• Tidak ada hasil yang ditemukan

Pada bab ini membahas hasil Uji Coba dan Evaluasi Aplikasi. BAB VI : PENUTUP

Pada bab ini dibahas mengenai uraian kesimpulan tentang sistem yang telah dibuat serta saran yang dapat digunakan untuk penyempurnaan dan pengembangan sistem.

11

LANDASAN TEORI

Dalam melakukan pembuatan aplikasi desktop “Penentuan Harga Per Unit (Price) Menggunakan Cost Volume Profit” diperlukan pemahan terhadap analisa dari

Cost Volume Profit dan Beberapa hal penjualan.

2.1 Analisa Cost Volume Profit

2.1.1 Penger tian Analisis Cost Volume Profit

Menurut Hansen & Mowen (2005:274) ”Analisis biaya-volume-laba

(cost-volume-profit analysis) merupakan suatu alat yang sangat berguna untuk perencanaan

dan pengambilan keputusan”. Sedangkan menurut Garrison, dkk (2006:322) ”Analisis biaya-volume-laba adalah satu dari beberapa alat yang berguna bagi manajer dalam memberikan perintah”. Alat ini membantu manajemen suatu perusahaan untuk memahami hubungan timbal balik antara biaya, volume dan laba organisasi dengan memfokuskan pada interaksi antarlima lima elemen berikut: harga jual produk, volume atau tingkat aktivitas, biaya variabel per unit, total biaya tetap, dan bauran produk yang dijual.

Menurut Garrison, dkk (2006:350), ada beberapa asumsi yang mendasari analisis cost

volume profit yaitu:

1. Harga jual konstan. Harga jual produk atau jasa tidak berubah ketika volume berubah.

2. Biaya adalah linear dan dan dapat secara akurat dibagi menjadi elemen variable dan tetap. Elemen variable adalah konstan per unit dan elemen tetap adalah konstan secara total dalam rentang yang relevan.

3. Dalam perusahaan dengan berbagai produk, bauran penjualan adalah konstan. 4. Dalam perusahaan manufaktur, persediaan tidak berubah. Jumlah unit yang

diproduksi sama dengan jumlah unit terjual.

Analisis cost volume profit memiliki manfaat yang sangat banyak bagi manajemen suatu perusahaan. Manfaat dari penggunaan analisis ini adalah untuk membuat kalkulasi perencanaan laba dan anggaran penjualan dari suatu perusahaan menjadi akurat. Dengan mengunakan analisis cost volume profit akan dapat diketahui berapa jumlah penjualan impas agar perusahaan tidak mengalami kerugian maupun untung, untuk mengetahui berapa jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mencapai target laba tertentu, Analisis cost volume profit juga dapat digunakan untuk mengetahui seberapa besar penjualan yang dapat membuat penurunan sebelum mengalami kerugian, serta dapat digunakan untuk menentukan kombinasi penjualan dari setiap jenis ukuran yang diproduksi untuk mencapai target laba yang telah ditetapkan.

2.1.2 Mar gin Kontr ibusi

Margin kontribusi menurut Garrison, dkk (2006:324) adalah “jumlah yang tersisa dari pendapatan dikurangi beban variabel”. Margin kontribusi merupakan jumlah yang tersisa untuk menutup biaya tetap dan memberikan keuntungan. Margin

kontribusi juga dapat disajikan dalam bentuk persentase. Hansen & Mowen (2005:280) menyatakan bahwa rasio margin kontribusi (contribution margin ratio) adalah bagian dari setiap dolar penjualan yang tersedia untuk menutup biaya tetap dan menghasilkan laba. Adapun rumus rasio margin kontribusi adalah:

2.1.3 Analisis Titik Impas

Menurut Garrison, dkk (2006:325) ”Titik impas adalah tingkat penjualan dimana laba adalah nol”. Jadi dapat dikatakan bahwa titik impas merupakan titik di mana biaya dan pendapatan sama besarnnya sehingga tidak terjadi laba maupun rugi. Analisa terhadap titik impas ini digunakan untuk menentukan tingkat penjualan dan bauran produk yang diperlukan agar semua biaya yang terjadi dalam periode tersebut dapat tertutupi.

Titik impas dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation

method) dan metode margin kontribusi (contribution method).

1. Metode Persamaan

Metode persamaan menggunakan data-data dari laporan laba rugi yang disusun dengan format kontribusi. Format laba rugi dapat disajikan dengan persamaan sebagai berikut:

Laba = (Penjua la n – Beba n Var iabel) - Beban Tetap Persamaan tersebut dapat diubah menjadi:

Ha rga J ual Per Unit = Beba n Va r iabel + Beban Tetap + Laba (Garrison, Noreen, Brewer, 2006:334)

Berdasarkan contoh sebelumnya, maka titik impas dapat dihitung sebagai berikut: Harga Jual Per Unit = Beban Variabel + Beban Tetap + Laba

X = 0,6X + Rp 35.000 + Rp 0 0,4X = Rp 35.000

X = Rp 87.500 di mana:

X = Total penjualan

0,6 = Rasio beban variabel (beban variabel + penjualan) Rp 35.000 = Total beban tetap

Titik impas dalam unit yang terjual adalah sebagai berikut: Rp 87.500/Rp 250 per unit = 350 unit.

2. Metode Margin Kontribusi

Metode margin kontribusi pada dasarnya hanyalah versi jalan pintas dari metode persamaan yang telah dijelaskan. Pendekatan ini memusatkan pada ide bahwa setiap unit yang terjual memberikan margin kontribusi tertentu yang dapat digunakan untuk menutupi biaya tetap. Untuk menentukan berapa unit yang harus dijual untuk mencapai titik impas, total biaya tetap dibagi dengan margin kontribusi per unit.

Dalam contoh di atas, perhitungan titik impas dengan mengguanakan metode margin kontribusi adalah sebagai berikut:

2.1.4 Analisis Target Laba

Target laba juga dapat dihitung dengan menggunakan metode persamaan (equation method) dan metode margin kontribusi (contribution method).

1. Metode Persamaan

Ha rga J ual Per Unit = Beba n Va r iabel + Beban Tetap + Laba 2. Metode Margin Kontribusi

Berdasarkan contoh sebelumnya, misalkan target laba yang ingin dicapai perusahaan adalah Rp 40.000. Maka jumlah penjualan total yang harus dicapai adalah:

Jadi target laba dapat dicapai dengan menjual 750 unit per bulan, yang berarti dalam total penjualan berjumlah Rp 187.500 (Rp 250 per unit x 750 unit).

2.2 Analisis Per ilaku Biaya 2.2.1 Penger tian Biaya

Hansen dan Mowen (2006:40) menyatakan biaya adalah ”kas atau nilai ekuivalen kas yang dikorbankan untuk mendapatkan barang atau jasa yang diharapkan memberi manfaat saat ini atau di masa datang untuk organisasi”.

Dalam penggunaan analisis cost volume profit untuk menyusun dan menetapkan anggaran penjualan, sangat diperlukan pemahaman yang baik tentang pola prilaku biaya. Menurut Garrison, dkk (2006:256) ”Perilaku biaya (cost behavior) adalah bagaimana biaya akan bereaksi atau berubah dengan adanya perubahan tingkat aktivitas bisnis”.

Secara umum pola perilaku biaya ada 3 yaitu biaya tetap (fixed cost), biaya variabel (variable cost), dan biaya semivariabel (mixed cost).

2.2.2 Biaya Tetap

Carter dan Usry (2006:58) mendefinisikan ”biaya tetap sebagai biaya yang secara total tidak berubah saat aktivitas bisnis meningkat dan menurun”. Dengan kata lain, biaya tetap per unit semakin kecil seiring dengan bertambahnya aktivitas dalam rentang relevan. Biaya tetap akan konstan dan jumlah totalnya akan berubah bila produksi berubah atau produksi bertambah dan sebaliknya bila produksi turun maka biaya tetap per unitnya akan naik. Contoh biaya tetap adalah biaya depresiasi aktiva tetap, biaya asuransi, biaya sewa, gaji manajer pabrik, pajak properti, dan biaya tetap lainnya.

Biaya tetap dapat dibagi menjadi dua bagian. Untuk tujuan perencanaan, biaya tetap dipilah menjadi biaya yang telah ditentukan (committed) dan biaya yang dikeluarkan berdasarkan kebijakan manajemen (disretionary).

Biaya tetap yang telah ditentukan (committed fixed cost) berkaitan dengan investasi fasilitas, peralatan dan struktur organisasi pokok dalam suatu perusahaan. Contoh biaya ini meliputi penyusutan gedung dan peralatan, pajak bangunan, asuransi, gaji manajemen puncak dan karyawan operasional. Terdapat dua faktor yang berkaitan dengan biaya tetap yang telah ditentukan yaitu:

1. Biaya ini sifatnya jangka panjang. Biaya-biaya ini merupakan committed fixed

costs karena keputusan manajemen dalam jangka pendek tidak sanggup mengubah

2. Biaya ini tidak dapat dikurangi menjadi nol meskipun pada jangka pendek tanpa mengganggu tungkat profitabilitas atau tujuan jangka panjang organisasi. Meskipun kegiatan operasi dihentikan, biaya ini tetap akan terjadi.

2.2.3 Biaya Var ia bel

Carter dan Usry (2006:59) mendefinisikan ”biaya variabel sebagai biaya yang secara total meningkat secara proporsional terhadap peningkatan dalam aktivitas dan menurun secara proporsional terhadap penurunan aktivitas”. Biaya variabel per unit jumlahnya akan tetap pada saat terjadi perubahan tingkat aktivitas. Aktivitas tersebut dapat diwujudkan dengan berbagai bentuk, seperti unit yang dihasilkan, unit yang dijual, jam mesin yang dioperasikan, dan lain sebagainya. Dengan kata lain, biaya variabel menunjukkan jumlah per unit yang relatif konstan dengan berubahnya aktivitas dalam rentang yang relevan. Contoh biaya variabel adalah biaya bahan baku langsung, tenaga kerja langsung, dan komisi penjualan.

Beberapa biaya variabel berperilaku sebagai biaya variabel sejati (true

variable) atau varibel proporsional (proportionately variable) dan memiliki pola

bertahap (step-variable).

1. Biaya variabel sejati (true variable)

Bahan langsung dianggap sebagai biaya variabel sejati karena jumlah yang digunakan selama satu periode akan memiliki proporsi langsung dengan tingkat aktivitas produksi. Lebih jauh lagi, bahan langsung yang dibeli tetapi tidak digunakan dapat disimpan di gudang dan digunakan lagi pada periode mendatang.

2. Biaya variabel bertahap (step-variable)

Upah tenaga kerja pemeliharaan biasanya dianggap variabel tetapi biaya tenaga kerja ini tidak memiliki perilaku yang sama dengan biaya bahan langsung. Tidak seperti biaya bahan langsung, waktu kerja bagi tenaga pemeliharaan biasanya ditentukan dalam bentuk borongan tidak dapat disimpan dan digunakan .

2.3 Analisis Biaya Semivar iabel 2.3.1 Penger tian Biaya Semivar iabel

Carter dan Usry (2006:60) mendefinisikan ”biaya semivariabel sebagai biaya yang memperlihatkan baik karakteristik-karakteristik dari biaya tetap maupun biaya variabel”. Biaya semivariabel merupakan biaya yang mengandung unsur biaya variabel dan juga unsur biaya tetap. Biaya semivariabel terjadi karena hubungan jumlah biaya dengan basis aktivitas atau fungsi biaya memiliki unsur yang tetap dan unsur yang variabel terhadap perubahan volume aktivitas. Sebagian dari biaya semivariabel berubah seiring dengan volume aktivitas dan sebagian lagi berperilaku tetap selama periode tertentu. Contoh biaya semivariabel adalah biaya listrik, air, telepon, dan biaya pemeliharaan.

Dalam penerapan analisis cost volume profit, biaya semivariabel harus dapat dibagi ke dalam biaya tetap dan biaya variabel. Hal ini menjadi asumsi utama yang harus dipenuhi dalam penerapan analisis cost volume profit.

Beberapa metode yang dapat digunakan untuk memisahkan biaya semivariabel ke dalam unsur biaya tetap dan biaya variabel adalah High-low Method, Scattergraph

Method, Least Squares Regression Method, Stand by Cost Method.

2.3.2 High-low Method

Garrison, dkk (2006:279) Analisis biaya semivariabel dengan menggunakan metode tinggi rendah (high-low method) dimulai dengan mengidentifikasikan periode dengan tingkat aktivitas yang paling rendah dan yang paling tinggi. Perbedaan biaya pada kedua biaya tersebut dibagi dengan perubahan aktivitas antara kedua periode ekstrem tersebut untuk memperkirakan biaya variabel per unit aktivitas.

2.3.3 Scattergraph Method

Carter dan Usry (2006:65) mengatakan bahwa metode scattergraph dapat digunakan untuk menganalisis perilaku biaya. Dalam metode ini, biaya yang dianalisis disebut biaya variabel dependen dan diplot di garis vertikal atau yang disebut sumbu y.

Metode ini lebih akurat dibandingkan dengan high-low method karena metode ini memperhitungkan semua data biaya yang tersedia, bukan hanya dua titik data. Metode ini memungkinkan inspeksi data secara visual untuk menentukan apakah biaya tersebut tampak terkait dengan aktivitas itu dan apakah hubungannya mendekati linear.

2.3.4 Least Squares Regression Method

Menurut Garrison, dkk (2006:282) ”Metode regresi kuadrat terkecil

(least-squares regression) adalah metode yang memisahkan biaya semivariabel menjadi

komponen biaya tetap dan biaya variabel dengan menggunakan seluruh data”.

Metode ini merupakan metode yang paling akurat dibandingkan dengan metode lainnya karena metode ini menggunakan perhitungan matematis. Metode

least-squares regression untuk membuat estimasi hubungan linier didasarkan pada

persamaan linier:

Y = a + bX

Rumus berikut ini digunakan untuk menghitung nilai titik potong pada sumbu x (a) dan kemiringan (b) yang meminimkan kuadrat residual.

di mana :

X = Tingkat aktivitas (variabel independen) Y = Total biaya semivariabel (variabel dependen) a = Total biaya tetap (titik potong pada sumbu

vertikal )

b = Biaya variabel per unit aktivitas (kemiringan) n = Jumlah pengamatan

Σ = Jumlah seluruh n

Selain dengan metode manual, metode least-squares regression juga dapat dihitung dengan dengan program komputer seperti Microsoft Excel. Dengan menggunakan contoh sebelumnya, pemisahan biaya semivariabel dengan menggunakan least-squares regression method dapat dihitung dengan menggunakan

program Microsoft Excel pada komputer. Titik potong atau nilai a dapat dihitung dengan mengguanakan fungsi INTERCEPT, kemiringan atau nilai b dihitung dengan menggunakan fungsi SLOPE, dan nilai R2 dihitung dengan fungsi RSQ.

2.3.5 Stand by Cost Method

Metode biaya bersiap (stand by cost method) atau metode biaya berjaga adalah metode pemisahan biaya tetap dan biaya variabel dengan cara menghitung besarnya biaya pada keadaan perusahaan atau pabrik ditutup untuk sementara tetapi dalam keadaan siap berproduksi. Besarnya biaya pada keadaan perusahaan ditutup untuk sementara disebut biaya bersiap dan dianggap sebagai total biaya tetap. Setelah total biaya tetap diketahui, langkah berikutnya adalah menentukan besarnya biaya variabel.

2.4 Angga ran Penjualan

2.4.1 Penger tian Anggar an Penjualan

Menurut Hansen & Mowen (2006:358) “Anggaran penjualan (sales budget) adalah projeksi yang disetujui oleh komite anggaran, yang menjelaskan penjualan yang diharapkan dalam satuan unit dan uang”. Oleh karena anggaran penjualan adalah dasar bagi semua anggaran operasional lainnya dan sebagian besar dari anggaran keuangan, maka anggaran penjualan yang seakurat mungkin sangatlah penting.

Pada dasarnya anggaran penjualan ini akhirnya akan menggambarkan berapa

revenue yang diterima sebagai akibat dilakukannya penjualan-penjualan pada periode

yang akan datang. Anggaran penjualan ini meliputi data: a. Jenis produk yang dijual

b. Volume produk yang dijual c. Harga produk per satuan d. Wilayah pemasaran

Anggaran penjualan akan menjadi dasar untuk penyusunan anggaran-anggaran lainnya. Dengan kata lain anggaran-anggaran-anggaran-anggaran lainnya disusun dengan terlebih dahulu memperhatikan rencana kegiatan penjualan. Perusahaan tidak boleh begitu saja menyusun rencana produksinya. Apabila tidak diperhitungkan, maka kemungkinan sebagian besar produk tidak dapat terjual.

Dalam pelaksanaannya, penyusunan anggaran penjualan ini agak sulit dilakukan, karena harus mempertimbangkan beberapa faktor pembatas, seperti kemampuan menjual yang dimiliki perusahaan. Akibatnya penyusunan anggaran penjualan memerlukan teknik forecasting (peramalan) yang tepat, yang membuat estimasi kegiatan masa depan, dengan mendasarkan diri pada pengamalan-pengamalan masa lalu. Tentu saja perlu diperhatikan pula kemungkinan terjadinya perubahan-perubahan di masa yang akan datang seperti:

a. Perubahan selera konsumen b. Perubahan tingkat harga

Kesalahan penyusunan anggaran penjualan akan berakibat anggaran-anggaran lain juga ikut mengalami kesalahan-kesalahan yang akhirnya merugikan perusahaan. Oleh karena itu anggaran penjualan harus disusun oleh manajemen perusahaan dengan akurat.

Anggaran penjualan juga dapat disusun dengan menggunakan alat bantu analisis cost

volume profit. Analisis cost volume profit akan menguraikan parameter analisis impas

(break even point), target laba, dan margin keamanan (margin of safety). Dengan analisis ini anggaran penjualan dapat disusun dengan mengetahui berapa jumlah penjualan pada titik impas atau jumlah penjualan dimana perusahaan tidak mengalami kerugian maupun keuntungan, jumlah dimana penjualan dapat menurun sebelum kerugian mulai terjadi, dan berapa jumlah penjualan yang harus dicapai untuk mencapai target laba yang telah ditetapkan manajemen perusahaan. Dengan demikian anggaran penjualan dapat disusun secara akurat dan terperinci.

Contoh :

Seorang klien menyewa fasilitas pabrik untuk memproduksi sebuah produk baru. Berdasarkan survey diketahui bahwa besarnya taksiran biaya untuk penjualan 24.000 unit, adalah :

Taksiran biaya : Jumlah per unit Bahan baku 9.600.000 Rp.400 Tenaga kerja langsung 1.440.000 60 Overhead pabrik 2.400.000 100

Administrasi 2.880.000 120 Jumlah 16.320.000 680

Biaya penjualan diperkirakan sebesar 15% dari penjualan dan laba perunit Rp.102

Diminta :

Hitunglah harga jual per unit ?

Proyeksikan laporan rugi laba selama periode setahun ?

jawab

Dengan P berarti price ( harga jual )maka P – 0,15P – 680 = 102

0,85P =102 + 680 0,85P =782

.. Sehingga P = 782 : 0 = 920

Harga jual yang ditentukan sebesar Rp.920,- per unit. Penjualan = 24.000@ 920 =22.080.000 Biaya Variabel : Bahan baku = 9.600.000 Tenaga kerja = 1.440.000 Biaya penjualan = 3.312.000 14.352.000

Margin kontribusi 7.728.000 Biaya Tetap : Overhead 2.400.000 Administrasi 2.880.000 5.280.000 laba netto 2.448.000

27 BAB III

PERANCANGAN SISTEM

Pada bab ini dijelaskan mengenai rancangan sistem untuk pembuatan aplikasi desktop “Penentuan Harga Jual per Unit (price) menggunakan cost volume profit”. Perancangan sistem pada bab ini akan dibagi kedalam dua pokok bahasan yaitu: analisa sistem dan perancangan sistem.

3.1 Analisa Sistem

Dalam sub bab ini akan dibahas mengenai analisa dan perancangan sistem yang terdapat pada “Penentuan Harga Jual per Unit (price) menggunakan cost volume

profit”. Pada sistem ini tidak hanya memberikan informasi terhadap user, melainkan

juga memberikan tampilan yang bersahabat sehingga user lebih mudah untuk menggunakan dan memahami dari aplikasi ini.

Dalam perancangan sistem aplikasi ini, penulis menekankan pada analisa cost

volume profit dalam perhitungan hasil data akhir. Pada rancangan awal terdapat

beberapa hak akses untuk membedakan admin dan user lain, masing-masing memiliki hak yang berbeda. Pada admin diberikan hak akses yang lebih luas dibandingkan dengan user lain, pada hak akses user lain diberikan hak akses yang dibatasi, hanya bias mengakses data penjualan, input data. Dan untuk selebihnya hak akses dipegang oleh Admin.

3.2 Pera nca ngan Sistem

Pada bab perancangan sistem ini dibahas mengenai rancangan sistem aplikasi penjualan yang akan dibuat, mulai dari hardware dan software yang dibutuhkan, alur sistem, flowchart dan penjelasan, sampai dengan desain sistem yang akan dibuat. Semua itu merupakan tahap awal dalam pembuatan aplikasi penjualan menggunakan

cost volume profit. suatu tampilan berdasarkan permintaan yang up to date, misalnya

penulis bisa menampilkan isi database ke dalam form aplikasi.

3.3 Flowchart Alur Sistem

Berikut ini adalah gambar flow alur perjalanan sistem aplikasi penjualan yang menggambarkan suatu proses interaksi antar pemegang hak akses (admin, pimpinan dan mahasiswa). Dari penggambaran tersebut adalah supaya alur perjalanan interaksi menjadi jelas dan dapat dimengerti oleh para pemegang hak akses. Penggambarannya dapat dilihat pada Flowchart di bawah ini:

3.3.1 Flowchart Pada Sistem

Ga mbar 3.1 Flowchart Pada Sistem

User/pengguna melakukan proses input data,. Yang di dalam sistem sebagai

input data produksi dalam proses input data yang ddimulai dengan cek data tanggal suntuk memastikan sudah pernah input apa belum untuk tanggal yang telah dicek.

3.3.2 Flowchart Pena mbaha n User admin pada Sistem

Gamba r 3.2 Flowchart Alur Penambahan User Pada Sistem

Aplikasi ini bisa melakukan penambahan user yang berfungsi sebagai kasir, disini

admin memberikan pembatasan terhadap hak akses dari seorang kasir. Sehingga kasir

hanya bisa melakukan aktivitas penjualan barang saja dan tidak bisa melakukan hal-hal lain yang memungkinkan pemalsuan data laporan seperti menghapus backup hasil penjualan.

3.4. Conteks Diagr am

Context Diagram merupakan pendekatan terstruktur yang mencoba

untuk menggambarkan sistem pertama kali secara garis besar (disebut dengan top

level) dan memecah-mecahnya menjadi bagian yang lebih terinci. Context diagram ini menggambarkan hubungan input/output antara sistem dengan

kesatuan luar.

Ga mbar 3.3 Context Diagram Penerapan dalam sistem penjualan menggunakan cost

volume profit

Pada gambar diatas dijelaskan bahwa entinity sistem ini terdiri dari penjualan dan admin. Admin nantinya dapat mengakses semua sistem. Admin disini sebagai pengolah data yang akan diproses oleh sistem dan akan digunakan oleh user dalam proses penjualan.

3.5. DFD (Data Flow Diagram)

Data flow diagram atau biasa disebut dengan DFD adalah suatu diagram

yang menggunakan notasi-notasi untuk menggambarkan arus dari data sistem, yang penggunaannya sangat membantu untuk memahami sistem secara logika, tersruktur

produksi input produksi

verifikasi user

verifikasi login user

login user analisis laba

data produksi data user

input master user verifikasi login admin

verifikasi admin login admin Admin Admin Admin Admin User User User 1 Proses Login Admin + user 2 Proses Input Master User + 3 Proses Hitung Analisis Laba + produksi 4 Proses Login User + 5 Proses Input Produksi +

dan jelas. DFD merupakan alat bantu dalam menggambarkan atau menjelaskan sistem yang sedang berjalan logis. Data flow diagram adalah alat yang digunakan untuk menggambarkan arus data di dalam sistem dengan terstruktur dan jelas. DFD sering digunakan untuk menggambarkan suatu sistem yang telah ada atau sistem baru yang akan dikembangkan secara logika tanpa mempertimbangkan lingkungan fisik dimana data tersebut mengalir atau lingkungan fisik dimana data tersebut akan disimpan. Berikut ini Data Flow Diagram yang menjelaskan proses yang ada pada sistem penjualan menggunakan analisa cost volume profit adalah sebagai berikut :

3.5.1. DFD Level 1

Ga mbar 3.4 Data Flow Diagram (DFD) level 1

Dari gambar 3.4 menjelaskan tentang alur proses kerja dari admin dan user, dimana admin login menuju proses login trus input data login setelah itu di simpan di stored login terus menvefikasi data login user atau admin. Kemudian admin sebagai

input data untuk user kemudian disimpan dan diteruskan mengkonfirmasi user tentang input data yang sudah dilakukan admin. User sebagai input data produksi dalam proses input data produksi kemudian disimpan dalam dua bentuk yaitu produksi dan detail dari produksi tersebut. Kemudian dilanjutkan dengan proses penghitungan analisa data.

Gambar 3.5 Data Flow Diagram (DFD) level 2 proses Login

Proses diatas yaitu olah data dari admin yaitu admin login terus masuk ke proses

login dimana admin harus memasukkan username dan password kemudian proses

pengecekan username dan password dari login tersebut dan kemudian admin memberikan level hak akses dari admin tersebut dan berakhir dengan verifikasi login.

data rugi laba analisis laba

data produksi Bulan

data produksi harian tanggal Input tanggal Admin produksi 1 Proses Input Data Yang Diinginkan 2

Proses Cek Data Produksi 3 Proses Hitung Laba + rugilaba

Ga mbar 3.6 Data Flow Diagram (DFD) level 2 proses Input User

Proses input user yang dilakukan oleh admin yang masuk ke proses input dan memasukan id user baru yang dilanjutkan dengan proses cek dari data user kemudian proses simpan dari data yang sudah valid tersebut, dan memverifikasi proses cek dari

Dokumen terkait