :

1. Tanggal termasuk tahun.

2. Data pribadi pasien: nama, tempat dan tanggal lahir (umur), jenis kelamin, agama, pekerjaan, status perkawinan dan jumlah anak, status ekonomi. 3. Keluhan utama: nyeri perut kanan atas, air seni gelap seperti teh, mata

kuning (ikterus), mual, muntah, steatore, pruritus.

4. Riwayat penyakit sekarang (anamnesis khusus): serangan nyeri, tipe demam, sejak kapan gejala timbul, berat-ringan gejala.

5. Anamnesis umum: nafsu makan, penurunan berat badan (dalam berapa lama), adakah gejala malaise?

6. Riwayat penyakit dahulu: operasi, transfusi darah (apakah darah dari donor tersebut diketahui positif terinfeksi VHC?), kecelakaan, kehamilan dan partus, apakah pernah ikterus?, jika pasien pernah gagal ginjal berapa lama mendapat dialisis?, apakah pasien pernah menderita penyakit hati sebelumnya? (dilihat dari riwayat peningkatan ALT).

7. Riwayat penyakit keluarga: apakah ada anggota keluarga lain yang mengalami gejala yang sama, adakah riwayat kontak ( penggunaan alat seperti sikat gigi, alat cukur ) dengan penderita hepatitis C dalam keluarga.

8. Riwayat obat-obatan intravena.

9. Kebiasaan: memakai obat narkotik suntik, pasangan seks yang terinfeksi VHC.

(34)

Pemeriksaan fisik

Pada pemeriksaan fisik, dapat diperoleh:

1. Keadaan umum: apakah pasien tampak sakit, apakah bebas bergerak atau hanya berbaring sepanjang hari, bagaimana keadaan gizi, bagaimana keadaan hidrasi.

Keadaaan umum sangat penting untuk memperoleh beberapa keterangan dengan cepat dan juga menjadi sumber keterangan dokter jaga.

2. Periksa tanda-tanda vital: nadi, respirasi, suhu, dan tekanan darah

3. Perhatikan adanya perubahan warna kulit dan mukosa (ikterus), tanda-tanda anemia, ekskoriasi.

4. Perkusi: batas pekak hati

5. Palpasi: nyeri tekan kuadran kanan atas, hepatomegali, sering disertai splenomegali dan limfadenopati, kandung empedu pasien teraba, tanda-tanda hipertensi porta seperti asites.. Bila hepatitis C telah berkembang menjadi sirosis hati, maka pada palpasi hati teraba mengecil disertai adanya benjolan / nodul yang tidak rata.

Selain gejala-gejala gangguan hati, dapat pula timbul manifestasi ekstrahepatik, antara lain krioglobulinemia dengan komplikasi-komplikasinya (glomerulopati, kelemahan, vaskulitis, purpura, atau artralgia), porphyria cutanea tarda, sicca syndrome, atau lichen planus. Patofisiologi gangguan-gangguan ekstrahepatik ini belum diketahui pasti, namun dihubungkan dengan kemampuan VHC untuk menginfeksi sel-sel limfoid sehingga mengganggu respons sistem imunologis. Sel-sel limfoid yang terinfeksi dapat berubah sifatnya menjadi ganas karena dilaporkan tingginya angka kejadian limfoma non-Hodgkin pada pasien dengan infeksi VHC.

Penyakit hati kronis bisa menimbulkan keluhan akibat gangguan fungsi sintetik, seperti edema, memar, ikterus, atau pruritus, disertai tanda-tanda hipertensi portal, seperti asites, nyeri abdomen atau perdarahan varises, atau malaise umum, kelelahan, dan anoreksia.

Pemeriksaan laboratorium

Tahap berikutnya adalah pemeriksaan laboratorium yang diambil dari darah, urin, dan serologis yang pada pemeriksaan tersebut diperoleh :

(35)

1. SGOT (Serum Glutamic Oxaloacetic Transaminase) = AST (Aspartate amino transferase) dan SGPT (Serum Glutamic Pyruvic Transaminase) = ALT (Alanine amino transferase)

Nilai normal SGOT : 5 -17 U/L (pria), 5 -15 U/L (wanita)

SGPT : 5 – 23 U/L (pria), 5 – 19 U/L (wanita)

Namun pada pasien yang dicurigai hepatitis didapatkan SGOT meningkat (≤ 1000 U/L) dan SGPT juga meningkat (≤ 1000 U/L) mulai pada masa prodormal dan mencapai puncaknya pada saat timbul ikterus. Pada hepatitis akut tanpa komplikasi sudah menurun pada minggu 2 atau ke-3 setelah timbal ikterus. Aktivitas enzim SGOT dan SGPT akan diikuti penurunan bilirubin.

2. Enzim AF (Alfa Fetoprotein) Nilai normal neonatus : 50 ng/ml

dewasa : 10 – 30 ng/ml.

Pada pasien yang dicurigai hepatitis didapatkan enzim ini meningkat. 3. GGT (Gama Glutamyl Transferase)

Nilai normal : 6 – 28 U/L (pria), 5 – 21 U/L (wanita) Nilai GGT juga didapatkan meninggi.

4. LDH (Lactic acid dehydrogenase) meningkat. 5. ALP (Alkaline Phosphatase) meningkat. 6. Bilirubin total meningkat, asam empedu. 7. Bilirubinuria dan bilirubinemia

Bilirubinuria menjadi negatif sebelum bilirubin darah normal. 8. Neutropenia dan limfopenia ringan disertai limfositosis relatif.

9. Urobilinogen urin positif dan bervariasi dari tinggi yaitu pada masa prodormal, lalu menurun pada saat ikterus mencapai puncaknya, dan akan meningkat lagi pada saat penyembuhan.

10. Protrombin Time (PT) memanjang menunjukkan adanya gangguan sintesis berat, nekrosis hepatoseluler, dan prognosis buruk.

11. Protein total, kadar albumin turun akibat gangguan sintesis albumin. 12. Virus marker hepatitis C : anti HCV (total/IgM), HCV RNA

Deteksi antibodi terhadap anti HCV

Infeksi oleh HCV dapat diidentifikasi dengan pemeriksaan serologi untuk memeriksa antibodi yang dibentuk tubuh terhadap HCV. Antibodi ini

(36)

akan bertahan lama setelah infeksi terjadi dan tidak mempunyai arti protektif, melainkan hanya merupakan indikasi bahwa terjadi pemaparan HCV pada pasien. Walaupun infeksi akut HCV telah hilang, antibodi terhadap HCV masih terus bertahan bertahun-tahun (18-20 tahun). Deteksi antibodi terhadap HCV dilakukan umumnnya dengan teknik

enzyme immuno assay (EIA). Antibodi terhadap HCV dapat dideteksi pada minggu ke 4 – 10 dengan sensitivitas mencapai 99% dan spesifisitas lebih dari 90%.

EIA tidak dapat menentukan apakan infeksi HCV tersebut akut, kronik atau dalam masa penyembuhan karena antibodi terhadap HCV berada di dalam darah pada ketiga fase tersebut. Negatif palsu dapat terjadi pada pasien dengan defisiensi sistem kekebalan tubuh seperti pada pasien HIV, gagal ginjal, kanker, sedang mendapat kemoterapi, dan krioglobulinemia. Selain untuk pemeriksaan pada pasien, penentuan adanya infeksi HCV dilakukan pada penapisan darah (screening test) untuk transfusi darah. Umumnya unit-unit transfusi darah menggunakan deteksi anti-HCV dengan EIA maupun dengan cara imunokromatografi, namun masih terdapat kasus-kasus pasien yang terinfeksi oleh HCV walaupun deteksi anti-HCV sudah dinyatakan negatif.

Dapat juga dilakukan teknik RIBA (recombinant assay) selain EIA untuk mendeteksi anti-HCV yang positif.

Deteksi RNA HCV

Selain deteksi antibodi terhadap HCV, dilakukan juga pemeriksaan molekuler dengan mendeteksi RNA HCV untuk mengetahui adanya virus ini dalam tubuh pasien terutama dalam serum, sehingga memberikan gambaran infeksi sebenarnya. RNA HCV Merupakan petanda paling awal muncul pada infeksi akut hepatitis C. RNA HCV terdeteksi dalam serum dari 1-3 minggu peningkatan transaminase. Pemeriksaan ini terdiri dari tes kualitatif dan kuantitatif. Tes kualitatif dapat menentukan adanya HCV dan juga menilai respon terapi sedangkan tes kuantitatif berguna untuk menentukan jumlah virus dalam serum dan juga menilai derajat perkembangan penyakit.

(37)

Jumlah HCV dalam serum maupun hati relatif sangat kecil sehingga diperlukan teknik amplifikasi agar dapat terdeteksi. Teknik polymerase chain reaction (PCR) adalah teknik menggandakan gen HCV oleh enzim polimerase, yang digunakan sebagai tes kualitatif maupun kuantitatif, serta dapat juga untuk menentukan genotipe HCV. Teknik lain yaitu dengan menggandakan signal yang didapat dari gen HCV yang terikat pada probe RNA merupakan tes kuantitatif. Untuk menentukan genotipe HCV selain dengan teknik PCR, juga digunakan teknik hibridisasi atau dengan melakukan sequencing gen HCV.

Deteksi nukleotida lebih sensitif daripada deteksi anti-HCV, sehingga saat ini telah dikembangkan teknik real time PCR yang dapat mendeteksi RNA HCV dalam jumlah yang sangat kecil (< 50 kopi/ml). Selain itu, teknologi transcription-mediated amplification (TMA) juga telah dikembangkan untuk meningkatkan sensitivitas deteksi HCV.

Deteksi RNA HCV mahal, sehingga hanya untuk yang dicurigai adanya infeksi hepatitis C dengan anti HCV yang negatif.

Pemeriksaan penunjang Biopsi hati

Peningkatan ALT biasanya merupakan tanda terjadiya inflamasi yang serius. Namun, ALT yang rendah atau normal mungkin juga terjadi pada kerusakan hati yang kronik. Untuk itu, biopsi hati diperlukan untuk mengetahui derajat dan tipe kerusakan sel-sel hati. Dengan anestesi lokal, sebuah jarum kecil dimasukkan ke perut kanan atas untuk mengambil sampel jaringan hati, lalu jaringan tersebut diperiksa di bawah mikroskop. Biopsi hati dapat menunjukkan telah berkembangnya penyakit hepatitis C ini menjadi sirosis dan seberapa jauh sirosis ini telah berkembang. Sekitar 20% pasien hepatitis C kronik akan menjadi sirosis dan sebagian kecil akan berkembang menjadi kanker hati.

PENATALAKSANAAN

Pengobatan Hepatitis C sedini mungkin sangatlah penting. Meskipun tubuh telah melakukan perlawanan terhadap infeksi, tetapi hanya 20% yang

(38)

berhasil, pengobatan tetap diperlukan untuk mencegah Hepatitis C kronis dan membantu mengurangi kemungkinan hati menjadi rusak.

Senyawa-senyawa yang digunakan dalam pengobatan Hepatitis C adalah:

1. Interferon alfa

Adalah suatu protein yang dibuat secara alami oleh tubuh manusia untuk meningkatkan sistem daya tahan tubuh/imunitas dan mengatur fungsi sel lainnya. Obat yang direkomendasikan untuk penyakit Hepatitis C kronis adalah dari inteferon alfa bisa dalam bentuk alami ataupun sintetisnya. 2. Pegylated interferon alfa

Dibuat dengan menggabungkan molekul yang larut air yang disebut "polyethylene glycol (PEG)" dengan molekul interferon alfa. Modifikasi interferon alfa ini lebih lama ada dalam tubuh, dan penelitian menunjukkan lebih efektif dalam membuat respon bertahan terhadap virus dari pasien Hepatitis C kronis dibandingkan interferon alfa biasa.

Ada dua macam pegylated interferon alfa yang tersedia:

 Peginterferon alfa-2a

 Peginterferon alfa-2b.

Meskipun kedua senyawa ini efektif dalam pengobatan Hepatitis C kronis, ada perbedaan dalam ukurannya, tipe pegylasi, waktu paruh, rute penbersihan dari tubuh dan dosis dari kedua pegylated interferon. Karena metode pegylasi dan tipe molekul PEG yang digunakan dalam proses dapat mempengaruhi kerja obat dan pembersihannya dalam tubuh.

Perbedaan besar antar dua pegylated interferon adalah dosisnya. Dosis dari pegylated interferon alfa-2a adalah sama untuk semua pasien, tidak mempertimbangkan berat dan ukuran pasien. Sedangkan dosis pegylated interferon alfa-2b disesuaikan dengan berat tubuh pasien secara individu. 3. Ribavirin

Adalah obat anti virus yang digunakan bersama interferon alfa untuk pengobatan Hepatitis C kronis. Ribavirin kalau dipakai tunggal tidak efektif

(39)

melawan virus Hepatitis C, tetapi dengan kombinasi interferon alfa, lebih efektif daripada inteferon alfa sendiri.

Efek samping penggunaan interferon adalah demam dan gejala-gejala menyerupai flu (nyeri otot, malaise, tidak napsu makan dan sejenisnya), depresi dan gangguan emosi, kerontokan rambut lebih dari normal, depresi sumsum tulang, hiperuresemia, kadang-kadang timbul tiroiditis. Ribavirin dapat menyebabkan penurunan Hb. Untuk mengatasi efek samping tersebut, pemantauan pasien mutlak perlu dilakukan.

Indikasi terapi

Didapatkan peningkatan nilai ALT lebih dari batas atas nilai normal. Pada pasien yang tidak terjadi fibrosis hati atau hanya fibrosis hati ringan tidak perlu diberikan terapi karena mereka biasanya tidak berkembang menjadi sirosis hati setelah 20 tahun menderita infeksi VHC.

Pengobatan pada hepatitis C

Akut, keberhasilan terapi dengan interferon lebih baik dari pada pasien Hepatitis C kronik hingga mencapai 100%. Interferon dapat digunakan secara monoterepi tanpa ribavirin dan lama terapi hanya 3 bulan. Namun sulit untuk menentukan menentukan infeksi akut VHC karena tidak adanya gejala akibat virus ini sehingga umumnya tidak diketahui waktu yang pasti adanya infeksi.

Kronik adalah dengan menggunakan interferon alfa dan ribavirin. Umumnya disepakati bila genotif I dan IV, maka terapi diberikan 48 minggu dan bila genotip II dan III, terapi cukup diberikan 24 minggu.

Kontraindikasi terapi

Adalah berkaitan berkaitan dengan penggunaan interferon dan ribavirin, yaitu:

- Pasien yang berusia lebih dari 60 tahun

- Hb<10g/dL, leukosit darah <2500/uL, trombosit <100.000/uL

- Adanya gangguan jiwa yang berat

- Adanya hipertiroid

(40)

Untuk interferon alfa yang konvensional, diberikan setiap 2 hari atau 3 kali seminggu dengan dosis 3 juta unit subkutan setiap kali pemberian. Interferon yang telah diikat dengan poly-ethylen glycol (PEG) atau dikenal dengan Peg-Interferon, diberikan setiap minggu dengan dosis 1,5 ug/kgBB/kali ( untuk Peg-Interferon 12 KD ) atau 180 ug ( untuk Peg-Interferon 40 KD ).

Pemberian interferon diikuti dengan pemberian ribavirin dengan dosis pada pasien dengan berat badan <50 kg 800 mg setiap hari, 50-70 kg 1000 mg setiap hari dan >70 kg 1200 mg setiap hari dibagi dalam 2 kali pemberian. Pada akhir terapi dengan interferon dan ribavirin perlu dilakukan pemeriksaan RNA VHC secara kualitatif untuk mengetahui apakah VHC resisten. Keberhasilan terapi dinilai 6 bulan setelah pengobatan dilakukan dengan memeriksa RNA VHC kualitatif. Bila :

- RNA VHC tetap (-) : pasien dianggap mempunyai respon virulogik yang menetap (sustained virulogical response atau SVR)

- RNA VHC kembali (+) : pasien dianggap relapser

Pasien yang tergolong kambuh dapat kembali diberikan interferon dan ribavirin nantinya dengan dosis yang lebih besar atau bila sebelumnya menggunakan interferon konvensional, Peg-Interferon mungkin akan bermanfaat.

Pada ko-infeksi HCV-HIV, terapi dengan interferon dan ribavirin dapat diberikan bila jumlah CD4 pasien ini > 200 sel/mL. Bila CD4 kurang dari nilai tersebut, respon terapi sangat kurang memuaskan.

Untuk pasien dengan ko-infeksi VHC-VHB, dosis pemberian interferon untuk VHC sudah sekaligus mencukupi untuk terapi VHB sehingga kedua virus dapat diterapi bersama-sama sehingga tidak diperlukan nukleosida analog yang khusus untuk VHB.

KOMPLIKASI

Pada hepatitis kronis yang terus berlanjut dapat terjadi komplikasi:

- Sirosis

(41)

PROGNOSIS

Hampir 90 % penderita hepatitis C tidak menunjukkan gejala apa pun, sehingga penderita tidak menyadari bahwa tubuhnya terinfeksi HCV. Sebagian besar baru sadar setelah memasuki stadium akut. Sekitar 20 % memang dapat dibersihkan oleh tubuh secara otomatis, namun 80 % sisanya harus mendapatkan penanganan khusus. Bila tidak, maka pada 15-20 tahun ke depan akan berkembang menjadi sirosis atau kanker hati.

Terobosan baru dalam penatalaksanaan hepatitis C menunjukkan bahwa kesempatan pasien untuk sembuh saat ini meningkat. Data menyebutkan, 60 % pasien yang menjalani terapi mengalami kesembuhan, bahkan untuk genotipe tertentu tingkat keberhasilannya lebih tinggi lagi. Kesembuhan penderita hepatitis C ditentukan oleh beberapa faktor, antara lain:

- Genotip virus (virus tipe 1 relatif lebih sulit sembuh dibanding tipe 2 dan 3)

- Usia pasien

- Kondisi penyakit

- Waktu mulai pengobatan

- Kepatuhan menjalani pengobatan

Pasien hepatitis C bisa sembuh total bila diterapi sejak dini. Oleh sebab itu, diagnosis dini sangat penting dilakukan. Terapi hepatitis C kronik sejak dini dapat mencegah progresi ke arah sirosis dan kanker hati. Bahkan, penelitian di Jepang menyebutkan bahwa risiko berkembangnya hepatitis C menjadi kanker hati akan berkurang hingga dua kali lipat bila ditangani sejak dini.

PENCEGAHAN

Tidak ada vaksin untuk Hepatitis C. Cara mencegah adalah dengan mengurangi resiko paparan dengan virus Hepatitis C baik secara langsung dengan pencegahan kontak fisik paparan terhadap HCV maupun tidak langsung dengan melakukan skrining terhadap darah dan donor organ.

d. Hepatitis D e. Hepatitis E

Referensi

Dokumen terkait

Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak  Sebagian besar dari diare akut disebabkan oleh karena infeksi. Banyak dampak  yang dapat terjadi karena

Radiasi elektromagnetik dalam rongga hampa bervolume    pada temperature keseimbangan    dapat dipandang sebagai sistem gas foton dengan energi yang

Pada saat Peraturan Daerah ini mulai berlaku, Peraturan Daerah Kabupaten Luwu Timur Nomor 22 Tahun 2005 tentang Retribusi Pemakaian Kekayaan Daerah (Lembaran Daerah

Dengan ini saya menyatakan bahwa isi intelektual dari skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Fraksi Klorofil Spirulina sp terhadap Sifat Listrik dengan Struktur Dye

Başlan­ gıçta samadhi sırf oluştan veya varoluştan ibaretmiş gibi gelebilir, fakat samadhi’ye eriştiğinizde siz de onun çok daha farklı olduğunu

KEDUA : Pedoman Pembibitan Sapi Perah Yang Baik (Good breeding practice) sebagaimana dimaksud pada diktum KESATU merupakan pedoman bagi pembibit sapi perah dalam menghasilkan

Penulisan instrumen penilaian memuat kisi-kisi, master soal, dan kunci jawaban menggunakan format yang dikeluarkan oleh Pengurus KKG dan/atau Tim Editor.. Penulisan

Balai Hidrologi dan Tata Air, Pusat Litbang Sumber Daya Air... Jan