• Tidak ada hasil yang ditemukan

 

 

 

LEMBAR PENGESAHAN 

 

 

PRAKATA 

xiv

DAFTAR ISI

Halaman DAFTAR TABEL ... xvi DAFTAR GAMBAR ... xvi DAFTAR LAMPIRAN ... xvii

PENDAHULUAN ... 1 Latar Belakang ... 1 Hipotesis ... 3 Tujuan Penelitian ... 3 Manfaat Penelitian ... 4 TINJAUAN PUSTAKA ... 5 Mikrob Patogen Tular Tanah ... 5 Upaya Pengendalian ... 8 Karakteristik Streptomyces spp. ... 11 Potensi Streptomyces spp. ... 12

BAHAN DAN METODE ... 17 Waktu dan Tempat Penelitian ... 17 Bahan ... 17 Metode ... 17

Peremajaan Isolat Streptomyces spp. dan Mikrob Patogen Tular

Tanah (Bakteri dan Cendawan) ... 17 Uji In-Vitro Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp.

terhadap Mikrob Patogen Tular Tanah ... 17 Produksi Filtrat Kultur Streptomyces spp. ... 18 Uji Anatagonis Filtrat Kultur Streptomyces spp. terhadap Mikrob

Patogen Tular Tanah ... 19 Uji Reaksi Hipersensitivitas Streptomyces spp. pada Tanaman

Tembakau ... 20 Uji In-Planta Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp.

xv HASIL DAN PEMBAHASAN ... 24 Peremajaan Streptomyces spp. ... 24 Uji In-Vitro Kemampuan Penghambatan Streptomyces spp. terhadap

Mikrob Patogen Tular Tanah ... 25 Uji Antagonis Filtrat Kultur Streptomyces spp. ... 27 Uji Reaksi Hipersensitif Streptomyces spp. pada Tanaman

Tembakau ... 31 Uji In-Planta Kemampuan Penghamabatan Streptomyces spp.

Terhadap Sclerotium sp ... 32

SIMPULAN DAN SARAN ... 39

DAFTAR PUSTAKA ... 40

LAMPIRAN ... 46

.

xvi

DAFTAR TABEL

Halaman

1 Pemanfaatan mikrob antagonis sebagai agen pengendali hayati mikrob

patogen tular tanah ... 9 2 Kriteria keefektifan relatif pengendalian ... 23 3 Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap bakteri

patogen dengan menggunakan sel secara langsung ... 26 4 Kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap cendawan

patogen dengan menggunakan sel secara langsung ... 26 5 Hasil uji antagonis filtrat kultur enam isolat Streptomyces spp.

terhadap bakteri patogen ... 27 6 Hasil uji antagonis filtrat kultur enam isolat Streptomyces spp.

terhadap cendawan patogen ... 28 7 Pengaruh aplikasi dan keefektifan (%) Streptomyces spp. Terhadap luas

area di bawah kurva perkembangan penyakit (LADKP) pada 48 hari setelah tanam benih cabai dalam pot yang diinfestasi

dengan Sclerotium rolfsii ... 34 8 Pengaruh aplikasi Streptomyces spp. terhadap perkecambahan benih

cabai yang ditanam dalam pot yang diinfestasi dengan

Sclerotium rolfsii ... 35

DAFTAR GAMBAR

Halaman 1 Morfologi koloni isolat Streptomyces spp. yang ditumbuhkan pada

media YMA ... 24 2 Aktivitas penghambatan filtrat kultur enam isolat Streptomyces spp.

terhadap kelompok bakteri patogen tular tanah ... 29 3 Kemampuan penghambatan aktivitas filtrat enam kultur Streptomyces spp. terhadap Rhyzoctonia solani ... 30 4 Kemampuan penghambatan aktivitas filtrat enam kultur Streptomyces spp. terhadap Fusarium oxisporum ... 30

xvii 5 Reaksi hipersensitif filtrat kultur Streptomyces spp. pada daun tanaman

tembakau 72 jam setelah inokulasi ... 32 6 Intensitas penyakit pada tanaman cabai berumur 14, 20

dan 48 hst ... 32 7 Intensitas penyakit pada tanaman cabai umur 34, 41, dan 48 hst

yang diinokulasi Streptomyces ... 33

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman 1 Tabel kemampuan tumbuh isolat Streptomyces spp. hasil peremajaan

pada media YMA dan OA ... 46 2 Tabel kemampuan penghambatan Streptomyces spp. terhadap mikrob

patogen tular tanah ... 47 3 Penilaian kekuatan daya penghambatan terhadap bakteri patogen ... 48 4 Tabel intensitas penyakit tanaman cabai 34, 41, dan 48 hst ... 49

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Sayuran merupakan salah satu komoditas hortikultura yang mempunyai potensi penting sebagai pusat pertumbuhan baru dan mendapat prioritas pembangunan dalam rangka pemenuhan gizi, perolehan devisa, peningkatan kesejahteraan masyarakat dan perbaikan pendapatan petani. Berdasarkan data perdagangan internasional produk hortikultura Indonesia tahun 2002–2003, Indonesia cenderung sebagai pengimpor produk-produk hortikultura mencapai 362 ribu ton sayuran segar dan mengalami defisit perdagangan produk sayuran yang mencapai 54,8 juta USD (Indonesian Agricultural Sciences Association 2005). Rendahnya produktivitas sayuran di Indonesia antara lain dapat disebabkan oleh penyakit yang menyerang tanaman pada berbagai fase pertumbuhan. Penyakit tanaman dapat disebabkan antara lain oleh mikrob patogen tular tanah (soil borne). Mikrob patogen ini dapat menyerang lebih dari satu macam tanaman dan menimbulkan masalah serius pada budidaya tanaman hortikultura di daerah tropis dan subtropis, sehingga menimbulkan resiko kerusakan tanaman dan kehilangan hasil yang cukup tinggi, yang menyebabkan kerugian ekonomi di bidang pertanian dan industri hortikultura (Cahyaniati et al. 1999; Direktorat Perlindungan Hortikultura 2004).

Mikrob patogen penyebab penyakit pada tanaman dapat berupa bakteri, cendawan, dan virus. Penyakit tanaman yang disebabkan bakteri antara lain adalah layu bakteri (Ralstonia solanacearum) (El-Abyad et al. 1993), busuk hitam (Xanthomonas campestris pv. campestris), bercak daun (X. campestris pv. vesicatoria), busuk basah (Erwinia caratovora pv. caratovora) (Cahyaniati et al. 1999; Semangun 2006), dan penyakit kudis kentang oleh Streptomyces scabies (Agrios 1995; Lee et al. 2004). Cendawan patogen menyebabkan banyak penyakit pada tanaman hortikultura antara lain: penyakit busuk daun (Phytophtora infestans), layu Fusarium (Fusarium oxisporum f. sp. lycopersici (Sacc.)), bercak kering dan rebah kecambah (Alternaria solani), penyakit rebah kecambah, busuk pangkal batang dan busuk akar oleh Rhizoctonia solani (Cahyaniati et al. 1999; Semangun 2006), Colletotrichum gloeosporioides (Penz.) dan Sclerotium rolfsii

(Sacc.) menyebabkan antraknosa dan hawar daun, serta busuk batang (Prapagdee et al. 2008). Selain bakteri dan cendawan, virus juga menyerang dan menyebabkan penyakit pada tanaman antara lain penyakit mosaik laten (potato virus X (PVX)), mosaik lemas (potato virus S (PVS)), mosaik lunak(potato virus A (PVA)), mosaik tembakau dan mosaik ketimun disebabkan oleh tobacco mosaic virus (TMV) dan cucumber mosaic virus (CMV) (Semangun 1991; Cahyaniati et al. 1999).

Mikrob patogen tanaman memiliki kisaran inang yang luas dan merupakan penyakit serius pada sayuran penting seperti tanaman cabai, tomat, bawang, dan tanaman sayuran lainnya. Beberapa diantaranya mempunyai struktur istirahat, sehingga penyakit yang ditimbulkannya menjadi sulit dikendalikan. Penyakit rebah kecambah disebabkan oleh lebih dari satu jenis cendawan, seperti Alternaria spp., R. solani Khun, Pythium debaryanum Hesse, dan Fusarium spp. (Semangun 1991), serta Sclerotium rolfsii (Widyastuti et al. 2003) dapat menjadi sangat merugikan karena menyerang tanaman pada masa persemaian juga menyebabkan penyakit busuk pangkal batang dan busuk akar pada tanaman muda yang sampai saat ini belum dapat diatasi dengan baik.

Pengendalian penyakit tanaman banyak dilakukan dengan menggunakan mikrobisida kimiawi. Namun demikian, penggunaannya yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan karena residu yang ditinggalkan dan bahkan dapat menimbulkan resistensi patogen. Oleh karena itu diperlukan upaya penanggulangan alternatif untuk mengendalikan mikrob patogen penyebab penyakit tanaman misalnya dengan memanfaatkan agen pengendali hayati yang lebih ramah lingkungan.

Alam telah menyediakan mekanisme perlindungan alami yaitu mikrob yang dapat mengendalikan organisme patogen tersebut. Mikrob antagonis ini secara luas telah digunakan sebagai agen pengendali terhadap penyakit tanaman karena mikrob patogen tular tanah. Galur bakteri yang digunakan sebagai agen pengendali hayati harus dapat menghambat pertumbuhan dan aktivitas mikrob patogen (Sigee 1993), dan mempunyai kemampuan untuk bersaing di dalam rizosfer dan menghasilkan zat antimikrob yang dapat menghambat pertumbuhan

3

mikrob patogen (Hayward et al. 1994). Streptomyces spp. telah diketahui mampu berperan sebagai agen pengendali hayati. Streptomyces spp. adalah bakteri Gram positif berfilamen, resisten terhadap kondisi stres lingkungan seperti kekeringan dan kekurangan makanan dengan cara membentuk spora (Zamanian et al. 2005), penghasil berbagai macam senyawa bioaktif seperti antibiotik, enzim pendegradasi, dan inhibitor enzim (Todar 2002; Madigan et al. 2006). Streptomyces spp. yang diisolasi dari berbagai daerah di Indonesia diketahui berpotensi menghasilkan senyawa bioaktif dengan beragam fungsi. Beberapa Sreptomyces spp. isolat lokal mampu menghambat bakteri patogen pada benih padi dan kedelai (Winarni 2004), dan dapat meningkatkan pertumbuhan tanaman kedelai (Ifdal 2003; Andri 2004). Streptomyces sp. PD14-19 memiliki aktivitas penghambatan terhadap Ralstonia solanacearum dan mampu menekan kejadian penyakit layu pada tanaman cabai mencapai 100% pada uji in planta (Muthahanas 2004). Berdasarkan uraian tersebut, kajian lebih lanjut perlu dilakukan untuk mengetahui potensi Streptomyces spp. lokal sebagai agen pengendali mikrob patogen tular tanah.

Hipotesis

Untuk mengarahkan jalannya penelitian diajukan hipotesis: − Streptomyces spp. menghasilkan senyawa antimikrob

− Senyawa antimikrob dari Streptomyces spp. mampu menghambat mikrob patogen tular tanah

Streptomyces spp. mampu mengendalikan mikrob patogen tular tanah secara in vitro dan in planta.

Tujuan Penelitian

Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan isolat lokal Streptomyces spp. yang memiliki kemampuan unggul dalam menghambat pertumbuhan mikrob patogen tular tanah melalui uji in vitro terhadap beragam mikrob patogen tular tanah dan in planta terhadap S. rolfsii patogen pada tanaman cabai.

Manfaat Penelitian

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi ilmiah tentang kemampuan Streptomyces spp. isolat lokal dalam menghambat pertumbuhan mikrob patogen tular tanah sebagai dasar pengembangan lebih lanjut untuk aplikasi teknologi pengendalian hayati terhadap miktob patogen tular tanah dimasa depan.

TINJAUAN PUSTAKA

Mikrob Patogen Tular Tanah

Mikrob patogen tular tanah (soil borne) adalah salah satu patogen penyebab penyakit tanaman. Mikrob patogen ini dapat menyerang lebih dari satu macam tanaman dan menimbulkan masalah serius pada budidaya tanaman ekonomi penting terutama di daerah tropis dan subtropis. Salah satunya adalah resiko kerusakan tanaman dan kehilangan hasil yang cukup tinggi yang menyebabkan kerugian ekonomi di bidang pertanian dan industri hortikultura (Cahyaniati et al. 1999; Direktorat Perlindungan Hortikultura 2004). Mikrob patogen tular tanah termasuk beberapa bakteri dan cendawan dapat hidup dan berdiam dalam tanah dan sisa-sisa tanaman untuk jangka waktu yang pendek ataupun panjang. Mikrob patogen tular tanah menyerang tanaman melalui penetrasi akar yang dapat menyebabkan tanaman inang menjadi mati, dan patogen dapat berpindah ke setiap bagian tanaman yang lain. Erwinia cartovora subsp. Cartovora (Zamanian et al. 2005), Pseudomonas solanacearum, F. oxysporum, Alternaria solani (El-Abyad et al. 1993), R. Solani (Sabaratnam & James 2002), dan Sclerotium rolfsii (Prapagdee et al. 2008) adalah beberapa jenis mikrob patogen tular tanah yang dapat menyerang tanaman pertanian. Tanaman yang terinfeksi patogen tular tanah dapat menyebabkan berbagai macam penyakit seperti busuk akar, busuk pangkal batang, layu, rebah kecambah dan penyakit tanaman lainnya (Haas & Defago 2005). Mikrob patogen tular tanah memiliki kisaran inang yang luas dan beberapa diantaranya mempunyai struktur istirahat, sehingga penyakit yang ditimbulkannya menjadi sulit dikendalikan. S. rolfsii merupakan salah satu jenis mikrob patogen tular tanah yang dapat menyebabkan berbagai jenis penyakit pada lebih dari satu jenis tanaman. Penelitian ini lebih difokuskan pada mikrob patogen tular tanah S. rolfsii karena selain memiliki virulensi yang tinggi, juga disebabkan karena beberapa mikrob patogen tular tanah yang digunakan mempunyai virulensi yang sangat rendah atau menurun.

Sclerotium rolfsii dan tanaman inang. Cendawan patogen tanaman menimbulkan masalah pada budidaya tanaman yang memiliki nilai ekonomi penting baik di daerah tropis maupun subtropis (Crawford 1996; Fichtner 1999;

Prapagdee et al. 2008). S. rolfsii merupakan salah satu cendawan patogen tular tanah yang dapat menyebabkan penyakit pada tanaman hortikultura. Cendawan patogen ini memiliki jangkauan inang yang luas, setidaknya 500 spesies dalam 100 famili tanaman dilaporkan rentan antara lain adalah: alfalfa, amarilis, pisang, kacang-kacangan, kubis, wortel, kol kembang, seledri, krisan, kopi, kapas, ketimun, andewi, bawang putih, jahe, labu, mangga, melon, mustar, bawang merah, kacang tanah, nenas, kentang, lobak, kedelai, tembakau, tulip, dan ketela (Ferreira & Boley 1992). Akan tetapi, tanaman inang yang paling umum adalah famili Leguminoceae, Cruciferaceae, dan Cucurbitaceae. Di Amerika, dilaporkan lebih dari 270 jenis tanaman merupakan tanaman inang S. rolfsii (Ferreira & Boley 1992; Fichtner 1999; Palaiah et al. 2007).

Pertumbuhan S. rolfsii. S. rolfsii sangat cepat pertumbuhannya, mempunyai hifa berbentuk seperti kapas dan berwarna putih. Cendawan tersebut dapat membentuk struktur istirahat berupa sklerotia yang dapat bertahan lama di dalam tanah walaupun tidak ada pertanaman dan dapat berfungsi sebagai sumber inokulum pada pertanaman selanjutnya (Fichtner 1999). Sklerotia mulai terbentuk setelah 4-7 hari pertumbuhan miselia. Ukurannya relatif seragam (diameter 0,5-2,0 mm), berbentuk agak bundar dan putih ketika belum matang kemudian menjadi coklat sampai hitam gelap (Ferreira & Boley 1992; Fichtner 1999). Sklerotia merupakan struktur bertahan berisi hifa yang dapat hidup dan merupakan inokulum awal untuk perkembangan penyakit. S. rolfsii mampu bertahan dan berkembang dalam berbagai kondisi lingkungan. Pertumbuhan dapat terjadi dalam rentang pH yang luas, dan optimalnya pada tanah asam. Rentang pH optimal untuk pertumbuhan miselia adalah 3,0 hingga 5,0, dan perkecambahan sklerotia terjadi antara pH 2,0 dan 5,0. Perkecambahan akan terhambat pada pH di atas 7,0. Pertumbuhan maksimum miselium terjadi pada suhu antara 25 dan 35 ˚C pertumbuhan sedikit atau tidak ada pada suhu 10 atau 40 ˚C. Miselium dapat mati pada suhu 0 ˚C, tetapi sklerotia dapat bertahan pada suhu serendah-rendahnya -10 ˚C (Fichtner 1999).

Patogenisitas Sclerotium rolfsii. S. rolfsii merupakan patogen tanaman yang sangat agresif pada banyak tanaman pertanian. Hidup sebagai parasit yang mengkolonisasi bahan organik tanaman. S. rolfsii tumbuh, bertahan, dan

7

menyerang tanaman di dekat tanah atau di atas permukaan tanah. Sebelum penetrasi pada jaringan tanaman, diproduksi massa miselium oleh patogen pada permukaan tanaman yang dapat terjadi dalam 2 sampai 10 hari. Penetrasi pada jaringan tanaman inang terjadi ketika patogen memproduksi enzim ekstraseluler yang menyebabkan lapisan luar sel menjadi rusak dan dengan cepat menghancurkan jaringan dan dinding sel, sehingga memudahkan penetrasi Sclerotium ke tanaman inang. Hal ini menyebabkan kerusakan jaringan, selanjutnya diproduksi miselium dan pembentukan sklerotia (Ferreira & Boley 1992; Fichtner 1999; Edmunds et al. 2000).

Hasil telaah literatur penelitian patogenisitas cendawan patogen mengemukakan bahwa banyak cendawan patogen tanaman menyerang dan merusak jaringan tanaman dengan mensekresikan enzim yang dapat mendegradasi dinding sel. Smith et al. (1986) menyatakan bahwa dalam menginfeksi jaringan tanaman inang, S. rolfsii mensekresikan enzim dan asam oksalat yang membuat jaringan menjadi lunak kemudian mati sehingga memudahkan penetrasinya. S. rolfsii juga diketahui mensekresikan enzim selulase (Bateman 1969, diacu dalam Smith et al. 1986). Enzim selulolitik yang disekresikan akan melunakkan dan menguraikan bahan penyusun dinding sel, dan memudahkan penetrasi dan penyebaran patogen di dalam inang dan menyebabkan pecah (kolapse) dan terurainya struktur seluler, sehingga membantu patogen menimbulkan penyakit (Agrios 1995). Enzim pendegradasi dinding sel yang dihasilkan S. rolfsii adalah endo-polygalacturonase (endo-PG) dan senyawa asam oksalat. Endo-PG dan asam oksalat dilaporkan dapat menyebabkan kerusakan pada jaringan tanaman (Bateman dan Beer 1965, diacu dalam Agilo 2001).

S. rolfsii terutama menyerang batang tanaman, meskipun dapat menular di setiap bagian dari tanaman dalam kondisi lingkungan yang baik termasuk akar, buah, tangkai daun, daun, dan bunga. Bibit yang sangat rentan cepat sekali terinfeksi dan mati. Tanaman tua yang telah membentuk jaringan kayu dapat terserang dan mati apabila terjadi perlukaan secara bertahap pada sekeliling batang. Jaringan yang terserang berwarna coklat muda dan lunak, tetapi tidak berair (Ferreira & Boley 1992). S. rolfsii menyebabkan penyakit busuk batang (stem rot) pada tanaman kacang tanah dan stroberi (Jin, Shun & Chang 2004;

Ganesan et al. 2006), busuk umbi (bulb rot) pada Allium victorialis var. platyphyllum Makino di Korea (Jin, Hyeong & Chang 2007), dan menyebab penyakit southern blight pada tanaman cabai dan tanaman sayuran lainnya serta tanah pertanian. Penyakit layu Sclerotium telah lama dikenal di Indonesia dan umumnya terdapat di pertanaman kacang-kacangan (Semangun 2006). Selain penyakit layu, Sclerotium juga menyebabkan penyakit busuk pangkal batang (collar rot) pada tanaman kacang tanah (Kuswinanti 2006). S. rolfsii (Sacc.) dilaporkan dapat menyebabkan penyakit antraknosa, hawar daun, busuk batang dan penyakit pada berbagai jenis tanaman pertanian (Prapagdee et al. 2008).

Upaya Pengendalian

Berbagai upaya pengendalian telah dilakukan untuk mengendalikan berbagai penyakit yang disebabkan oleh Sclerotium rolfsii pada tanaman hortikultura, misalnya pengendalian tanpa bahan kimia (non-kimia), rotasi tanaman, pembajakan, solarisasi tanah, pemakaian mulsa plastik hitam, penggunaan mikrobisida kimiawi dan mikrobisida hayati (Ferreira & Boley 1992). Upaya pengendalian tersebut ada yang berhasil tetapi beberapa lainnya kurang berhasil. Penggunaan mikrobisida kimiawi umumnya digunakan untuk perlindungan secara langsung permukaan tanaman dari infeksi atau untuk mengeradikasi patogen yang telah menginfeksi tanaman sebelumnya cukup berhasil. Namun demikian, penggunaan yang berlebihan dan dalam jangka waktu yang lama dapat berdampak negatif pada kesehatan manusia dan pencemaran lingkungan karena residu yang ditinggalkan bersifat racun dan bahkan dapat menimbulkan resistensi patogen (Alam et al. 2003). Oleh karena itu, untuk menghindari masalah tersebut perhatian difokuskan untuk menggunakan mikroorganisme seperti cendawan, bakteri dan Actinomycetes sebagai agen pengendali hayati untuk meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh patogen tanaman. Pengendalian hayati merupakan salah satu upaya yang mendapat perhatian lebih dalam pengembangannya. Pengendalian hayati (biological control) adalah penurunan atau penghancuran populasi patogen baik dalam keadaan aktif maupun dorman secera keseluruhan atau sebagian dengan memanfaatkan satu atau beberapa jenis organisme lain yang ada secara alami

9

ataupun melalui manipulasi inang, lingkungan atau antagonis (Agrios 1995; Pal & Spaden 2006).

Penelitian yang dilakukan baik di luar maupun di dalam negeri ( Tabel 1 ) merupakan suatu upaya dalam mencari agen pengendali hayati dan cara pengelolaan yang efektif terhadap penyakit tanaman. Pemanfaatan mikrob antagonis yang secara alami dapat diperoleh dari tanah-tanah pertanian, dapat Tabel 1 Pemanfaatan mikrob antagonis sebagai agen pengendali hayati mikrob

patogen tanaman

No Mikrob antagonis Mikrob patogen Penyakit tanaman Tan. inang Pustaka 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 Streptomyces hygroscopicus Streptomyces spp. Trichoderma harzianum Pseudomonas fluorescences Streptomyces spp Pseudomonas putida Streptomyces sp. Di-944 Streptomyces spp Streptomyces. pulcher Trichoderma harzianum Colletotrichum gloeosporioides Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii Sclerotium rolfsii R. solani P. capsici R. solani S. scabiei F. oxysporum f. sp. raphani R. solani P. medicaginis F. oxysporum f.sp. lycopersici Verticillium albo- atrum Alternaria solani Pseudomonas solanacearum Antraknosa Hawar daun Busuk batang Rebah kecambah Layu Sclerotium Busuk batang Busuk akar Rebah kecambah Kudis kentang Layu Fusarium Rebah kecambah Busuk akar Layu Fusarium Layu Verticillium Bercak kering Layu bakteri Tanaman Pertanian Gula bit Tomat Tomat Tomat Kentang Lobak Tomat Alfalfa Kedelai Tomat Kacang tanah Prapagdee et al. (2008) Errakhi et al. (2007) Okereke et al. (2007) Moataza (2006) Dhanasekaran et al. (2005) Cao et al. (2004) Lee et al. (2004) Boer et al. (2003) Sabaratnam dan James (2002) Xiao et al. (2002) El-Abyad et al. (1993) Ganesan et al. (2007)

No Mikrob antagonis Mikrob patogen Penyakit tanaman Tan. Inang Pustaka 11 12 13 14 15 Pseudomonas spp. Bacillus spp. Streptomyces spp. P. fluorescens B. subtilis Bacillus sp. Streptomyces sp P. fluorescens B. subtilis T. viride Streptomyces pulcher R. solanacearum R. solanacearum X. axonopodis pv. glycines Bacilus subtillis Pseudomonas sp. R. solanacearum Clavibacter michi- ganensis subsp. michiganensis Layu bakteri Layu bakteri Pustul bakteri Busuk benih Daun bergaris merah Hawar daun Layu bakteri Kanker bakteri Tembaka u Tomat Kedelai Kedelai Padi Tomat Tomat Djatmiko et al. (2007) Nawangsih (2006) Andri (2004) Winarni I (2004) Nurjanani (2001) El-Abyad et al. (1993)

secara efektif mengendalikan satu bahkan beberapa mikrob patogen tanaman sehingga dapat menekan terjadinya penyakit. Pemanfaatan mikrob antagonis juga dapat meningkatkan hasil dan dapat mengurangi pemakaian mikrobisida kimiawi. Mikrob patogen tanaman menyerang dan menyebabkan penyakit pada berbagai jenis tanaman hortikultura dan beberapa diantaranya memiliki struktur istirahat sehingga sulit dikendalikan. Penggunaan mikrobisida kimiawi kurang efektif dan bahkan menimbulkan dampak negatif. Oleh karena itu, untuk menghindari masalah tersebut perhatian difokuskan untuk menggunakan mikroorganisme seperti cendawan, bakteri dan Actinomycetes sebagai agen pengendali hayati untuk meminimalkan infeksi yang disebabkan oleh patogen tanaman.

Penggunaan agen pengendali hayati didasarkan pada kemampuan agen pengendali untuk bersaing di dalam rizosfer dan menghasilkan zat antimikrob yang dapat menghalangi pertumbuhan mikrob patogen (Hayward et al 1994), mikrob sebagai agen pengendali hayati dapat diperoleh secara alami atau melalui

11

rekayasa genetik (Sigee 1993). Pengendalian hayati lebih efektif apabila mikrob yang memiliki sifat antagonis juga mampu berkompetisi untuk jangka waktu lama dalam kondisi alaminya. Beberapa penelitian berhasil mengisolasi beberapa mikroorganisme dari kelompok cendawan dan bakteri yang memiliki sifat antagonistik terhadap S. rolfsii seprti; Trichoderma harzianum, T. viride, Bacillus subtilis, Penicillium spp., dan Gliocladium virens (Ferreira & Boley 1992). Aplikasi kombinasi Trichoderma harzianum (ITTC-4572) dan Rhizobium berhasil menurunkan penyakit busuk batang (stem rot) pada kacang tanah (Ganesan et al. 2006). Trichoderma harzianum, dapat menekan penyakit layu Sclerotium sebesar 80,3% pada tanaman tomat (Okereke et al. 2007).

Senyawa bioaktif yang dihasilkan oleh Bacillus subtilis diketahui juga mempunyai aktivitas antagonistik terhadap R. solani (Kondoh et al. 2001), dan S. rolfsii (Nalisha et al. 2006). Bakteri lain yang juga mendapat perhatian besar dan terus dilakukan pengembangannya adalah kelompok bakteri Actinomycetes, terutama pada genus Streptomyces. Streptomyces spp, diketahui memiliki kemampuan dalam mensekresikan senyawa bioaktif sebagai metabolit sekunder yang bersifat antagonistik baik terhadap bakteri, nematoda dan cendawan patogen. Streptomyces spp. dapat mereduksi penyakit pada benih jagung yang disebabkan oleh Fusarium subglutinas dan Chepalosporium acremonium (Bressan 2003). Streptomyces olivaceus strain 115 memiliki aktivitas antagonistik yang kuat terhadap Rhizoctonia solani (Shahrokhi et al. 2005). Errakhi et al. (2007), melaporkan senyawa antimikrob yang dihasilkan Streptomyces spp., secara in vitro mampu menghambat Sclerotium rolfsii, dan isolat J-2 secara signifikan dapat mengurangi penyakit rebah kecambah dan meningkatkan pertumbuhan benih tanaman gula bit (sugar beet).

Karakteristik Streptomyces spp.

Actinomycetes secara kemotaksonomi dikelompokkan ke dalam bakteri Gram- positif yang mempunyai kandungan Guanine-Cytosine (GC) tinggi (high- GC Gram positive bacteria) antara 63–78% ((Madigan et al. 2006). Dibandingkan dengan kelompok bakteri yang lain, Actinomycetes mempunyai perbedaan yang istimewa yaitu mengalami pembelahan morfologis yang kompleks dan dapat dibedakan dengan bakteri lain dengan mudah, berdasarkan bentuk koloni di dalam

medium padat. Koloninya keras seperti tumbuh akar di dalam media, berbeda dengan bakteri lain yang koloninya lunak diatas media agar. Hifanya bersifat hidrofobik tetapi miselium vegetatifnya bersifat hidrofilik. Actinomycetes dikenal sebagai sumber penghasil beberapa metabolit sekunder seperti antibiotik, dan enzim yang berguna untuk kesehatan, industri, dan juga sebagai agen biokontrol penyakit tanaman dan telah diproduksi dalam skala industri (Betina 1983; Ensign 1992; Sabaratnam & James 2002; Miyadoh 2003). Salah satu anggota Actinomycetes adalah Streptomyces yang mampu membentuk spora udara (konidia) (Madigan et al. 2006). Hifa vegetatif bakteri ini berdiameter 0,5 – 2,0 µm, spora nonmotil, dan menghasilkan berbagai macam pigmen yang terlihat pada miselium vegetatif dan aerialnya. Dinding selnya tersusun oleh sejumlah besar asam L-diaminopimelat. Streptomyces adalah bakteri aerob, kemoorganotrof, memberikan reaksi katalase positif, dan umumnya mampu mereduksi nitrat menjadi nitrit (Holt et al. 1994; Dhanasekaran et al. 2005).

Streptomyces dan beberapa genus kelompok Actinomycetes lainnya dikenal sebagai bakteri penghasil antibiotik, karena dari 10000 antibiotik yang telah

Dokumen terkait