BAB II
TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Tinjauan Teoritis
2.1.1 Konservatisme Akuntansi
Menurut konsep konservatisme adalah ketika kerugian sudah terjadi dalam perusahaan, maka kerugian tersebut akan langsung diakui meskipun kerugian tersebut belum terealisasi, namun tetapi jika keuntungan terjadi maka keuntungan yang belum terealisasi tidak akan diakui. Pengertian konservatisme akuntansi (Wolk et.al 2001 : 144-145 dalam Fitriana, 2011. Hal. 1) konservatisme akuntansi adalah usaha untuk memilih metode akuntansi berterima umum yang (a) memperlambat pengakuan revenues, (b) mempercepat pengakuan expenses, (c) merendahkan penilaian aktiva dan (d) meninggikan penilaian utang. Sehingga dalam penerapannya, konservatisme menjaga agar beban tidak berlebih dan dapat meningkatkan laba secara proporsional. Pihak internal perusahaan tentu tidak berharap apabila perusahaan mengalami kerugian yan menyebabkan para pemegang saham menjadi ragu akan kinerja pihak internal. Secara bertahap, akuntan yang dimiliki perusahaan menerapkan konsep konservatisme yang menjadi konsep/ alat untuk hal pencegahan beban yang berlebih dan dapat meningkatkan laba.
Dalam SFAC No. 2 para. 95 (Warikki, 2008 dalam Ananto, 2011, Bab 2, Par. 1) dijelaskan bahwa: “Conservatism is a prudence reaction to uncertainty to try to ensure that uncertainties and risk inherent in business situation are adequately
considered.” Definisi ini menyatakan bahwa konservatisme adalah reaksi yang hati-hati terhadap ketidakpastian yang melekat dalam perusahaan untuk mencoba memastikan bahwa ketidakpastian dan resiko yang inheren dalam lingkungan bisnis sudah cukup dipertimbangkan.
Dalam pengertian lain (dalam Ball dan Shivakumar, 2005), konservatisme dapat meningkatkan efisiensi antara pengkontrak dan pihak pemegang saham dengan membatasi hak kontrol terhadap kesalahan manajemen dan mentransfer kembali kepada hak-hak penyedia dana sebelumnya. Konservatisme akuntansi (dalam Juan Manuel Garcı´a Lara, 2007; Beatriz Garcı´a Osma, 2007; Fernando Penalva, 2007. Hal. 164) juga dapat menurunkan angka resiko konflik dalam perusahaan, persyaratan pengakuan asimetris terhadap nilai keuntungan dan kerugian yang sangat dekat terhadap rendahnya fungsi antara direktur dan auditor dalam hal ini melebih-lebihkan asset bersih atau laba untuk menghasilkan pembiayaan di perusahaan.
Sebuah konsekuensi yang sangat penting dalam penerapan konservatisme akuntansi untuk pembuatan laporan keuangan terhadap laba dan rugi merupakan hal yang tidak boleh diremehkan, khususnya laba bersih. Para pengatur pasar modal, lembaga keuangan dan akademisi menilai kecenderungan untuk tidak peduli dalam hal konservatisme akuntansi menjadi faktor dalam beberapa kesalahan pengakuan biaya di perusahaan di masa depan yang diakibatkan oleh kecenderungan yang tidak peduli terhadap laba bersih saat diakui. Contohnya dalam Accounting Research Bulletin 2 /AICPA, 1939 (dalam Alarlooq, 2014. Hal 1) menyebutkan : konservatisme dalam neraca adalah nilai meragukan jika dicapai
dengan mengorbankan konservatisme dalam laporan laba rugi yang jauh lebih signifikan.
Penerapan konservatisme dalam menjelaskan laporan laba rugi lebih sering digunakan disaat-saat kritis. Konservatisme tidak bisa diterapkan apabila hanya menjelaskan mengenai satu topik saja, konservatisme digunakan untuk laporan laba/rugi dan neraca keuangan semenjak laporan keuangan atau neraca dari perusahaan itu dimulai atau perusahaan mulai beroperasi, dengan adanya penerapan konservatisme ini, banyak dari ekonom khususnya akuntan menjadikan konservatisme sebagai pedoman atau acuan dalam praktik di perusahaan, sehingga perusahaan dapat menilai laporan keuangan tanpa menimbulkan konflik kepentingan di antara manajemen dengan para pemegang saham, hal ini bisa berakibat buruk bagi kinerja perusahaan.
Risiko litigasi (Juanda, 2007 dalam Utami, 2011. Hal.1) merupakan risiko yang berpotensi menimbulkan biaya yang tidak sedikit karena berurusan dengan masalah hukum. Secara rasional manajer akan menghindari kerugian akibat litigasi tersebut dengan cara melaporkan keuangan secara konservatif, karena laba yang terlalu tinggi memiliki potensi risiko litigasi lebih tinggi. Faktor lain yang mempengaruhi konservatisme akuntansi adalah tingkat kesulitan keuangan perusahaan. Tingkat kesulitan keuangan perusahaan adalah suatu keadaan perusahaan yang tidak dapat memenuhi kewajibannya. Kesulitan keuangan dimulai ketika perusahaan tidak dapat memenuhi jadwal pembayaran atau ketika proyeksi arus kas mengindikasi bahwa perusahaan tersebut tidak dapat memenuhi kewajibannya (Brigham dan Daves, 2003:837 dalam Utami, 2011. Hal.1-2)
Sebagai pemahaman, berikut contoh dari penerapan konservatisme akuntansi (dalam Hery, 2012), contoh penerapan konsep konservatisme dalam akuntansi adalah metode harga yang terendah antara harga perolehan dengan harga pasar yang digunakan untuk menilai persediaan. Contoh lain dari penerapan konsep konservatisme dalam akuntansi adalah metode pencadangan yang digunakan untuk mencatat piutang tak tertagih, di mana piutang usaha dilaporkan dalam neraca sebesar jumlah yang lebih realistis (dan lebih rendah) sehinga mencerminkan dengan lebih baik jumlah piutang yang sesungguhnya dapat ditagih.
2.1.2 Kualitas Laba Akrual
Laporan laba rugi (income Statement) adalah laporan yang menyajikan ukuran keberhasilan perusahaan untuk memenuhi target operasional perusahaan selama waktu periode tertentu. Laporan keuangan mengklasifikasikan beberapa uraian terkait aktivitas perusahaan dengan laba bersih sebagai hasil akhir. Melalui laporan laba rugi, para investor dapat melihat tingkat pendapatan yang dihasilkan oleh perusahaan, dan para kreditur dapat mempertimbangkan kembali tingkat kelayakan kredit kepada perusahaan. Pembayaran pajak oleh perusahaan kepada pemerintah, juga didapatkan berdasarkan jumlah dari laba bersih yang diterima oleh perusahaan melalui laporan keuangan. Ukuran laba memperlihatkan kinerja manajemen perusahaan dalam menghasilkan profit untuk membayar dividen investor, membayar bunga dan pajak pemerintah.
Para ekonom mendefenisikan laba sebagai sisa pendapatan setelah biaya menjalankan operasional perusahaan. Dari sudut pandang perekayasa akuntansi,
konsep laba dikembangkan untuk memenuhi tujuan menyediakan informasi tentang kinerja perusahaan secara luas. Sementara itu, pemakai informasi mempunyai tujuan yang berbeda-beda. Makna laba secara umum adalah kenaikan pendapatan dalam suatu periode, tanpa pendapatan awal masih tetap dipertahankan.
Di samping itu (dalam Hery, 2012. Hal. 187), FASB dalam kerangka kerja konseptualnya menyatakan bahwa informasi mengenai laba perusahaan, yang diukur dengan accrual accounting, pada umumnya memberikan dasar yang lebih baik dalam hal memprediksi kinerja perusahaan di masa depan, daripada informasi mengenai penerimaan dan pengeluaran kas. Jadi, di dalam kerangka kerja konseptual disebutkan bahwa fokus utama pelaporan keuangan adalah informasi mengenai kinerja perusahaan yang diberikan oleh ukuran laba dan komponen-komponennya (pendapatan, beban, keuntungan dan kerugian). Laba tidak sama dengan jumlah kas yang dihasilkan dari kegiatan-kegiatan operasional perusahaan. Kebanyakan dari laba terkait dengan akuntansi akrual, sehingga besarnya laba dengan arus kas dari operasi berbeda.
Akrual muncul karena aturan-aturan akuntansi seperti depresiasi, cadangan kerugian, dsb. Laba akrual mempunyai arti penghasilan atau pendapatan yang diperoleh selama jangka waktu fiskal tertentu, tetapi tidak diterima sampai periode fiskal berikutnya atau masa depan. Sebagian besar perusahaan menggunakan metode akrual akuntansi yang berarti bahwa pendapatan dan pengeluaran yang dimasukkan ke dalam buku-buku dan catatan perusahaan sebagai pendapatan yang diperoleh dan biaya yang dikeluarkan. Ini berarti bahwa
pendapatan tercatat sebagai penerimaan dan pengeluaran yang dicatat ketika dibayar. Ketika perusahaan menghasilkan pendapatan dari produk atau jasa, perusahaan mungkin menghasilkan pendapatan dalam satu bulan tapi tidak menerima uang tunai sampai bulan berikutnya. Jika perusahaan menutup buku setiap bulan, itu menghasilkan pendapatan yang diperoleh dan ditambahkan menjadi pendapatan pada bulan diterima, meskipun saldo kas bisnis tidak meningkat di bulan sekarang dari pendapatan tersebut. Untuk memahami cara umum prinsip penerimaan akuntansi perusahaan diharuskan untuk mencatat penghasilan untuk membantu user membuat evaluasi yang lebih baik.
Semakin agresif metode akuntansi yang diterapkan, semakin rendah kualitas laba; semakin rendah kualitas laba, semakin tinggi penetapan resiko (risk assessment); semakin tinggi penetapan resiko, semakin rendah nilai suatu perusahaan yang dianalisis, Hennie Van Greuning, 2005:32 (dalam Ananto, 2011. Bab 2, hal 6). Kualitas laba yang ditentukan secara konservatif dianggap lebih tinggi karena lebih kecil kemungkinan kinerja kini dan perkiraan kinerja masa depan dinyatakan terlalu tinggi dibandingkan dengan laba yang ditentukan dengan cara yang lebih agresif K.R Subramanyam, 2005:134 Hennie Van Greuning, 2005:32 (dalam Ananto, 2011. Bab 2, hal 6).
Schipper dan Vincent, 2003 (dalam ananto, 2011, Bab 2, hal 6-8) mengelompokkan konstruk kualitas laba dan pengukurannya berdasarkan cara menentukan kualitas laba, yaitu berdasarkan: sifat runtun-waktu dari laba, karakteristik kualitatif dalam kerangka konseptual, hubungan laba-kas-akrual, dan
keputusan implementasi. Empat kelompok penentuan kualitas laba ini dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
Pertama, berdasarkan sifat runtun-waktu laba. Kualitas laba meliputi: persistensi, prediktabilitas (kemampuan prediksi), dan variabilitas. Atas dasar persistensi, laba yang berkualitas adalah laba yang persisten yaitu laba yang berkelanjutan, lebih bersifat permanen dan tidak bersifat transitori. Persistensi sebagai kualitas laba ini ditentukan berdasarkan perspektif kemanfaatannya dalam pengambilan keputusan khususnya dalam penilaian ekuitas. Kemampuan prediksi menunjukkan kapasitas laba dalam memprediksi butir informasi tertentu, misalnya laba di masa datang. Dalam hal ini, laba yang berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai kemampuan tinggi dalam memprediksi laba di masa datang. Berdasarkan konstruk variabilitas, laba berkualitas tinggi adalah laba yang mempunyai variabilitas relatif rendah atau laba yang smooth.
Kedua, kualitas laba didasarkan pada hubungan laba-kas-akrual yang dapat diukur dengan berbagai ukuran, yaitu: rasio kas operasi dengan laba, estimasi abnormal/discretionary accruals (akrual abnormal/ kebijakan), dan estimasi hubungan akrual-kas. Dengan menggunakan ukuran rasio kas operasi dengan laba, kualitas laba ditunjukkan oleh kedekatan laba dengan aliran kas operasi. Laba yang semakin dekat dengan aliran kas operasi mengindikasi laba yang semakin berkualitas. Dengan menggunakan discretionary accruals, laba berkualitas adalah laba yang mempunyai discretionary accruals yang kecil. Estimasi discretionary accruals dapat diukur secara langsung untuk menentukan
kualitas laba. Semakin kecil discretionary accruals semakin tinggi kualitas laba dan sebaliknya.
Ketiga, kualitas laba dapat didasarkan pada Konsep Kualitatif Kerangka Konseptual (Financial Accounting Standards Board, FASB, 1978). Laba yang berkualitas adalah laba yang bermanfaat dalam pengambilan keputusan yaitu yang memiliki karakteristik relevansi, reliabilitas, dan komparabilitas /konsistensi. Pengukuran masing-masing kriteria kualitas tersebut secara terpisah sulit atau tidak dapat dilakukan. Oleh sebab itu, dalam penelitian empiris koefisien regresi harga dan return saham pada laba (dan ukuran-ukuran terkait yang lain misalnya aliran kas) diinterpretasi sebagai ukuran kualitas laba berdasarkan karakteristik relevansi dan reliabilitas.
Keempat, kualitas laba berdasarkan keputusan implementasi meliputi dua pendekatan. Dalam pendekatan pertama, kualitas laba berhubungan negatif dengan banyaknya pertimbangan, estimasi, dan prediksi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan. Semakin banyak estimasi yang diperlukan oleh penyusun laporan keuangan dalam mengimplementasi standar pelaporan, semakin rendah kualitas laba, dan sebaliknya.
Peneliti memilih laba akrual dikarenakan peneliti meneliti perusahaan barang konsumsi, dengan perusahaan barang konsumsi merupakan perusahaan dengan perputaran dan aktivitas keuangan yang tinggi dan sangat terpengaruh oleh kondisi ekonomi makro, jadi diperlukan penelitian guna mengetahui pengaruhnya. Di samping itu, pemilihan laba akrual juga didasarkan oleh
keputusan pemilik saham yang tidak sekedar meminta kulitas laba tetapi juga laba secara akrual yang berpengaruh terhadap keputusan manajemen.
2.1.3 Good Corporate Governance (GCG)
Corporate governance adalah suatu hubungan antara stakeholder dengan manajemen perusahaan yang digunakan untuk menentukan arah dan pengendalian kinerja operasional suatu perusahaan. Menyelaraskan kepentingan antara manajemen perusahan dengan pemegang saham yang bertujuan untuk menghasilkan keunggulan yang kompetitif bagi perusahaan merupakan corporate governance yang efektif.
Sementara itu menurut (dalam Tunggal, 2014) Forum for Corporate Governance in Indonesia (FCGI) mendeskripsikan seperangkat peraturan yang menetapkan hubungan antara pemegang saham, pengurs, pihak kreditur, pemerintah, karyawan serta para pemegang kepentingan intern dan ekstern lainnya sehubungan dengan hak-hak dan kewajiban mereka atau dengan kata lain sistem yang mengarahkan dan mengendalikan perusahaan.
Di samping itu (dalam Tunggal, 2014) OECD mendefenisikan corporate governance sebagai sekumpulan hubungan antara pihak Direksi Perusahaan, Komisaris, pemegang saham dan pihak lain yang memiliki kepentingan dengan perusahaan, perangkat untuk mencapai tujuan dan pengawasan atas kinerja. Good Corporate Governance seharusnya dapat merangsang Komisaris dan Direksi dalam usahanya mencapai tujuan yang merupakan kepentingan perusahaan dan pemegang saham dan memfasilitasi pengawasan yang efektif, sehingga
mendorong perusahaan untuk menggunakan sumber daya yang dimiliki secara lebih efisien.
Untuk meningkatkan kinerja perusahaan yan efektif, para ekonom dan akademisi membuat penelitian mengenai efektivitas dalam perusahaan. Penelitian tersebut menghasilkan istilah yang dikenal dengan Good Corporate Governance. Surat Edaran Meneg (dalam Tunggal, 2014) PM & P. BUMN No. S.106/M.PMP BUMN/200 tanggal 17 April 2000 tentang kebijakan penerapan Corporate Governance menyatakan bahwa : “Good Corporate Governance adalah suatu hal yang berkaitan dengan pengambilan keputusan yang efektif yang bersumber dari Budaya Perusahaan, Etika, Nilai, Sistem, Proses Bisnis, Kebijakan dan Struktur Organisasi Perusahaan yang bertujuan untuk mendorong dan mendukung : pengembangan perusahaan, pengelolaan sumber daya dan risiko secara lebih efisien, efektif dan pertanggungjawaban perusahaan kepada pemegan saham dan stakeholder lainnya”.
Dalam pelaksanaan Good Corporate Governance dikenal adanya 4 (empat) prinsip utama, yaitu : pertanggungjawaban, akuntabilitas, keadilan dan Transparansi. Dalam penelitian ini, peneliti memasukkan pihak intern sebagai variabel pemoderasi, yaitu :
2.1.3.1 Kepemilikan Manajerial
Struktur kepemilikan manajerial dapat dijelaskan melalui dua sudut pandang, yaitu pendekatan keagenan dan pendekatan ketidakseimbangan. Pendekatan keagenan menganggap struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu instrument atau alat yang digunakan untuk mengurangi
konflik keagenan di antara beberapa klaim terhadap sebuah perusahaan. Pendekatan ketidakseimbangan informasi memandang mekanisme struktur kepemilikan manajerial sebagai suatu cara untuk mengurangi ketidakseimbangan informasi antara insider dengan outsider melalui pengungkapan informasi didalam perusahaan. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen puncak (Morck, Schleifer, dan Vishny, 1989 dalam Boediono, 2005). 2.1.3.2 Komposisi Komisaris Independen
Dewan komisaris mempunyai peran sebagai penanggungjawab dan berwenang mengawasi aktivitas yang dijalankan oleh pihak direksi dan memberikan nasihat kepada dewan direksi mengenai tugas dan langkah selanjutnya dalam aktivitas operasional perusahaan. Untuk membantu dewan komisaris dalam menjalankan aktivitas perusahaan, dewan komisaris melalui keputusan komisaris, dapat mendapat bantuan professional. Dewan komisaris harus melakukan pemantuan terhadap aktivitas dan efektivitas Good Corporate Governance yang diterapkan oleh perusahaan, apabila perlu dilakukan perubahan atau penyesuaian. Selain bertanggung jawab dan mengawasi kinerja dewan direksi, dewan komisaris juga bertugas sebagai pihak koordinator kepentingan-kepentingan antara pihak eksternal dan pihak internal, sebab itu dewan komisaris mempunyai suatu sistem yang menjadi tolak ukur kepuasan antara kedua pihak tersebut.
2.2 Tinjauan Penelitian Terdahulu Tabel 2.1
Tinjauan Penelitian Terdahulu
Peneliti Judul Variabel Hasil Penelitian
Juan Manuel, et. al (2007) Accounting conservatism and corporate governance Konservatisme dan Corporate Governance Konservatisme dan Corporate Governance berpengaruh terhadap kinerja perusahaan. Rangga Putra Ananto (2011) Pengaruh Konservatisme Akuntansi terhadap Kualitas Laba Akrual dengan Good Corporate Governance (GCG) Sebagai Variabel Pemoderasi Pada Perusahaan Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek Indonesia (BEI) Kualitas Laba Akrual sebagai variabel dependen, Konservatisme sebagai variabel independen, Kepemilikan Manajerial dan Komposisi Dewan Komisaris sebagai variabel pemoderasi. Variabel konservatisme akuntansi berpengaruh signifikan terhadap kualitas laba akrual. Variabel kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap hubungan antara
konservatisme akuntansi kualitas laba akrual, Variabel komposisi komisaris independen tidak berpengaruh
terhadap hubungan antara konservatisme akuntansi kualitas laba akrual.
Putu Tuwentina dan Dewa Gede Wirama (2014) Pengaruh Konservatisme Akuntansi Dan Good Corporate Governance Pada Kualitas Laba Kualitas Laba Akrual sebagai variabel dependen, Konservatisme dan Good Corporate Governance (GCG) sebagai variabel independen Konservatisme akuntansi berpengaruh positif pada kualitas laba. Good Corporate Governance tidak berpengaruh pada kualitas laba .
1. Pada penelitian terdahulu sampel penelitian berjumlah 40 sampel, sedangkan penelitian yang dilakukan penulis mengambil sampel berjumlah 50 sampel.
2. Penelitian yang dilakukan penulis memiliki periode waktu penilaian selama tahun 2009-2013, sedangkan penelitian terdahulu memiliki waktu penilaian selama tahun 2004-2008.
2.3 Kerangka Konseptual dan Hipotesis 2.3.1 Kerangka Konseptual
Kerangka konseptual adalah suatu hubungan atau kaitan antara konsep satu terhadap konsep yang lainnya dari masalah yang ingin diteliti. Kerangka konsep berguna untuk menghubungkan atau menjelaskan secara panjang lebar tentang suatu topik yang akan dibahas. Menurut Maya, 2009 (dalam ananto, 2011) kerangka konseptual adalah suatu model yang menerangkan bagaimana hubungan suatu teori dengan faktor-faktor yang penting yang telah diketahui dalam suatu masalah tertentu. Kerangka konseptual akan menghubungkan antara variable-variabel penelitian, yaitu variable-variabel dependen dan variable-variabel independen.
Menurut Basu, 2009 (dalam Putu dan Dewa Gede, 2014. Hal. 184) konservatisme akuntansi merupakan praktik yang mengurangi laba saat perusahaan menghadapi bad news dan tidak menaikkan laba pada saat perusahaan menghadapi good news. Lo, 2005 (dalam Warikki, 2008) mendefinisikan konservatisme sebagai suatu pandangan pesimistik dalam akuntansi , serta menurut konsep konservatisme adalah ketika kerugian sudah terjadi dalam perusahaan, maka kerugian tersebut akan langsung diakui meskipun kerugian
tersebut belum terealisasi, namun tetapi jika keuntungan terjadi maka keuntungan yang belum terealisasi tidak akan diakui. Penerapan konservatisme akuntansi diharapkan akan membawa pengaruh terhadap kualitas laba perusahaan, khususnya kualitas akrual. Laba yang didapat dari operasional perusahaan, akan menjadi pedoman perusahaan dan stakeholders untuk membuat rencana/keputusan jangka pendek dan panjang. Oleh sebab itu, laba menjadi faktor penting dalam operasional perusahaan, khususnya kualitas laba. Laba yang tidak sesuai dengan kondisi perusahaan, akan menyebabkan salah informasi yang berujung kesalahan fatal. Maka para manajemen berusaha membuat informasi mengenai laba dibuat dengan baik dan benar sesuai dengan keadaan pasar. Dalam penerapan konservatisme akuntansi di dalam perusahaan, terdapat penerapan Good Corporate Governance (GCG) khususnya pihak internal perusahaan (kepemilikan manajerial dan komposisi dewan komisaris) yang dapat menjadi faktor pemoderasi antara hubungan konservatisme akuntansi dengan kualitas laba akrual. Atas dasar penilaian tersebut, maka dibuatlah kerangka konseptual sebagai berikut : KONSERVATISME AKUNTANSI (X1) KEPEMILIKAN MANAJERIAL (X2) KUALITAS LABA AKRUAL (Y) H1 H2 H3
Gambar 2.1 Kerangka Konseptual
Keterangan :
Y = Kualitas Laba Akrual X1 = Tingkat Konservatisme X2 = Kepemilikan Manajerial
X3 = Komposisi Komisaris Independen 2.3.2 Hipotesis
Hipotesis menurut Erlina (2008:49), menyatakan hubungan yang diduga secara logis antara dua variabel atau lebih dalam rumusan proposisi yang dapat diuji secara empiris. Hipotesis dari penelitian yang akan dilakukan berdasarkan permasalahan dan tujuan adalah sebagai berikut :
H1 : Fala (2007) menemukan hubungan positif signifikan antara konservatisme akuntansi terhadap penilaian ekuitas perusahaan sehingga konservatisme akuntansi yang tinggi mencermikan niai perusahaan yang tinggi pula. Dalam Watts (2003a); Ball and Shivakumar (2005) mengatakan akuntansi konservatif dapat digunakan sebagai mekanisme untuk memotivasi para manajer untuk mengurangi kerugian tahun/periode sebelumnya dan meninggalkan proyek yang dianggap buruk atau tidak berhasil. Selain itu, konservatisme akuntansi dapat menjadi alat untuk memantau utang kontrak yang dapat ditulis berdasarkan pada angka-angka yang konservatif, yang dapat memicu pelanggaran utan kontrak lebih cepat. Menurut Watts (2002),
akuntansi konservatif bermanfaat untuk menghindari konflik kepentingan antara investor dan kreditor karena akuntansi dapat mencegah pembagian dividen yang berlebihan kepada investor. Peneliti menduga terdapat pengaruh positif konservatisme akuntansi pada kualitas laba. Hal ini disebabkan oleh prinsip-prinsip konservatisme yang berpihak kepada investor dengan cenderung bersifat melindungi investor dari kesalahan berinvestasi akibat kekeliruan dalam menganalisis informasi laba perusahaan sehingga hipotesis yang dirumuskan adalah:
Konservatisme akuntansi berpengaruh terhadap kualitas laba akrual pada perusahaan manufaktur khusus barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H2 : Keberhasilan Good Corporate Governance dalam pelaksanaan konservatisme dapat menjadi acuan untuk perusahaan dalam berkoordinasi antara mekanisme internal dan eksternal. Dalam efisien susunan Direksi dan kepemilikan manajerial yang paling menonjol dalam ketentuan internal (Shleifer dan Visnhy 1986).
Adams (2000) dan Vafeas (1999) menyatakan bahwa jumlah dari kepemilikan manajerial adalah proxy yang baik untuk para dewan dalam pemantauan kegiatan usaha. Kepemilikan manajemen terhadap saham perusahaan dipandang dapat menyelaraskan potensi perbedaan kepentingan antara pemegang saham luar dengan manajemen puncak (Morck, Schleifer, dan Vishny, 1989 dalam Boediono, 2005). Menurut Ananto, 2011, Tekanan
dari pasar modal menyebabkan perusahaan dengan kepemilikan manajerial yang rendah akan memilih metode akuntansi yang meningkatkan laba yang dilaporkan, yang sebenarnya tidak mencerminkan keadaan ekonomi dari perusahaan yang bersangkutan. Secara umum dapat dikatakan bahwa persentase tertentu kepemilikan saham oleh pihak manajemen cenderung mempengaruhi tindakan manajemen laba yang berkaitan dengan kandungan informasi dalam laba. Adanya hubungan kepemilikan manajerial dengan kualitas laba menjadi dasar peneliti untuk membuat hipotesis sebagai berikut :
Kepemilikan manajerial mampu memoderasi hubungan antara konservatisme akuntansi dengan kualitas laba akrual pada perusahaan manufaktur khusus barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.
H3 : Pada penelitian sebelumnya ditemukan bahwa direksi independen positif berpengaruh terhadapan keputusan dewan. Weisbach (1988) menunjukkan bahwa kehadiran di luar direksi dapat berpengaruh terhadap penghapusan keputusan CEO. Byrd dan Hickman (1992), menemukan bahwa penawaran perusahaan di luar direksi independen memegang keputusan setidaknya 50% dari kursi keseluruhan. Atas dasar tersebut diperoleh hipotesis sebagai berikut: Komposisi komisaris independen mampu memoderasi hubungan antara konservatisme akuntansi dengan kualitas laba akrual pada perusahaan manufaktur khusus barang konsumsi yang terdaftar di Bursa Efek Indonesia.