• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN Waktu dan Tempat Penelitian

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh jenis kompos

4. Lama Kompos Melebur Pengaruh jenis kompos

Pengujian uji kekuatan kompos dilakukan untuk mengetahui tingkat kekuatan kompos, sehingga dapat diketahui lama waktu yang dibutuhkan kompos untuk terurai. Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan kompos ke tanaman. Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap . Hasil

menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh pada perlakuan D2 yaitu 22,33 hari dan yang terendah pada perlakuan D3 yaitu 13,78 hari. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan.

Tabel 13. Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos hancur (hari)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D1 15,56 a A

2 0,381 0,604 D2 22,33 b B

3 0,400 0,545 D3 13,78 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kerusakan hasil cetakan dapat dilihat pada Gambar 9. Dari Gambar 9 menunjukkan bahwa lama kompos melebur yang paling lama diperoleh pada perlakuan jenis kompos jerami.

Pengaruh dosis tepung tulang

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap lama kompos hancur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos hancur untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh pada perlakuan P3 yaitu 24,11 hari dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu 10,56 hari. Perlakuan P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata terhadap semua perlakuan.

Tabel 14. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - P1 10,56 a A

2 0,381 0,604 P2 16,56 b B

3 0,400 0,545 P3 24,11 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan antara dosis tepung tulang dengan lama kompos melebur dapat dilihat pada Gambar 10. Dari Gambar 10 menunjukkan bahwa lama waktu yang diperlukan untuk kompos melebur tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis tepung tulang sebesar 30 %. Hal ini disebabkan karena daya rekat pada tingkat ini lebih baik dari yang lain, sehingga penguraian kompos membutuhkan waktu yang lebih lama. Pernyataan ini sesaui dengan Brades (2007) yang menyatakan bahwa dosis perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan. Jika pemberian dosis dalam jumlah sedikit maka akan mengurangi daya rekatnya,

kuat. Daya rekat yang semakin kuat akan menyebabkan penguraian bahan akan lebih lama.

Gambar 10. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)

Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang

Pada analisa sidik ragam pada lampiran 4 dapat dilihat bahwa interaksi perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata terhadap lama kompos hancur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa

Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap

dosis tepung tulang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15. Dari Tabel 15 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh pada perlakuan D2P3 yaitu sebesar 30 hari dan yang terendah pada perlakuan D3P1 yaitu sebesar 8 hari.

Kompos bentuk padat memiliki sifat slow realease yaitu lambat melepaskan unsur hara, selain itu pencampuran dengan perekat menyebabkan waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan unsur hara lebih lama. Hal ini sesuai dengan pernyataan Novizan (2007) yaitu pupuk organik padat termasuk pupuk

slow release. Artinya, unsur hara dalam pupuk akan dilepaskan secara perlahan

dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga kehilangan unsur hara akibat pencucian oleh air lebih kecil.

Tabel 15. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01 - - - D3P3 8,00 a A 2 0,660 1,047 D1P1 9,67 b B 3 0,693 0,944 D3P2 13,33 c C 4 0,713 0,969 D1P2 15,00 d DE 5 0,728 0,988 D2P1 15,33 d E 6 0,738 1,002 D3P3 20,00 e F 7 0,746 1,013 D2P2 21,67 fg GH 8 0,752 1,022 D1P3 22,00 g H 9 0,756 1,030 D2P3 30,00 h I

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :

Gambar 11. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan.

Semakin sedikit dosis tepung tulang yang digunakan maka waktu yang diperlukan kompos untuk melebur semakin sedikit, sebaliknya semakin besar dosis yang diberikan maka semakin lama kompos melebur.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat

diperhitungkan.

Dari analisis biaya (Lampiran 5), diperoleh biaya pencetakan kompos dengan variasi bentuk sebesar Rp. 503,20/kg, yang merupakan hasil perhitungan dari biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap kapasitas alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan. Untuk biaya tetap sebesar Rp.542.464,29/tahun dan biaya tidak tetap sebesar Rp.5.014,99/jam.

Berdasarkan nilai di atas dapat diketahui bahwa biaya pokok yang harus dikeluarkan untuk mencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan sebanyak 1 kg adalah sebesar Rp. 503,20/kg. Dengan kapasitas 10,69kg/jam.

Break Event Point (Perhitungan Titik Impas)

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk

mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang

diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya

kegiatan usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan memperoleh keuntungan.

Berdasarkan data yang diperoleh dari penelitian yang telah dilakukan (Lampiran 6), alat ini akan mencapai nilai break event point pada nilai 4740,16 kg hal ini berarti alat ini akan mencapai keadaan titik impas apabila telah mencetak kompos sebanyak 4740,16 kg.

Net Present Value (NPV)

Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu

alat layak atau tidak untuk diusahakan. Dalam menginvestasikan modal dalam penambahan alat pada suatu usaha maka net present value ini dapat dijadikan salah satu alternatif dalam analisa finansial. Dari percobaan dan data yang

diperoleh pada penelitian maka dapat diketahui besarnya nilai NPV 16% dari alat ini adalah sebesar Rp. 5.394.556,75 dan NPV 20% dari alat ini adalah sebesar Rp. 4.575.896,5. Hal ini berarti usaha ini layak untuk dijalankan karena nilainya lebih besar ataupun sama dengan nol. Hal ini sesuai dengan pernyataan Darun (2002) yang menyatakan bahwa kriteria NPV yaitu :

− NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan;

− NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak menguntungkan;

− NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang dikeluarkan.

Internal rate of return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan

tertentu. Dalam menginvestasikan sampai dimana kelayakan usaha itu dapat dilaksanakan. Maka hasil yang di dapat dari perhitungan ini adalah sebesar 42,35% (Lampiran 8).

Dokumen terkait