BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Citra pelayanan kesehatan
Banyak organisasi pelayanan kesehatan mengatakan jika dapat memperbaiki citra, maka segala sesuatunya akan lebih baik. Seringkali organisasi-organisasi pelayanan kesehatan justru menyerahkan tanggung jawab hanya kepada hubungan massa saja. Suatu organisasi yang baik tidak akan mengembangkan citra hanya melalui upaya hubungan massanya saja, citra merupakan fungsi dari semua yang sedang atau telah dilakukan, dan juga semua yang dapat dikomunikasikan. Organisasi pelayanan kesehatan hanya cenderung mengkaitkan citra terhadap komunikasinya saja, mengindikasikan kegagalan untuk memahami bagaimana mengembangkan citra.
Istilah citra sekarang ini mempunyai bermacam-macam arti seperti gambaran organisasi, citra perusahaan, gambaran nasional, citra merek, gambaran masyarakat, gambaran diri sendiri dan lain sebagainya. Penggunaan citra yang seperti itu sudah cenderung mempunyai banyak pengertian. Citra adalah sejumlah dari kepercayaan-kepercayaan, gagasan-gagasan, kesan yang diperoleh seseorang dari suatu objek (Kotler dan Clarke, 1987).
Menurut Maramis (2006), citra adalah pengalaman sensorik yang tidak berdasarkan pada data yang ada pada waktu itu. Misalnya kita dapat menggambarkan dalam pikiran kita seekor sapi tanpa ada sapi di depan mata kita, hanya berdasarkan sapi yang kita lihat dahulu atau gambarnya dalam buku. Jadi, citra itu merupakan pencipataan ulang atau representasi mental dari suatu persepsi sebelumnya.
Menurut Steinmetz dalam Sutojo (2004), citra adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang perorangan, benda atau organisasi. Menurutnya bagi suatu organisasi juga dapat diartikan sebagai persepsi masyarakat terhadap jati diri organisasi, selanjutnya Steinmetz mengemukakan persepsi seseorang terhadap suatu organisasi/perusahaan didasari atas apa yang mereka ketahui atau mereka kira tentang organisasi/perusahaan yang bersangkutan.
Oleh karena itu citra sebuah pelayanan kesehatan yang sama dapat berbeda dimata dua orang yang berlainan. Seperti yang dikemukakan oleh Joe Marconi (1987), orang-orang yang memandang satu benda yang sama dapat mempunyai persepsi yang berlainan terhadap benda itu (Muzahamm, 1995).
Setiap pelayanan kesehatan mau tidak mau mempunyai citra di mata masyarakat. Citra itu sendiri dapat berperingkat baik, sedang atau buruk. Peringkat
citra yang berlainan tersebut berdampak terhadap keberhasilan kegiatan pelayanan yang diberikan. Citra buruk melahirkan dampak negatif bagi operasi pelayanan dan dapat juga melemahkan kemampuan organisasi dalam bersaing (sutojo, 2004).
2.2.1 Pengukuran Citra
Menurut Kotler dan Clark (1987) ada dua langkah pendekatan untuk mengukur suatu citra yaitumengukur seberapa familiar dan favorable citra organisasi itu, dan yang kedua yaitu mengukur lokasi citra organisasi dalam dimensi-dimensi yang relevan (yang disebut diferensial semantik).
2.2.1.1 Pengukuran Familiaritas – Favoribilitas
Citra atau image dapat didefinisikan sebagai seperangkat keyakinan, gagasan dan kesan yang dianut seseorang tentang sebuah objek. Sikap dan tindakan seseorang terhadap objek akan sangat tergantung pada objek tersebut.
Pertama kali dapat diukur dengan skala familiaritas. Untuk menetapkan familiaritas, para responden diminta untuk memeriksa salah satu dari berikut :
Tidak pernah Pernah Mengetahui Mengetahui Mengetahui Mendengar mendengar sedikit sedang dengan baik
Hasil-hasil ini mengindikasikan kesadaran masyarakat akan pelayanan tersebut. Jika banyak responden menempatkan organisasi tersebut di pilihan pertama, kedua dan ketiga, maka organisasi tersebut mempunyai suatu masalah kesadaran.
Selanjutnya dari responden tersebut yang memiliki familiaritas dengan organisasi tersebut kemudian diminta untuk menguraikan bagaimana perasaan mereka tentang organisasi tersebut dengan menggunakan skala favorabilitas :
Sangat kurang Sedikit Acuh Sedikit Sangat baik Baik kurang baik tak acuh baik
Jika responden memilih pilihan pertama, kedua dan ketiga maka organisasi terebut harus mengatasi dulu masalah citra negatifnya.
2.2.1.2 Diferensial semantik
Setiap pelayanan kesehatan perlu bergerak lebih jauh dan meneliti substansi citranya. Salah satu alat paling popular untuk mencapainya adalah melalui diferensial semantik. Metode ini mencakup langkah-langkah sebagai berikut :
• Mengembangkan sejumlah dimensi yang relevan. Peneliti dapat menggunakan hal yang biasa menjadi permasalahan tentang organisasi tersebut. Hal ini untuk mengidentifikasi dimensi yang akan digunakan dalam berpikir tentang objeknya. Misalnya orang dapat ditanyai : hal-hal apa yang sering dirasakan pasien bila sedang berada di rumah sakit. Jika seseorang mejawab mengenai kualitas perawatan medis, maka hal ini dapat diklasifikasikan kepada skala bipolar, dengan pilihan antara kualitas baik, sedang dan buruk.
• Mengurangi dimensi-dimensi yang relevan. Jumlah dimensi harus dipertahankan tetap rendah untuk menghindari keletihan/kelelahan responden. Ada tiga jenis skala dasar yakni ; skala evaluasi (kualitas baik-buruk), skala potensi (keamanan kuat-lemah) dan skala aktivitas (kualitas aktif-pasif). Dengan menggunakan hal ini sebagai pedoman, atau menjalankan analisis faktor, peneliti dapat membuang skala yang gagal untuk menambah informasi baru.
• Memeriksa varians citra,Karena setiap profil citra adalah garis rata-rata, maka hal ini tidak menggambarkan seberapa jauh variabilitas citra yang sesungguhnya.
Jadi diferensial semantik adalah alat pengukuran citra yang fleksibel dan dapat memberikan informasi penting. Misalnya, organisasi dapat mengetahui bagaimana publik memandangnya dan juga pesaing utamanya. Dengan menelaah kekuatan dan kelemahan citra pesaing. Kemudian organisasi selanjutnya dapat mengambil langkah-langkah solusi penting, dapat mengetahui bagaimana publik dan segmen pasar yang berbeda memandangnya dan juga dapat memonitor perubahan-perubahan dalam citra. Dengan mengulangi studi tentang citra secara berkala, organisasi dapat mendeteksi setiap penyimpangan ataupun peningkatan citra yang nyata (Kotler dan Clarke, 1987).
2.2.2 Menentukan Citra
Menurut Kotler dan Clarke (1987), yang menentukan citra yakni ada dua teori pembentukan citra. Pertama menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh objek, yakni orang menerima realita objek begitu saja. Pandangan citra yang berorientasi pada objek mengasumsikan bahwa : (1) Orang cenderung untuk memiliki pengalaman pertama dengan objek, (2) Orang mendapatkan data yang terpercaya dari objek, dan (3) Orang cenderung tergantung dengan apa yang dilihat dengan cara yang sama selain memiliki latar belakang dan kepribadian yang berbeda. Asumsi-asumsi ini sebaliknya mengimplikasikan bahwa organisasi tidak dapat dengan mudah menciptakan citra yang salah tentang dirinya sendiri.
Teori kedua menegaskan bahwa citra sebagian besar ditentukan oleh asumsi seseorang. Orang yang mempertahankan pandangan ini menegaskan bahwa : (1) Orang memiliki tingkat kontak yang berbeda dengan objek, (2) Orang yang ditempatkan di depan objek, akan secara selektif menerima aspek-aspek berbeda dari objek tersebut, (3) orang memiliki cara masing-masing untuk memproses data sensory, yang melahirkan penyimpangan selektif. Karena alasan-alasan ini orang dapat mempertahankan citra yang sangat berbeda tentang objek yang sama. Yakni, ada hubungan lemah antara citra dan objek sesungguhnya.
Kebenaran terletak diantaranya, yakni citra dipengaruhi oleh karakteristik objektif dari objek dan karakteristik subjektif dari penerima. Kita mungkin mengharapkan orang untuk mempertahankan citra yang sama terhadap suatu objek atau organisasi objek tersebut agak kompleks, bila sering mengalaminya secara langsung, dan bila agak stabil dalam karakteristik yang sesungguhnya. Sebaliknya, orang dapat mempertahankan citra yang sangat berbeda atas suatu objek, jika objek tersebut kompleks, dan jarang dialami dan berubah sesuai dengan waktu.
2.2.3 Hubungan Antara Citra dan Perilaku.
Sebagian besar organisasi tertarik dengan pengukuran dan modifikasi citra karena mereka mengira bahwa citra memiliki pengaruh besar terhadap perilaku orang. Mereka mengasumsikan bahwa ada hubungan erat antara citra orang atas organisasi dan perilaku mereka terhadap itu. Namun, hubungan antara citra dan perilaku tidak demikian sesungguhnya. Citra hanya satu komponen dari sikap, Dua orang dapat memandang sebuah rumah sakit sebagai rumah sakit besar dan sebaliknya seseorang
juga memiliki sikap yang berlawanan terhadap rumah sakit tersebut. Selanjutnya, hubungan antara sikap dan perilaku juga lemah, seorang pasien mungkin lebih menyukai rumah sakit kecil daripada rumah sakit besar, karena rumah sakit kecil lebih dekat ke rumahnya atau karena dokter pasien memiliki hak istimewa memberi rujukan hanya pada rumah sakit kecil.
Meskipun demikian, kita tidak akan menghilangkan pengukuran dan perencanaan citra hanya karena sulit merubahnya dan efeknya terhadap perilaku tidak jelas. Mengukur suatu citra organisasi adalah langkah penting dalam memahami apa yang sedang terjadi terhadap organisasi tersebut. Dan meskipun hubungan diantara citra dan perilaku tidak kuat, tetapi tetap eksis. Setiap organisasi harus membuat investasi dalam mengembangkan citra terbaik sedapat mungkin (Kotler dan Clarke, 1987).