• Tidak ada hasil yang ditemukan

Coding Wawancara Ibu Pur

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

Lampiran 1. Coding Wawancara Ibu Pur

Coding Wawancara Ibu Pur

Verbatim Label Deskriptif Label Analitis

Nek di dalam agama, Merapi itu juga termasuk ciptaan Allah.Terus Merapi itu kan juga berguna. Kalau nggak meletus kan juga nggak ada pasir, nggak bisa tumbuh tanaman-tanaman di sekitarnya nggak bisa tumbuh subur. Itu juga manfaat bagi manusia. Dan Merapi itu sebagai paku. Bumi kalau nggak ada pakunya, ya nggak tenang, ngombang- ambing. Dulu kan ceritanya, diciptakan pertama kali sebelum ada gunung-gunung kan seperti di atas air. Jadi, terombang-ambing gitu, tapi setelah ada gunung barulah bumi itu tenang. Bisa ditempati manusia. Gunung itu pokoke manfaat ya Mas.

Merapi adalah ciptaan Allah yang berguna dan bermanfaat sebagai sebuah paku bumi agar bumi tenang.

Allah menciptakan sesuatu yang bernilai guna.

Itu memang pekerjaannya gunung to. Meletus memang pekerjaannya gunung. Bukan berarti itu… Ya itu termasuk memperlihatkan kekuasaaan Allah juga, karena itu manusia kan nggak tahu seperti meletusnya gunung itu kapan, hanya tanda-tandanya aja yang tahu, meletusnya nggak tahu. Ya seperti hari kiamat. Hari kiamat itu kan disebutkan, tapi seperti meletusnya bumi ini kan nggak tahu. Itu tanda- tandanya, seperti gunung itu juga memperlihatkan kekuasaan Allah bahwa Allah itu sekejap saja bisa mengeluarkan, meletuskan gunung. Itu kan juga kalau dalam pelajaran perjalanan magma to, kalau nggak meletus ya bahaya. Dan itu, letusan itu termasuk buat pupuk. Pupuk bagi tanaman, juga bermanfaat bagi manusia.

Meletus adalah pekerjaan gunung yang memperlihatkan kekuasaan Allah seperti hari kiamat.

Kuasa Allah tidak terjangkau manusia.

Pas itu, kejadian pertama kali saya nggak ngeh, nggak ngeh itu nggak mendengar berita-berita; Merapi mau meletus, tanda-tandanya belum

Pada kejadian pertama tidak mengikuti karena tanda-tandanya

lengkap. Tahunya cuma mau meletus gitu aja. Pas pertama kali Mbah Maridjan meninggal itu lho. Lha itu nggak ada berita. Saya kejadian yang kedua yang paling besar itu, itu tau. Maksude mengikuti. Bagaimana Merapi meletus itu mengikuti.

belum lengkap, sedangkan kejadian kedua mengikuti.

tandanya meyakinkan.

Itu tidak tahu, saya di rumah juga tidak. Nggak ada tanda, nggak ada…Tapi kejadian yang besar yang Jumat. Yang Jumat itu ada tanda- tanda. Rumah ini kan gempa. Itu dari siang itu udah gempa, terus langit gelap, terus ada abu sedikit. Tapi siangnya itu juga ngaji di masjid. Itu siangnya panas ya.

Kejadian kedua sudah ada tanda- tanda seperti gempa, langit gelap, dan abu sedikit.

Ada tanda dalam suatu bencana.

Terus saya, itu di rumah, saya tidur. Malah saya tu ngantuk- ngantuknya jam 11 itu. Terus rumahnya goyang-goyang gini to, terus Pak Masrur itu ―Ma, ini ada gempa, gempa beneran, kita di masjid aja. Nanti kalau mati di masjid aja.‖ Terus anak saya tak bangunin semua. Ke masjid semua.

Mematuhi perintah suami dengan membangunkan anak-anak.

Suami dipercaya sebagai otoritas yang patut dipatuhi.

Terus itu di Utara pokonya terdengar kaya suara molen gitu lho. Tapi santer sekali seperti mau ke sini. Saya di masjid itu sudah mbayangin. Aduh, ini rasanya orang mau meninggal rasanya seperti ini. Setelah ada suara gluduk-gluduk ini kan ada suara halilintar. Tapi halilintar ini kan tidak seperti biasa. Keras sekali.

Merasa seperti mau meninggal ditambah dengan suara halilintar yang tidak biasa.

Memahami bahwa sesuatu yang lebih dari biasanya adalah tanda yang tidak baik.

Rasanya ki pokoke ki udah siap-siap. Suara gemuruh itu semakin ke sini. Kan kita tu udah, yo wis nggak bisa….pokoke cuma di masjid. Pokoke baca sholawat, baca istighfar. Gitu kan. Terus anak-anak ada yang muntah ada yang nangis, karena bau belerang. Kan belerangnya

Pasrah dan tinggal di masjid sambil membaca sholawat dan istighfar.

keluar dari siang. Ya udah itu, setelah ada suara halilintar kan Pak Masrur ke atas masjid. Ya saya, pikir saya Pak Masrur sudah disambar halilintar di atas. Di atas masjid kan lihat gunungnya meletus gimana. Terus Pak Masrur kan naik ke atas lihat. Lihat perjalanan gunung Merapi meletus itu. Terus halilintar pertama kali, gunung itu meledak. Jretttt! Tapi saya cuma di bawah sini, Pak Masrur yang ke atas.

Ya cuma itu, cara orang Islam ya Mas, tawakal sama Allah. Cuma pasrah. Kalau mau melarikan diri, Pak Masrur ya nggak boleh. Wong suruh di Masjid aja. Itu pokoke di masjid kumpul semua, satu orang desa sini. Itu kan nggak pada mengungsi.

Tawakal sama Allah karena mau melarikan diri tidak boleh sama suami.

Kepasrahan terhadap figur otoritas.

Wong itu nggak tahu kok itu akan meletus besar itu nggak tahu. Tapi orang Utara sana udah pada ngungsi. Kan sini tempat ngungsi. Jadi saya nggak ngeh, nggak paham itu nanti akan meletus gitu. Nggak persiapan blas yang ngungsi itu. Mobil sini aja dibawa ke Kopeng. Dan hampir aja kena lahar panas itu. Itu lari, mobilnya lari. Paling let 30 meter itu. Kena itu lahar panas.

Tidak tahu kalau Merapi akan meletus besar.

Ketidaktahuan akan masa depan.

Suasananya pokoke hening. Ya kaya nek orang Islam itu baca ya bacaan sholawat. Jadi membaca sholawat terus. Tapi ada cerita katanya laharnya mau ke sini tapi balik ke sana.

Dalam suasana hening membaca sholawat terus.

Mengatasi kecemasan dengan berdoa.

Terus sini tu untungnya ada hujan. Kalau meletusnya itu nggak ada hujan sini ya kena wedus gembel. Kena uapnya dari gunung Merapi.

Merasa beruntung karena wedus gembel terhalang hujan.

Perasaan aman dari bencana

Iya, ngrasa cemas, takut. Ya namanya manusia. Pak Masrur aja juga tapi dia mengira itu meletusnya ke sana, seandainya ke sini, dia yo

Merasa cemas dan takut layaknya manusia biasa namun tidak pasrah

lari. Bukan kita itu nggak persiapan terus cuma pasrah itu ya nggak. Itu kan dilihat dulu, dari jauh to. Kalau mau lari ya bisa ke arah sana misalnya. Ternyata laharnya di sana, di Gendol. Nggak mungkin ke arah sini.

begitu saja.

Gitu terus habis itu disuruh ngungsi yo nggak mau, wong itu udah meletus yang paling besar itu. Tapi kan beritanya masih gencar itu, nanti beritanya masih akan meletus besar lagi itu. Mau sigar to itu.

Disuruh ngungsi nggak mau karena sudah meletus yang paling besar.

Keyakinan akan masa depan seturut logika.

Kalau orang desa sini semuanya mengungsi. Tapi saya di rumah. Orang sini mengungsi sampai satu bulan. Kalau saya sekeluarga nggak. Anak-anak pondok yang di sini diambil sama orang tuanya.

Orang desa sini semua mengungsi, kecuali keluarganya.

Membuktikan keyakinan.

Kalau saya ndherek Pak Masrur. Perkiraan Pak Masrur kan udah, ini udah selesai. Meletusnya yang paling besar ya cuma ini. Ini udah selesai kok ngungsi, apa gunanya. Ya di rumah aja. Daripada mengungsi wong di sini banyak orang gila. Kalau dibawa ke pengungsian kan malah merepotkan. Iya to? Alasannya apa ya, ya cuma itu. Sini kan punya anak-anak kecil, orang gila. Terus perkiraan itu lho, ngapain ngungsi, wong udah meletus.

Mengikuti suami karena punya anak kecil dan orang gila yang kalau dibawa ke pengungsian malah merepotkan.

Mematuhi figur otoritas.

Ya saya kan nggak melihat, nek Pak Masrur kan mungkin masih teringat. Saya kan nggak melihat, jadi nggak tahu, jadi di perasaan nggak ada. Cuma itu, terasa getaran-getarannya itu, terus ketakutan- ketakutannya suara-suara itu.

Karena tidak melihat proses meletus secara langsung, ketakutan-ketakutan terarah pada suara.

Ketakutan traumatis lebih pada suara.

merasa takut. Ya saya itu, nek bekase lho, saya kan punya dasar bahwa Allah itu

berkuasa dan kiamat itu akan terjadi. Lha saya itu percaya kalau itu kiamat kecil dan nanti pasti terjadi. Membekasnya itu cuma, ―Oo nanti kiamat itu terjadi dan seperti ini lho rasanya.‖ Dalam cerita orang itu kiamat seperti apa ya, kiamat itu ya kayak, nek bahasa Jawa kayak gabah diinteri. Gabah diinteri itu seperti padi digini-ginikan. Jadi orang sudah tidak peduli sama anak, tidak peduli sama dirinya sendiri. Pokoknya lari menyelamatkan diri. Kalau orang sana, tapi kalau saya kan di masjid saya. Ming pikiran saya ke orang yang deket gunung sana. Dia pengennya lari menyelamatkan diri. Kalau saya di rumah aja. Wong nanti nggak bayangan seperti itu.

Allah itu berkuasa dan kiamat akan terjadi, ketika kiamat terjadi orang- orang akan seperti gabah diinteri sehingga tidak peduli sama anak dan hanya lari menyelamatkan diri.

Kuasa Allah menyebabkan manusia kalang kabut.

Saya bagaimana? Kalau saya tipenya orang manut suami, jadi gimana suami gitu aja. Kalau sendiri mungkin ya melarikan diri. Kalau nggak ya mungkin di masjid. Karena saya ki tipenya ki, suami bilang nggak ya nggak. Suami bilang iya; ya. Jadi alurnya nggak bisa sendiri.

Tipe orang yang manut suami jadi nggak bisa sendiri.

Kepatuhan terhadap otoritas menyebabkan dependensi.

Karena sudah merasa aman sama Pak Masrur. Walaupun saya harus mati sama Pak Masrur itu rela gitu lho, umpamanya sampai begitu.

Merasa aman dan rela mati bersama suami.

Merasa aman asal ada otoritas yang lebih superior.

Tapi nggak ada niatan terus pasrah seperti orang bunuh diri ya nggak. Cuma itu kan udah diomongi sama Pak Masrur nggak usah lari, wong ke sana. Anu, apa, laharnya ke sana. Nggak mungkin mau ke sini, wong jauh. Ke aliran Gendol kan jauh sekali ke sini. Ya udah, manut gitu aja. Ya intinya siap.

Tidak punya niatan untuk bunuh diri, namun tetap siap jika suatu saat terjadi lagi.

Kesiapan terhadap masa depan tanpa harus menyerah.

Saya tu pelajaran alam itu nggak begitu mendalam. Misale dalam pelajaran sekolah gitu lho. Soalnya saya itu dulu dari Aliyah. Jadi ilmu agama. Jadi nggak begitu mengikuti ilmu luar. Jadi saya itu bacanya cuma ilmu agama tok.

Pelajaran alam tidak begitu mendalam, lebih mendalam yang agama.

Kedekatan dengan agama.

Jadi saya bacanya ya cuma tanda-tanda. Jadi tambah keimanan saya, jadi tambah kepercayaan saya, jadi tambah tawakalnya kepada Yang Maha Kuasa itu tadi.

Dengan erupsi 2010, ada peningkatan dalam keimanan, kepercayaan, dan tawakal terhadap Yang Maha Esa.

Bencana membuat rasa iman dan pasrah terhadap Tuhan semakin meningkat.

He‘e. Semakin yakin bahwa Allah itu benar-benar kuasa, apa ya, saya baca dalam kitab saya, kan bacanya saya di kitab Al-Quran misalnya ada tanda-tanda itu udah persis. Sebelas-dua belas gitu. Ya udah. Perjalanan gunung Merapi meletus, orang-orang pada lari, itu kan udah ada dalam Quran. Jadi ya saya itu cuma itu.

Perjalanan gunung Merapi meletus, orang-orang pada lari, itu kan udah ada dalam Quran.

Kesesuaian isi kitab dengan peristiwa bencana.

Ya semakin kuat, kepasrahannya semakin..kepada Yang Maha Kuasa itu semakin takut. Jadi dikatakan dalam Quran, ―Orang-orang yang takut dengan Allah itu dikatakan semakin tinggi derajatnya.‖ Karena Allah itu benar-benar kuasa sekali. KekuasaanNya itu melebihi yang di langit dan di bumi. Lha itu yang sudah meletus itu gunung aja…Misale pelajaran tsunami, pelajaran gunung meletus gitu aja. Ya berarti kalau Allah itu menginginkan sesuatu, ya kan Allah itu Maha ―Sak Karepe Dewe‖. Karena Dia kan yang memiliki. Mau membuat orang mati, orang senang…apa saja sak karepe dewe. Tinggal perjuangan manusia bagaimana mendekatkan dan takutnya kepada Allah itu gimana. Kalau dalam cerita kitab saya kan; dulu manusia itu enak. Kan menciptakan manusia itu, Nabi Adam, itu kan larangannya

Dengan adanya erupsi 2010 maka mengingatkan bahwa Manusia seharusnya mendekatkan dan takut kepada Allah yang Maha ―Sak Karepe Dewe‖.

Semua kehendak adalah kehendak Allah, seharusnya manusia mendekatkan dan takut kepada Allah.

satu. Perintahnya, jangan manut sama iblis. Di dalam surga itu jangan makan buah khuldi. ―Kalau kamu makan itu, makanya nanti kau mendapatkan azab yang menyakitkan.‖ Lha kalau dulu Nabi Adam di surga, kan di sana belum ada neraka, surga tok istilahe. Kan juga Allah sebelum itu berkata mau membuat wakilnya di dunia. Jadi betul-betul menceritakan bahwa Allah itu seperti ini. Jadi betul-betul manusia yang disuruh. Allah itu seperti itu, sifat-sifatnya, itu diserahkan kepada kita. Lha terus Nabi Adam kan ternyata terbujuk oleh iblis, terus makan khuldi itu. Akhirnya, Allah berkata: ―Karena kamu melanggar perintahku, maka kamu berdua bersama istri kamu, harus turun ke bumi merasakan siksa Aku. Lha siapa nanti siapa di bumi anak- turunmu yang Aku beri kitab. Aku beri petunjuk, Aku beri peraturan. Pokoke siapa yang manut peraturanKu, nanti dia akan kembali lagi ke surga seperti kamu. Nanti kalau dia melanggar, Saya menyediakan neraka. Karena itu, di dunia itu, dia kafir nggak mau percaya sama Aku lagi. Dia terus nggak manut sama perintahKu, dia terus tak masukkan dalam neraka itu. Di situ dia disiksa terus, tapi kalau dia menjalankan perintahKu dan menjauhi larangan-laranganKu yang Kutunjukkan dalam kitab-kitabKu maka dia akan Kukembalikan ke surga. Kamu sudah tau to di surga.‖ Jadi perjalanan-perjalanan seperti itu saya taunya cuma dalam agama itu. Tapi kalau dalam pelajaran nggak tahu. Nggak begitu menelaah tentang gunung.

Tapi kalau dinalar-nalar, membaca ayatnya Gusti Allah terus keluar, ―Oo ini ada gunung, ada langit, ada bumi, ada manusia terus keluar. Itu semua terbukti semua itu, udah jelas.‖

Ayatnya Gusti Allah terbukti semua dalam kehidupan.

Kesesuaian isi kitab dengan kehidupan nyata.

Karena dari dulu, saya itu yang di-nut Pak Masrur. Jadi dia yang membacakan Quran kan otomatis yang mengajari dia, yang me- wulang kan dia. Masak nggak manut sama dia. Apa istilahe dia kalau dia membaca alam ini, itu selamat ya udah. Ya kan orang-orang seperti itu, orang-orang Sufi, biasanya bisa berkomunikasi dengan orang-orang suci. Misale ada pemberitahuan, tidak sampai sini. Orang- orang gaib, misale seperti khodam, namanya malaikat memberitahukan misalnya tidak sampai sini. Saya keyakinannya di situ. Wong juga ada dalam kitab saya. Caranya anu, orang yang suci, Sufi itu, udah ada tanda-tanda tersendiri dari Gusti Allah. Jadi saya terlalu yakin sama Pak Masrur.

Dari dulu yang dianut adalah suami karena keyakinan terhadap suami yang bisa berkomunikasi dengan orang suci yang disebutkan dalam kitab suci.

Suami adalah otoritas yang patut dipercaya karena kelebihannya.

Terus prinsip dalam kitab saya, wanita itu yang baik itu yang tongat sama suami. Ya udah itu, ya cuma manut sama Allah gitu. Wanita yang bagus itu…ya manut aja. Perjalanan saya cuma itu, sama ilmu agama.

Kepatuhan terhadap Allah bahwa wanita yang baik itu yang tongat kepada suami.

Mematuhi perintah Allah.

Kalau ada Pak Masrur ya manut dengan Pak Masrur. Dalam keadaan nanti nggak tahu. Yo nggak tahu to. Apakah nanti mau melarikan diri. Wong saya itu berkeyakinan semua yang menentukan Allah, saya bergerak, tidur ya semua nanti Allah yang menentukan. Jadi nggak tahu apa yang terjadi di depan. Kalau tahu ya…ampuh.

Kalau ada suami ya manut dengan suami, namun semua yang menentukan adalah Allah.

Suami sebagai perwujudan Allah secara fisik.

87

Dokumen terkait