• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II LANDASAN TEORI DAN KERANGKA BERFIKIR

D. Citra

1. Pengertian Citra

Citra berasal dari bahasa Jawa yang berarti gambar. Kemudian dikembangkan menjadi gambaran sebagai padanan kata image dalam bahasa inggris.12 Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) Citra merupakan gambaran yang dimiliki orang banyak mengenai pribadi, perusahaan atau organisasi, sedangkan citra dalam duni politik yaitu suatu gambaran diri yang ingin diciptakan oleh seorang tokoh masyarakat.13

Jalaludin Rakhmat dalam bukunya Psikologi Komunikasi, mengatakan bahwa citra merupakan peta anda tentang dunia. Citra adalah

11

Kartini kartono, Pemimpin dan Kepemimpinan, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2001) Cet ke-1, h. 49.

12

Anwar Arifin, Komunikasi Politik Paradigma-Teori-Aplikasi-Strategi &Komunikasi Politik Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2003) Cet ke-1, h.106.

13

Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) yang diakses pada 22 Maret 2015 dari http://kbbi.web.id/citra

gambaran tentang realitas dan tidak harus sesuai dengan realitas. Citra adalah dunia bagi persepsi kita.14

Disamping itu menurut M. Alfan Alfian dalam bukunya yang berjudul menjadi pemimpin politik perbincangan kepemimpinan dan kekuasaan bahwa definisi citra yaitu merupakan rekonstrusi atas simbol dan penampilan luar suatu produk, entah itu barang atau jasa.15

Sementara itu menurut Frank Jefkins yang dikutip oleh kompasiana dalam webnya menyatakan bahwa memberikan definisi atau pengertian citra sebagai kesan seseorang atau individu tentang sesuatu yang muncul sebagai hasil dari pengetahuan dan pengalamannya.16

Jadi secara umum definisi atau pengertian citra yakni berupa gambaran, penilaian serta pandangan dari sekumpulan orang banyak yang ditujukan terhadap individu, perusahaan, produk atau jasa yang bersifat positif atau bersifat negatif. Citra dapat bersifat negatif apabila kemudian ternyata tidak di dukung oleh kemampuan atau keadaan yang sebenarnya. Dalam dunia politik semakin tingginya kesadaran membangun citra dalam usaha mendapatkan simpati media massa guna menarik perhatian publik terlihat ketika menjelang pemilu. Para calon pemimpin tentu senantiasa memperkuat citra baik dalam dirinya.

14

Jalaluddin Rakhmat, Psikologi Komunikasi, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2012) cet Ke-28, h.221.

15

M. Alfan Alfian, Menjadi Pemimpin Politik Perbincangan Kepemimpinan dan Kekuasaan, (Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 2009) h. 274.

16 Kompasiana “Pengertian Citra” diakses pada 22 maret 2015 dari http://edukasi.kompasiana.com/2014/06/02/apa-itu-pencitraan--656262.html

2. Proses Pembentukan Citra (Image Building)

Citra merupakan kesan yang diperoleh seseorang berdasarkan pengetahuan dan pengertiannya tentang fakta-fakta atau kenyataan. Citra terbentuk berdasarkan pengetahuan dan informasi-informasi yang diterima seseorang. untuk mengetahui citra seseorang terhadap terhadap objek dapat diketahui dari sikapnya terhadap objek tersebut.

Menurut Elvinaro dalam bukunya yang berjudul Dasar-Dasar Publik Relations tahun 2002, yang dikutip oleh Danasaputra tahun 1995, citra itu sendiri digambarkan dan dapat dibentuk melalui beberapa komponen yaitu persepsi, kognisi dan sikap. Komponen-komponen tersebut tidak terlepas dari stimulus (rangsang) yang diberikan oleh individu dan menghasilkan respon. Oleh Walter Lipman komponen tersebut disebut juga “Picture Our Head”. Dalam image building jika stimulus tersebut mendapat perhatian maka individu akan berusaha mengerti stimulus yang diberikan. Elvinaro juga mengatakan bahwa proses pembentukan citra adalah respon dari stimulus yang diberikan. Akan tetapi proses tersebut akan berbeda karena dihubungani oleh persepsi, kognisi, dan sikap yang berbeda pula.

Gambar 2.1

Proses Pembentukan Citra

Stimulus Respon

(Rangsang)

Empat komponen yang diteliti dalam proses pembentukan citra: a. Persepsi

Diartikan sebagai hasil pengamatan terhadap suatu hal, atau stimulus yang diberikan dengan suatu proses pemaknaan. Publik akan memberikan makna atau arti terhadap rangsang berdasarkan pengalamannya tersebut kemampuan mempersepsi itulah yang dapat melanjutkan proses pembentukan citra. Persepsi akan positif bila informasi yang diberikan dapat memenuhi kognisi individu

b. Kognisi

Menurut Walgito (2002:67), kognisi berarti kemampuan jiwa manusia yang berhubungan dengan pengenalan. Jadi manusia harus mengenal stimulus atau rangsang yang diberikan agar memperoleh respon. Proses kognitif menggabungkan antara informasi yang diterima melalui indera tubuh manusia (stimulus) dengan informasi yang telah

Sikap

Persepsi Motivasi

disimpan di ingatan jangka panjang. Kedua informasi tersebut diolah di ingatan kerja yang berfungsi sebagai tempat pemrosesan informasi. c. Sikap

Kecenderungan bertindak, persepsi, berpikir, dan merasadalam objek, ide, situasi, atau nilai. Sikap bukan perilaku, tetapi merupakan kecenderungan untuk berperilaku dengan cara tertentu.Sikap mempunyai daya pendorong atau motivasi. Sikap juga mengandung aspek evaluatif, yakni mengandung nilai menyenangkan atau tidak, dan sikap yang dapat dipertahankan atau diubah.

d. Motivasi

Sebelum melangkah dalam motivasi, perlu dipahami mengenai motiv terlebih dahulu. Menurut Branca dalam Walgito (2002:168), motiv adalah kekuatan yang terdapat dalam diri organism yang mendorong untuk berbuat dan merupakan driving force. Hal-hal yang dapat memhubungani motiv disebut motivasi. Motivasi merupakan keadaan dalam diri individu atau organisme yang mendorong perilaku ke arah tujuan. Sedangkan menurut Shaleh dan Muhbib Abdul Wahab motivasi dapat didefinisikan dengan segala sesuatu yang menjadi pendorong tingkah laku yang menuntut atau mendorong seseorang untuk memenuhi kebutuhan seseorang.

3. Peran Media Massa Dalam Membangun Citra

Media Massa merupakan alat yang digunakan dalam penyampaian pesan dari sumber terhadap khalayak dengan menggunakan alat-alat komunikasi seperti surat kabar, film, radio dan televisi. Dalam komunikasi massa terdapat beberapa karakteristik yang dimiliki oleh media massa yakni, bersifat melembaga, bersifat satu arah, meluas dan serempak, memakai peralatan teknis atau mekanis, dan bersifat terbuka.17

Penggunaan media massa dalam dunia politik tentu sangat penting karena media massa memiliki kontribusi yang besar dalam demokrasi. Selain itu media massa selalu dipandang memiliki hubungan yang kuat terutama dalam membangun opini dan pengetahuan bagi khalayak. Penggunaan media massa dalam komunikasi politik sangat sesuai dalam upaya membentuk citra diri para politikus dan citra partai politik untuk memperoleh dukungan pendapat umum.18

Salah satu fenomena yang menarik tentang citra positif Presiden Joko Widodo yang kerap dipanggil Jokowi. Nama Jokowi melambung ketika ia memimpin Kota Solo dan berhasil membangun kota Solo baik secar fisik maupun non fisik. Citra Jokowi semakin melambung ketika publik mengetahui bahwa Jokowi tidak pernah mengambil gaji yang seharusnya diterima. Dengan modal citra positifnya, Jokowi maju dalam Pilkada gubernur

17

Hafied Cangara, “Pengantar Ilmu Komunikasi”, (PT RajaGrafindo Persada: Jakarta, 2007) h. 126-127.

18

Anwar Arifin, “Komunikasi Politik”, (Balai Pustaka: Jakarta, 2003) Cet ke-1, h.95.

Daerah Khusus Ibu Kota (DKI) bersama pasangannya yang kerap dipanggil Ahok.

Dari fenomena diatas Jokowi bukan hanya mampu membangun citra positif atas kepemimpinannya secara kelembagaan namun juga berhasil membangun citra positif dalam ranah personal. Di Indonesia, para politisi juga semakin menyadari pentingnya membangun citra personal atas diri mereka. Hal ini dapat dilihat saat para politisi tampil di televise dan mereka berusaha tampil sebaik mungkin, baik dari sisi penampilan fisik maupun materi yang mereka sajikan.19 Jadi dengan kata lain citra terbentuk berdasarkan informasi yang diterima atau disampaikan oleh media massa. Bagi masyarakat, informasi itu dapat membentuk, mempertahankan atau mendefinisikan citra

19

Fajar Junaedi, Komunikasi Politik Teori, Aplikasi dan Strategi di Indonesia, (Yogyakarta: Mata Padi Pressindo, 2013), Cet Ke-1, h.144

Dokumen terkait