Sudut pandang lain
B. Tokoh-tokoh Behaviorisme
6. Clark Hull
Hull berpendirian bahwa tinkah laku itu berfungsi menjaga agar oranisasi tetap bertahan hidup. Konsep sentral dalam teorinya berkisar pada kebutuhan biologis dan pemuas kebutuhan, hal yang penting bagi kelangsungan hidup. Oleh Hull, kebutuhan ddikonsepkan sebagai dorongan (drive) seperti lapar, haus, tidur, hilangnya rasa nyeri, dan sebagainya. Stimulus yang disebut stimulus dorongan dikaitkan dengan dorongan primer dan karena itu mendorong timbulnya tigkah laku. Sebagai contoh, stimulus yang dikaitkan dengan rasa nyeri, seperti bunyi alat pengebor gigi, dapat menimbulkan rasa takut, dan takut itu mendorong timbulnya tingkah laku.[19]
Teori Hull ini, memiliki beberapa prinsip, yaitu
Dorongan merupakan hal yang penting agar terjadi respon (siswa harus memiliki
keinginan untuk belajar).
Stimulus dan respon harus dapat diketahui oleh organisme agar pembiasaan dapat terjadi
(siswa harus mempunyai perhatian).
Respon harus dibuat agar terjadi pembiasaan (siswa harus aktif).
Pembiasaan hanya terjadi jika reinforcement dapat melalui kebutuhan (belajar harus
Secara ringkas teori behaviorisme yang dikemukakan oleh para ahli di atas dapat disempulkan bahwa:
1. Belajar adalah perubahan tingkah laku
2. Tingkah laku tersebut harus dapat diamati
3. Mengikuti pentingnya masukan atau input yang berupa stimulus dan keluaran atau output
yang berupa respon.
4. Fungsi mind atau fikiran adalah untuk menciplak struktur pengetahuan yang sudah ada
melalui proses berfikir yang dapat dianalisis dan dipilah. 5. Pembiasaan dan latihan menjadi esensial dalam belajar.
6. Apa yang terjadi antara stimulus dan respon dianggap tidak penting diperhatikan karena
tidak dapat diamati.
7. Yang dapat diamati hanyalah stimulus respon.
8. Kegagalan atau ketidakmampuan dalam penambahan pengetahauan dikatagorikan
sebagai kegagalan yang perlu dihukum
9. Aplikasi teori ini menuntut siswa untuk mengungkapkan kembali pengetahuan yang
sudah dipelajari dalam bentuk laporan, kuis atau tes. Penyajian materi pelajaran mengikuti urutan dari bagian-bagian keseluruhan. Pembelajaran dan evalusi menekan pada hasil, dan evaluasi menuntut jawaban yang benar. Jawaban yang benar menunjukkan bahwa siswa telah menyelesaikan belajaranya.[21]
10. Proses belajar sangat bergantung kepada faktor yang berada di luar dirinya, sehingga ia
memerlukan stimulus dari pengajarnya.
11. Hasil belajar banyak ditentukan oleh proses peniruan, pengulanagn dan pengutan
(reinforcement).
12. Belajar harus melalui tahap-tahap tertentu, sedikit demi sedikit, yang mudah mendahului
yang lebih sulit.[22]
C. Kelebihan dan Kekurangan dalam Teori Pembelajaran Behaviorisme Kelebihan, kekurangan dan permasalahan yang muncul dalam pembelajaran
Sesuai dengan teori ini, guru dapat menyusun bahan pelajaran dalam bentuk yang sudah siap sehingga tujuan pembelajaran yang harus dikuasai siswa disampaikan secara utuh oleh guru. Guru tidak banyak memberikan ceramah, tetapi intruksi singkat yang diikuti contoh-contoh baik dilakukan sendiri maupun melalui simulasi. Bahan pelajaran disusun secara hirarki dari yang sederhana sampai pada yang kompleks.
Tujuan pembelajaran dibagi dalam bagian-bagian kecil yang ditandai dengan pencapaian suatu ketrampilan tertentu. Pembelajaran berorientasi pada hasil yang dapat
diukur dan diamati. Kesalahan harus segera diperbaiki. Pengulangan dan latihan digunakan supaya perilaku yang diinginkan dapat menjadi kebiasaan.
a. Kelebihan
Dalam teknik pembelajaran yang merujuk ke teori behaviourisme terdapat beberapa kelebihan di antaranya :
1. Membiasakan guru untuk bersikap jeli dan peka pada situasi dan kondisi belajar.
2. Metode behavioristik ini sangat cocok untuk memperoleh kemampuan yang menbutuhkan praktek dan pembiasaan yang mengandung unsur-unsur seperti: kecepatan, spontanitas, kelenturan, refleksi, daya tahan, dan sebagainya.
3. Guru tidak banyak memberikan ceramah sehingga murid dibiasakan belajar mandiri. Jika menemukan kesulitan baru ditanyakan kepada guru yang bersangkutan.
4. Teori ini cocok diterapkan untuk melatih anak-anak yang masih membutuhkan dominansi peran orang dewasa , suka mengulangi dan harus dibiasakan , suka meniru dan senang dengan bentuk-bentuk penghargaan langsung seperti diberi permen atau pujian.[23]
b. kekurangan.
1. Memandang belajar sebagai kegiatan yang dialami langsung, padahal belajar adalah
kegiatan yang ada dalam sistem syaraf manusia yang tidak terlihat kecuali melalu gejalanya.
2. Proses belajar dipandang bersifat otomatis-mekanis sehingga terkesan seperti mesin atau
robot, padahal manusia mempunyai kemampuan self control yang bersifat kognitif, sehingga, dengan kemampuan ini, manusia mampu menolak kebiasaan yang tidak sesuai dengan dirinya.
3. Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan hewan sangat sulit diterima,
mengingat ada perbedaan yang cukup mencolok antara hewan dan manusia.[24]
D. Penerapan Teori Behaviorisme dalam Pembelajaran Bahasa Arab
Para pakar Psikologi belajar bahasa penganut faham Behaviorisme berpendapat bahwa belajar bahasa berlangsung dalam lima tahap, yaitu:
a. Trial and error
b. Mengingat-ingat
c. Menirukan
d. Mengasosiasikan
e. Menganalogikan
Dari kelima langkah tersebut dapat disimpulkan bahwa berbahasa pada dasarnya merupakan proses pembentukan kebiasaan.[25]
Dalam teori ini Behaviorisme, segala tingkah laku manusia menjadi suatu prilaku berbahsa yang menjadi manifestasi stimulus dan respon yang dilakukan terus-menerus menjadi suatu kebiasaan. Berdasarkan teori ini, pembelajaran bahasa dilakukan dengan mendahulukan pengenalan keterampilan mendengar dan berbicara daripada keterampilan lainnya, pemberian latihan-latihan dan penggunaan bahasa secara aktif dan terus menerus, penciptaan lingkungan berbahasa yang kondusif, penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan siswa mendengar dan berinteraksi dengan penutur asli, pembiasaan motivasi sehingga berbahsa asing menjadi sebuah prilaku kebiasaan.[26]
Ada beberapa kegiatan pembelajaran bahasa Arab yang dapat dikembangkan berdasarkan teori ini, diantara yang penting adalah:
a. Pengenalan ketrampilan mendengar dan berbicara sebagai awal dalam pembelajaran
sebelum ketrampilan membaca dan menulis.
b. Latihan dan penggunaan bahasa secara aaktif dan terus menerus agar pembelajar
memiliki ketrampilan berbahasa dan berbentuk kebiasaan menggunakan bahasa.
c. Penciptaan lingkungan berbahsa yang kondusif agar mendukung proses pembiasaan
berbahasa secara efektif.
d. Penggunaan media pembelajaran yang memungkinkan pembelajar mendebgar dan
berinteraksi dengan penutur asli.
e. Memotivasi guru bahasa untuk tampil berbahsa secara baik dan benar, sehingga dapat
menjadi teladan yang baik bagi para siswanya dalam berbahasa.[27]
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan dalam proses pembelajaran bahasa arab adalah lingkungan (bi’ah, einvironment), tak terkecuali lingkungan berbahasa. Dan tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab, tak lain adalah:
1. Untuk membiasakan dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif, melalui
praktek percakapan (muhadatsah), diskusi (munaqasyah), seminar (nadwah), ceramah dan berekpresi melalui tulisan (ta’bir dan tahriry)
2. Memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan baha yang sudah dipelajari di
kelas.
3. Menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu antara teori dan
praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.
PENUTUP
Pandangan teori behavioristik telah cukup lama dianut oleh para pendidik. Namun dari semua teori yang ada, teori Skinnerlah yang paling besar pengaruhnya terhadap perkembangan teori belajar behavioristik. Program-program pembelajaran seperti Teaching Machine, pembelajaran berprogram, modul dan program-program pembelajaran lain yang berpijak pada konsep hubungan stimulus-respons serta mementingkan faktor- faktor penguat (reinforcement), merupakan program pembelajaran yang menerapkan teori belajar yang dikemukakan Skiner.
Karakteristik teori behaviorisme terhadap pembelajaran bahasa diantaranya adalah: penyajian materi lebih banyak dengan hiwar, lebih banyak melakukan peniruan dan menghafal idiom-idiom, menyajikan satu kalimat dalam satu situasi, tidak menyajikan strukstur nahwu secara terpisah, dan lebih baik dengan sistem deduktif, lebih menitik beratkan pada ujaran, lebih banyak menggunakan bahasa dalam komunikasi dan banyak menggunakan lab bahasa, memberikan reward bagi respon positif, mensuport untuk berbahasa, perhatian lebih pada bahasa bukan isi bahasa.
Salah satu faktor yang sangat mempengaruhi dan menentukan keberhasilan proses pembelajaran bahasa adalah lingkungan (bi'ah, environment), tak terkecuali lingkungan berbahasa. Dan tujuan penciptaan lingkungan berbahasa Arab , tidak lain adalah (1) untuk membiasakan dan membiasakan dalam memanfaatkan bahasa Arab secara komunikatif, melalui praktik percakapan (muhadatsah), diskusi (munaqasyah), seminar (nadwah), ceramah dan berekspresi melalui tulisan (ta'bir tahriry); (2) memberikan penguatan (reinforcement) pemerolehan bahasa yang sudah dipelajari di kelas; dan (3) menumbuhkan kreativitas dan aktivitas berbahasa Arab yang terpadu anatara teori dan praktik dalam suasana informal yang santai dan menyenangkan.