• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tabel 1 Syarat Mutu Mi Instan menurut SNI 01.3551-

3.2 CEMARAN PADA PRODUK MI INSTAN

Cemaran pada produk mi instan kemungkinan dapat berupa cemaran mikrobiologis, cemaran kimia dan cemaran fisik. Cemaran-cemaran tersebut dapat berasal dari bahan baku utama, bahan baku pembantu lain dan bahan tambahan pangan (BTP), udara, karyawan, mesin dan peralatan.

3.2.1 Cemaran Mikrobiologis

Mi instan merupakan produk mi yang telah dikukus dan dikeringkan terlebih dahulu dan memiliki kadar air sekitar 8-10%. Mi instan memiliki aw sekitar 0,80 dan pH sebesar 8,7

(Yustiareni, 2000). Menurut Fardiaz (1992) dan Buckle et. al. (2007), pangan dengan kadar air yang rendah dan pH relatif tinggi (pH > 8,5) dikelompokkan sebagai pangan yang tidak mudah rusak. Dengan demikian, kadar air yang rendah dan aw yang rendah menyebabkan mi instan tidak riskan jika

disimpan pada suhu ruang. Namun demikian, bukan berarti produk mi instan tersebut tidak bebas dari adanya kemungkinan pencemaran atau kontaminasi baik adanya cemaran mikroba/biologis, kimia maupun fisik

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, cemaran mikroba yang mungkin terdapat pada mi instan dapat berupa bakteri E. coli, Salmonella, kapang dan angka lempeng total. Oleh karena itu, cemaran mikroba tersebut di dalam SNI ditetapkan batasnya. Menurut Jay (2000), mikroba perusak yang mungkin tumbuh pada produk olahan terigu adalah bakteri genus Bacillus dan beberapa jenis kapang.

9

Fardiaz (1992) menyatakan bahwa jika tumbuh pada bahan pangan, bakteri dapat menyebabkan berbagai perubahan pada penampakan maupun komposisi kimia dan cita rasa bahan pangan tersebut. Adanya aktivitas mikroorganisme pembentuk asam misalnya, ditandai dengan terdeteksinya bau asam pada mi basah yang telah rusak. Pada bakteri aerobik pembentuk spora yang dapat memproduksi amilase mungkin tumbuh pada kadar air yang tinggi dengan memanfaatkan terigu dan hasil olahannya sebagai sumber energi. Pada kondisi kadar air lebih rendah, kapang berpotensi untuk tumbuh yang ditandai dengan pembentukan miselia dan spora. Kapang yang tumbuh umumnya berasal dari genus Rhizopus yang dapat dikenali dengan adanya spora berwarna hitam (Jay, 2000).

Selain cemaran bakteri dan kapang tersebut, mi instan kemungkinan dapat tercemar oleh bakteri jenis Salmonella dan Staphylococcus yang berasal dari bahan tepung telur serta E. coli dan koliform yang berasal dari bahan air yang digunakan dalam proses pencampuran. Menurut ICMSF (1998), produk yang ingrediennya mengandung tepung telur atau telur kering seperti custard, cream cakes, angel cake dan mi instan dapat terkontaminasi oleh Salmonella dan Staphylococcus. Hasil penelitian yang dilakukan oleh Mafic et al. (1990) dan Narvaiz et al. (1992) menunjukkan bahwa Salmonella yang terdapat pada tepung telur dapat diinaktifkan dengan cara irradiasi melalui sinar gama pada dosis 0,8 kGy untuk jenis bakteri S. Enteritidis, S. Typhimurium dan S. Lille, sedangkan untuk mereduksi sebanyak 103 bakteri diperlukan dosis 2,4 kGy. Produk tepung telur yang telah

diirradiasi ini tahan disimpan selama 4 minggu.

Untuk mengendalikan produk kering seperti halnya mi kering yang mengandung bahan ingredien tepung telur disarankan oleh ICMSF (1998) sebaiknya melindungi produk itu dari kemungkinan terjadinya kondensasi air ke dalam produk kering tersebut. Oleh karena itu, produk mi kering yang telah dikemas dalam plastik diharapkan tidak ada yang bocor dan terkena kondensasi oleh air dari luar.

Cemaran bakteri pada air, kemungkinan dapat berupa bakteri patogen seperti E. coli, Campylobacter jejuni, Salmonella sp, Shigella, Vibrio cholerae, Yersinia enterolita dan Aeromonas hydrophila; (Jones dan Watkins, 1989). Dengan demikian, air yang digunakan untuk produksi mi instan pada saat proses pencampuran harus memenuhi persyaratan kualitas air minum menurut PerMenKes No. 907/MENKES/SK/VIII/2002 tanggal 29 Juli 2002, yaitu harus bebas dari E. coli dan koliform. Hal ini disebabkan karena bakteri E. coli dan koliform digunakan sebagai indikator tercemarnya air tersebut oleh adanya cemaran yang berasal dari buangan air besar manusia ataupun kotoran hewan. Lebih lanjut Havelar (1994) menyarankan bahwa seyogianya air diolah terlebih dahulu untuk menghasilkan air yang aman untuk dikonsumsi.

3.2.2 Cemaran Kimia

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 (Tabel 1) untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran kimia yang perlu dibatasi keberadaannya pada mi instan berupa logam-logam berat seperti timbal (Pb), raksa/merkuri (Hg) dan arsen (As). Cemaran kimia logam- logam berat ini diduga berasal dari bahan baku tepung terigu, garam dan air yang digunakan dalam proses produksi mi instan. Sumber cemaran kimia logam-logam berat seperti Pb, Hg, dan As dapat berasal dari lingkungan dan tanah tempat tumbuh asal tanaman terigu yang terkontaminasi oleh polusi asap kendaraaan bermotor dan hasil buangan limbah industri yang mengandung logam-logam berat; selain itu dari bahan baku garam yang tercemar oleh logam-logam berat di tempat asalnya.

10

3.2.3 Cemaran Fisik

Berdasarkan Standar Nasional Indonesia SNI 01.3551-2000 untuk produk mi instan, ditetapkan bahwa cemaran fisik yang mungkin terdapat pada produk mi instan berupa benda-benda asing lainnya. Cemaran fisik benda-benda asing ini dapat berupa rambut, kotoran (pasir, tanah), kelupasan cat, karat, debu, potongan kertas dan tali plastik. Sumber cemaran fisik tersebut dapat berasal dari pekerja/karyawan yang menangani produk, pallet kayu, peralatan dan tali plastik yang digunakan untuk pengemasan. Oleh karena itu, cemaran fisik benda-benda asing pada produk mi instan tersebut oleh SNI 01.3551-2000 ditetapkan harus negatif.

3.3 SANITASI PERALATAN

Sanitasi berasal dari kata Latin, yaitu sanitas yang memiliki arti sehat (Marriot dan Norman, 1992). Sanitasi merupakan cara pencegahan penyakit dengan cara menghilangkan atau mengatur faktor-faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai perpindahan penyakit tersebut. Sumber kontaminasi dalam industri pangan adalah pekerja, hewan dan lingkungan (Jenie, 2007). Sanitasi harus dilakukan pada semua jalur industri dari bahan mentah hingga produk akhir (Soekarto, 1990).

Pengolahan pangan pada umumnya berisiko akan kontaminasi karena penggunaan alat pengolahan yang kotor dan mengandung mikroba dalam jumlah yang tinggi. Peralatan yang digunakan dalam proses pengolahan bahan pangan diharuskan mengalami proses sanitasi terlebih dahulu sebelum dan setelah proses produksi berlangsung (Jenie, 2007).

Sanitasi peralatan umumnya menggunakan bahan-bahan kimia untuk menimimalisir kandungan mikroba yang terdapat dalam peralatan produksi. Bahan kimia yang umum digunakan sebagai bahan sanitasi peralatan terdiri atas soda kaustik, asam serta alkohol. Sanitasi pangan merupakan suatu upaya pencegahan terhadap kemungkinan tumbuh dan berkembang biaknya jasad renik pembusuk dan pathogen dalam makanan, minuman dan bangunan yang dapat merusak kualitas pangan dan membahayakan kesehatan manusia (Marriot dan Norman, 1992). Sanitasi untuk bahan pangan merupakan suatu proses untuk menciptakan keadaan bebas dari bahan yang dapat menyebabkan penyakit dari bagian atau sentuhan serangga (Stewart dan Amerine, 1973).

Program sanitasi sarana pengolahan pangan melibatkan pengendalian terpadu kondisi lingkungan selama produksi, pengolahan, penyimpanan, distribusi, persiapan, penyajian dan konsumsi makanan atau minuman. Pengendalian tersebut bertujuan untuk mencegah kontaminasi produk oleh mikroorganisme, serangga, tikus, binatang pes, benda asing dan bahan kimia yang berbahaya. Oleh karena itu program higiene dan sanitasi ini berlangsung sejak bahan baku diproduksi sampai dengan siap dikonsumsi.

Kegiatan yang berhubungan dengan produk makanan meliputi pengendalian mutu mentah, penyiapan bahan mentah, perlengkapan suplai air yang baik, pencegahan kontaminasi makanan pada seluruh tahap selama pengolahan dari peralatan, personalia, terhadap hama serta pengemasan dan penggudangan produk akhir (Jenie, 1998). Mesin/peralatan pengolahan yang memenuhi persyaratan sanitasi adalah mesin/peralatan yang konstruksinya sedemikian rupa sehingga mudah dibersihkan dan dibuat dari bahan-bahan yang mudah dibersihkan dan tidak berpengaruh negatif terhadap produk serta tahan terhadap bahan-bahan pembersih (Longree, 1972).

Pembersihan peralatan industri pangan perlu dilakukan secara rutin dengan prosedur dan sistem uji kebersihan yang baku. Cara pembersihan juga disesuaikan dengan jenis pengotor dan jenis makanan yang diolah. Peralatan yang kontak langsung dengan makanan dapat menjadi sumber

11

pencemaran, karenanya harus dipilih yang mudah dibersihkan, terbuat dari bahan yang tahan karat, dan tidak mempunyai sambungan sehingga kotoran tidak ada yang tertahan pada sambungan tersebut. Pengawasan terhadap mikroorganisme ini penting untuk menjamin suatu produk yang aman dan utuh dengan masa simpan yang cukup. Cemaran yang tertinggal akibat pembersihan peralatan yang kurang baik, akan menyediakan suatu medium yang baik bagi perkembangbiakan mikroorganisme (Jenie, 2007).

Pembersihan peralatan yang kurang baik diaplikasikan sanitizer untuk mengurangi mikroba patogen dan pembusuk yang terdapat pada peralatan dan fasilitas pangan. Zat pengotor harus terlebih dahulu dibersihkan agar sanitizer dapat bekerja dengan baik. Jenis-jenis sanitizer dibagi menjadi tiga bagian, yaitu jenis termal, radiasi, dan kimia. Sanitizer jenis kimia sering digunakan dalam teknik sanitasi, sedangkan jenis termal dan radiasi lebih sedikit digunakan (Marriott, 1992).

Aplikasi kebersihan dalam sanitasi meliputi pemrosesan, penyiapan, dan penanganan pangan. Aplikasi sanitasi merujuk pada praktek higienitas yang didesain untuk mempertahankan suatu lingkungan yang bersih dan sehat untuk produksi, persiapan, dan penyimpanan pangan (Marriot, 1992). Umumnya, sanitizer kimia yang lebih pekat konsentrasinya akan lebih cepat bekerja dan lebih efektif untuk sanitasi peralatan.

Karakteristik dari setiap sanitizer kimia harus diketahui dan dimengerti, sehingga tepat dalam memilih. Efektivitas sanitizer ini dipengaruhi oleh waktu exposure, suhu, konsentrasi, pH, kesadahan air, dan kebersihan peralatan. Sanitizer kimia yang sering digunakan antara lain senyawa klorin, senyawa iodine, senyawa bromin, quats, sanitizer asam, sanitizer anionik asam, sanitizer acid-quat, hidrogen peroksida, ozon, glutaraldehid, dan mikrobisida (Marriott, 1992).

Dokumen terkait