Eriyanti Mandasari : Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos Yang
ERIYANTI MANDASARI
050308012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENCETAKAN KOMPOS BERBAGAI BENTUK DENGAN
MENGGUNAKAN JENIS KOMPOS YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh :
ERIYANTI MANDASARI
050308012
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
PENCETAKAN KOMPOS BERBAGAI BENTUK DENGAN
MENGGUNAKAN JENIS KOMPOS YANG BERBEDA
SKRIPSI
Oleh:
ERIYANTI MANDASARI
050308012/TEKNIK PERTANIAN
Skripsi sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana di Fakultas Pertanian
Universitas Sumatera Utara
DEPARTEMEN TEKNOLOGI PERTANIAN
FAKULTAS PERTANIAN
ABSTRAK
ERIYANTI MANDASARI: Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos Yang Berbeda, dibimbing oleh TAUFIK RIZALDI dan EDI SUSANTO.
Penggunaan kompos saat ini masih mengalami kendala yaitu kebutuhan dosis yang sangat besar sering kali menyulitkan proses penebarannya, membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk penyimpanan dan daya simpannya relatif lebih singkat, serta bentuknya kurang menarik. Untuk itu penelitian ini dilakukan untuk membuat bentuk kompos agar lebih menarik dengan variasi jenis kompos dan dosis bahan perekat. Penelitian ini dilakukan pada Juli - September 2009 menggunakan rancangan acak lengkap faktorial 2 faktor yaitu jenis kompos (kotoran sapi, jerami, sekam) dan dosis bahan perekat (20%, 25%, 30%). Parameter yang diamati adalah kapasitas efektif alat, persentase kerusakan hasil,lama kompos melebur, analisis ekonomi, break event point, net present
value, internal rate of return.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa jenis kompos berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material, kerusakan hasil dan memberikan pengaruh berbeda nyata terhadap kapasitas hasil dan lama kompos melebur. Dosis bahan perekat berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material dan kapasitas hasil, dan memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap kerusakan hasil cetakan dan lama kompos melebur. Interaksi perlakuan berpengaruh sangat nyata terhadap kapasitas material, kerusakan hasil cetakan dan lama kompos melebur. Hasil yang terbaik diperoleh pada kombinasi kompos jerami dengan dosis bahan perekat sebesar 30%.
Kata Kunci: Kompos, Tepung Tulang, Alat Pencetak Kompos
ABSTRACT
ERIYANTI MANDASARI: The Molding of Various Compost form Using Different Kind of Compost, supervised by TAUFIK RIZALDI and EDI SUSANTO.
Compost usage has still many problems such as ample doses. That makes dispersion difficult, needs wider space of storage, relatively low storageability and less attractive. The aim of this research was to make more attractive compost using several kind of compost and doses of adhesive material. This research was conducted in July up to September 2009 using the complete randomized design with 2 factors: i.e. the kind of compost (cow manure, straw, husk) and the dose of adhesive (20%, 25%, 30%). Parameters observed were the effective capacity of device, the percentage of broken result, the melting time of compost, economic analysis, a break event point, net present value and internal rate of return.
The results showed that the kind compost had highly significantly affected the capacity of material, the broken result and had significantly affected the capacity of result and compost melting time. The dose of adhesive had highly significantly affected the material capacity and the capacity of result, and gived a significant effect on the percentage of damage result and melting time of compost. The interaction of treatment had highly significantly affected the capacity of the material, the percentage of damage result and the compost melting time. The best result are the combination of straw compost with 30% adhesive.
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Balimbingan kecamatan Tanah Jawa pada tanggal 20
Juni 1987 dari Ayah Syamsudin dan Ibu Ngatini. Penulis merupakan putri
pertama dari empat bersaudara.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 1 Tanah Jawa dan pada tahun
yang sama masuk ke Fakultas Pertanian USU melalui jalur Pemandu Minat dan
Prestasi (PMP). Penulis memilih Program Studi Teknik Pertanian, Departemen
Teknologi Pertanian.
Selama mengikuti perkuliahan, penulis aktif sebagai anggota Agriculture
Technologi Moeslim, Ikatan Mahasiswa Teknik Pertanian dan Badan Kenaziran
Mushola, sebagai asisten praktikum di Laboratorium Mekanisasi Pertanian.
Penulis melaksanakan praktek kerja lapangan (PKL) di Pabrik Kelapa
Sawit PTPN IV Kebun Bah Jambi Pematang Siantar Sumatera Utara dari tanggal
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas segala rahmat
dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul
“Pencetakan Kompos Berbagai Bentuk Dengan Menggunakan Jenis Kompos
Yang Berbeda”.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan pernyataan terima kasih
sebesar-besarnya kepada kedua orang tua penulis yang telah membesarkan, memelihara
dan mendidik penulis selama ini. Penulis menyampaikan ucapan terima kasih
kepada Bapak Taufik Rizaldi, STP, MP dan Bapak Ir. Edi Susanto, M.Si selaku
ketua dan anggota komisi pembimbing yang telah membimbing dan memberikan
berbagai masukan berharga kepada penulis dari mulai menetapkan judul,
melakukan penelitian, sampai pada ujian akhir.
Disamping itu, penulis juga mengucapkan terima kasih kepada semua staf
pengajar dan pegawai di Program Studi Teknik Pertanian Departemen Teknik
Pertanian, serta semua rekan mahasiswa yang tak dapat disebutkan satu per satu di
sini yang telah membantu penulis dalam menyelesaikan skripsi ini. Semoga
DAFTAR ISI
Meningkatkan Kualitas Kompos ... 7
Peranan Kompos ... 8
Pupuk Organik Padat ... 11
Kotoran sapi... ... 14
Jerami... 15
Sekam Padi .... ... 15
EM-4 (Effective Microorganism) ... 16
DAFTAR TABEL
No. Hal.
1. Kandungan unsur hara dalam kompos……… …... 7
2. Perbedaan pupuk organik dan anorganik………….……….. 13
3. Pengaruh jenis kompos terhadap parameter yang diamati……….... 30
4. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap parameter yang diamati………. 31
5. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material………. 32
6. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas material………... 33
7. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kapasitas material (kg/jam)……… 35
8. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil………. 36
9. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil……… 37
10.Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan………. 39
11.Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan……… 40
12.Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan……… 42
13.Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos melebur……….. 44
14.Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos melebur………… 45
DAFTAR GAMBAR
No. Hal.
1. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material………. 32
2. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas material………... 34
3. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
kapasitas material (kg/jam)………... 35
4. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil (kg/jam)……….. 37
5. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil
(kg/jam)……… 38
6. Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan (%)……….. 40
7. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil cetakan (%)….. 41
8. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
kerusakan hasil cetakan (%)……….. 43
9. Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos melebur
(hari)……….. 44
10.Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos melebur
(hari)………. 46
11.Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
DAFTAR LAMPIRAN
No. Hal.
1. Data pengamatan kapasitas material (Kg/jam) ... 55
2. Data pengamatan kapasitas hasil (Kg/jam). ... 56
3. Data pengamatan kerusakan hasil (%). ... 57
4. Data pengamatan lama kompos melebur (hari). ... 58
5. Analisis ekonomi. ... 59
6. Break event point. ... 62
7. Net present value. ... 63
8. Internal rate of return. ... 66
9. Spesifikasi alat pencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan. .... 67
10. Gambar alat pencetak kompos... 68
11. Hasil cetakan. ... 70
12. Gambar alat pencetak kompos tampak depan. ... 72
13. Gambar alat pencetak kompos tampak samping. ... 73
PENDAHULUAN
Latar Belakang
Kompos merupakan pupuk organik yang diperoleh dari hasil pelapukan
bahan-bahan tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, dedaunan,
rerumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah oganik hasil
perlakuan manusia (rumah tangga). Kompos dan pengomposan sudah dikenal
sejak berabad-abad lalu. Berbagai sumber mencatat bahwa penggunaan kompos
sebagai pupuk telah dimulai sejak 1000 tahun sebelum nabi Musa. Tercatat juga
bahwa pada zaman kerajaan Babylonia dan kekaisaran Cina, kompos dan
teknologi pengomposan sudah berkembang cukup pesat. Dalam proses
pengomposan, perlakuan yang umum dilakukan adalah menciptakan lingkungan
mikro yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme. Di alam terbuka, kompos
bisa terbentuk dengan sendirinya, yakni melalui proses alami. Rumput, dedaunan,
kotoran hewan, dan sampah lainnya lama kelamaan terurai, karena kerjasama
antara mikroorganisme dengan cuaca. Pengomposan juga dapat dipercepat dengan
perlakuan tertentu, hingga menghasilkan kompos yang berkualitas baik dalam
waktu singkat. Kompos merupakan produk daur ulang sampah organik, yang
dapat dimanfaatkan sebagai media tanam sekaligus pupuk tanaman. Selaian itu,
pengolahan sampah menjadi kompos merupakan upaya yang turut membantu
program pemerintah mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPA (tempat
Seiiring dengan bertambahnya populasi penduduk maka kebutuhan akan
pangan juga semakin meningkat, untuk itu perlu dilakukan usaha untuk
meningkatkan produksi pangan. Pemupukan merupakan salah satu usaha penting
untuk meningkatkan produksi, bahkan sampai sekarang dianggap sebagai faktor
penting untuk meningkatkan produksi pertanian karena sampai saat ini belum ada
alternatif penggantinya. Penggunaan pupuk (pupuk anorganik) yang terus
meningkat dari tahun ke tahun semakin mencemaskan pakar lingkungan hidup
karena membawa dampak yang kurang baik. Dampak yang kurang baik akibat
penggunaan pupuk anorganik misalnya tanah menjadi rusak (penggunaan yang
berlebihan dan terus menerus akan menyebabkan tanah menjadi keras), air
tercemar, dan keseimbangan alam terganggu.
Namun, belakangan ini ketersediaan sumber daya alam makin berkurang,
harga pupuk anorganik semakin naik, subsidi di bidang pertanian dihapus. Hal ini
tentu saja menambah beban biaya bagi petani yang menggunakan pupuk ini.
Untuk itu, perlu dicarikan pemecahannya. Alternatif pemecahan masalah yang
baik adalah mengurangi ketergantungan atau penggunaan pupuk anorganik
tersebut dan segera beralih ke pupuk organik.
Bahan baku pupuk organik sangat mudah diperoleh karena memanfaatkan
sampah organik. Bahan bakunya bisa berupa dedaunan, jerami, serasah sisa
panen, kotoran ternak, dan sisa sayuran. Proses pembuatan pupuk organik juga
sangat sederhana. Karena bahan bakunya diperoleh secara gratis (kecuali
menggunakan aktivator harus membelinya, tetapi harganya relatif murah) maka
disekitar kita sehingga produksinya bisa berjalan terus. Dengan demikian,
kelangkaan pupuk bisa teratasi dan tentu harganya lebih murah (Indriani, 2001).
Namun para petani mengalami kendala yaitu kebutuhan dosis pupuk organik
yang sangat besar sering kali menyulitkan proses penebarannya, meningkatnya
biaya pengangkutan, dan membutuhkan ruangan yang lebih luas untuk
penyimpanan dan daya simpannya relatif lebih singkat karena adanya pelepasan
unsur-unsur hara, kurang praktis dan dianggap jorok bila diaplikasikan dikalangan
ibu-ibu pecinta tanaman hias, selain itu bentuknya kurang menarik. Maka dari itu
perlu dilakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut yakni dengan
menjadikan bentuk pupuk tersebut menjadi bentuk padat yang akan
mempermudah aplikasinya.
Bentuk pupuk organik padat saat ini semakin beragam disesuaikan dengan
kebutuhan yang ada di lapangan. Keragaman bentuk tersebut jangan hanya dilihat
sebagai bahan penarik konsumen, melainkan dapat dijadikan sebagai acuan dalam
menentukan jenis yang sesuai dengan tanaman sehingga memberikan hasil yang
lebih baik dan efisien ( Musnamar, 2008).
Tujuan
Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh variasi jenis kompos dan
dosis bahan perekat terhadap kualitas hasil cetakan.
Hipotesa Penelitian
Diduga ada perbedaan kualitas hasil cetakan akibat perbedaan jenis kompos
Kegunaan
1. Sebagai syarat untuk melaksanakan ujian sarjana di Program Studi Teknik
Pertanian, Departemen Teknologi Pertanian, Fakultas Pertanian,
Universitas Sumatera Utara.
2. Hasil penelitian diharapkan dapat berguna bagi perkembangan ilmu
pengetahuan.
3. Sebagai input informasi bagi mahasiswa, masyarakat khususnya produsen
TINJAUAN PUSTAKA
Kompos
Akar tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah dengan bantuan energi
sinar matahari. Unsur hara dari dalam tanah bersama-sama dengan hasil
fotosintesa akan diubah menjadi senyawa kompleks untuk membentuk daun,
batang, akar, buah, umbi, maupun bulir-bulir biji. Biji-bijian, buah-buahan, atau
umbi selanjutnya akan dipanen dan akan dibawa ke tempat lain. Tidak jarang
seresah tanaman sisa panen juga ikut terangkut dari sawah atau dibakar. Proses ini
telah berlangsung lama, bahan organik tanah terus mengalami penguraian,
sehingga semakin menipis dan unsur hara tanah semakin habis. Selama ini
kekurangan unsur hara lebih banyak diimbangi dengan menambahkan pupuk
kimia. Hal ini dapat mengakibatkan kesuburan tanah menurun secara drastis.
Kekurangan bahan organik dapat menimbulkan banyak masalah, antara lain,
kemampuan menahan air rendah dan struktur tanah yang kurang baik, akibatnya
produktivitas tanah cenderung turun, sementara kebutuhan pupuk terus
meningkat. Salah satu solusi penting untuk mengatasi permasalahan ini adalah
dengan menambahkan bahan organik yang cukup ke dalam tanah hingga lebih
dari 2 % (Sinartani, 2009).
Pengembalian bahan organik ke dalam tanah adalah mutlak dilakukan untuk
mempertahankan lahan pertanian agar tetap produktif. Dua alasan yang selama ini
sering dikemukakan oleh para ahli adalah (1) pengolahan tanah yang dangkal
selama bertahun-tahun mengakibatkan menurunnya kandungan C dan N organik,
pupuk yang digunakan semakin menurun. Kedua alasan tersebut memberikan
dampak buruk bagi pertanian di masa mendatang jika tidak dimulai tindakan
antisipasinya.
Bahan organik yang ditambahkan dikenal sebagai pupuk. Pupuk banyak
ragam jenis dan bentuknya, termasuk didalamnya adalah kompos. Kompos adalah
pupuk organik yang bahan dasarnya dari pelapukan bahan tanaman atau limbah
organik. Menumpuknya limbah organik memerlukan penanganan agar tidak
menimbulkan pencemaran lingkungan seperti bau tak sedap atau menjadi sarang
lalat. Jalan pintas yang sering dijumpai adalah dengan membakar. Pembakaran
limbah organik tersebut selain tidak memberikan manfaat, juga akan
menimbulkan polusi udara (Musnamar, 2008).
Kompos merupakan pupuk organik yang diperoleh dari hasil pelapukan
bahan-bahan tanaman atau limbah organik, seperti jerami, sekam, dedaunan,
rerumputan, limbah organik pengolahan pabrik, dan sampah organik hasil
perlakuan manusia (rumah tangga). Pengomposan dapat diartikan sebagai proses
biokimiawi yang melibatkan jasad renik sebagai perantara (agensia) yang
merombak bahan organik menjadi kompos. Dalam proses pengomposan,
perlakuan yang umum yang dilakukan adalah menciptakan lingkungan mikro
yang sesuai untuk pertumbuhan mikroorganisme.
Proses pengomposan yang terjadi merupakan fermentasi atau perombakan
bahan organik menjadi komponen yang lebih sederhana. Jenis mikroba yang
berperan dalam fermentasi tersebut ada yang bersifat aerob dan anaerob. Selain
yang digunakan. Jadi sebenarnya, composting adalah suatu proses yang rumit dan
kompleks meskipun dalam pelaksanaannya tidak sesulit itu (Sudradjat, 2007).
Meningkatkan Kualitas Kompos
Kualitas kompos biasanya diidentikkan dengan kandungan unsur hara yang
ada di dalamnya. Kualitas kompos sangat variatif, tergantung dari bahan baku atau
proses pengomposan. Unsur hara dalam kompos terbilang lengkap (mengandung
unsur hara makro dan mikro), tetapi kadarnya kecil sehingga tidak dapat
memenuhi kebutuhan tanaman. Karena itu, kualitas kompos akan lebih baik jika
mutunya ditingkatkan, terutama kandungan unsur hara makro.
Tabel 1. Kandungan unsur hara dalam kompos
Unsur Hara Jumlah
Nitrogen (N) 1.33 %
(Simamora dan Salundik, 2008).
Kandungan unsur hara dalam kompos terbilang lengkap, tetapi jumlahnya
sedikit, tidak bisa memenuhi jumlah yang dibutuhkan tanaman. Besarnya
persentase kandungan unsur hara yang terdapat di dalam kompos sangat bervariasi
tergantung dari bahan baku, proses pembuatan, bahan tambahan, tingkat
kematangan, dan cara penyimpanan. Karena kandungan haranya sedikit, peranan
kompos sebagai sumber unsur hara tidak terlalu bisa diharapkan. Karena itu,
kualitas kompos terutama kandungan unsur hara makro (nitrogen, fosfor, dan
ditambahkan bisa berupa urine ternak, tepung darah, tepung tulang, tepung
kerabang (cangkang telur), dan tepung cangkang udang. Selain itu, kualitas
kompos juga bisa ditingkatkan dengan menambahkan mikroorganisme yang
menguntungkan seperti mikroba penambat nitrogen (N), pelarut fosfor (P),
mikroba yang membantu penyerapan P oleh tanaman, penghasil hormon tumbuh,
dan pengendali organisme patogen penyebab penyakit tanaman.
Jenis perekat yang digunakan biasanya berupa tepung kanji, lempung,
tepung sagu. Dosis perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai dengan
kebutuhan. Jika pemberian dosis dalam jumlah sedikit maka akan mengurangi
daya rekatnya, sedangkan pemberian dalam jumlah besar akan menyebabkan daya
rekat semakin kuat. Daya rekat yang semakin kuat akan menyebabkan penguraian
bahan akan lebih lama (Brades,2007)
Peranan Kompos
Kompos adalah bahan-bahan organic yang telah mengalami proses
pelapukan karena adanya interaksi antara mikroorganisme (bakteri pembusuk)
yang bekerja di dalamnya. Bahan-bahan organik tersebut seperti dedaunan,
rumput , jerami, sisa-sisa ranting dan dahan, kotoran hewan, rerontokan kembang,
air seni dan lain-lain. Penggunaan kompos sebagai pupuk sangat baik karena
dapat memberikan beberapa manfaat sebagai berikut :
- Menyediakan unsur hara mikro bagi tanaman
- Menggemburkan tanah
- Memperbaiki struktur dan tekstur tanah
- Memudahkan pertumbuhan akar tanaman
- Meningkatkan daya ikat tanah terhadap air
- Menyimpan air tanah lebih lama
- Mencegah beberapa penyakit akar
- Menghemat pemakaian pupuk kimia
- Meningkatkan efisiensi pemakaian pupuk kimia
- Menjadi salah satu alternatif pengganti pupuk kimia karena harganya
lebih murah, berkualitas, dan akrab lingkungan
- Bersifat multilahan karena bisa digunakan di lahan pertanian,
perkebunan, reklamasi lahan kritis, padang golf
(Murbandono, 2008).
Penggunaan berbagai pupuk organik di lahan pertanian terbukti telah dapat
meningkatkan produksi sehingga pada gilirannya akan meningkatkan pendapatan
dan kesejahteraan petani. Dengan penggunaan pupuk organik, perbaikan akan
terus berlangsung. Dengan kompos, maka kultur pertanian akan kembali ke
bahan-bahan organik. Bahan organik yang mengandung lignin tinggi (seperti
sebuk gergaji, ampas tebu, dan sampah daun) akan memperbaiki struktur jaringan
tanaman.
Walaupun kompos mempunyai banyak manfaat, tetap saja dalam prosesnya
memiliki banyak kekurangan, yakni meliputi biaya, waktu, bau, cuaca, potensi
kehilangan N, dan lambat melepaskan unsur hara.
a. Bau dan alergi
Bau sering kali timbul selama proses pengomposan, terutama jika
banyak orang yang alergi terhadap bau, jamur, ataupun debu dari kompos.
Walaupun kasusnya jarang terjadi, tetapi keadaan ini harus diantisipasi.
Penggunaan penutup hidung dapat mengatasi hal ini walaupun tidak
sepenuhnya berhasil.
b. Cuaca
Bahan baku atau campuran kompos sebaiknya tidak terkena air hujan. Air yang
masuk ke dalam pori-pori bahan baku akan menghilangkan O2 yang terdapat
didalamnya. Selain itu, air mengakibatkan pencucian unsur hara bahan baku
dan kompos. Elemen iklim lain yang patut diperhatikan adalah angin,
temperatur dan kelembapan. Pasalnya, ketiga faktor tersebut dapat
menyebabkan timbunan kompos menjadi kering, sehingga mematikan mikroba
pengompos. Walaupun secara teknis elemen iklim dapat ditangani, kurangnya
perhatian pada elemem iklim dapat menyebabkan kegagalan proses
pengomposan
c. Potensi kehilangan N
Proses pengompossan mengakibatkan sebagian N terurai dan lepas ke udara.
Dengan melakukan tata cara laksana yang baik bisa mengurangi jumlah N yang
hilang.
d. Lambat melepaskan unsur hara
Kompos umumnya berbentuk senyawa organik kompleks yang lambat
melepaskan unsur haranya. Pasalnya, mikroba tanah perlu waktu untuk
menguraikan unsur hara ini sebelum digunakan oleh tanaman. Karena itu,
sebaiknya kompos dicampur dengan tanah dan dibiarkan beberapa waktu
tanah terlebih dahulu, baru kemudian tanaman ditanam, sehingga saat
dibutuhkan tanaman bisa memanfaatkan unsur hara yang tersedia di dalam
kompos.
(Djaja, 2008).
Pupuk Organik Padat
Pupuk organik seperti namanya pupuk yang dibuat dari bahan-bahan
organik atau alami. Bahan-bahan yang termasuk pupuk organik antara lain adalah
pupuk kandang, kompos, kascing, gambut, dan guano. Berdasarkan bentuknya
pupuk organik dapat dikelompokkan menjadi pupuk organik padat dan pupuk
organik cair. Pupuk organik memiliki kandungan hara yang lengkap. Namun,
kandungan hara tersebut rendah (Indriani, 2001).
Penggunaan pupuk organik mempunyai kelemahan, diantaranya adalah:
(1) diperlukan dalam jumlah banyak untuk memenuhi kebutuhan unsur hara
tanaman, (2) bersifat ruah, baik dalam pengangkutan dan penggunaanya di
lapangan, dan (3) kemungkinan akan menimbulkan kekahatan unsur hara apabila
bahan organik yang diberikan belum cukup matang (Sutanto, 2002).
Kebutuhan dosis pupuk organik yang sangat besar sering kali menyulitkan
proses penebarannya. Namun, sekarang telah dipasarkan pupuk organik yang
dipadatkan dalam bentuk serbuk, butiran, pelet, dan tablet. Pupuk organik dalam
bentuk tersebut lebih mudah diaplikasikan dan dosis yang diperlukan menjadi
lebih kecil. Pemberian dosis pupuk organik dalam jumlah besar memang tidak
akan merusak tanaman. Namun, keseimbangan antara peningkatan hasil dan biaya
Pupuk organik yang lebih dulu dikenal petani adalah pupuk organik
bentuk padat. Ini disebabkan oleh faktor pengetahuan dan ketersedian bahan
pupuk. Sebagai contoh, bahan pupuk padat seperti humus banyak dijumpai pada
lahan-lahan baru, pupuk kandang dari binatang peliharaan dan kompos dari
sampah organik yang dihasilkan dari kehidupan sehari-hari. Pupuk organik padat
adalah pupuk yang terbuat dari bahan organik dengan hasil akhir bentuk padat.
Pemakaian pupuk organik padat umumnya dengan ditaburkan atau dibenamkan
dalam tanah tanpa perlu dilarutkan dalam air. Pupuk organik padat dapat
dimasukkan dalam tiga kategori, yaitu (1) berdasarkan bahan penyusunnya maka
pupuk organik padat termasuk pupuk alam (2) berdasarkan cara pemberiannya
termasuk dalam pupuk akar karena pemberian haranya melalui akar dan (3)
berdasarkan kandungannya termasuk pjuupuk majemuk dan pupuk lengkap
karena kandungan haranya lebih dari satu unsur makro nitrogen (N), fosor (P),
kalium (K) dan unsur mikro seperti kalsium (Ca), besi (Fe), dan magnesium (Mg)
(Musnamar, 2008).
Selain berfungsi sebagai pemberi unsur hara, pupuk organik padat juga
sebagai penambah bahan organik di dalam tanah. Pupuk organik padat termasuk
pupuk slow release. Artinya, unsur hara dalam pupuk akan dilepaskan secara
perlahan dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga kehilangan
unsur hara akibat pencucian oleh air lebih kecil. Bahan organik tidak secara
langsung diperlukan oleh tanaman. Pupuk organik padat merupakan makanan bagi
tanah karena mempunyai sifat fisik yang sangat menguntungkan bagi kesuburan
tanah seperti kapasitas tukar kation, daya serap, dan daya ikat air. Kapasitas tukar
ion-ion tanah yang terikat sehingga menjadi tersedia bagi tanaman dan akan
mengefisienkan pemupukan kimia karena daya ikatnya terhadap ion. Dengan
demikian, kehilangan ion akibat pencucian oleh air hujan yang biasa terjadi pada
pemupukan kimia dapat dikurangi. Pupuk organik padat dapat merangsang
aktivitas mikroorganisme sehingga kondisi kimia, fisik, dan biologi tanah lebih
baik. Pemakaian pupuk organik tidak meninggalkan residu pada hasil panen
sehingga tidak menimbulkan efek negatif bagi kesehatan manusia
(Novizan, 2007).
Beberapa keunggulan pupuk organik atau kompos dibandingkan dengan
pupuk anorganik
Tabel 2. Perbedaan Pupuk Organik dan Anorganik
Pupuk Organik Pupuk Anorganik
1. Mengandung unsur hara makro dan mikro yang lengkap, tetapi jumlahnya sedikit
2. Dapat memperbaiki struktur tanah sehingga tanah menjadi gembur
3. Memiliki daya simpan air (water holding capasity) yang tinggi.
4. Beberapa tanaman yang
dipupuk dengan pupuk organik lebih tahan terhadap serangan penyakit.
5. Meningkatkan aktivitas
mikroorganisme tanah yang menguntungkan.
6. Memiliki residual effect yang positif. Artinya pengaruh positif dari pupuk organik terhadap tanaman yang ditanam pada musim berikutnya masih ada sehingga
pertumbuhan dan produktivitasnya masih bagus.
1. Hanya mengandung beberapa unsur hara, tetapi dalam jumlah banyak
2. Tidak dapat memperbaiki
struktur tanah, justru penggunaannya dalam jangka waktu lama menyebabkan tanah menjadi keras.
3. Sering membuat tanaman
rentan terhadap penyakit.
4. Pupuk anorganik mudah
menguap dan tercuci. Karena itu, pengaplikasian yang tidak tepat akan sia-sia karena unsur hara yang ada hilang akibat menguap atau tercuci oleh air.
Pupuk organik bentuk tablet masih sulit ditemukan dipasaran
dibandingkan dengan pupuk kimia tablet. Kalaupun ditemukan, pupuk organik
bentuk tablet tersebut masih merupakan barang impor. Sementara pupuk kimia
bentuk tablet sangat mudah ditemukan dengan bergam ukuran. Pupuk organik
bentuk tablet ini merupakan pupuk organik konsentrat dalam kondisi kering
dengan kadar air 10% -20% sehingga dosis anjuran pemakaiannya pun lebih
rendah dari pemakaian pupuk organik bentuk serbuk. Penggunaan pupuk bentuk
tablet sangat menekan biaya tenaga kerja, terutama untuk lahan skala luas seperti
perkebunan dan kehutanan. Penekanan biaya tenaga kerja selain dalam jumlah
pemupukan, juga frekuensi pemupukan (Musnamar, 2008).
Kotoran Sapi
Pemanfaatan limbah peternakan (kotoran ternak) merupakan salah satu
alternatif yang sangat tepat untuk mengatasi kelangkaan dan naiknya harga pupuk.
Pemanfaatan kotoran ternak sebagai pupuk sudah dilakukan petani secara optimal
di daerah-daerah sentra produk sayuran. Sayangnya masih ada kotoran ternak
tertumpuk di sekitar kandang dan belum banyak dimanfaatkan sebagai sumber
pupuk. Keluhan petani saat terjadi kelangkaan atau mahalnya harga pupuk non
organik (kimia) dapat diatasi dengan menggiatkan kembali pembuatan dan
pemanfaatan pupuk kompos. Kotoran sapi dipilih karena selain tersedia banyak di
petani/peternak juga memiliki kandungan nitrogen dan potasium, di samping itu
kotoran sapi merupakan kotoran ternak yang baik untuk kompos
Jerami
Padi atau tanaman menyerap unsur hara dari dalam tanah. Dengan bantuan
energi dari sinar matahari, hara dari dalam tanah ditambah dengan CO2 dari udara
ini diubah menjadi senyawa komplek untuk membentuk batang, daun, dan
bulir-bulir padi/beras. Padi/beras akan dipanen dan dibawa ke tempat lain, sedangkan
jerami sisa-sisa panen umumnya dibakar. Jerami yang dihasilkan dari sisa-sisa
panen sebaiknya jangan dibakar, tetapi diolah menjadi kompos dan dikembalikan
lagi ke tanah, pembakaran jerami justru akan menghancurkan sebagian bahan
organik yang sebenarnya cukup bagus dijadikan pupuk kompos. Kompos jerami
ini secara bertahap dapat menambah kandungan bahan organik tanah, dan lambat
laun akan mengembalikan kesuburan tanah.
Jerami padi biasanya mengandung sedikit air, tetapi banyak memiliki
karbon. Umumnya jerami mudah dirombak dalam proses pengomposan. Nitrogen
yang terdapat di dalamnya lebih sedikit karena sudah dipakai untuk pertumbuhan
dan produksi. Penggunaan jerami padi pada bahan baku kompos sebaiknya
dicacah dahulu sebelum dicampur dengan bahan lainnya (Djaja, 2008).
Sekam Padi
Sekam berfungsi untuk mengikat logam berat dan menggemburkan tanah
sehingga bisa mempermudah akar tanaman menyerap unsur hara di dalamnya.
Pada proses penggilingan beras sekam akan terpisah dari butir beras dan menjadi
bahan sisa atau limbah penggilingan. Dari proses penggilingan padi biasanya
diperoleh sekam sekitar 20-30% dari bobot gabah. Sekam dengan persentase yang
masalah ini sekam bisa dimanfaatkan untuk bahan baku industri kimia, bahan
bakar, dan juga kompos (Isroi, 2009).
Sekam padi mempunyai kandungan kadar air dalam jumlah yang relatif
kecil. Selain itu ukuran partikel sekam yang relatif kecil dan ringan juga
mempengaruhi dosis pemakaiannya, yaitu diperlukan dalam jumlah yang besar
(Sutrisno, 2007).
EM-4 (Effective Microorganism)
EM-4 adalah kultur campuran dari mikroorganisme yang menguntungkan
bagi pertumbuhan tanaman. Sebagian besar mengandung mikroorganisme
Lactobacillus sp. bakteri penghasil asam laktat, serta dalam jumlah sedikit bakteri
fotosintetik Streptomyces sp. dan ragi. EM-4 mampu meningkatkan dekomposisi
limbah dan sampah organik, meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman serta
menekan aktivitas serangga hama dan mikroorganisme patogen. EM-4 diaplikasi
sebagai inokulan untuk meningkatkan keragaman dan populasi mikroorganisme di
dalam tanah dan tanaman, yang selanjutnya dapat meningkatkan kesehatan,
pertumbuhan, kuantitas dan kualitas produksi tanaman secara berkelanjutan.
EM-4 juga dapat digunakan untuk mempercepat pengomposan sampah organik atau
kotoran hewan, membersihkan air limbah, serta meningkatkan kualitas air pada
tambak udang dan ikan.
Keuntungan penggunaan EM4
- Memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah.
- Meningkatkan ketersediaan nutrisi tanaman, serta menekan aktivitas
- Meningkatkan dan menjaga kestabilan produksi tanaman dan menjaga
kestabilan produksi.
- Mempercepat proses fermentasi pada pembuatan kompos.
- Memperbaiki komposisi dan jumlah mikroorganisme pada perut ternak
sehingga pertumbuhan dan produksi ternak meningkat
(www.songgolangit.20m.com, 2008).
Analisa Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan.
Biaya variabel adalah biaya yang besarnya tergantung pada out put yang
dihasilkan. Dimana semakin banyak produk yang dihasilkan maka semakin
banyak bahan yang digunakan. Tak heran jika biayanya semakin besar.
Sedangkan, biaya tetap adalah biaya yang tidak tergantung pada banyak
sedikitnya produk yang akan dihasilkan (Soeharno, 2007).
Untuk menilai kelayakan finansial, diperlukan semua data yang menyangkut
aspek biaya dan penerimaan usaha tani. Data yang diperlukan untuk pengukuran
kelayakan tersebut meliputi data tenaga kerja, sarana produksi, hasil produksi,
harga, upah, dan suku bunga (Nastiti, 2008).
Pengukuran Biaya produksi dilakukan dengan cara menjumlahkan biaya yang
dikeluarkan yaitu biaya tetap dan biaya tidak tetap (biaya pokok).
dimana :
BT = total biaya tetap (Rp/tahun)
BTT = total biaya tidak tetap (Rp/jam)
x = total jam kerja per tahun (jam/tahun)
C = kapasitas alat (jam/satuan produksi)
a. Biaya tetap
Biaya tetap terdiri dari :
- Biaya penyusutan (metode garis lurus)
- Biaya bunga modal dan asuransi, perhitungannya digabungkan, besarnya:
Di negara kita belum ada ketentuan besar pajak secara khusus untuk
mesin-mesin dan peralatan pertanian, namun beberapa literatur
- Biaya gudang/gedung
Biaya gudang atau gedung diperkirakan berkisar antara 0,5-1%, rata-rata
diperhitungkan 1% nilai awal (P) pertahun.
b. Biaya tidak tetap
Biaya tidak tetap terdiri dari :
- Biaya perbaikan dapat dihitung dengan persamaan :
- Biaya karyawan/operator yaitu biaya untuk gaji operator. Biaya ini tergantung kepada kondisi lokal, dapat diperkirakan dari gaji bulanan atau
gaji pertahun dibagi dengan total jam kerjanya.
(Darun, 2002).
Break Event Point (Perhitungan Titik Impas)
Analisis titik impas umumnya berhubungan dengan proses penentuan
tingkat produksi untuk menjamin agar kegiatan usaha yang dilakukan dapat
membiayai sendiri (self financing). Dan selanjutnya dapat berkembang sendiri
(self growing). Dalam analisis ini, keuntungan awal dianggap sama dengan nol.
Bila pendapatan dari produksi berada di sebelah kiri titik impas maka kegiatan
usaha akan menderita kerugian, sebaliknya bila di sebelah kanan titik impas akan
memperoleh keuntungan.
Analisis titik impas juga digunakan untuk :
2. Rencana pengembangan pemasaran untuk menetapkan tambahan investasi
untuk peralatan produksi.
3. Tingkat produksi dan penjualan yang menghasilkan ekuivalensi
(kesamaan) dari dua alternatif usulan investasi.
(Waldiyanto, 2008).
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui
batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang
dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang diperoleh
hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya keuntungan.
Untuk menentukan produksi titik impas (BEP) maka dapat digunakan rumus
sebagai berikut:
……… (5)
dimana:
N : jumlah produksi minimal untuk mencapai titik impas (Kg)
F : biaya tetap per tahun (rupiah)
R : penerimaan dari tiap unit produksi (harga jual) (rupiah)
V : biaya tidak tetap per unit produksi. VN = total biaya tidak
tetap per tahun (rupiah/unit)
(Darun, 2002).
Net Present Value (NPV)
NPV adalah selisih antara present value dari investasi dengan nilai sekarang
dari penerimaan-penerimaan kas bersih di masa yang akan datang. Identifikasi
finansial dengan kriteria investasi. Net present value adalah kriteria yang
digunakan untuk mengukur suatu alat layak atau tidak untuk diusahakan.
Perhitungan net present value merupakan net benefit yang telah didiskon dengan
discount factor (Pudjosumarto, 1998).
Secara singkat rumusnya :
CIF – COF ≥ 0………(6)
dimana : CIF = cash inflow
COF = cash outflow
Sementara itu keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan
(dalam %) bertindak sebagai tingkat bunga modal dalam perhitungan-perhitungan
Penerimaan (CIF) = pendapatan x (P/A, i, n) + Nilai ahir x (P/F, i, n)...(7)
Pengeluaran (COF) = Investasi + pembiayaan (P/A, i, n)………...(8)
Kriteria NPV yaitu
− NPV > 0, berarti usaha yang telah dilaksanakan menguntungkan; :
− NPV < 0, berarti sampai dengan t tahun investasi proyek tidak
menguntungkan;
− NPV = 0, berarti tambahan manfaat sama dengan tambahan biaya yang
dikeluarkan.
(Darun, 2002).
Internal Rate of Return (IRR)
Internal Rate of Return (IRR) ini digunakan untuk memperkirakan kelayakan
lama (umur) pemilikan suatau alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu.
Internal rate of return (IRR) adalah suatu tingkatan discount rate, dimana
atau NPV= Y (positif) dan NPV = X (positif) atau NPV = Y (negatif), dihitunglah
harga IRR dengan menggunakan rumus berikut:
………...(9)
Dan
………..(10)
dimana :
p = suku bunga bank paling atraktif
q = suku bunga coba-coba ( > dari p)
X = NPV awal pada p
Y = NPV awal pada q
METODE PENELITIAN
Waktu dan Tempat Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Juli sampai Oktober 2009 di
Laboratorium Teknik Pertanian, Fakultas Pertanian Universitas Sumatera Utara.
Bahan dan Alat
Bahan – bahan yang digunakan dalam penelitian adalah : jerami, sekam,
kotoran sapi, tepung tulang, air, EM4, abu gosok, dolomit, gula pasir.
Alat – alat yang digunakan: alat pencetak kompos buatan mahasiswa
Teknik Pertanian, dongkrak, timbangan, sarung tangan, plastik hitam, gembor,
cangkul, sendok pengaduk, kalkulator, komputer.
Metode Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian faktorial dengan model rancangan
yang digunakan adalah rancangan acak lengkap (RAL) yang terdiri dari dua faktor
perlakuan yaitu :
Faktor I : jenis kompos, dengan tiga taraf perlakuan
D1 = kompos kotoran sapi
D2 =kompos jerami
D3 = kompos sekam
Faktor II : dosis tepung tulang
P1 = 20 % berat bahan
P2 = 25 % berat bahan
Jumlah kombinasi perlakuan sebanyak Tc = 3 x 3 = 9, sehingga ulangan percobaan
dapat dihitung :
Tc (n-1) ≥15
9(n-1) ≥ 15
(n-1) ≥ 1.67
n ≥ 2.67 dibulatkan menjadi 3
Penelitian dilakukan dengan ulangan sebanyak 3 kali ulangan, dengan kombinasi
perlakuan sebagai berikut :
D1P1 D2P1 D3P1
D1P2 D2P2 D3P2
D1P3 D2P3 D3P3
Adapun kode rancangan yang digunakan yaitu :
Yijk = µ + i + j + ( )ij + ijk
Dimana :
Yijk = Pengamatan pada unit percobaan yang mendapat perlakuan faktor jenis
kompos pada taraf ke- i dan perlakuan dosis tepung tulang pada taraf
ke- j pada ulangan k
µ = nilai tengah sebenarnya
i = efek perlakuan jenis kompos pada taraf ke- i
j = efek perlakuan dosis tepung tulang pada taraf ke- j
( )ij = efek interaksi perlakuan jenis kompos pada taraf ke- i dengan perlakuan
dosis tepung tulang pada taraf ke- j
Pelaksanaan Penelitian
A. Prosedur Pembuatan Kompos a) Kompos jerami dan sekam
1. Semua bahan dicacah hingga ukuran menjadi lebih kecil.
2. Ditambahkan inokulum ke dalam bahan tersebut. Untuk sekam ditambahkan
inokulum sebanyak 0.5 % berat bahan, sedangkan untuk jerami ditambahkan
inokulum sebanyak 1.25 % berat bahan.
3. Diaduk campuran hingga merata, lalu ditambahkan air hingga mencapai kadar
air sebesar 80 % atau secara visual air tidak menetes saat diperas.
4. Bahan tersebut ditumpukkan diatas lantai semen, kemudian ditutup dengan
plastik hitam dan diberi atap sebagai naungan.
5. Kemudian bahan dibiarkan selama 14 hari sambil di bolak balik tiap hari,
setelah itu kompos siap digunakan.
b) Kompos kotoran sapi
1. Dicampurkan kotoran ternak dengan inokulum sebanyak 0.25% aduk rata, lalu
dimasukkan kedalam wadah pertama. Didiamkan campuran bahan tersebut
selama satu minggu.
2. Dilakukan pembalikan bahan kompos sambil dicampur dengan abu gosok dan
kapur, diamkan selama satu minggu.
3. Kemudian dilakukan pembalikan lagi hingga kompos matang setelah tiga
minggu.
B. Persiapan Bahan
1. Disiapkan kompos, tepung tulang dan air.
2. Ditimbang kompos, tepung tulang dan air.
3. Dicampurkan air dan tepung tulang.
4. Dimasukkan ketiga bahan ke dalam suatu ember.
5. Diaduk sampai ketiga bahan tersebut tercampur merata membentuk suatu
adonan.
6. Ditimbang masing- masing kompos lalu masukan ke dalam wadah plastik.
7. Dituangkan kompos yang ada di dalam wadah plastik ke dalam cetakan.
8. Diratakan semua permukaan kompos.
9. Adonan siap untuk dicetak.
Prosedur Penelitian
Adapun prosedur pengujian alat adalah :
1. Dimasukkan adonan kompos ke dalam suatu wadah plastik yang sudah
ditentukan berat masing-masing kompos untuk tiap cetakan.
2. Dimasukkan adonan kompos ke dalam cetakan yang telah disediakan.
3. Diratakan permukaan kompos yang dimasukkan dengan plat besi yang
datar yang telah disediakan.
4. Dioperasikan dongkrak dengan menekan tuas dongkrak naik turun sehingga
dongkrak mulai menekan plat penekan ke bawah.
5. Digerakkan engkol kebawah untuk mengeluarkan hasil cetakan.
7. Dihitung kapasitas cetakan yang dihasilkan alat ini per jam, dilihat
keseragaman hasil cetakan secara visual (kasat mata), dilakukan analisis
ekonomi.
8. Perlakuan tersebut diulangi sebanyak 3 kali ulangan.
Parameter yang diamati
2. Kapasitas Material (Kg/jam)
Kapasitas material dilakukan dengan membagi berat kompos awal terhadap
waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos.
………(10)
dimana :
KM : Kapasitas material (Kg/jam)
BA : Berat awal (kg)
T : Waktu (jam)
3. Kapasitas Hasil (Kg/jam)
Kapasitas hasil dilakukan dengan membagi berat kompos yang dicetak
terhadap waktu yang dibutuhkan untuk mencetak kompos.
………(11)
dimana :
KH : Kapasitas hasil (Kg/jam)
BC : Berat hasil cetakan (Kg)
4. Kerusakan hasil cetakan (%)
Pengukuran persentase kerusakan hasil dapat ditentukan dengan membagi
berat kompos yang rusak (tercetak tidak sempurna, pecah, patah) dengan berat
isian kompos awal (sebelum dicetak) dikali dengan 100 %. Secara matematis
dapat dituliskan dengan persamaan:
=
5. Lama Kompos Melebur (hari)
Lamanya kompos melebur dilakukan dengan mengaplikasikan kompos pada
tanaman, tanaman yang digunakan adalah tanaman hias. Pengujian ini dilakuka n
untuk mengetahui berapa lama kompos dapat bertahan sehingga bisa
diperhitungkan waktu pemupukan selanjutnya.
6. Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi yang dilakukan adalah menghitung biaya pencetakan
kompos dengan cara menjumlahkan biaya yang dikeluarkan yaitu biaya tetap dan
biaya tidak tetap (persamaan 1).
Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan, biaya bunga modal dan asuransi,
biaya pajak dan biaya gedung/gudang. Sementara biaya tidak tetap terdiri dari
biaya perbaikan untuk dongkrak sebagai sumber tenaga penekan dan biaya
7. Break Event Point (BEP)
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk mengetahui
batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha yang
dikelola masih layak untuk dijalankan, untuk menentukan produksi titik impas
maka digunakan persamaan 5.
8. Net Present Value (NPV)
Net present value adalah kriteria yang digunakan untuk mengukur suatu alat
layak atau tidak untuk diusahakan. Perhitungannya dilakukan dengan persamaan
2, sementara keuntungan yang diharapkan dari investasi yang dilakukan dapat
dilakukan dengan perhitungan menggunakan persamaan 3 dan 4.
9. Internal Rate of Return (IRR)
Internal rate of return digunakan untuk memperkirakan kelayakan lama
(umur) pemilikan suatu alat atau mesin pada tingkat keuntungan tertentu. Harga
HASIL DAN PEMBAHASAN Pengaruh jenis kompos
Perlakuan jenis kompos memberikan pengaruh yang berbeda terhadap
kapasitas material, kapasitas hasil, kerusakan hasil, dan lama kompos hancur. Hal
ini dapat dilihat pada Tabel 3 berikut :
Tabel 3. Pengaruh jenis kompos terhadap parameter yang diamati
Jenis
Dari Tabel 3 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat pada
jenis kompos sekam, sedangkan yang terendah terdapat pada jerami. Kapasitas
hasil tertinggi terdapat pada kotoran sapi sedangkan yang terendah pada jerami.
Kerusakan hasil tertingi terdapat pada jenis kompos kotoran sapi, sedangkan yang
terendah terdapat pada jenis kompos sekam. Waktu kompos melebur tertinggi
terdapat pada jenis kompos jerami, sedangkan yang terendah terdapat pada jenis
kompos sekam.
Pengaruh dosis tepung tulang
Dari hasil penelitian yang dilakukan, secara umum diperoleh bahwa dosis
tepung tulang memberikan pengaruh yang berbeda terhadap kapasitas material,
kapasitas hasil, kerusakan hasil, dan lama kompos hancur. Hal ini dapat dilihat
Tabel 4. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap parameter yang diamati
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi terdapat pada
dosis 20% sedangkan yang terendah terdapat pada dosis 30%, sementara kapasitas
hasil tertinggi terdapat pada dosis 20% dan yang terendah terdapat pada dosis
30%. Untuk kerusakan hasil yang tertinggi terdapat pada dosis 25%, sedangkan
yang terendah pada dosis 30%. Lama kompos melebur tertinggi terdapat pada
dosis 30% dan yang terendah pada dosis 20%.
Analisis statistik yang dilakukan untuk perlakuan jenis kompos dan dosis
tepung tulang terhadap kapasitas kerja alat dan kerusakan hasil yang diamati dapat
dilihat pada uraian berikut ini:
1. Kapasitas Material Pengaruh jenis kompos
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan
jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas
material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range
(LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material untuk
Tabel 5. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - D1 11,34 a A
2 0,031 0,049 D2 10,93 b B
3 0,033 0,044 D3 11,45 c C
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan
pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 5 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh
pada perlakuan D3 yaitu 11,45 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan D2 yaitu
10,93 kg/jam. Perlakuan D3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap semua perlakuan.
Hubungan antara jenis kompos dengan kapasitas kerja alat dapat dilihat
pada Gambar 1.
Gambar 1. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas material
Dari Gambar 1 menunjukkan bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh
pada perlakuan jenis kompos sekam. Hal ini disebabkan karena ukuran partikel
kompos sekam yang halus dan lebih ringan sehingga dalam pengisian awal
diperlukan dalam jumlah yang banyak. Hal ini didukung oleh pernyataan Sutrisno
dan ringan juga mempengaruhi dosis pemakaiannya, yaitu diperlukan dalam
jumlah yang besar.
Pengaruh dosis tepung tulang
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa perlakuan
dosis tepung tulang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant
Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas
material untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas kerja alat (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 11,27 a A
2 0,031 0,049 P2 11,25 a A
3 0,033 0,044 P3 11,20 b B
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 6 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh
pada perlakuan P1 yaitu 11,27 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan P3 yaitu
11,20 kg/jam. Perlakuan P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap P1 dan P2. P2 memberikan pengaruh yang berbeda tidak nyata terhadap
P1.
Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kapasitas material dapat
Gambar 2. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas material
Dari Gambar 2 menunjukkan bahwa semakin besar dosis perekat yang
diberikan maka semakin kecil pula kapasitas materialnya. Hal ini disebabkan
karena adanya penambahan unsur padat lainnya sehingga megakibatkan
bertambahnya volume dari kompos tersebut.
Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang
Pada analisa sidik ragam Lampiran 1 dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan jenis kompos dengan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata
terhadap kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least
Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap dosis
tepung tulang untuk masing-masing perlakuan dapat dilihat pada Tabel 7.
Dari Tabel 7 dapat dilihat bahwa kapasitas material tertinggi diperoleh
pada perlakuan D1P1, D3P1, D3P2, D3P3 yaitu sebesar 11,45 kg/jam dan yang
Tabel 7. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kapasitas material (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - D2P3 10,85 a A
2 0,054 0,085 D2P1 10,91 b A
3 0,056 0,077 D2P2 11,01 c B
4 0,058 0,079 D1P2 11,28 d CD
5 0,059 0,080 D1P3 11,28 d D
6 0,060 0,082 D1P1 11,45 e E
7 0,061 0,082 D3P1 11,45 e EF
8 0,061 0,083 D3P2 11,45 e F
9 0,062 0,084 D3P3 11,45 e F
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
kapasitas material dapat dilihat pada Gambar 3 berikut ini :
Gambar 3. Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang (kg/jam)
Semakin sedikit dosis perekat yang digunakan maka kapasitas material
yang didapat juga tinggi, sebaliknya semakin besar dosis perekat yang digunakan
maka kapasitas material yang di dapat rendah pula. Hal ini disebabkan karena
penambahan dosis perekat dalam jumlah yang besar menyebabkan jumlah isian
sesuai dengan pernyataan Brades (2007) yang menyatakan bahwa penambahan
bahan padat pada bahan awal akan mempengaruhi jumlah isian pencetakan.
2. Kapasitas Hasil Pengaruh jenis kompos
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan
jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas
hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range
(LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - D1 10,86 a A
2 0,129 0,204 D2 10,56 b B
3 0,135 0,184 D3 10,64 b B
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 8 dapat dilihat bahwa kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan D1 yaitu 10,86 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan D2 yaitu
10,56 kg/jam. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
perlakuan D2 dan D3.
Hubungan antara jenis kompos dengan kapasitas kerja alat dapat dilihat
pada Gambar 4. Dari Gambar 4 menunjukkan bahwa kapasitas hasil tertinggi
diperoleh pada perlakuan jenis kompos kotoran sapi. Kandungan air pada kotoran
sapi lebih tinggi dibandingkan jerami dan sekam, sehingga berat hasil cetakan
Gambar 4. Pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Pengaruh dosis tepung tulang
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 2 dapat dilihat bahwa perlakuan
dosis tepung tulang memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap
kapasitas material. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant
Range (LSR) menunjukkan pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas
material untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
p 0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 10,82 a A
2 0,129 0,204 P2 10,65 b AB
3 0,135 0,184 P3 10,59 b B
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kapasitas hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan P1 yaitu 10,82 kg/jam dan yang terendah pada perlakuan P3 yaitu 10,59
kg/jam. Perlakuan P1 memberikan pengaruh yang berbeda nyata terhadap
Hubungan antara jenis kompos dengan kapasitas kerja alat dapat dilihat
pada Gambar 5. Dari Gambar 5 menunjukkan bahwa kapasitas hasil tertinggi
diperoleh pada perlakuan jenis kompos kotoran sapi.
Gambar 5. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kapasitas hasil (kg/jam)
Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang
Pada analisa sidik ragam pada Lampiran 2 dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh tidak nyata terhadap
kapasitas hasil, sehinga pengujian dengan Least Significant Range (LSR ) tidak
dilanjutkan.
Proses pencetakan yang dilakukan dengan menggunakan alat pencetak
kompos ini dapat menurunkan kadar air yang berlebih dan keluar melalui celah
yang terdapat pada tuas pengungkit sehingga pemakaian pupuk dapat ditekan
jumlahnya. Hal ini sesuai dengan pernyataan Musnamar (2008) yaitu pupuk
organik bentuk tablet ini merupakan pupuk organik konsentrat dalam kondisi
kering dengan kadar air 10% -20% sehingga dosis anjuran pemakaiannya pun
bentuk tablet sangat menekan biaya tenaga kerja, terutama untuk lahan skala luas
seperti perkebunan dan kehutanan. Penekanan biaya tenaga kerja selain dalam
jumlah pemupukan, juga frekuensi pemupukan.
Kapasitas alat dapat ditingkatkan dengan cara menurunkan ketebalan
kompos yang akan dibentuk karena dapat mempercepat waktu untuk mencetak
kompos tersebut dan mendapatkan komposisi yang sesuai dalam membuat adonan
kompos yang akan dibentuk.
3. Kerusakan hasil cetakan Pengaruh jenis kompos
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan
jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas kerja
alat. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)
menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 10.
Tabel 10. Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan (%)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - D1 19,85 a A
2 0,070 0,111 D2 13,18 b B
3 0,073 0,100 D3 12,15 c C
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 10 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil cetakan tertinggi
diperoleh pada perlakuan D1 yaitu 19,85% dan yang terendah pada perlakuan D3
yaitu 112,15%. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
Hubungan antara jenis kompos dengan kerusakan hasil cetakan dapat
dilihat pada Gambar 6. Dari Gambar 6 menunjukkan bahwa kerusakan hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan jenis kompos kotoran sapi.
Gambar 6. Pengaruh jenis kompos terhadap kerusakan hasil cetakan (%)
Pengaruh dosis tepung tulang
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 3 dapat dilihat bahwa perlakuan
jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap kapasitas kerja
alat. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range (LSR)
menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil (%)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 14,98 a A
2 0,070 0,111 P2 15,72 b B
3 0,073 0,100 P3 14,48 c C
Dari Tabel 9 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil cetakan tertinggi
diperoleh pada perlakuan P2 yaitu 15,72% dan yang terendah pada perlakuan P3
yaitu 14,48%. Perlakuan P2 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap semua perlakuan.
Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kerusakan hasil cetakan
dapat dilihat pada Gambar 7. Dari Gambar 7 menunjukkan bahwa kerusakan hasil
tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis 20 %. Semakin sedikit jumlah perekat
yang diberikan maka daya rekat yang dihasilkan tidak baik, sebaliknya jika
jumlah perekat yang diberikan dalam jumlah besar maka daya rekat yang
dihasilkan semakin baik. Hal ini sesuai dengan pernyataan Brades (2007) yang
menyatakan bahwa dosis perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai
dengan kebutuhan. Jika pemberian dosis dalam jumlah sedikit maka akan
mengurangi daya rekatnya, sedangkan pemberian dalam jumlah besar akan
menyebabkan daya rekat semakin kuat.
Pada analisa sidik ragam pada lampiran 3 dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata
terhadap kerusakan hasil. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least
Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas
kerja alat untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 12.
Tabel 12. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap kerusakan hasil (%)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Dari Tabel 12 dapat dilihat bahwa kerusakan hasil tertinggi diperoleh pada
perlakuan D1P2 yaitu sebesar 20,63% dan yang terendah pada perlakuan D3P1
yaitu sebesar 11,85%.
Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
Gambar 8. Pengaruh nteraksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
kerusakan hasil cetakan.
Semakin sedikit tepung tulang yang digunakan maka kerusakan hasil
cetakan makin besar, sebaliknya semakin banyak dosis tepung tulang yang
digunakan maka semakin kecil kerusakan hasil cetakan yang terjadi. Hal ini
disebabkan karena fungsi tepung tulang sebagai perekat pada kompos sehingga
semakin besar dosis perekat maka kerusakan semakin kecil.
4. Lama Kompos Melebur Pengaruh jenis kompos
Pengujian uji kekuatan kompos dilakukan untuk mengetahui tingkat
kekuatan kompos, sehingga dapat diketahui lama waktu yang dibutuhkan kompos
untuk terurai. Pengujian dilakukan dengan mengaplikasikan kompos ke tanaman.
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan
menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap kapasitas kerja alat untuk tiap-tiap
perlakuan dapat dilihat pada Tabel 13.
Dari Tabel 13 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh
pada perlakuan D2 yaitu 22,33 hari dan yang terendah pada perlakuan D3 yaitu
13,78 hari. Perlakuan D1 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap semua perlakuan.
Tabel 13. Pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos hancur (hari)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - D1 15,56 a A
2 0,381 0,604 D2 22,33 b B
3 0,400 0,545 D3 13,78 c C
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Hubungan antara dosis tepung tulang dengan kerusakan hasil cetakan
dapat dilihat pada Gambar 9. Dari Gambar 9 menunjukkan bahwa lama kompos
melebur yang paling lama diperoleh pada perlakuan jenis kompos jerami.
Pengaruh dosis tepung tulang
Dari hasil analisa sidik ragam Lampiran 4 dapat dilihat bahwa perlakuan
jenis kompos memberikan pengaruh berbeda sangat nyata terhadap lama kompos
hancur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa Least Significant Range
(LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap lama kompos hancur untuk
tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 14.
Dari Tabel 14 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh
pada perlakuan P3 yaitu 24,11 hari dan yang terendah pada perlakuan P1 yaitu
10,56 hari. Perlakuan P3 memberikan pengaruh yang berbeda sangat nyata
terhadap semua perlakuan.
Tabel 14. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
P 0.05 0.01 0.05 0.01
- - - P1 10,56 a A
2 0,381 0,604 P2 16,56 b B
3 0,400 0,545 P3 24,11 c C
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Hubungan antara dosis tepung tulang dengan lama kompos melebur dapat
dilihat pada Gambar 10. Dari Gambar 10 menunjukkan bahwa lama waktu yang
diperlukan untuk kompos melebur tertinggi diperoleh pada perlakuan dosis tepung
tulang sebesar 30 %. Hal ini disebabkan karena daya rekat pada tingkat ini lebih
baik dari yang lain, sehingga penguraian kompos membutuhkan waktu yang lebih
lama. Pernyataan ini sesaui dengan Brades (2007) yang menyatakan bahwa dosis
perekat yang baik yang digunakan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan. Jika
kuat. Daya rekat yang semakin kuat akan menyebabkan penguraian bahan akan
lebih lama.
Gambar 10. Pengaruh dosis tepung tulang terhadap lama kompos hancur (hari)
Pengaruh interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang
Pada analisa sidik ragam pada lampiran 4 dapat dilihat bahwa interaksi
perlakuan jenis kompos dan dosis tepung tulang berpengaruh sangat nyata
terhadap lama kompos hancur. Hasil pengujian dengan menggunakan analisa
Least Significant Range (LSR) menunjukkan pengaruh jenis kompos terhadap
dosis tepung tulang untuk tiap-tiap perlakuan dapat dilihat pada Tabel 15. Dari
Tabel 15 dapat dilihat bahwa lama kompos hancur tertinggi diperoleh pada
perlakuan D2P3 yaitu sebesar 30 hari dan yang terendah pada perlakuan D3P1
yaitu sebesar 8 hari.
Kompos bentuk padat memiliki sifat slow realease yaitu lambat
melepaskan unsur hara, selain itu pencampuran dengan perekat menyebabkan
waktu yang dibutuhkan untuk melepaskan unsur hara lebih lama. Hal ini sesuai
slow release. Artinya, unsur hara dalam pupuk akan dilepaskan secara perlahan
dan terus menerus dalam jangka waktu tertentu sehingga kehilangan unsur hara
akibat pencucian oleh air lebih kecil.
Tabel 15. Uji LSR Efek interaksi jenis kompos dan dosis tepung tulang terhadap
lama kompos hancur (hari)
Jarak LSR
Perlakuan Rataan Notasi
0.05 0.01 0.05 0.01
- - - D3P3 8,00 a A
2 0,660 1,047 D1P1 9,67 b B
3 0,693 0,944 D3P2 13,33 c C
4 0,713 0,969 D1P2 15,00 d DE
5 0,728 0,988 D2P1 15,33 d E
6 0,738 1,002 D3P3 20,00 e F
7 0,746 1,013 D2P2 21,67 fg GH
8 0,752 1,022 D1P3 22,00 g H
9 0,756 1,030 D2P3 30,00 h I
Keterangan : Notasi yang berbeda pada kolom yang sama menunjukkan perlakuan memberikan pengaruh yang berbeda nyata pada taraf 5% dan sangat nyata pada taraf 1%
Hubungan interaksi antara jenis kompos dan dosis tepung tulang
terhadap lama kompos hancur dapat dilihat pada Gambar 11 berikut ini :
Semakin sedikit dosis tepung tulang yang digunakan maka waktu yang
diperlukan kompos untuk melebur semakin sedikit, sebaliknya semakin besar
dosis yang diberikan maka semakin lama kompos melebur.
Analisis Ekonomi
Analisis ekonomi digunakan untuk menentukan besarnya biaya yang harus
dikeluarkan saat produksi menggunakan alat ini. Dengan analisis ekonomi dapat
diketahui seberapa besar biaya produksi sehingga keuntungan alat dapat
diperhitungkan.
Dari analisis biaya (Lampiran 5), diperoleh biaya pencetakan kompos
dengan variasi bentuk sebesar Rp. 503,20/kg, yang merupakan hasil perhitungan
dari biaya tetap dan biaya tidak tetap terhadap kapasitas alat pencetak kompos
dengan variasi bentuk cetakan. Untuk biaya tetap sebesar Rp.542.464,29/tahun
dan biaya tidak tetap sebesar Rp.5.014,99/jam.
Berdasarkan nilai di atas dapat diketahui bahwa biaya pokok yang harus
dikeluarkan untuk mencetak kompos dengan variasi bentuk cetakan sebanyak 1 kg
adalah sebesar Rp. 503,20/kg. Dengan kapasitas 10,69kg/jam.
Break Event Point (Perhitungan Titik Impas)
Manfaat perhitungan titik impas (break event point) adalah untuk
mengetahui batas produksi minimal yang harus dicapai dan dipasarkan agar usaha
yang dikelola masih layak untuk dijalankan. Pada kondisi ini income yang
diperoleh hanya cukup untuk menutupi biaya operasional tanpa adanya