• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos Yang Berbeda

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2016

Membagikan "Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos Yang Berbeda"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

Eriyanti Mandasari : Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos Yang

ERIYANTI MANDASARI

050308012

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(2)

PENCETAKAN KOMPOS BERBAGAI BENTUK DENGAN

MENGGUNAKAN JENIS KOMPOS YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh :

ERIYANTI MANDASARI

050308012

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(3)

PENCETAKAN KOMPOS BERBAGAI BENTUK DENGAN

MENGGUNAKAN JENIS KOMPOS YANG BERBEDA

SKRIPSI

Oleh:

ERIYANTI MANDASARI

050308012/TEKNIK PERTANIAN

Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian

Universitas Sumatera Utara

DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN

FAKULTAS PERTANIAN

(4)

ABSTRAK

ERIYANTI MANDASARI: Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos Yang Berbeda, dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan EDI SUSANTO.

Penggunaan kompos saat ini masih mengalami kendala yaitu kebutuhan dosis yang sangat besar sering kali menyulitkan proses penebarannya, membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk penyimpanan dan daya simpannya relatif lebih singkat, serta bentuknya kurang menarik. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk membuat bentuk kompos agar lebih menarik dengan variasi jenis kompos dan dosis bahan perekat. Penelitian ini dilakukan pada Juli - September 2009 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu jenis kompos (kotoran sapi, jerami, sekam) dan dosis bahan perekat (20%, 25%, 30%). Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat, persentase kerusakan hasil,lama kompos melebur, analisis ekonomi, break event point, net present

value, internal rate of return.

Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kompos berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material, kerusakan hasil dan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kapasitas hasil dan lama kompos melebur. Dosis bahan perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material dan kapasitas hasil, dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerusakan hasil cetakan dan lama kompos melebur. Interaksi perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material, kerusakan hasil cetakan dan lama kompos melebur. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi kompos jerami dengan dosis bahan perekat sebesar 30%.

Kata Kunci: Kompos, Tepung Tulang, Alat Pencetak Kompos

ABSTRACT

ERIYANTI MANDASARI: The Molding of Various Compost form Using Different Kind of Compost, supervised by TAUFIK RIZALDI and EDI SUSANTO.

Compost usage has still many problems such as ample doses. That makes dispersion difficult, needs wider space of storage, relatively low storageability and less attractive. The aim of this research was to make more attractive compost using several kind of compost and doses of adhesive material. This research was conducted in July up to September 2009 using the complete randomized design with 2 factors: i.e. the kind of compost (cow manure, straw, husk) and the dose of adhesive (20%, 25%, 30%). Parameters observed were the effective capacity of device, the percentage of broken result, the melting time of compost, economic analysis, a break event point, net present value and internal rate of return.

The results showed that the kind compost had highly significantly affected the capacity of material, the broken result and had significantly affected the capacity of result and compost melting time. The dose of adhesive had highly significantly affected the material capacity and the capacity of result, and gived a significant effect on the percentage of damage result and melting time of compost. The interaction of treatment had highly significantly affected the capacity of the material, the percentage of damage result and the compost melting time. The best result are the combination of straw compost with 30% adhesive.

(5)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Balimbingan kecamatan Tanah Jawa pada tanggal 20

Juni 1987 dari Ayah Syamsudin dan Ibu Ngatini. Penulis merupakan putri

pertama dari empat bersaudara.

Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tanah Jawa dan pada tahun

yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemandu Minat dan

Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen

Teknologi Pertanian.

Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Agriculture

Technologi Moeslim, Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian dan Badan Kenaziran

Mushola, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Mekanisasi Pertanian.

Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa

Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Pematang Siantar Sumatera Utara dari tanggal

(6)

KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat

dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul

“Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos

Yang Berbeda”.

Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih

sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara

dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih

kepada Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP dan Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si selaku

ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan

berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,

melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.

Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf

pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknik

Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di

sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga

(7)

DAFTAR ISI

Meningkatkan Kualitas Kompos ... 7

Peranan Kompos ... 8

Pupuk Organik Padat ... 11

Kotoran sapi... ... 14

Jerami... 15

Sekam Padi .... ... 15

EM-4 (Effective Microorganism) ... 16

(8)
(9)

DAFTAR TABEL

No. Hal.

1. Kandungan unsur hara dalam kompos……… …... 7

2. Perbedaan pupuk organik dan anorganik………….……….. 13

3. Pengaruh jenis kompos terhadap parameter yang diamati……….... 30

4. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap parameter yang diamati………. 31

5. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material………. 32

6. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas material………... 33

7. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kapasitas material (kg/jam)……… 35

8. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil………. 36

9. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil……… 37

10.Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan………. 39

11.Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan……… 40

12.Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan……… 42

13.Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos melebur……….. 44

14.Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos melebur………… 45

(10)

DAFTAR GAMBAR

No. Hal.

1. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material………. 32

2. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas material………... 34

3. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

kapasitas material (kg/jam)………... 35

4. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil (kg/jam)……….. 37

5. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil

(kg/jam)……… 38

6. Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan (%)……….. 40

7. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan (%)….. 41

8. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

kerusakan hasil cetakan (%)……….. 43

9. Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos melebur

(hari)……….. 44

10.Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos melebur

(hari)………. 46

11.Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

(11)

DAFTAR LAMPIRAN

No. Hal.

1. Data pengamatan kapasitas material (Kg/jam) ... 55

2. Data pengamatan kapasitas hasil (Kg/jam). ... 56

3. Data pengamatan kerusakan hasil (%). ... 57

4. Data pengamatan lama kompos melebur (hari). ... 58

5. Analisis ekonomi. ... 59

6. Break event point. ... 62

7. Net present value. ... 63

8. Internal rate of return. ... 66

9. Spesifikasi alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan. .... 67

10. Gambar alat pencetak kompos... 68

11. Hasil cetakan. ... 70

12. Gambar alat pencetak kompos tampak depan. ... 72

13. Gambar alat pencetak kompos tampak samping. ... 73

(12)

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Kompos merupakan pupuk organik yang diperoleh dari hasil pelapukan

bahan-bahan tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, dedaunan,

rerumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah oganik hasil

perlakuan manusia (rumah tangga). Kompos dan pengomposan sudah dikenal

sejak berabad-abad lalu. Berbagai sumber mencatat bahwa penggunaan kompos

sebagai pupuk telah dimulai sejak 1000 tahun sebelum nabi Musa. Tercatat juga

bahwa pada zaman kerajaan Babylonia dan kekaisaran Cina, kompos dan

teknologi pengomposan sudah berkembang cukup pesat. Dalam proses

pengomposan, perlakuan yang umum dilakukan adalah menciptakan lingkungan

mikro yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Di alam terbuka, kompos

bisa terbentuk dengan sendirinya, yakni melalui proses alami. Rumput, dedaunan,

kotoran hewan, dan sampah lainnya lama kelamaan terurai, karena kerjasama

antara mikroorganisme dengan cuaca. Pengomposan juga dapat dipercepat dengan

perlakuan tertentu, hingga menghasilkan kompos yang berkualitas baik dalam

waktu singkat. Kompos merupakan produk daur ulang sampah organik, yang

dapat dimanfaatkan sebagai media tanam sekaligus pupuk tanaman. Selaian itu,

pengolahan sampah menjadi kompos merupakan upaya yang turut membantu

program pemerintah mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (tempat

(13)

Seiiring dengan bertambahnya populasi penduduk maka kebutuhan akan

pangan juga semakin meningkat, untuk itu perlu dilakukan usaha untuk

meningkatkan produksi pangan. Pemupukan merupakan salah satu usaha penting

untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor

penting untuk meningkatkan produksi pertanian karena sampai saat ini belum ada

alternatif penggantinya. Penggunaan pupuk (pupuk anorganik) yang terus

meningkat dari tahun ke tahun semakin mencemaskan pakar lingkungan hidup

karena membawa dampak yang kurang baik. Dampak yang kurang baik akibat

penggunaan pupuk anorganik misalnya tanah menjadi rusak (penggunaan yang

berlebihan dan terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi keras), air

tercemar, dan keseimbangan alam terganggu.

Namun, belakangan ini ketersediaan sumber daya alam makin berkurang,

harga pupuk anorganik semakin naik, subsidi di bidang pertanian dihapus. Hal ini

tentu saja menambah beban biaya bagi petani yang menggunakan pupuk ini.

Untuk itu, perlu dicarikan pemecahannya. Alternatif pemecahan masalah yang

baik adalah mengurangi ketergantungan atau penggunaan pupuk anorganik

tersebut dan segera beralih ke pupuk organik.

Bahan baku pupuk organik sangat mudah diperoleh karena memanfaatkan

sampah organik. Bahan bakunya bisa berupa dedaunan, jerami, serasah sisa

panen, kotoran ternak, dan sisa sayuran. Proses pembuatan pupuk organik juga

sangat sederhana. Karena bahan bakunya diperoleh secara gratis (kecuali

menggunakan aktivator harus membelinya, tetapi harganya relatif murah) maka

(14)

disekitar kita sehingga produksinya bisa berjalan terus. Dengan demikian,

kelangkaan pupuk bisa teratasi dan tentu harganya lebih murah (Indriani, 2001).

Namun para petani mengalami kendala yaitu kebutuhan dosis pupuk organik

yang sangat besar sering kali menyulitkan proses penebarannya, meningkatnya

biaya pengangkutan, dan membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk

penyimpanan dan daya simpannya relatif lebih singkat karena adanya pelepasan

unsur-unsur hara, kurang praktis dan dianggap jorok bila diaplikasikan dikalangan

ibu-ibu pecinta tanaman hias, selain itu bentuknya kurang menarik. Maka dari itu

perlu dilakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan

menjadikan bentuk pupuk tersebut menjadi bentuk padat yang akan

mempermudah aplikasinya.

Bentuk pupuk organik padat saat ini semakin beragam disesuaikan dengan

kebutuhan yang ada di lapangan. Keragaman bentuk tersebut jangan hanya dilihat

sebagai bahan penarik konsumen, melainkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam

menentukan jenis yang sesuai dengan tanaman sehingga memberikan hasil yang

lebih baik dan efisien ( Musnamar, 2008).

Tujuan

Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variasi jenis kompos dan

dosis bahan perekat terhadap kualitas hasil cetakan.

Hipotesa Penelitian

Diduga ada perbedaan kualitas hasil cetakan akibat perbedaan jenis kompos

(15)

Kegunaan

1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Teknik

Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,

Universitas Sumatera Utara.

2. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu

pengetahuan.

3. Sebagai input informasi bagi mahasiswa, masyarakat khususnya produsen

(16)
(17)

TINJAUAN PUSTAKA

Kompos

Akar tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah dengan bantuan energi

sinar matahari. Unsur hara dari dalam tanah bersama-sama dengan hasil

fotosintesa akan diubah menjadi senyawa kompleks untuk membentuk daun,

batang, akar, buah, umbi, maupun bulir-bulir biji. Biji-bijian, buah-buahan, atau

umbi selanjutnya akan dipanen dan akan dibawa ke tempat lain. Tidak jarang

seresah tanaman sisa panen juga ikut terangkut dari sawah atau dibakar. Proses ini

telah berlangsung lama, bahan organik tanah terus mengalami penguraian,

sehingga semakin menipis dan unsur hara tanah semakin habis. Selama ini

kekurangan unsur hara lebih banyak diimbangi dengan menambahkan pupuk

kimia. Hal ini dapat mengakibatkan kesuburan tanah menurun secara drastis.

Kekurangan bahan organik dapat menimbulkan banyak masalah, antara lain,

kemampuan menahan air rendah dan struktur tanah yang kurang baik, akibatnya

produktivitas tanah cenderung turun, sementara kebutuhan pupuk terus

meningkat. Salah satu solusi penting untuk mengatasi permasalahan ini adalah

dengan menambahkan bahan organik yang cukup ke dalam tanah hingga lebih

dari 2 % (Sinartani, 2009).

Pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah mutlak dilakukan untuk

mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Dua alasan yang selama ini

sering dikemukakan oleh para ahli adalah (1) pengolahan tanah yang dangkal

selama bertahun-tahun mengakibatkan menurunnya kandungan C dan N organik,

(18)

pupuk yang digunakan semakin menurun. Kedua alasan tersebut memberikan

dampak buruk bagi pertanian di masa mendatang jika tidak dimulai tindakan

antisipasinya.

Bahan organik yang ditambahkan dikenal sebagai pupuk. Pupuk banyak

ragam jenis dan bentuknya, termasuk didalamnya adalah kompos. Kompos adalah

pupuk organik yang bahan dasarnya dari pelapukan bahan tanaman atau limbah

organik. Menumpuknya limbah organik memerlukan penanganan agar tidak

menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau tak sedap atau menjadi sarang

lalat. Jalan pintas yang sering dijumpai adalah dengan membakar. Pembakaran

limbah organik tersebut selain tidak memberikan manfaat, juga akan

menimbulkan polusi udara (Musnamar, 2008).

Kompos merupakan pupuk organik yang diperoleh dari hasil pelapukan

bahan-bahan tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, dedaunan,

rerumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah organik hasil

perlakuan manusia (rumah tangga). Pengomposan dapat diartikan sebagai proses

biokimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai perantara (agensia) yang

merombak bahan organik menjadi kompos. Dalam proses pengomposan,

perlakuan yang umum yang dilakukan adalah menciptakan lingkungan mikro

yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme.

Proses pengomposan yang terjadi merupakan fermentasi atau perombakan

bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana. Jenis mikroba yang

berperan dalam fermentasi tersebut ada yang bersifat aerob dan anaerob. Selain

(19)

yang digunakan. Jadi sebenarnya, composting adalah suatu proses yang rumit dan

kompleks meskipun dalam pelaksanaannya tidak sesulit itu (Sudradjat, 2007).

Meningkatkan Kualitas Kompos

Kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang

ada di dalamnya. Kualitas kompos sangat variatif, tergantung dari bahan baku atau

proses pengomposan. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap (mengandung

unsur hara makro dan mikro), tetapi kadarnya kecil sehingga tidak dapat

memenuhi kebutuhan tanaman. Karena itu, kualitas kompos akan lebih baik jika

mutunya ditingkatkan, terutama kandungan unsur hara makro.

Tabel 1. Kandungan unsur hara dalam kompos

Unsur Hara Jumlah

Nitrogen (N) 1.33 %

(Simamora dan Salundik, 2008).

Kandungan unsur hara dalam kompos terbilang lengkap, tetapi jumlahnya

sedikit, tidak bisa memenuhi jumlah yang dibutuhkan tanaman. Besarnya

persentase kandungan unsur hara yang terdapat di dalam kompos sangat bervariasi

tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat

kematangan, dan cara penyimpanan. Karena kandungan haranya sedikit, peranan

kompos sebagai sumber unsur hara tidak terlalu bisa diharapkan. Karena itu,

kualitas kompos terutama kandungan unsur hara makro (nitrogen, fosfor, dan

(20)

ditambahkan bisa berupa urine ternak, tepung darah, tepung tulang, tepung

kerabang (cangkang telur), dan tepung cangkang udang. Selain itu, kualitas

kompos juga bisa ditingkatkan dengan menambahkan mikroorganisme yang

menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen (N), pelarut fosfor (P),

mikroba yang membantu penyerapan P oleh tanaman, penghasil hormon tumbuh,

dan pengendali organisme patogen penyebab penyakit tanaman.

Jenis perekat yang digunakan biasanya berupa tepung kanji, lempung,

tepung sagu. Dosis perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai dengan

kebutuhan. Jika pemberian dosis dalam jumlah sedikit maka akan mengurangi

daya rekatnya, sedangkan pemberian dalam jumlah besar akan menyebabkan daya

rekat semakin kuat. Daya rekat yang semakin kuat akan menyebabkan penguraian

bahan akan lebih lama (Brades,2007)

Peranan Kompos

Kompos adalah bahan-bahan organic yang telah mengalami proses

pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk)

yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan,

rumput , jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontokan kembang,

air seni dan lain-lain. Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena

dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :

- Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman

- Menggemburkan tanah

- Memperbaiki struktur dan tekstur tanah

(21)

- Memudahkan pertumbuhan akar tanaman

- Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air

- Menyimpan air tanah lebih lama

- Mencegah beberapa penyakit akar

- Menghemat pemakaian pupuk kimia

- Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia

- Menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya

lebih murah, berkualitas, dan akrab lingkungan

- Bersifat multilahan karena bisa digunakan di lahan pertanian,

perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf

(Murbandono, 2008).

Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah dapat

meningkatkan produksi sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan

dan kesejahteraan petani. Dengan penggunaan pupuk organik, perbaikan akan

terus berlangsung. Dengan kompos, maka kultur pertanian akan kembali ke

bahan-bahan organik. Bahan organik yang mengandung lignin tinggi (seperti

sebuk gergaji, ampas tebu, dan sampah daun) akan memperbaiki struktur jaringan

tanaman.

Walaupun kompos mempunyai banyak manfaat, tetap saja dalam prosesnya

memiliki banyak kekurangan, yakni meliputi biaya, waktu, bau, cuaca, potensi

kehilangan N, dan lambat melepaskan unsur hara.

a. Bau dan alergi

Bau sering kali timbul selama proses pengomposan, terutama jika

(22)

banyak orang yang alergi terhadap bau, jamur, ataupun debu dari kompos.

Walaupun kasusnya jarang terjadi, tetapi keadaan ini harus diantisipasi.

Penggunaan penutup hidung dapat mengatasi hal ini walaupun tidak

sepenuhnya berhasil.

b. Cuaca

Bahan baku atau campuran kompos sebaiknya tidak terkena air hujan. Air yang

masuk ke dalam pori-pori bahan baku akan menghilangkan O2 yang terdapat

didalamnya. Selain itu, air mengakibatkan pencucian unsur hara bahan baku

dan kompos. Elemen iklim lain yang patut diperhatikan adalah angin,

temperatur dan kelembapan. Pasalnya, ketiga faktor tersebut dapat

menyebabkan timbunan kompos menjadi kering, sehingga mematikan mikroba

pengompos. Walaupun secara teknis elemen iklim dapat ditangani, kurangnya

perhatian pada elemem iklim dapat menyebabkan kegagalan proses

pengomposan

c. Potensi kehilangan N

Proses pengompossan mengakibatkan sebagian N terurai dan lepas ke udara.

Dengan melakukan tata cara laksana yang baik bisa mengurangi jumlah N yang

hilang.

d. Lambat melepaskan unsur hara

Kompos umumnya berbentuk senyawa organik kompleks yang lambat

melepaskan unsur haranya. Pasalnya, mikroba tanah perlu waktu untuk

menguraikan unsur hara ini sebelum digunakan oleh tanaman. Karena itu,

sebaiknya kompos dicampur dengan tanah dan dibiarkan beberapa waktu

(23)

tanah terlebih dahulu, baru kemudian tanaman ditanam, sehingga saat

dibutuhkan tanaman bisa memanfaatkan unsur hara yang tersedia di dalam

kompos.

(Djaja, 2008).

Pupuk Organik Padat

Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan

organik atau alami. Bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah

pupuk kandang, kompos, kascing, gambut, dan guano. Berdasarkan bentuknya

pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk

organik cair. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Namun,

kandungan hara tersebut rendah (Indriani, 2001).

Penggunaan pupuk organik mempunyai kelemahan, diantaranya adalah:

(1) diperlukan dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara

tanaman, (2) bersifat ruah, baik dalam pengangkutan dan penggunaanya di

lapangan, dan (3) kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila

bahan organik yang diberikan belum cukup matang (Sutanto, 2002).

Kebutuhan dosis pupuk organik yang sangat besar sering kali menyulitkan

proses penebarannya. Namun, sekarang telah dipasarkan pupuk organik yang

dipadatkan dalam bentuk serbuk, butiran, pelet, dan tablet. Pupuk organik dalam

bentuk tersebut lebih mudah diaplikasikan dan dosis yang diperlukan menjadi

lebih kecil. Pemberian dosis pupuk organik dalam jumlah besar memang tidak

akan merusak tanaman. Namun, keseimbangan antara peningkatan hasil dan biaya

(24)

Pupuk organik yang lebih dulu dikenal petani adalah pupuk organik

bentuk padat. Ini disebabkan oleh faktor pengetahuan dan ketersedian bahan

pupuk. Sebagai contoh, bahan pupuk padat seperti humus banyak dijumpai pada

lahan-lahan baru, pupuk kandang dari binatang peliharaan dan kompos dari

sampah organik yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari. Pupuk organik padat

adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan hasil akhir bentuk padat.

Pemakaian pupuk organik padat umumnya dengan ditaburkan atau dibenamkan

dalam tanah tanpa perlu dilarutkan dalam air. Pupuk organik padat dapat

dimasukkan dalam tiga kategori, yaitu (1) berdasarkan bahan penyusunnya maka

pupuk organik padat termasuk pupuk alam (2) berdasarkan cara pemberiannya

termasuk dalam pupuk akar karena pemberian haranya melalui akar dan (3)

berdasarkan kandungannya termasuk pjuupuk majemuk dan pupuk lengkap

karena kandungan haranya lebih dari satu unsur makro nitrogen (N), fosor (P),

kalium (K) dan unsur mikro seperti kalsium (Ca), besi (Fe), dan magnesium (Mg)

(Musnamar, 2008).

Selain berfungsi sebagai pemberi unsur hara, pupuk organik padat juga

sebagai penambah bahan organik di dalam tanah. Pupuk organik padat termasuk

pupuk slow release. Artinya, unsur hara dalam pupuk akan dilepaskan secara

perlahan dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga kehilangan

unsur hara akibat pencucian oleh air lebih kecil. Bahan organik tidak secara

langsung diperlukan oleh tanaman. Pupuk organik padat merupakan makanan bagi

tanah karena mempunyai sifat fisik yang sangat menguntungkan bagi kesuburan

tanah seperti kapasitas tukar kation, daya serap, dan daya ikat air. Kapasitas tukar

(25)

ion-ion tanah yang terikat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman dan akan

mengefisienkan pemupukan kimia karena daya ikatnya terhadap ion. Dengan

demikian, kehilangan ion akibat pencucian oleh air hujan yang biasa terjadi pada

pemupukan kimia dapat dikurangi. Pupuk organik padat dapat merangsang

aktivitas mikroorganisme sehingga kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah lebih

baik. Pemakaian pupuk organik tidak meninggalkan residu pada hasil panen

sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia

(Novizan, 2007).

Beberapa keunggulan pupuk organik atau kompos dibandingkan dengan

pupuk anorganik

Tabel 2. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik

Pupuk Organik Pupuk Anorganik

1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, tetapi jumlahnya sedikit

2. Dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi gembur

3. Memiliki daya simpan air (water holding capasity) yang tinggi.

4. Beberapa tanaman yang

dipupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap serangan penyakit.

5. Meningkatkan aktivitas

mikroorganisme tanah yang menguntungkan.

6. Memiliki residual effect yang positif. Artinya pengaruh positif dari pupuk organik terhadap tanaman yang ditanam pada musim berikutnya masih ada sehingga

pertumbuhan dan produktivitasnya masih bagus.

1. Hanya mengandung beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak

2. Tidak dapat memperbaiki

struktur tanah, justru penggunaannya dalam jangka waktu lama menyebabkan tanah menjadi keras.

3. Sering membuat tanaman

rentan terhadap penyakit.

4. Pupuk anorganik mudah

menguap dan tercuci. Karena itu, pengaplikasian yang tidak tepat akan sia-sia karena unsur hara yang ada hilang akibat menguap atau tercuci oleh air.

(26)

Pupuk organik bentuk tablet masih sulit ditemukan dipasaran

dibandingkan dengan pupuk kimia tablet. Kalaupun ditemukan, pupuk organik

bentuk tablet tersebut masih merupakan barang impor. Sementara pupuk kimia

bentuk tablet sangat mudah ditemukan dengan bergam ukuran. Pupuk organik

bentuk tablet ini merupakan pupuk organik konsentrat dalam kondisi kering

dengan kadar air 10% -20% sehingga dosis anjuran pemakaiannya pun lebih

rendah dari pemakaian pupuk organik bentuk serbuk. Penggunaan pupuk bentuk

tablet sangat menekan biaya tenaga kerja, terutama untuk lahan skala luas seperti

perkebunan dan kehutanan. Penekanan biaya tenaga kerja selain dalam jumlah

pemupukan, juga frekuensi pemupukan (Musnamar, 2008).

Kotoran Sapi

Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu

alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk.

Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal

di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak

tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber

pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non

organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan

pemanfaatan pupuk kompos. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak di

petani/peternak juga memiliki kandungan nitrogen dan potasium, di samping itu

kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos

(27)

Jerami

Padi atau tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah. Dengan bantuan

energi dari sinar matahari, hara dari dalam tanah ditambah dengan CO2 dari udara

ini diubah menjadi senyawa komplek untuk membentuk batang, daun, dan

bulir-bulir padi/beras. Padi/beras akan dipanen dan dibawa ke tempat lain, sedangkan

jerami sisa-sisa panen umumnya dibakar. Jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa

panen sebaiknya jangan dibakar, tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan

lagi ke tanah, pembakaran jerami justru akan menghancurkan sebagian bahan

organik yang sebenarnya cukup bagus dijadikan pupuk kompos. Kompos jerami

ini secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat

laun akan mengembalikan kesuburan tanah.

Jerami padi biasanya mengandung sedikit air, tetapi banyak memiliki

karbon. Umumnya jerami mudah dirombak dalam proses pengomposan. Nitrogen

yang terdapat di dalamnya lebih sedikit karena sudah dipakai untuk pertumbuhan

dan produksi. Penggunaan jerami padi pada bahan baku kompos sebaiknya

dicacah dahulu sebelum dicampur dengan bahan lainnya (Djaja, 2008).

Sekam Padi

Sekam berfungsi untuk mengikat logam berat dan menggemburkan tanah

sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara di dalamnya.

Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi

bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan padi biasanya

diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam dengan persentase yang

(28)

masalah ini sekam bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri kimia, bahan

bakar, dan juga kompos (Isroi, 2009).

Sekam padi mempunyai kandungan kadar air dalam jumlah yang relatif

kecil. Selain itu ukuran partikel sekam yang relatif kecil dan ringan juga

mempengaruhi dosis pemakaiannya, yaitu diperlukan dalam jumlah yang besar

(Sutrisno, 2007).

EM-4 (Effective Microorganism)

EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan

bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme

Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri

fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi. EM-4 mampu meningkatkan dekomposisi

limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta

menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen. EM-4 diaplikasi

sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di

dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan,

pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan.

EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau

kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada

tambak udang dan ikan.

Keuntungan penggunaan EM4

- Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.

- Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas

(29)

- Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga

kestabilan produksi.

- Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos.

- Memperbaiki komposisi dan jumlah mikroorganisme pada perut ternak

sehingga pertumbuhan dan produksi ternak meningkat

(www.songgolangit.20m.com, 2008).

Analisa Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat

diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat

diperhitungkan.

Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada out put yang

dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin

banyak bahan yang digunakan. Tak heran jika biayanya semakin besar.

Sedangkan, biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak

sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).

Untuk menilai kelayakan finansial, diperlukan semua data yang menyangkut

aspek biaya dan penerimaan usaha tani. Data yang diperlukan untuk pengukuran

kelayakan tersebut meliputi data tenaga kerja, sarana produksi, hasil produksi,

harga, upah, dan suku bunga (Nastiti, 2008).

Pengukuran Biaya produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang

dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).

(30)

dimana :

BT = total biaya tetap (Rp/tahun)

BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam)

x = total jam kerja per tahun (jam/tahun)

C = kapasitas alat (jam/satuan produksi)

a. Biaya tetap

Biaya tetap terdiri dari :

- Biaya penyusutan (metode garis lurus)

- Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan, besarnya:

Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk

mesin-mesin dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur

(31)

- Biaya gudang/gedung

Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata

diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.

b. Biaya tidak tetap

Biaya tidak tetap terdiri dari :

- Biaya perbaikan dapat dihitung dengan persamaan :

- Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau

gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya.

(Darun, 2002).

Break Event Point (Perhitungan Titik Impas)

Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan

tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat

membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat berkembang sendiri

(self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.

Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan

usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan

memperoleh keuntungan.

Analisis titik impas juga digunakan untuk :

(32)

2. Rencana pengembangan pemasaran untuk menetapkan tambahan investasi

untuk peralatan produksi.

3. Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi

(kesamaan) dari dua alternatif usulan investasi.

(Waldiyanto, 2008).

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui

batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang

dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh

hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.

Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus

sebagai berikut:

……… (5)

dimana:

N : jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Kg)

F : biaya tetap per tahun (rupiah)

R : penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (rupiah)

V : biaya tidak tetap per unit produksi. VN = total biaya tidak

tetap per tahun (rupiah/unit)

(Darun, 2002).

Net Present Value (NPV)

NPV adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang

dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi

(33)

finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang

digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan.

Perhitungan net present value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan

discount factor (Pudjosumarto, 1998).

Secara singkat rumusnya :

CIF – COF ≥ 0………(6)

dimana : CIF = cash inflow

COF = cash outflow

Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan

(dalam %) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan-perhitungan

Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai ahir x (P/F, i, n)...(7)

Pengeluaran (COF) = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n)………...(8)

Kriteria NPV yaitu

− NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan; :

− NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak

menguntungkan;

− NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang

dikeluarkan.

(Darun, 2002).

Internal Rate of Return (IRR)

Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan

lama (umur) pemilikan suatau alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.

Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, dimana

(34)

atau NPV= Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah

harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:

………...(9)

Dan

………..(10)

dimana :

p = suku bunga bank paling atraktif

q = suku bunga coba-coba ( > dari p)

X = NPV awal pada p

Y = NPV awal pada q

(35)

METODE PENELITIAN

Waktu dan Tempat Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2009 di

Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.

Bahan dan Alat

Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : jerami, sekam,

kotoran sapi, tepung tulang, air, EM4, abu gosok, dolomit, gula pasir.

Alat – alat yang digunakan: alat pencetak kompos buatan mahasiswa

Teknik Pertanian, dongkrak, timbangan, sarung tangan, plastik hitam, gembor,

cangkul, sendok pengaduk, kalkulator, komputer.

Metode Penelitian

Penelitian ini merupakan penelitian faktorial dengan model rancangan

yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor

perlakuan yaitu :

Faktor I : jenis kompos, dengan tiga taraf perlakuan

D1 = kompos kotoran sapi

D2 =kompos jerami

D3 = kompos sekam

Faktor II : dosis tepung tulang

P1 = 20 % berat bahan

P2 = 25 % berat bahan

(36)

Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak Tc = 3 x 3 = 9, sehingga ulangan percobaan

dapat dihitung :

Tc (n-1) ≥15

9(n-1) ≥ 15

(n-1) ≥ 1.67

n ≥ 2.67 dibulatkan menjadi 3

Penelitian dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali ulangan, dengan kombinasi

perlakuan sebagai berikut :

D1P1 D2P1 D3P1

D1P2 D2P2 D3P2

D1P3 D2P3 D3P3

Adapun kode rancangan yang digunakan yaitu :

Yijk = µ + i + j + ( )ij + ijk

Dimana :

Yijk = Pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan faktor jenis

kompos pada taraf ke- i dan perlakuan dosis tepung tulang pada taraf

ke- j pada ulangan k

µ = nilai tengah sebenarnya

i = efek perlakuan jenis kompos pada taraf ke- i

j = efek perlakuan dosis tepung tulang pada taraf ke- j

( )ij = efek interaksi perlakuan jenis kompos pada taraf ke- i dengan perlakuan

dosis tepung tulang pada taraf ke- j

(37)

Pelaksanaan Penelitian

A. Prosedur Pembuatan Kompos a) Kompos jerami dan sekam

1. Semua bahan dicacah hingga ukuran menjadi lebih kecil.

2. Ditambahkan inokulum ke dalam bahan tersebut. Untuk sekam ditambahkan

inokulum sebanyak 0.5 % berat bahan, sedangkan untuk jerami ditambahkan

inokulum sebanyak 1.25 % berat bahan.

3. Diaduk campuran hingga merata, lalu ditambahkan air hingga mencapai kadar

air sebesar 80 % atau secara visual air tidak menetes saat diperas.

4. Bahan tersebut ditumpukkan diatas lantai semen, kemudian ditutup dengan

plastik hitam dan diberi atap sebagai naungan.

5. Kemudian bahan dibiarkan selama 14 hari sambil di bolak balik tiap hari,

setelah itu kompos siap digunakan.

b) Kompos kotoran sapi

1. Dicampurkan kotoran ternak dengan inokulum sebanyak 0.25% aduk rata, lalu

dimasukkan kedalam wadah pertama. Didiamkan campuran bahan tersebut

selama satu minggu.

2. Dilakukan pembalikan bahan kompos sambil dicampur dengan abu gosok dan

kapur, diamkan selama satu minggu.

3. Kemudian dilakukan pembalikan lagi hingga kompos matang setelah tiga

minggu.

(38)

B. Persiapan Bahan

1. Disiapkan kompos, tepung tulang dan air.

2. Ditimbang kompos, tepung tulang dan air.

3. Dicampurkan air dan tepung tulang.

4. Dimasukkan ketiga bahan ke dalam suatu ember.

5. Diaduk sampai ketiga bahan tersebut tercampur merata membentuk suatu

adonan.

6. Ditimbang masing- masing kompos lalu masukan ke dalam wadah plastik.

7. Dituangkan kompos yang ada di dalam wadah plastik ke dalam cetakan.

8. Diratakan semua permukaan kompos.

9. Adonan siap untuk dicetak.

Prosedur Penelitian

Adapun prosedur pengujian alat adalah :

1. Dimasukkan adonan kompos ke dalam suatu wadah plastik yang sudah

ditentukan berat masing-masing kompos untuk tiap cetakan.

2. Dimasukkan adonan kompos ke dalam cetakan yang telah disediakan.

3. Diratakan permukaan kompos yang dimasukkan dengan plat besi yang

datar yang telah disediakan.

4. Dioperasikan dongkrak dengan menekan tuas dongkrak naik turun sehingga

dongkrak mulai menekan plat penekan ke bawah.

5. Digerakkan engkol kebawah untuk mengeluarkan hasil cetakan.

(39)

7. Dihitung kapasitas cetakan yang dihasilkan alat ini per jam, dilihat

keseragaman hasil cetakan secara visual (kasat mata), dilakukan analisis

ekonomi.

8. Perlakuan tersebut diulangi sebanyak 3 kali ulangan.

Parameter yang diamati

2. Kapasitas Material (Kg/jam)

Kapasitas material dilakukan dengan membagi berat kompos awal terhadap

waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos.

………(10)

dimana :

KM : Kapasitas material (Kg/jam)

BA : Berat awal (kg)

T : Waktu (jam)

3. Kapasitas Hasil (Kg/jam)

Kapasitas hasil dilakukan dengan membagi berat kompos yang dicetak

terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos.

………(11)

dimana :

KH : Kapasitas hasil (Kg/jam)

BC : Berat hasil cetakan (Kg)

(40)

4. Kerusakan hasil cetakan (%)

Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi

berat kompos yang rusak (tercetak tidak sempurna, pecah, patah) dengan berat

isian kompos awal (sebelum dicetak) dikali dengan 100 %. Secara matematis

dapat dituliskan dengan persamaan:

=

5. Lama Kompos Melebur (hari)

Lamanya kompos melebur dilakukan dengan mengaplikasikan kompos pada

tanaman, tanaman yang digunakan adalah tanaman hias. Pengujian ini dilakuka n

untuk mengetahui berapa lama kompos dapat bertahan sehingga bisa

diperhitungkan waktu pemupukan selanjutnya.

6. Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi yang dilakukan adalah menghitung biaya pencetakan

kompos dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan

biaya tidak tetap (persamaan 1).

Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi,

biaya pajak dan biaya gedung/gudang. Sementara biaya tidak tetap terdiri dari

biaya perbaikan untuk dongkrak sebagai sumber tenaga penekan dan biaya

(41)

7. Break Event Point (BEP)

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui

batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang

dikelola masih layak untuk dijalankan, untuk menentukan produksi titik impas

maka digunakan persamaan 5.

8. Net Present Value (NPV)

Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat

layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungannya dilakukan dengan persamaan

2, sementara keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan dapat

dilakukan dengan perhitungan menggunakan persamaan 3 dan 4.

9. Internal Rate of Return (IRR)

Internal rate of return digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama

(umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Harga

(42)

HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh jenis kompos

Perlakuan jenis kompos memberikan pengaruh yang berbeda terhadap

kapasitas material, kapasitas hasil, kerusakan hasil, dan lama kompos hancur. Hal

ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :

Tabel 3. Pengaruh jenis kompos terhadap parameter yang diamati

Jenis

Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat pada

jenis kompos sekam, sedangkan yang terendah terdapat pada jerami. Kapasitas

hasil tertinggi terdapat pada kotoran sapi sedangkan yang terendah pada jerami.

Kerusakan hasil tertingi terdapat pada jenis kompos kotoran sapi, sedangkan yang

terendah terdapat pada jenis kompos sekam. Waktu kompos melebur tertinggi

terdapat pada jenis kompos jerami, sedangkan yang terendah terdapat pada jenis

kompos sekam.

Pengaruh dosis tepung tulang

Dari hasil penelitian yang dilakukan, secara umum diperoleh bahwa dosis

tepung tulang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas material,

kapasitas hasil, kerusakan hasil, dan lama kompos hancur. Hal ini dapat dilihat

(43)

Tabel 4. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap parameter yang diamati

Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat pada

dosis 20% sedangkan yang terendah terdapat pada dosis 30%, sementara kapasitas

hasil tertinggi terdapat pada dosis 20% dan yang terendah terdapat pada dosis

30%. Untuk kerusakan hasil yang tertinggi terdapat pada dosis 25%, sedangkan

yang terendah pada dosis 30%. Lama kompos melebur tertinggi terdapat pada

dosis 30% dan yang terendah pada dosis 20%.

Analisis statistik yang dilakukan untuk perlakuan jenis kompos dan dosis

tepung tulang terhadap kapasitas kerja alat dan kerusakan hasil yang diamati dapat

dilihat pada uraian berikut ini:

1. Kapasitas Material Pengaruh jenis kompos

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan

jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas

material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material untuk

(44)

Tabel 5. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material (kg/jam)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D1 11,34 a A

2 0,031 0,049 D2 10,93 b B

3 0,033 0,044 D3 11,45 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan

pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh

pada perlakuan D3 yaitu 11,45 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan D2 yaitu

10,93 kg/jam. Perlakuan D3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

terhadap semua perlakuan.

Hubungan antara jenis kompos dengan kapasitas kerja alat dapat dilihat

pada Gambar 1.

Gambar 1. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material

Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh

pada perlakuan jenis kompos sekam. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel

kompos sekam yang halus dan lebih ringan sehingga dalam pengisian awal

diperlukan dalam jumlah yang banyak. Hal ini didukung oleh pernyataan Sutrisno

(45)

dan ringan juga mempengaruhi dosis pemakaiannya, yaitu diperlukan dalam

jumlah yang besar.

Pengaruh dosis tepung tulang

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan

dosis tepung tulang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap

kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant

Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas

material untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas kerja alat (kg/jam)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - P1 11,27 a A

2 0,031 0,049 P2 11,25 a A

3 0,033 0,044 P3 11,20 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh

pada perlakuan P1 yaitu 11,27 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan P3 yaitu

11,20 kg/jam. Perlakuan P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

terhadap P1 dan P2. P2 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap

P1.

Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kapasitas material dapat

(46)

Gambar 2. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas material

Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar dosis perekat yang

diberikan maka semakin kecil pula kapasitas materialnya. Hal ini disebabkan

karena adanya penambahan unsur padat lainnya sehingga megakibatkan

bertambahnya volume dari kompos tersebut.

Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang

Pada analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi

perlakuan jenis kompos dengan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata

terhadap kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least

Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap dosis

tepung tulang untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.

Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh

pada perlakuan D1P1, D3P1, D3P2, D3P3 yaitu sebesar 11,45 kg/jam dan yang

(47)

Tabel 7. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kapasitas material (kg/jam)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D2P3 10,85 a A

2 0,054 0,085 D2P1 10,91 b A

3 0,056 0,077 D2P2 11,01 c B

4 0,058 0,079 D1P2 11,28 d CD

5 0,059 0,080 D1P3 11,28 d D

6 0,060 0,082 D1P1 11,45 e E

7 0,061 0,082 D3P1 11,45 e EF

8 0,061 0,083 D3P2 11,45 e F

9 0,062 0,084 D3P3 11,45 e F

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

kapasitas material dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini :

Gambar 3. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang (kg/jam)

Semakin sedikit dosis perekat yang digunakan maka kapasitas material

yang didapat juga tinggi, sebaliknya semakin besar dosis perekat yang digunakan

maka kapasitas material yang di dapat rendah pula. Hal ini disebabkan karena

penambahan dosis perekat dalam jumlah yang besar menyebabkan jumlah isian

(48)

sesuai dengan pernyataan Brades (2007) yang menyatakan bahwa penambahan

bahan padat pada bahan awal akan mempengaruhi jumlah isian pencetakan.

2. Kapasitas Hasil Pengaruh jenis kompos

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan

jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas

hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil untuk

tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil (kg/jam)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D1 10,86 a A

2 0,129 0,204 D2 10,56 b B

3 0,135 0,184 D3 10,64 b B

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada

perlakuan D1 yaitu 10,86 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan D2 yaitu

10,56 kg/jam. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

perlakuan D2 dan D3.

Hubungan antara jenis kompos dengan kapasitas kerja alat dapat dilihat

pada Gambar 4. Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa kapasitas hasil tertinggi

diperoleh pada perlakuan jenis kompos kotoran sapi. Kandungan air pada kotoran

sapi lebih tinggi dibandingkan jerami dan sekam, sehingga berat hasil cetakan

(49)

Gambar 4. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil (kg/jam)

Pengaruh dosis tepung tulang

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan

dosis tepung tulang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap

kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant

Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas

material untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil (kg/jam)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

p 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - P1 10,82 a A

2 0,129 0,204 P2 10,65 b AB

3 0,135 0,184 P3 10,59 b B

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada

perlakuan P1 yaitu 10,82 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan P3 yaitu 10,59

kg/jam. Perlakuan P1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap

(50)

Hubungan antara jenis kompos dengan kapasitas kerja alat dapat dilihat

pada Gambar 5. Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa kapasitas hasil tertinggi

diperoleh pada perlakuan jenis kompos kotoran sapi.

Gambar 5. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil (kg/jam)

Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang

Pada analisa sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa interaksi

perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh tidak nyata terhadap

kapasitas hasil, sehinga pengujian dengan Least Significant Range (LSR ) tidak

dilanjutkan.

Proses pencetakan yang dilakukan dengan menggunakan alat pencetak

kompos ini dapat menurunkan kadar air yang berlebih dan keluar melalui celah

yang terdapat pada tuas pengungkit sehingga pemakaian pupuk dapat ditekan

jumlahnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musnamar (2008) yaitu pupuk

organik bentuk tablet ini merupakan pupuk organik konsentrat dalam kondisi

kering dengan kadar air 10% -20% sehingga dosis anjuran pemakaiannya pun

(51)

bentuk tablet sangat menekan biaya tenaga kerja, terutama untuk lahan skala luas

seperti perkebunan dan kehutanan. Penekanan biaya tenaga kerja selain dalam

jumlah pemupukan, juga frekuensi pemupukan.

Kapasitas alat dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan ketebalan

kompos yang akan dibentuk karena dapat mempercepat waktu untuk mencetak

kompos tersebut dan mendapatkan komposisi yang sesuai dalam membuat adonan

kompos yang akan dibentuk.

3. Kerusakan hasil cetakan Pengaruh jenis kompos

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan

jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas kerja

alat. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)

menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.

Tabel 10. Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan (%)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D1 19,85 a A

2 0,070 0,111 D2 13,18 b B

3 0,073 0,100 D3 12,15 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil cetakan tertinggi

diperoleh pada perlakuan D1 yaitu 19,85% dan yang terendah pada perlakuan D3

yaitu 112,15%. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

(52)

Hubungan antara jenis kompos dengan kerusakan hasil cetakan dapat

dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 menunjukkan bahwa kerusakan hasil

tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis kompos kotoran sapi.

Gambar 6. Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan (%)

Pengaruh dosis tepung tulang

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan

jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas kerja

alat. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)

menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.

Tabel 11. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil (%)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - P1 14,98 a A

2 0,070 0,111 P2 15,72 b B

3 0,073 0,100 P3 14,48 c C

(53)

Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil cetakan tertinggi

diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 15,72% dan yang terendah pada perlakuan P3

yaitu 14,48%. Perlakuan P2 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

terhadap semua perlakuan.

Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kerusakan hasil cetakan

dapat dilihat pada Gambar 7. Dari Gambar 7 menunjukkan bahwa kerusakan hasil

tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis 20 %. Semakin sedikit jumlah perekat

yang diberikan maka daya rekat yang dihasilkan tidak baik, sebaliknya jika

jumlah perekat yang diberikan dalam jumlah besar maka daya rekat yang

dihasilkan semakin baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brades (2007) yang

menyatakan bahwa dosis perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai

dengan kebutuhan. Jika pemberian dosis dalam jumlah sedikit maka akan

mengurangi daya rekatnya, sedangkan pemberian dalam jumlah besar akan

menyebabkan daya rekat semakin kuat.

(54)

Pada analisa sidik ragam pada lampiran 3 dapat dilihat bahwa interaksi

perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata

terhadap kerusakan hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least

Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas

kerja alat untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.

Tabel 12. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil (%)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil tertinggi diperoleh pada

perlakuan D1P2 yaitu sebesar 20,63% dan yang terendah pada perlakuan D3P1

yaitu sebesar 11,85%.

Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

(55)

Gambar 8. Pengaruh nteraksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

kerusakan hasil cetakan.

Semakin sedikit tepung tulang yang digunakan maka kerusakan hasil

cetakan makin besar, sebaliknya semakin banyak dosis tepung tulang yang

digunakan maka semakin kecil kerusakan hasil cetakan yang terjadi. Hal ini

disebabkan karena fungsi tepung tulang sebagai perekat pada kompos sehingga

semakin besar dosis perekat maka kerusakan semakin kecil.

4. Lama Kompos Melebur Pengaruh jenis kompos

Pengujian uji kekuatan kompos dilakukan untuk mengetahui tingkat

kekuatan kompos, sehingga dapat diketahui lama waktu yang dibutuhkan kompos

untuk terurai. Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan kompos ke tanaman.

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan

(56)

menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap

perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.

Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh

pada perlakuan D2 yaitu 22,33 hari dan yang terendah pada perlakuan D3 yaitu

13,78 hari. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

terhadap semua perlakuan.

Tabel 13. Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos hancur (hari)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D1 15,56 a A

2 0,381 0,604 D2 22,33 b B

3 0,400 0,545 D3 13,78 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kerusakan hasil cetakan

dapat dilihat pada Gambar 9. Dari Gambar 9 menunjukkan bahwa lama kompos

melebur yang paling lama diperoleh pada perlakuan jenis kompos jerami.

(57)

Pengaruh dosis tepung tulang

Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan

jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap lama kompos

hancur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range

(LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos hancur untuk

tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.

Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh

pada perlakuan P3 yaitu 24,11 hari dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu

10,56 hari. Perlakuan P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata

terhadap semua perlakuan.

Tabel 14. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

P 0.05 0.01 0.05 0.01

- - - P1 10,56 a A

2 0,381 0,604 P2 16,56 b B

3 0,400 0,545 P3 24,11 c C

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan antara dosis tepung tulang dengan lama kompos melebur dapat

dilihat pada Gambar 10. Dari Gambar 10 menunjukkan bahwa lama waktu yang

diperlukan untuk kompos melebur tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis tepung

tulang sebesar 30 %. Hal ini disebabkan karena daya rekat pada tingkat ini lebih

baik dari yang lain, sehingga penguraian kompos membutuhkan waktu yang lebih

lama. Pernyataan ini sesaui dengan Brades (2007) yang menyatakan bahwa dosis

perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan. Jika

(58)

kuat. Daya rekat yang semakin kuat akan menyebabkan penguraian bahan akan

lebih lama.

Gambar 10. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)

Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang

Pada analisa sidik ragam pada lampiran 4 dapat dilihat bahwa interaksi

perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata

terhadap lama kompos hancur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa

Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap

dosis tepung tulang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15. Dari

Tabel 15 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh pada

perlakuan D2P3 yaitu sebesar 30 hari dan yang terendah pada perlakuan D3P1

yaitu sebesar 8 hari.

Kompos bentuk padat memiliki sifat slow realease yaitu lambat

melepaskan unsur hara, selain itu pencampuran dengan perekat menyebabkan

waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan unsur hara lebih lama. Hal ini sesuai

(59)

slow release. Artinya, unsur hara dalam pupuk akan dilepaskan secara perlahan

dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga kehilangan unsur hara

akibat pencucian oleh air lebih kecil.

Tabel 15. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap

lama kompos hancur (hari)

Jarak LSR

Perlakuan Rataan Notasi

0.05 0.01 0.05 0.01

- - - D3P3 8,00 a A

2 0,660 1,047 D1P1 9,67 b B

3 0,693 0,944 D3P2 13,33 c C

4 0,713 0,969 D1P2 15,00 d DE

5 0,728 0,988 D2P1 15,33 d E

6 0,738 1,002 D3P3 20,00 e F

7 0,746 1,013 D2P2 21,67 fg GH

8 0,752 1,022 D1P3 22,00 g H

9 0,756 1,030 D2P3 30,00 h I

Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%

Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang

terhadap lama kompos hancur dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :

(60)

Semakin sedikit dosis tepung tulang yang digunakan maka waktu yang

diperlukan kompos untuk melebur semakin sedikit, sebaliknya semakin besar

dosis yang diberikan maka semakin lama kompos melebur.

Analisis Ekonomi

Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus

dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat

diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat

diperhitungkan.

Dari analisis biaya (Lampiran 5), diperoleh biaya pencetakan kompos

dengan variasi bentuk sebesar Rp. 503,20/kg, yang merupakan hasil perhitungan

dari biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap kapasitas alat pencetak kompos

dengan variasi bentuk cetakan. Untuk biaya tetap sebesar Rp.542.464,29/tahun

dan biaya tidak tetap sebesar Rp.5.014,99/jam.

Berdasarkan nilai di atas dapat diketahui bahwa biaya pokok yang harus

dikeluarkan untuk mencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan sebanyak 1 kg

adalah sebesar Rp. 503,20/kg. Dengan kapasitas 10,69kg/jam.

Break Event Point (Perhitungan Titik Impas)

Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk

mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha

yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang

diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya

Gambar

Tabel 1. Kandungan unsur hara dalam kompos Unsur Hara
Tabel 3. Pengaruh jenis kompos terhadap parameter yang diamati
Tabel 4. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap parameter yang diamati
Gambar 1. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material
+7

Referensi

Dokumen terkait

Flight automation tools implemented on most NASA Airborne Science platforms include standard payload interfaces, payload controllers, on-board internet and time server equipment,

Dengan konsep high risk high return, investor percaya bahwa mereka memiliki kompensasi atas tingkat pengembalian yang tinggi yang diperoleh dari risiko investasi

Simpulan dari penelitian tentang hubungan status gizi dengan kejadian anemia pada siswi kelas XI di tiga SMA kota Yogyakarta adalah : status gizi siswi kelas XI di tiga SMA

Adapun penyusunan skripsi yang berjudul Akad Syirkah Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syariah (Studi Tentang Unsur-Unsur Mazhab Hanafi Dan Maliki) ini dengan maksud

12 Dalam prakteknya, sering kali penerbitan bank garansi, Penjamin (Bank) memilih dan dengan tegas menyatakan bahwa penjamin (bank) dengan ini mengikat diri untuk

Faktor terbesar yang memotivasi pengujung untuk datang ke Cimory Riverside Restaurant adalah untuk refreshing, Cimory Riverside Restaurant merupakan tempat yang

Apabila lawan bicara dewasa, situasi yang ditandai oleh status tidak jelas, nama diketahui, tidak memiliki hubungan kerabat, lawan bicara adalah teman, tidak memiliki pangkat

Laporan laba rugi (income Statement) adalah laporan yang menyajikan ukuran keberhasilan perusahaan untuk memenuhi target operasional perusahaan selama waktu periode