• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI

C. Down Syndrome

3. Ciri-ciri Down Syndrome

Sebagaimana telah diketahui bahwasanya Down Syndrome memiliki

ciri-ciri fisik yang berbeda dari anak-anak yang tumbuh dan berkembang

secara normal. Secara fisik anak Down Syndrome memiliki ciri-ciri sebagai

berikut:

a. Berupa bentuk kepala yang relatif kecil dari normal (microchephaly)

dengan bagian anteroposterior kepala mendatar.Letak telinga lebih rendah dengan ukuran telinga yang kecil, hal ini mengakibatkan mudah terserang infeksi. Rambut lurus dan jarang jarang.

b. Pada bagian wajah biasanya tampak sela hidung yang datar, rongga mulut

yang mengecil dan lidah yang menonjol keluar (macroglossia). Seringkali mata menjadi sipit dengan sudut bagian tengah membentuk lipatan (epicanthal folds). Dagu yang tidak normal, dagu yang kecil. Pada mata terdapat bintik putih pada di iris dikenal sebagai Brushfield

bintik-bintik. Hidung yang datar mengakibatkan kesulitan bernafas.

Pertumbuhan gigi gerigi yang lambat dan tumbuh tidak teratur sehingga menyulitkan pertumbuhan gigi permanen.

c. Tanda klinis pada bagian tubuh lainnya berupa tangan yang pendek

termasuk ruas jari-jarinya serta jarak antara jari pertama dan kedua baik pada tangan maupun kaki melebar, terdapat garis melintang pada tangan yang disebut simian crease.

58

d. Sementara itu lapisan kulit biasanya tampak keriput dan kering. Kelainan kromosom ini juga bisa menyebabkan gangguan atau bahkan kerusakan pada sistim organ yang lain seperti kelainan jantung sejak lahir, pembesaran usus besar.

e. Otot yang lemah (hypotanus) mengakibatkan pertumbuhan terganggu

(terlambat dalam proses berguling, merangkak, berjalan, berlari dan

berbicara).59

Sementara ciri-ciri mental Down Syndrome telah diungkap oleh Nur’aeni,

demikian ciri-ciri anak Down Syndrome diantaranya adalah :

a. Perkembangan senantiasa tertinggal dibanding teman sebayanya, bahkan kadang-kadang ada tahap perkembangan yang dilewati.

b. Tidak mampu mengubah cara hidupnya, ia cenderung rutin. Jika terjadi hal baru dilingkungannya ia menjadi bingung dan risau.

c. Perhatiannya tidak dapat bertahan lama.

d. Kemampuan berbahasa dan berkomunikasi terbatas, umumnya anak-anak gagap. Bagi mereka yang cacatnya berat cenderung bisu atau sering meraban atau mengoceh.

e. Sering tidak mampu menolong dirinya sendiri. Motif belajarnya rendah sekali.

59

f. Irama perkembangannya tidak pari, suatu saat mungkin meningkat tinggi, tetapi saat lain bahkan menurun kuat.

g. Tak acuh pada lingkungan.

h. Jarang menirukan tingkah laku orang tua.

i. Penampilan fisiknya juga beda dengan teman sebayanya perkembanmgan motor halus, motor kasarnya juga sering terganggu.

j. Ia sering gagal menghadapi lingkungannya tetapi tidak pernah mau

berusaha.60

4. Perkembangan Sikap Keagamaan Orang Tua Anak Down Syndrome

Sikap keagamaan seseorang akan berkembang, seiring dengan

perubahan situasi dan kondisi seseorang.61 Benarkah perkembangan sikap

keagamaan ditentukan pula oleh faktor usia? Jawabannya adalah mungkin dan tidak mungkin. Logikanya semakin bertambah usia berarti bertabah pula pengalamanya termasuk pada sisi keagamaan. Sedangkan yang tidak mungkin pengalaman tidak menjamin perkembangan perubahan terhadap sikap keagamaan seiring meningkatnya usia. Adapun faktor yang memberi sumbangan terhadap perkembangan sikap keagamaan. Pengalaman mengenai

60Nur’aeni, Intervensi Dini Bagi Anak Bermasalah, (Jakarta: Rineka Cipta, 1997), h. 107

61

Saifuddin Azwar, Sikap Manusia Teori dan Pengukurannya, (Yogyakarta: Pusaka Pelajar,

dunia nyata, mengenai konflik moral dan mengenai keadaan-keadaan

emosional tertentu yang tampak memiliki kaitan agama.62

Kalau dilihat dari sisi tanggung jawab keluarga (orang tua) terhadap

anak. Ketika anaknya mengalami masalah, dalam hal ini kasus down

syndrome akan menimbulkan dampak pada sikap keagamaannya.

Sebagaimana pendapat Thouless tadi, bahwa faktor yang mempengaruhi perkembangan sikap keagamaan di antaranya adalah keadaan emosional tertentu yang tampak memiliki kaitan agama. Dapat dipahami bahwa ketika seseorang (orang tua) yang tidak memiliki kesadaran agama yang tinggi, maka bisa dimungkinkan orang tersebut akan menyalahkan terhadap sang

Pencipta, karena menciptakan anaknya mengalami down syndrome.

Sedangkan orang yang tingkat keagamaannya yang tinggi saja masih bisa terpengaruh oleh faktor tersebut.

Dapat disimpulkan bahwa masalah yang terjadi pada anak down

syndrome akan berdampak pada sikap keagamaan orang tua. Hal ini

dipengaruhi faktor (integritas kepribadian seseorang), tingkat kestabilan berfikir, tingkat kestabilan emosional, yang dimanifestasikan pada kesabaran dan kemampuannya dalam menanggulangi krisis kejiwaan yang diakibatkan oleh kegoncangan kejiwaan. Karena sikap keagamaan dipengaruhi faktor

sosial, berbagai pengalaman, kebutuhan dan proses pemikiran.63 Dari segi

social, berarti orang tua yang mempunyai anak yang mengalami down

62

Thouless, Robert H, Pengantar Psikologi Agama, (Jakarta: Rajawali Pers, 1995), h. 59

63

syndrome akan merasa terasingkan dan merasa iri ketika melihat orang lain mempunyai anak yang normal, sehingga akan merasa terasingkan dan secara kebutuhan aktualisasi diri merasa terhambat, dalam hal ini proses interaksi sosial dengan masyarakat sekitarnya.

Dari faktor intern perkembangan jiwa keagamaan juga ditentukan oleh

faktor hereditas, tingkat usia kepribadian dan kondisi kejiwaan seseorang.64

Semakin bertambah usia seseorang, maka semakin tinggi tingkat permasalahannya dan semakin kompleks, dan kondisi kejiwaan seseorang juga menentukan terhadap jiwa keagamaan. Anak yang bermasalah merupakan salah satu sisi yang bisa berdampak buruk terhadap kondisi kejiwaan orang tua, berarti secara tidak langsung pula terhadap perkembangan sikap keagamaan orang tua.

Sedangkan faktor ekstern yang berpengaruh pada sikap keagamaan

seseorang yaitu: keluarga, institusi dan masyarakat.65 Pengaruh ini akan lebih

jelas terhadap perkembangan sikap keagamaan orang tua, karena memang orang tua akan berproses dan berinteraksi pada ketiga komponen itu. Secara siklus dapat digambarkan sebagai berikut: orang tua berinteraksi pada ketiga kutub tersebut, dalam interaksi adanya kontak dan komunikasi, dalam kontak tentu melibatkan faktor emosional, pikiran (kejiwaan). Perasaan kekurangan

pada diri orang tua disebabkan oleh anak yang mengalami down syndrome,

dilihat dari segi aktualisasinya, dalam interaksi tersebut. Akibatnya tumbuh

64

Jalaluddin, Psikologi Agama, (Jakarta: PT raja Grafindo persada, 2011), h. 213

65

suatu perasaan yang kurang (proses kejiwaan), dan yang lebih fatal, ketika orang tua tersebut tidak tabah menerima pada apa yang menjadi kehendak takdir.Sehingga memberi imbas pada keimanannya pada Tuhan. Secara tidak langsung hal ini merupakan cakupan agama.

Dokumen terkait